Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH SEJARAH INDONESIA MASA PERGERAKAN NASIONAL

POLITIK ETIS DAN MUNCULNYA ELIT NASIONAL


Dosen Pengampu : Arfan Diansyah, S.Pd, M.Pd

Disusun Oleh : Kelompok 2


Fitria Rizki Aulia (3193121002)
Ridho Iqbal Dwitama (3193121015)
Prisai Mono Putra Tarigan (3193121016)
Cahaya Purnama Sari (3193321007)

A REGULER 2019
PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan
hidayah-Nya makalah yang berjudul “Politik Etis Dan Munculnya Elit Nasional”
ini dapat diselesaikan tepat waktu. Tulisan ini berisi tentang bagaimana terjadinya
politik etis dan munculnya kalangan elit nasional di Indonesia.

Kami juga tidak lupa mengucapkan terimakasih atas dorongan dan bimbingan
dari dosen pengampu mata kuliah Sejarah Indonesia Masa Pergerakan Nasional
Bapak Arfan Diansyah, S.Pd, M.Pd, karena kuliah dan bimbingannya kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa pada penulisan ini terdapat kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan baik dari isi maupun cara penulisanya, demi kesempurnaan tugas yang
akan datang penulis mengharapkan berbagai saran dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca. Atas perhatian semua pihak, di sampaikan terimakasih.

Medan, September 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................1

DAFTAR ISI...........................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3

1.1 Latar Belakang...........................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................4

1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................4

1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6

2.1 Pengertian Politik Etis dan Tokohnya........................................................6


2.2 Latar Belakang Politik Etis.........................................................................7
2.3 Isi Politik Etis.............................................................................................9
2.4 Tujuan Politis Etis....................................................................................11
2.5 Dampak Politik Etis..................................................................................11
2.6 Munculnya Elit Nasional..........................................................................13

BAB III PENUTUP..............................................................................................17

3.1 Kesimpulan...............................................................................................17

3.2 Saran.........................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kolonialisasi yang dilakukan oleh Negeri Belanda di Hindia Belanda yang


berlangsung, memberikan dampak negatif yang sangat besar bagi penduduk
Indonesia pada masa itu. Terlebih adanya sistem tanam paksa yang diberlakukan
sejak tahun 1830, yang merupakan suatu kebijakan yang dibuat oleh Gubernur
Jendral Belanda pada saat itu, yakni Johannes van den Bosch. Bagi pemerintah
Belanda tentunya pelaksanaan kebijakan tersebut memberikan keuntungan besar.
Namun, masyarakat Indonesia mengalami kesengsaraan, kelaparan, serta kemiskinan,
diakibatkan pemberlakuan sistem tersebut. Hal tersebut dikarenakan rakyat pribumi
dipaksa untuk memberikan 20 % tanah milik mereka untuk ditanami komoditi yang
akan diperdagangkan di Eropa. Terlebih dalam pelaksanaan sistem tersebut banyak
terjadi penyimpangannya yang merugikan rakyat pribumi. Dengan demikian,
kemudian muncullah kritik oleh van Deventer yang ditulisnya dalam De gies terhadap
sistem kolonialisasi Belanda tersebut. Hal tersebut kemudian mendorong hadirnya
golongan sosial demokrat yang turut mengkritik sistem kolonialisasi Belanda. Hal ini
yang kemudian mendasari adanya politik etis.

