Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SEJARAH INDONESIA ZAMAN PENGARUH BARAT

“ KEBIJAKAN PEMERINTAH HINDIA BELANDA : POLITIK ETIS "

Disusun Oleh Kelompok: 1


Tuti Khairani (20020051)
Natasya Putri (20020013)
Seri Indah (20020011)
Reski Faizal (20020032)

Dosen Pembimbing :
Meldawati, M. Pd
Kaksim S. PdI, M. Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


UNIVERSITAS PGRI SUMATERA BARAT (UPGRISBA)
PADANG
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan Tugas
Makalah tentang Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda : Politik Etis .Makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Indonesia Zaman Pengaruh
Barat Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Kebijakan Pemerintah Hindia Belanda : Politik Etis bagi para pembaca dan juga
bagi penulis. Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu mata
kuliah Sejarah Indonesia Zaman Pengaruh Barat . Ucapan terima kasih juga kami
ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu sehingga bisa memperlancar
pembuatan makalah ini

Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami dengan lapang
dada menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang ini
bisa memberikan manfaat untuk pembaca.

Padang, 23 Juni 2022

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................3
2.1 Kolonialisme Belanda Di Indonesia ...................................................3
2.2 Implikasi Kolonialisme Dan Politik Etis Belanda Status
Sosial Pribumi Dalam Bidang Pendidikan...........................................5
2.3 Pengecualian Masyarakat Eropa...........................................................6
2.4 Keistimewaan Bagi Masyarakat Cina...................................................7
2.5 Pendidikan Untuk Masyarakat Bumi putera.........................................7
BAB III PENUTUP.........................................................................................
3.1 Kesimpulan..........................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................10

ii
BAB l

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemiskinan bangsa Indonesia semakin parah akibat eksploitasi


kolonialisme Belanda. Pemerintah kolonial berusahan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Indonesia yang jauh tertinggal dari masyarakat Eropa
dan Cina. Para pengusaha swasta menyadari bahwa kemiskinan penduduk
Indonesia harus diatasi terlebih dahulu, sebelum tanah jajahan menjadi pasar yang
menguntungkan. Masyarakat Eropa yang berpikiran modern sangat tersinggung
dengan keadaan penduduk Indonesia yang semakin lama semakin merosot. Dari
ketidakpuasan terhadap politik yang sedang berjalan muncul suatu orientasi baru.
Pada awalnya kesejahteraan hanya memberikan tumpuan kepada orang-
orang kristen. Dan pada umumnya ditujukan kepada seluruh masyarakat
Indonesia. Orientasi baru dalam hubungan penjajahan ini disebut politik dasar
Politik Etis. Dengan pengenalan dasar etis maka mulailah babak baru penerapan
politik di daerah jajahan Belanda. Dasar politik etis meliputi tiga aspek. Yaitu:
pendidikan, perairan, dan pemindahan penduduk (Kartodirjo, et al. 1977:125).
Salah satu tujuan dasar Politik Etis adalah untuk memajukan pendidikan kepada
rakyat jajahan. Belanda pada waktu itu menginginkan supaya tidak menjalankan
sistem pemerintahan yang hanya memperhatikan kepentingan penjajah saja,
karena hal ini jelas merugikan penduduk pribumi, yang berbeda dengan orang
Amerika mendidik orang Pilipina sepenuhnya agar mendapatkan kemerdekaan
dengan segera. Dasar-dasar politik etis pemerintah Kolonial Belanda ingin
memajukan bidang pendidikan politik asosiasi yang bertujuan pendidikan harus
menyampaikan nilai-nilai kebudayaan Barat.
Pada tahun 1909 pendidikan mendapatkan perhatian dengan
berkembangnya produk industri. Berkaitan dengan arah etis yang menjadi
landasan politik kolonial, maka pemerintah kolonial membuat strategi dengan
sistem pendidikan dan pengetahuan Barat yang dilaksanakan sebanyak mungkin.

1
2

Dengan demikian, bahasa Belanda dijadikan sebagai bahasa pengantar di berbagai


sekolah Bumiputera, pemberian pendidikan rendah untuk golongan Bumiputera
disesuaikan dengan keperluan mereka (Kartodirjo, et al. 1977:125). Atas dasar itu
corak dan sistem pendidikan di Hindia Belanda pada waktu ini dilaksanakan
melalui dua aliran pertama, untuk memenuhi keperluan golongan atas serta tenaga
terdidik yang bermutu tinggi untuk keperluan industri dan ekonomi. Kedua, untuk
memenuhi keperluan tenaga menengah dan rendah yang berpendidikan
(Kartodirjo, et al. 1977: 125).

