Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“IDEOLOGI POLITIK DAN STRATEGI DALAM MENGHADAPI MASALAH
SOSIAL DALAM RANGKA MEWUJUDKAN MASYARAKAT MADANI”.
Sebagai salah satu Syarat Pelaksanaan Forum LK 2 HMI Cabang Takengon.

Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan dalam Penulisan Makalah


ini, Sekalipun Penulis telah berusaha untuk memberikan yang terbaik dengan
segenap kemampuan yang penulis miliki, sehingga kritik dan saran yang
membangun demi penulisan yang lebih baik sangat diharapkan oleh penulis.
Semoga penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi Himpunan tercinta.

Medan, 08 Desember 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................1

Daftar Isi.............................................................................................................................2

BAB I Pendahuluan............................................................................................................3

A. Latar Belakang..................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.............................................................................................5
C. Tujuan...............................................................................................................5

BAB II Pembahasan............................................................................................................6

A. Ideologi.............................................................................................................6
B. Politik................................................................................................................7
C. Strategi dan Taktik............................................................................................8
D. Masyarakat Madani...........................................................................................9
E. Gerak HMI Dalam Membangun Masyarakat Madani......................................14

BAB III PENUTUP............................................................................................................17

Kesimpulan.........................................................................................................................17

Saran...................................................................................................................................17

Daftar Pustaka.....................................................................................................................18

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hingga era Reformasi ini, masyarakat Indonesia telah mengalami


pengalaman pahit dalam kehidupan bernegara maupun kehidupan bermasyarakat.
Orde Lama dengan ketidakstabilan politik menyebabkan munculnya
pemberontakan-pemberontakan. Begitupun dengan Orde Baru yang atas nama
kestabilan politik menjalankan cara otoriter dan menghasilkan banyak tragedi
kemanusiaan dibaliknya. Dengan kejenuhan itu, masyarakat mencoba menggali
konsep seperti apa yang dapat diterapkan, sehingga kemudian muncullah konsep
masyarakat madani.

Peran seorang intelektual atau yang juga dikenal dengan sebutan kelas
menengah sangat penting dalam membangun masyarakat madani. Orang-orang
yang berpendidikan senantiasa menjadi ruh atau bapak dalam membangun
masyarakat. Sejak awal abad ke-20, kaum intelektual yang juga dikenal dengan
istilah golongan priyayi di Indonesia bergerak membangun sebuah narasi
pergerakan nasional menuntut kemerdekaan. Sampai akhirnya di tahun 1945
Indonesia mendapatkan kemerdekaan atas jasa perjuangan para kaum intelektual.
Bahkan di lingkup dunia, sebuah revolusi dimanapun selalu berawal dari gagasan
kaum intelektual.

Tentunya membangun masyarakat madani bukan suatu perkara mudah,


perlu sebuah kematangan berpikir. Selain itu, perlu sebuah persiapan dan
perencanaan yang terstruktur, mulai dari landasan fundamental, rancangan
gagasan, pola gerakan, sampai kepada aksi dan implementasi. Sama halnya
dengan Himpunan Mahasiswa Islam yang memiliki tujuan mulia yaitu
“Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam, dan
bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil, makmur yang diridhoi Allah
SWT”. Konsekuensi logis dari tujuannya adalah HMI bertanggungjawab untuk
membangun masyarakat madani.

3
Dalam upaya membangun masyarakat madani, HMI merancang sebuah
persiapan dengan apa yang dinamakan Ideopolitorstratak (ideologi, politik,
strategi, dan taktik). Perencanaan yang terstruktur dan sistematis dirumuskan
mulai dari ideologi sebagai landasan fundamental, politik sebagai siasat, sampai
kepada strategi dan taktik sebagai ujung tombak. Tentunya ini sangat berkaitan
dengan semangat yang dibawa oleh HMI itu sendiri, yaitu iman, ilmu, dan amal.

Senada dengan pesan dari guru bangsa Haji Oemar Said Tjokroaminoto,
bahwa pemuda Islam harus semurni-murninya tauhid, setinggi-tingginya ilmu
pengetahuan, dan sepintar-pintarnya siasat. Iman dan tauhid menjadi landasan
dasar atau ideologi, kemudian politik sebagai amal atau siasat yang dipersiapkan,
dan strategi serta taktik menjadi ilmu yang dipakai dalam menjalankan langkah
politik.

Tentunya berbicara politik bukanlah sebuah hal yang tabu dalam HMI.
Tidak juga lantas HMI merupakan organisasi politik atau organisasi yang
berafiliasi bahkan menjadi onderbouw partai politik manapun. Menurut Anggaran
Dasarnya, HMI merupakan organisasi mahasiswa yang bersifat perkaderan dan
perjuangan. Maka, politik merupakan hal yang penting dalam upaya membangun
masyarakat madani. Sangat berbahaya ketika berada dalam kondisi yang
dinamakan buta politik.