Politik etis dapat diartikan sebagai politik balas budi Belanda kepada penduduk
pribumi. Politik etis tersebut resmi dilaksanakan setelah Ratu Wilhhemina diangkat
sebagai Ratu Belanda. Adapun pendukung dari politik etis banyak yang merupakan
orang Belanda, yang merasa prihatin terhadap kondisi serta penderitaan bangsa
Indonesia. Adapun pendukung politik tersebut, diantaranya P. Brooshoof, F. Holle,
Van Vollen Hoven, Abendanon, Leivegoed, Van Kol, Douwes Dekker. Ada bidang
yang menjadi fokus utama dalam politik etis tersebut, ialah irigasi, pendidikan serta
irigasi. Dampak dari adanya politik etis tersebut sangat dirasakan, terlebih dalam

3
bidang pendidikan, yang mana dengan pendirian sekolah bagi rakyat pribumi
membentuk kaum-kaum terpelajar yang pada akhirnya membentuk pergerakan
nasional dalam membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan. Organisasi
pergerakan nasional tersebut diantaranya Budi Utomo, Sarekat Islam. Mulai banyak
berdiri organisasi pergerakan nasional sebagai suatu dampak dari berkembangnya
mental dan pemikiran bangsa Indonesia sebagai salah satu hasil dari kemajuan
pendidikan nasional yang dialami oleh para penduduk pribumi khususnya.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada makalah ini adalah :

1. Apa pengertian politik etis dan siapa sajakah tokoh pendukungnya ?


2. Bagaimana latar belakang terjadinya politik etis ?
3. Bagaimana isi dari politik etis ?
4. Apa tujuan dari politik etis ?
5. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari adanya politik etis ?
6. Bagaimana terjadinya muncul kalangan elit nasional di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui Apa pengertian politik etis dan siapa sajakah tokoh
pendukungnya ?
2. Untuk mengetahui Bagaimana latar belakang terjadinya politik etis ?
3. Untuk mengetahui Bagaimana isi dari politik etis ?
4. Untuk mengetahui Apa tujuan dari politik etis ?
5. Untuk mengetahui Apa saja dampak yang ditimbulkan dari adanya politik etis ?
6. Untuk mengetahui Bagaimana terjadinya muncul kalangan elit nasional di
Indonesia ?

4
1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari dibuatnya makalah ini adalah kita dapat mengetahui bagaimana
latar belakang dari politik etis, tokoh tokoh pendukung politik etis, tujuan serta isi
dari politik etis, dampak yang ditimbulkan dari adanya politik etis tersebut, serta
munculnya kalangan elit nasional di Indonesia.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Politik Etis dan Tokoh Pendukungnya

Politik Etis atau Etische Politiek atau politik balas budi adalah pemikiran
progresif bahwa pemerintah Belanda mempunyai kewajiban moral menyejahterakan
penduduk Hindia Belanda, sebab telah memberikan kemakmuran bagi masyarakat
dan kerajaan Belanda. Pada tahun 1901, Ratu Belanda Wilhelmina mengumumkan
bahwa Belanda menerima tanggung jawab etis untuk kesehjahteraan rakyat kolonial
mereka.

Pelaksanaan politik etis oleh pemerintahan Belanda tidak lepas dari kepentingan
kolonial Belanda. Politik etis menuntun bangsa Indonesia kearag kemajuan namaun
didalam hal prakteknnya masih menyimpang serta tetap bernaung dibawah penjajah
Belanda. Politik Etis secara resmi ditetapkan pada bulan September 1901, ketika
Wilhelmina menyampaikan pidato tahunan. Awal mula dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab, bahwa Belanda memperhatikan pribumi dan membantu Indonesia
saat mengalami kesulitan. Namun pada kenyatannya tidak sesuai dengan apa yang
dikatakan. Mereka berbuat demikian karena takut kritik dan takut kalau tetap
membiarkan penderitaan penduduk pribumi terus menerus akan memicu timbulnnya
perlawanan rakyat secara meluas atau terus menerus. yang kolonialistik-eksploitatis.