1.2 Batasan Masalah


1. Bagaimana yang di maksud Kolonialisme Belanda di Indonesia?
2. Bagaimana yang di maksud dengan implikasi kolonialisme dan politik etis
belanda status sosial pribumi dalam bidang pendidikan ?
3. bagaimana yang dengan pengecualian masyarakat eropa ?
4. bagaimana yang dimaksud dengan Keistimewaan Bagi Masyarakat Cina?
5. bagaimana yang dimaksud dengan Pendidikan untuk Masyarakat
Bumiputera?

1.3 Tujuan Makalah


1. Mengetehui Kolonialisme Belanda di Indonesia
2. Mengetahui implikasi kolonialisme dan politik etis belanda status sosial
pribumi dalam bidang pendidikan
3. Mengetahui pengecualian masyarakat eropa
4. Mengetahui Keistimewaan Bagi Masyarakat Cina
5. Mengetahui Pendidikan untuk Masyarakat Bumiputera
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kolonialisme Belanda Di Indonesia


Kemajuan perdagangan Belanda diperoleh dari penjualan hasil tanam
paksa yang dilaksanakan di Indonesia menyebabkan kekayaan dan kemakmuran
negara Belanda. Undang-undang pertanahan tahun 1870, Undang-Undang Gula
telah mendorong pertumbuhan ekonomi Hindia Belanda yang menyebabkan
Eropa dan Cina bertambah kaya tetapi kaum Bumiputera bertambah miskin.
(Furnivall 1983: 326):
“...di bawah pemahaman Liberal orang Cinalah yang mendapat
keuntungan yang banyak dari kebebasan perusahaan, dan bila keuntungan
merosot orang Eropa makin terasa tentang kelebihan kesempatan pesaing mereka
yang terdiri dari orang Cina itu yang tetap bergembira”

Faktor yang timbul bersama kemajuan pertanian dan perindustrian pada


zaman Liberal adalah pertambahan jumlah penduduk yang kebanyakan
merupakan penghijrah. Perkembangan Industri pada liberalisme adalah penduduk
yang semakin meningkat. Tahun 1870 jumlah masyarakat Eropa di Jawa mulai
bertambah. Perubahan ini akibat cepatnya warga masyarakat yang masuk ke
daerah yang sebelumnya difungsikan sebagai pegawai pemerintah. Orang Eropa
bekerja untuk perusahaan sendiri ataupun di swasta yang mulai tumbuh dan
berkembang. Mereka mulai mengadakan perkumpulan untuk membina rasa
persaudaraan yang sifatnya berlainan dengan masyarakat Eropa lainnya untuk
bekerja sebagai pegawai pemerintah. Penduduk setempat bekerja hanya sebagai
buruh.
Pada akhir zaman Liberal semakin jelas bahwa ramalan dan harapan
golongan Liberal melalui sistem ekonomi liberal akan membawa kemakmuran
yang lebih tinggi untuk bangsa Indonesia tidak terwujud meskipun mereka pada
waktu sebelumnya bahwa tanam paksa yang hanya membawa kemelaratan dan

3
4

kesengsaraan di Indonesia. Masyarakat Eropa baru yang tinggal di Jawa mulai


melihat perkembangan kehidupan rakyat setempat semakin merosot. Mereka
mulai menginginkan suatu perubahan politik yang lebih terbuka dan modern.
Mereka menuntut dari pemerintah dan menginginkan suatu kuasa otonomi untuk
mengurus persoalan keuangan yang lebih bebas dari pemerintah. Liberalisme
adalah suatu sistem yang dirangsang untuk pemodal swasta Eropa dan mereka
berhasil mengumpulkan kekayaan dari tanah jajahan.
Golongan ini selalu mendesak kepada pemerintah supaya Parlemen
membolehkan pemberian hak untuk otonomi pemerintahan yang dijanjikan di
daerah jajahan Belanda. Mereka ini membentuk perkumpulan-perkumpulan
politik dan memimpin gerakan liberalisme. Van Der Putte telah mengarahkan
gubernur jenderal di Indonesia supaya menghapuskan berbagai bentuk kekerasan
terhadap pelaksanaan sistem tanam paksa dan memberantas korupsi (Ledge, 1972:
101). Para pegawai Belanda dan pembesar Bumiputera yang bertanggung jawab
terhadap pelaksanaan sistem tanam paksa ini tidak memberi komisi. Serentak
dengan itu sistem tanam paksa dihapuskan. Golongan liberal memberi kebebasan
kepada petani-petani untuk menanam tanaman yang mereka sukai. Mereka juga
bebas menjual hasilnya kepada siapa saja yang sesuai. Pembayaran dalam bentuk
uang ataupun hasil tanaman.
Kemenangan yang paling besar untuk golongan liberal adalah undang-
undang hak tanah atau Agrarische Wet pada tahun 1870 (Vlekke, 1945: 156).
Undang-undang tanah ini memberi peluang kepada gubernur jenderal untuk
menyewakan tanah yang bukan hak milik desa atau sawah penduduk setempat
kepada orang-orang swasta. Peraturan ini memberi kesempatan yang luas kepada
para penginvestor asing untuk menanamkan modalnya di Hindia Belanda.
Undang-undang ini melarang orang-orang bukan bangsa Indonesia membeli
tanah. Mereka hanya dapat menyewa tanah yang belum lagi dikerjakan oleh
orang-orang Indonesia. Lama waktu penyewaan ini adalah 75 tahun.
5