Tokoh-Tokoh Politik Etis

Ada beberapa tokoh Politik Etis antara lain:

1. Mr WK Baron van Dedem


2. Hendrik Hubertus van Kol
3. Peter Brooschof
4. Conrad Theodore van Deventer

6
5. Walter Baron van Hoevel
6. Fransen van de Futte
7. Perdana Menteri Torbeck
8. Douwes Dekker (Multatuli)

Kritikan tentang kebijakan pemerintah yang menyengsarakan pribumi


disampaikan secara resmi pada 1891 dalam sidang Parlemen Belanda oleh Mr WK
Baron van Dedem. Ia menuntut agar keuangan Hindia Belanda (koloni) dipisah dari
keuangan Belanda (negeri induk) dan ada disentralisasi dalam pemerintahan. Kritikan
yang sama disampaikan oleh Hendrik (Henri) Hubertus van Kol, anggota Parlemen
dari partai sosialis Belanda (SDAP). Peter Brooschof (jurnalis De Locomotief)
menyatakan bahwa satu abad lebih pemerintah mengambil keuntungan dari
penghasilan rakyat dan tidak mengembalikan sepeserpun. Conrad Theodore van
Deventer (1857-1915) tokoh liberal menyampaikan kritik melalui artikelnya Een
Eereschuld (Hutang Kehormatan) yang dimuat dalam majalah De Gids 1899.

Dalam artikel itu menyebutkan dalam kurun waktu 1867-1878, Belanda telah
mengambil keuntungan 187 gulden. Keuntungan itu seharusnya dikembalikan pada
koloni karena pada dasarnya merupakan hutang kehormatan yang harus dibalas
dengan kebijakan politik etis. Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli
membuat buku berjudul Max Havelaar, yang dianggap paling berhasil mengubah
opini rakyat Belanda melalui tulisannya.

2.2 Latar Belakang Politik Etis

Perdagangan kolonialisme Belanda akibat tanam paksa mengalami kemajuan


pesat. Kolonialisme Belanda di Indonesia tahun 1870-1900 telah menyebabkan
penderitaan bangsa Indonesia. Berbagai kebijakan yang diterapkan Belanda terhadap
bangsa Indonesia selalu menguntungkan sepihak, yakni Belanda itu sendiri, Cina, dan
Eropa pada umumnya. Situasi demikian menyebabkan munculnya kritikan terhadap
pemerintahan maupun daerah jajahan Hindia Belanda. Kritikan ini pada dasarnya

7
adalah tentang sistem kolonialisme yang menguntungkan sepihak saja, sedangkan
penduduk setempat hidup dalam kemelaratan (Niel, 1984 dalam Alinur).

Kemiskinan bangsa Indonesia semakin parah akibat eksploitasi kolonialisme


Belanda. Pemerintah kolonial berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Indonesia yang jauh tertinggal dari masyarakat Eropa dan Cina. Para
pengusaha swasta menyadari bahwa kemiskinan penduduk Indonesia harus diatasi
terlebih dahulu, sebelum tanah jajahan menjadi pasar yang menguntungkan. (Alinur:
2).

Praktek pelaksanaan sistem tanam paksa yang dilakukan oleh kolonial membawa
keuntungan bagi Negeri Belanda, sedangkan dilain sisi, penduduk Indonesia hidup
sengsara, padahal sesungguhnya mereka memiliki andil besar dalam memajukan
perekonomian pemerintahan Belanda. (Sinaga, dkk, 2020: 105).

Politik etis didasari adanya kritik-kritik yang diajukan oleh para golongan sosial
demokrat terhadap praktek kolonialisasi yang dilakukan oleh pemerintah Belanda
terhadap bangsa Indonesia. Kemunculan politik etis tersebut diawali karena kritik
yang dilayangkan oleh van Deventer dalam majalah De gies. Dalam kritikannya
tersebut, Ia mengatakan bahwasanya pemerintah Belanda harus membalas budi atas
semua keuntungan yang diterima oleh Belanda dari kolonialisasi yang mereka
lakukan di Indonesia. Kritikan tersebut kemudian ditanggapi oleh Ratu Wilhemina
selaku Ratu yang dibaru diangkat. Praktek politik etis semakin kuat dilaksanakan,
terlebih dengan adanya dua doktrin dari kedua golongan yang berbeda. Kedua
golongan tersebut adalah golongan Misionaris serta golongan konservatif. Hakikat
dari politik etis dapat diartikan sebagai politik balas budi yang diajukan oleh
golongan sosial demokrat dan pertama sekali didasarkan atas kritik oleh van
Deventer. (Oktavianuri, 2018: 8).

8
2.3 Isi Politik Etis

Praktek politik etis resmi mulai dilaksanakan saat Ratu Willhemina I memberikan
pidatonya pada 17 September 1901, yaitu berbicara mengenai penyelidikan terhadap
kesejahteraan hidup masyarakat di pulau Jawa. Dalam melaksanakan penyelidikan
terhadap kesejahteraan masyarakat di pulau Jawa, diperintahkan beberapa orang,
diantaranya Van Deventer, G.P Rauffaer, E.B Kielstra, serta D. Fock, untuk
menjalankan politik etis tersebut. Penyaluran bantuan yang disediakan dalam praktek
pelaksanaan politik etis tersebut sebesar 40 juta gulden.

Dengan pengenalan dasar etis maka mulailah babak baru penerapan politik di
daerah jajahan Belanda. Dasar politik etis meliputi tiga aspek. Yaitu: pendidikan,
perairan, dan pemindahan penduduk (Kartodirjo, et al. dalam Alinur).

Dalam kebijakan politik etis, para golongan etis mengungkakan bahwa penduduk
Hindia Belanda memerlukan adanya perbaikan, baik itu dalam hal pendidikan, irigasi,
pertanian, pembangunan serta transmigrasi. Namun, sesungguhnya pelaksanaan
politik etis ini tidak secara tulus dilakukan, karena prakteknya masih bernaung di
bawah kekuasaan pemerintah Belanda. Dan pelaksanaannya hanya karena ketakutan
akan adanya kritik yang timbul dari para golongan etis.

1. Pendidikan

Dasar Politik Etis yang menjadi landasan pelaksanaan pendidikan Belanda ialah
agar pendidikan dan pengetahuan Barat dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah.
Kurikulum tersebut disampaikan melalui bahasa Belanda dengan harapan bahasa
tersebut dapat menjadi bahasa pengantar di sekolah-sekolah. Namun demikian masih
ada perbedaan sekolah untuk rakyat setempat. Pemberian pendidikan setempat
disesuaikan dengan keperluan mereka.

Sistem pendidikan dengan sengaja dibuat menurut keadaan yang telah ada, yaitu
pembagian golongan menurut keturunan bangsa dan status. Pembagian diubah pada
tahun 1920, ialah golongan Eropa, golongan Bumiputera, dan golongan Timur Asing.

9
Khusus untuk golongan Bumiputera dibuat pula pembagian status yaitu golongan
bangsawan dan pemimpin adat, pemimpin agama (ulama) dan golongan rakyat biasa
(Stenberg, et al. 1981 dalam Alinur). Sistem pendidikan dan persekolahan dibuat
menurut golongan yang ada dalam masyarakat. Penduduk Bumiputera hanya dapat
menurut tingkat-tingkat pendidikan yang telah ditetapkan sesuai dengan kedudukan
sosialnya. (Depdikbud, dalam Alinur).

Berkaitan dengan arah etis yang menjadi landasan politik kolonial, maka
pemerintah kolonial membuat strategi dengan sistem pendidikan dan pengetahuan
Barat yang dilaksanakan sebanyak mungkin. Dengan demikian, bahasa Belanda
dijadikan sebagai bahasa pengantar di berbagai sekolah Bumiputera, pemberian
pendidikan rendah untuk golongan Bumiputera disesuaikan dengan keperluan mereka
. Atas tersebut, corak dan sistem pendidikan di Hindia Belanda dilaksanakan melalui
dua aliran. Pertama, untuk memenuhi keperluan golongan atas serta tenaga terdidik
yang bermutu tinggi untuk keperluan industri dan ekonomi. Kedua, untuk memenuhi
keperluan tenaga menengah dan rendah yang berpendidikan (Kartodirjo, et al. 1977
dalam Alinur).