2.2 Implikasi Kolonialisme Dan Politik Etis Belanda Status Sosial


Pribumi Dalam Bidang Pendidikan
Dasar Politik Etis yang menjadi landasan pelaksanaan pendidikan Belanda agar
pendidikan dan pengetahuan Barat dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah.
Kurikulum tersebut disampaikan melalui bahasa Belanda dengan harapan bahasa
tersebut dapat menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah. Namun demikian
masih ada perbedaan sekolah untuk rakyat setempat. Pemberian pendidikan
setempat disesuaikan dengan keperluan mereka.
Sistem pendidikan dengan sengaja dibuat menurut keadaan yang telah ada,
yaitu pembagian golongan menurut keturunan bangsa dan status. Pembagian
diubah pada tahun 1920, ialah golongan Eropa, golongan Bumiputera, dan
golongan Timur Asing. Khusus untuk golongan Bumiputera dibuat pula
pembagian status yaitu golongan bangsawan dan pemimpin adat, pemimpin
agama (ulama) dan golongan rakyat biasa (Stenberg, et al. 1981: 387). Pemerintah
Kolonial Belanda telah berusaha mempertahankan sistem kolonialnya melalui
aristokrasi. Sistem pendidikan dan persekolahan pun dibuat menurut golongan
yang ada dalam masyarakat. Penduduk Bumiputera hanya dapat menurut tingkat-
tingkat pendidikan yang telah ditetapkan sesuai dengan kedudukan sosialnya.
(Depdikbud, 1989: 65).
Sekolah kelas dua sekolah untuk anak-anak setempat yang mempunyai
kurikulum yang minim harus dijaga agar tetap lebih rendah dari sekolah kelas
satu. Di samping itu didirikan sekolah yang lebih rendah lagi yaitu Sekolah Desa.
Lama belajarnya adalah tiga tahun. Kurikulum sekolah ini hanya membaca,
menulis dan berhitung secara sederhana. Sekolah ini sebenarnya hanya seperti
kursus pemberantasan buta huruf saja. Pendidikan selalu dikaitkan dengan
golongan sosial dan bertujuan untuk mempertajam perbedaan golongan itu.
Kurikulum dalam sekolah ini tidak membawa perubahan keadaan sosial dan tidak
meningkatkan perkembangan intelektual. (Ahmadi, 1987: 30).
6

2.3 Pengecualian Masyarakat Eropa

Sekolah khusus anak-anak keturunan Eropa didirikan dalam bentuk


Sekolah Rendah Eropa atau ELS (Europesche Lagere School). Sekolah ini dapat
dimasuki anak-anak Timur asing atau golongan Bumiputera dari tokoh-tokoh
terkemuka. Lama belajar sekolah ini tujuh tahun, dan ia menggunakan bahasa
Belanda sebagai bahasa pengantarnya. Dengan mengutamakan bahasa Belanda,
pemerintah Belanda berkuasa penuh untuk mengawal rakyat Indonesia. Hanya
mereka yang mahir berbahasa Belanda saja yang dapat menjadi pegawai kerajaan.
Sekolah Rendah Eropa juga mempunyai fasilitas-fasilitas yang lebih baik jika
dibandingkan dengan sekolah yang lain.

Walaupun ELS didirikan dengan maksud memberi pendidikan untuk anak-


anak Belanda, dan anak-anak Indonesia dari golongan atas. Peraturan tentang
penerimaan anak-anak Indonesia berubah menurut keadaan politik. Kurikulum
sekolah ELS terdiri dari pelajaran Membaca, Menulis, Berhitung, Bahasa
Belanda, Perancis, Jerman, Sejarah dan Geografi. Bahasa Perancis digantikan
dengan bahasa Inggris dengan alasan bahwa Indonesia terletak di antara negara-
negara jajahan Inggris yaitu Australia, India, Birma dan Semenanjung Tanah
Melayu. Sekolah ELS yang didirikan di Indonesia senantiasa dipertahankan
sebagai lembaga pendidikan Belanda yang murni dan mengabaikan kebudayaan
sekitarnya.