2. Pengairan

Dalam politik etis dan sistem kolonialisme Belanda, bidang pertanian dan
perkebunan sangat diperhatikan. Dengan kebijakan politik etis tersebut dilakukan
perbaikan pengairan dan sarana infrastruktu, yaitu dengan membuat waduk untuk
menampung air hujan dan perbaikan sanitasi.

3. Pemindahan Penduduk

Selain kebijakan tentang pendidikan dan perairan, kepadatan penduduk di Jawa


serta Madura pada tahun 1900 juga menjadi perhatian dan kebijakan dalam politik
etis, dimana pada saat itu jumlah penduduk mencapai 14 juta jiwa sehingga
transmigrasi menjadi satu kebijakan politik etis tersebut. Kebijakan transmigrasi ini
berupa pembukaan pemukiman di luar pulau Jawa, seperti Sumatera Utara dan

10
Sumatera Selatan. Selain itu, dibangun pula perkebunan bagi penduduk yang
menjalani transmigrasi.

2.4 Tujuan Politik Etis

Pada tanggal 17 September 1901, Ratu Wilhelmina dia baru saja naik tahta
menegaskan dalam sebuah pidato pembukaan Parlemen Belanda kaalu pemerintah
Belanda mempunyai kewajiban moral dan hutang budi terhadap bangsa pribumi di
Hindia Belanda. Kebijakan baru yang dikeluarkan Ratu Wilhelmina bagi masayarakat
Hindia belanda bertujuan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan rakyat (Putri,
2020).

Pada awal perumusan kebijakan politik etis, terjadilah pro dan kontra di kalangan
intelektual, politisi dan rohaniawan (kalangan gereja) di Belanda. Karena sebagian
anggota Parlemen sangat menentang program ini tetapi juga ada sebagian yang pro
atau mendukung program ini karena dinilai mengandung tujuan manusiawi bahkan
sebagai kewajiban moral terhadap rakyat (Putri, 2020).

2.5 Dmpak Politik Etis

Dampak poositif untuk indonesia yang pertama bisa dirasakan mengenai sarana
dan prasarana yang sudah dibuat dari zaman kolonialisme, contohnya jalan raya
Anyer Panarukan yang dibuat di zaman pemerintahan Daendles. Meskipun banyak
korban bagi indonesia, tetapi juga manfaatnya masih dirasakan, seperti bangunan-
bangunan yang digunakan sebagai tempat objek pariwisata, rel-rel kereta api,
timbulnya kaun=m intelek. Sedangkan dampak negatifnya juga ada seperti
keterbelakangan menral, pendidikan, ekonomi dan pada pembuatan jalan raya Anyer
Panarukan yang menimbulkan banyak korban karena dipaksa kerja rodi (Oktavianuri,
2018 : 13).

Dengan adanya politik etis ini juga telah memberikan dampak bagi pendidikan
bangsa Indonesia, karena dengan adanya pendidikan tersebut mereka telah
memberikan kesempatan pendidikan kepada kaum pribumi. Dengan adanya

11
pemerataan pendidikan dan pengajaran untuk pribumi dan akan menghasilkan
cendikiawan-cendikiawan bangsa. Dengan perkembangan perusahaan swasta, daerah-
daerah perkebunan baru, dan kantor-kantor pemerintah, maka tambahnya tenaga
administrasi sangat diperlukan. Oleh karena itu, sejak munculnya Politik Etis dengan
edukasinya menghasilkan lulusannya maka mereka mulai diserap oleh berbagai
sektor kegiatan. Melalui pendidikan inilah masa kebangkitan bangsa Indonesia
dimulai. Namun, perjalanan pendidikan yang diberikan kepada pribumi ini banyak
disalahgunakan oleh pihak Belanda, mereka mengadakan pendidikan kepada
pribumia agar masyarakat memiliki keterampilan dan pengetahuan serta kecakapan
administrasi untuk anntinya digunakan di perusahaan mereka (Oktavianuri, 2018 :
14).

Politik Etis yang dijalankan oleh pemerintah Belanda oleh Van Deventer
dikonsepsikand alam wujud irigasi, edukasi dan emigrasi yang berdampak pada
perubahan pola pikir masyarakat pribumi. Salah satu yang terpenting adalah pada
bidang pendidikan yang telah didirikan oleh pemerintah Belanda, dimana dalam
bidang ini yang awalnya pemerintah Belanda bertujuan untuk membentuk masyarakat
pribumi sebagai pegawai pemerintah rendah yang emmiliki loyalitas tinggi terhadap
pemerintah ternyata semakin lama mala bisa dibilang menjadi boomerang terhadap
pemerintah Belanda (Oktavianuri, 2018 : 15).

Pendidikan yang mereka bangun oleh pemerintah Belanda dibawah Van Deventer
diawali dengan pembentukan sekolah-sekolah untuk masyarakat pribumii, yang
bertujuan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat pribumi tentang tradisi
yang paling baik dari Barat yang anntinya diharapkan untuk yang bersekolah di
sekolah yang didirikan pemerintah itu, mereka menjadi tokoh terpenting yang sangat
berpengaruh luas dalam masyarakat Indonesia (Oktavianuri, 2018 : 15).

Sebelum politik etis dibentuk, yaitu pada masa VOC Memegang kendali atas
pemerintahan di Indonesia ternayta juga dikenal dengan sistem pendidikan. Namun

12
ternyata jauh sebelumnya yaitu pada masa sebelum politik, di Indonesia telah
mengenal sistem pendidikan (Oktavianuri, 2018 : 15).

Dan ada beberapa dampak positif dari politik etis terhadap Indonesia seperti:

1. Memberikan kesejahteraan bagi banyak orang


2. Menyempurnakan fasilitas yang telah ada dan yang bermanfaat
3. Peningkatan terhadap sumber daya manusia
4. Meningkatnya kesadaran bangsa Indonesia untuk meningkatkan hak-haknya
5. Pemerataan penduduk
6. Orang Indonesia juga bisa mengenyam pendidikan modern

Sedangkan dampak negatifnya yaitu :

1. Tenaga rakyat semakin dieksploitasi oleh kaum swasta yang mencari


keuntungan
2. Kesenjangan sosial semakin tinggi
3. Diskriminasi berdasarkan golongan dan ras semakin menguat

2.6 Munculnya Elit Nasional

Menurut Susilo (2018 : 407) Pelaksanaan politik etis oleh pemerintah kolonial
Belanda, sudah pasti, tidak lepas dari kepentingan kolonial Belanda. Politik etis
menuntun bangsa Indonesia kearah kemajuan, namun tetap bernaung di bawah
penjajah Belanda. Politik Etis secara resmi ditetapkan pada bulan September 1901,
ketika Wilhelmina menyampaikan pidato tahunan. Awal mula dilaksanakan dengan
penuh tanggung jawab, bahwa Belanda memperhatikan pribumi dan membantu
Indonesia saat mengalami kesulitan.

Tidak ada tekad baik dan keikhlasan hati yang tulus untuk melaksanakannya.
Mereka berbuat demikian karena takut kritik dan takut kalau tetap membiarkan
penderitaan penduduk pribumi terus menerus akan memicu timbulnya perlawanan
rakyat secara meluas atau terus menerus. yang kolonialistik-eksploitatis.

13
Kebijakan Politik Etis pemerintah Kolonial Belanda dalam mendirikan Sekolah-
sekolah bagi anak-anak pribumi merupakan langkah awal dalam perjuangan pemuda
di Indonesia. Semua pendukung Politik Etis setuju atas peningkatan pendidikan bagi
warga pribumi, tetapi ada dua aliran pemikiran yang berbeda mengenai jenis
pendidikan dan untuk siapa pendidikan.