Kesulitan mendatangkan guru sekolah ELS berasal dari Belanda


menyebabkan mereka digaji sebesar f500 – f700. Selain dari itu setiap guru diberi
rumah dan setiap 6 tahun diberi cuti selama 8 bulan tanggung pemerintah (Legge,
1972:108). Berikutya didirikan sekolah Hoogere Burger School (HBS) menurut
model acuan di Belanda. Yang terdiri dari pelajaran: Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam dan Bahasa Belanda. Sekolah ini hanya untuk Belanda dan
keturunan raja. Bahasa Perancis merupakan syarat masuk ke sekolah ini.
Kurikulumnya tidak berbeda dengan sekolah di Belanda yang disesuaikan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan.
7

2.4 Keistimewaan Bagi Masyarakat Cina

Pan chinese association atau Tiong Hwee Koan ini melakukan kegiatan
Reading Club dan diskusi untuk meningkatkan kesejahteraan orang-orang Cina.
Pada tahun 1908 seperti yang dikemukakan Leo Suryadinata (1981:5-11):

“...in 1908, the Hollandsche-Chineesche School (Dutch Chinese School, HCS) the
first Dutch Language School for Chinese modelled on the Dutch School for
Europeans, was set up in Batavia and then in other cities”.

Perkembangan sekolah Cina ini berkembang dengan pesat: tahun 1915


anggota THHT (The Tiong Hoa Tongs) mencapai 16499 orang, tahun 1915
mencapai 8060 (5696 HCS, 2024 di ELS dan 112 di Mulo). Secara umum orang
Cina hidup sebagai pedang, maka minat belajar itu didorong oleh keinginan untuk
meningkatkan kemampuan berkomunikasi dalam urusan perdagangan. Dalam
hubungan ini bersekolah menurut orang Cina adalah untuk mengetahui atau
memahami bahasa Belanda, bahasa Inggris dan berhitung.

Dengan dasar itu Belanda mendirikan Hollands Chinese School (HCS)


untuk keturunan Cina di Indonesia, dengan kurikulum membaca, menulis,
menghitung, bahasa Belanda, sejarah, geografi, bahasa Perancis dan bahasa
Inggris (Nasution, 1987: 108). Kurikulum ini disusun hampir sama dengan
sekolah ELS supaya dapat memberi pendidikan Belanda sejati kepada anak-anak
Cina.

2.5 Pendidikan Untuk Masyarakat Bumiputera

Pada tahun 1892 WP. Groenevelt mengajukan kepada kolonial Belanda


untuk mendirikan sekolah rendah di wilayah jajahannya. Groenevelt melihat
masyarakat Bumiputera terbagi kepada dua golongan yaitu golongan atas dan
golongan bawah, di mana terdapat dua kelemahan untuk sekolah Bumiputera.
Dalam pelaksanaannya perlakuan tidak adil yang diberikan untuk pribumi
8

(Nasution, 1987:53). Di samping itu didirikan sekolah yang lebih rendah yaitu
sekolah desa selama tiga tahun dengan materi membaca.

Kurikulum untuk sekolah golongan atas diperluas agar sesuai dengan


keperluan orang-orang yang berada di pemerintahan. Sedangkan untuk rakyat
jelata hanyalah sekolah sederhana dan murah. Groenevelt mengusulkan dua jenis
sekolah yaitu sekolah kelas satu untuk golongan atas dan sekolah kelas dua untuk
golongan bawahan (Nasution, 1987:86).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kolonial Belanda di Indonesia dari tahun 1870-1900 telah membawa


kehidupan yang sangat menderita untuk penduduk setempat. Situasi yang
demikian menyebabkan munculnya terhadap Belanda maupun daerah jajahan.
Perdagangan Belanda eksploitasi sumber daya alam Indonesia menyebabkan
negara Belanda kaya dan makmur. Masyarakat Eropa baru yang tinggal di Jawa
mulai melihat perkembangan kehidupan rakyat setempat yang semakin merosot.

Di bawah pemerintahan dasar Liberal daerah jajahan Hindia Belanda telah


berubah menjadi alat produksi perekonomian dunia swasta yang dilindungi oleh
pemerintah. Penduduk setempat mulai diperkenalkan dengan sistem pekerja upah
yang rendah. Penduduk mulai meninggalkan pertanian sawah ladangnya karena
tertarik dengan sistem upah dan nilai uang. Akibat dari penerapan Politik Etis
tersebut, status dan kedudukan bangsa Indonesia kehilangan dan sangat tidak
berharga sama sekali baik dari sisi pendidikan, ekonomi, politik, dan sosial
kemasyarakatan lainnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. 1975. Sejarah pendidikan. Semarang: Toha. 1987. Pendidikan dari


masa ke masa. Bandung: Armiko

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1989. Pendidikan Indonesia dari jaman


ke jaman. Jakarta

Furnivall, JS. 1983. Hindia Belanda Suatu Pengkajian Ekonomi Majemuk. Kuala
Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Kartodirjo, Sartono et al. 1975 Sejarah nasional indonesia jilid 1-6. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

10

Anda mungkin juga menyukai