Pertama, pemikiran Snouck Hurgronje dan Direktur Pendidikan, J.H. Abendanon,


mereka menginginkan pendidikan yang lebih bergaya Eropa dan memakai bahasa
Belanda sebagai pengantar bagi kaum elit Indonesia yang dipengaruhi barat. Dengan
harapan akan membentuk suatu kerjasama antara pribumi dengan orang Eropa yang
akan mempermudah relasi keduanya. Kedua, pemikiran Idenburg dan Gubernur
Jenderal van Heutz yang mendukung pendidikan yang lebih mendasar dan
menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar bagi golongan bawah
(Fakhriansyah, 2019 : 130).

Salah satu program edukasi yang menghasilkan golongan elite baru di Indonesia
adalah sekolah “Dokter Jawa” yang mengadakan reorganisasi pada tahun 1900-1902
dan kemudian berubah menjadi School Tot Opleiding Voor Inlandsche Artsen
(STOVIA) dengan cara barat (Puspitosari, 2018 : 173 Jurnal Mukadimah).

Golongan terpelajar baru ini dikenal dengan “elite modern”yang bercirikan :

1. Bergaya hidup Barat seperti tampak di kota-kota besar


2. Alam pikiran mereka tidak lagi terbatas pada alam pikiran tradisional
3. Cita-cita mereka mengarah ke suatu satuan politik baru yang terlepas dari ikatan-
ikatan tradisional maupun kolonial.
4. Merupakan kelompok yang ikut ambil bagian dalam mekanisme birokrasi Barat,
misalnya sebagai bupati, ambtenaar dan bagi golongan minoritas Tionghoa yaitu
dengan mencoba ikut ambil bagian dalam Volksraad.

Melihat keadaan bangsanya yang tertindas demi kepentingan para petinggi dan
negara Belanda, para elit pribumi itu kemudian memiliki gagasan dan mengajak

14
rakyat pribumi untuk melawan pemerintahan Kolonial Belanda. Perlawanan tersebut
dilatar belakangi atas hasrat ingin maju dan memperluas kesempatan menuntut
pendidikan. Gagasan perlawanan atau gagasan untuk mengemansipasi diri tersebut
diawali dengan pembentukan organisasi-organisasi pergerakan nasional, seperti Budi
Utomo, Serikat Islam, Indische Partij yang kemudian diikuti dengan terbentuknya
beberapa organisasi pergerakan nasional lainnya.

1. Budi Utomo

Istilah Budi Utomo berasal dari kata “Budi” yang barti perangai atau tabiat dan
“Utama” yang berarti baik atau luhur. Budi Utomo yang dimaksud oleh pendirinya
dalah perkumpulan yang akan mencapau sesuatu berdasarkan keluhuran budi dan
kebaikan perangai atau tabiat. Nama Budi Utomo ini terinspirasi dari dialog antara
Sutomo dan Dr. Wahidin Sudiro Husodo (Sudiyo, 2002: 21).

Para pendiri organsasi Budi Utomo ini merupakan para murid STOVIA di daerah
Kwitang (sekarang termasuk salah satu daerah di Jakarta) yaitu Sutomo , Gunawan,
dan Gumbrek pada 20 Mei 1908. Organisasi Budi Utomo didirikann untuk
merealisasikan keinginan Dr. Wahidin Soediro Husodo yang merasa iba melihat nasib
bangsanya yang tidak dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah.

Program utama dari organisasi ini adalah perbaikan pendidikan dan pengajaran
bagi anak pribumi. Namun program Budi Utomo pada saat itu masih terbatas di Jawa
dan Madura saja. Kemudian berkembang meliputi Bali dan Lombok.

2. Sarekat Islam (10 September 1912)

Pada tahun 1905 didirikan sebuah organisasi bernama Sarekat Dagang Islami di
Jakarta, kemudian pada tahun 1911 Sarekat Dagang Islam di Bogor. Tujuan pendirian
Sarekat Dagang Islam antara lain untuk menentang kecurangan pedagang Tionghoa
yang menjual bahan dagangan dengan prinsip “menjual barang busuk dengan harga
murah”. Setelah itu Tirto Adi Suryo berkeliling Jawa hingga sampai di Solo. Di Solo

15
beliau membuka cabang di Solo dengan semboyan “kebebasan ekonomi”, rakyat
tujuannya, Islam jiwanya. Hal itu adalah untuk kekuatan persatuan dan kesatuan.

Nama Sarekat Dagang Islam kemudian diubah menjadi Sarekat Islam (SI).
Pertumbuhan organisasi ini muncul akibat penjajahan Barat yang sangat panjang,
sehingga menimbulkan semangat persatuan dam juga disebabkan oleh kesadaran Asia
umumnya.

3. Indische Partij (25 Desember 1912)

Indische Partij merupakan organisasi politi pertama di Indonesia yang merupakan


pendukung gagasan nasionalisme politik. Penggagas berdirinya Indische Partij adalah
E.F.E. Douwes Dekker (Danurdirdjo Setiabudi). Tujuan pembentukan Indische Partij
yaitu nasib kaum Indo yang pada masa itu dianggap sebagai golongan yang dilupakan
oleh bangsa Belanda.

Indische Partij memiliki tujuan “Indie Merdeka” dasarnya adalah Nasionalis


Indische, selanjutnya dengan semboyan “Indier untuk Indes” organisasi baru ini
berusaha membangun rasa cinta tanah air dari semua “Indiere” dan berusaha
mewujudkan kerja sama yang erat untuk kemajuan tanah air dan menyiapkan
kemerdekaan. Organisasi ini berusaha membangun nasionalisme pada bangsa
Indonesia dan berusaha untuk mewujudkan kerja sama yang baik untuk
memperjuangkan hak dan menyiapkan kemerdekaan.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

17
DAFTAR PUSTAKA

Arum, Sutrisni, Putri. (2020) Politik Etis: Pengertian, Latar Belakang, Tokoh dan
Tujuan. [online]
https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/06/173000169/politik-etis-
pengertian-latar-belakang-tokoh-dan-tujuan diakses pada tanggal 7
september 2021, pukul 23.00.

Oktavianuri, Deffi. 2018. Politik Etis dan Pergerakan Nasional. Kalimantan Barat:
Dewati Press.

Putri, Arum Sutrisni. 2020. “Politik Etis: Pengertian, Latar Belakang, Tokoh dan
Tujuan”.
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/skola/read/2020/03/06/173000169/
politik-etis--pengertian-latar-belakang-tokoh-dan-tujuan, diakses pada 07 september
2021 pukul 22.20.

Sudiyo. 2002. Pergerakan Nasional Mencapai & Mempertahankan Kemerdekaan.


Jakarta : Rineka Cipta.

Fakhriansyah, Muhammad, dkk. 2019. Akses Pendidikan bagi Pribumi pada Periode
Etis (1901-1930). Jurnal Pendidikan Sejarah Vol 8 No (2). 122 – 147.

Puspitosari, R. 2018. Sekilas tentang Pendidikan di Praja Mangkunegaran Masa


Mangkunegoro VII, 1917-1944. MUKADIMAH Vol 1 No (2). 172 – 178.

Susilo, Agus, Isbandiyah. 2018. Politik Etis Dan Pengaruhnya Bagi Lahirnya
Pergerakan Bangsa Indonesia. Jurnal Historial Vol. 6 No (2). 403 – 416.

Sinaga, Rosmaida, dkk. (2020). Kolonialisme Belanda dan Multikulturalisme


Masyarakat Kota Medan. Medan : Yayasan Kita Menulis.

18
Oktavianuri, Deffi. (2018). Politik Etis dan Pergerakan Nasional. Pontianak :
Derwati Press.

Alinur.(--) Politik Etis Pada Masa Kolonialisme Belanda di Indonesia. Faculty of


Teacher Training and Education, Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia.

19

Anda mungkin juga menyukai