Seperti yang dikatakan oleh Bertolt Brecht seorang penyair asal Jerman,
bahwa “Buta yang terburuk adalah buta politik, dia tidak mendengar, tidak
berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa
biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan
obat, semua tergantung pada keputusan politik. Orang yang buta politik begitu
bodoh sehingga ia bangga dan membusungkan dadanya mengatakan bahwa ia
membenci politik. Si dungu tidak tahu bahwa, dari kebodohan politiknya lahir
pelacur, anak terlantar, dan pencuri terburuk dari semua pencuri, politisi buruk,
rusaknya perusahaan nasional dan multinasional”.

4
Maka tentunya, Himpunan Mahasiswa Islam dalam gerak langkahnya akan
senantiasa bertujuan untuk membangun masyarakat madani. Hal ini menjadi
konsekuensi logis, karena sejatinya HMI adalah perkumpulan orang terdidik dan
kaum intelektual. Seperti halnya Edward W. Said dalam bukunya “Peran
Intelektual”, bahwa tempat seorang intelektual adalah masyarakat. Dengan
Ideopolitorstratak, HMI bertanggungjawab dalam membangun masyarakat
madani.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertidan Ideologi Politik Strategi dan taktik ?
2. Bagaimana rumusan Ideopolitorstratak dalam HMI ?
3. Bagaimana bentuk dan implementasi HMI dalam mewujudkan
masyarakat madani ?
C. TUJUAN
1. Untuk Memahami Ideologi Politik Strategi dan taktik ?
2. Untuk Memahami Ideopolitorstratak HMI
3. Untuk Mengetahui bentuk dam implementasi HMI dalam mewujudkan
masyarakat madani

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. IDEOLOGI

Pada hakikatnya, manusia merupakan makhluk yang senantiasa


berkembang dan dinamis. Dalam perkembangan kehidupan manusia,
senantiasa terjadi perubahan-perubahan yang menandakan adanya
pergerakan dalam sejarah hidup manusia. Seperti apa yang diteliti oleh
Hegel tentang hakikat manusia. Seiring berkembang dan berubahnya
kehidupan manusia, maka berkembang dan berubah pula hal-hal yang
menyertainya, seperti pemikiran, ide, sampai kepada fenomena sosial.

Pemikiran dan ide menentukan perkembangan kehidupan manusia.


Pemikiran manusia pun berbeda-beda dipengaruhi oleh fenomena apa
yang ditangkap. Muncullah istilah ideologi sebagai landasan filosofis yang
mempengaruhi epistemologi dalam tidakan setiap manusia. Ideologi lahir
sebagai pedoman normatif yang diyakini dan menjadi dasar kepercayaan.

Istilah ideologi ditemukan oleh filsuf Prancis yaitu Destutt de


Tracy (1754-1836)1. Abad ke-19 adalah zaman ideologi, dimana dalam
salah satu dari beberapa pengertiannya ideologi berarti spekulasi ideal atau
abstrak dan teorisasi visioner. Atau dalam pengertian yang lain istilah
ideologi mengacu pada sistem ide-ide tentang fenomena, terutama
fenomena kehidupan sosial, cara berpikir khas suatu kelas atau individu 2.
Ideologi juga diartikan sebagai sekumpulan ide, gagasan, dan keyakinan
yang menjadi pedoman dan dipakai sebagai nilai dasar atau fundamental.

Ideologi berkaitan dengan pemikiran tentang fenomena sosial.


Tentang bagaimana membangun masyarakat atau bagaimana masyarakat
hidup. Lebih jauh lagi ideologi juga berkaitan dengan bagaimana cara
mensejahterakan masyarakat. Sebagian besar hal-hal yang menyangkut
tentang kesejahteraan hanya diartikan sebatas urusan teknis administratif
1
Henry D. Aiken, Abad Ideologi, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2002), hlm. 5.
2
Ibid, hlm. 2.

6
belaka. Kebijakan yang menyangkut kesejahteraan masyarakat seringkali
berlangsung dalam suatu kekosongan teoritis3. Padahal, dalam
perencanaan yang bersangkutan dengan kesejahteraan dan pembangunan
masyarakat, ideologi penting sebagai landasan dasar, landasan filosofis,
dan landasan teoritis yang mempengaruhi epistemologi.

B. Politik

Politik selalu menjadi hal penting dalam kehidupan masyarakat.


Sejak dahulu masyarakat mengatur kehidupan kolektif dengan baik
mengingat masyarakat menghadapi terbatasnya sumber alam. Masyarakat
selalu berhadapan dengan keterbatasan dalam memanfaatkan sumber daya,
sehingga perlu dicari cara agar pemanfaatan sumber daya ini dirasakan
oleh seluruh masyarakat, inilah politik.

Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik4. Beberapa


pepatah yang berasal dari masyarakat lokal Indonesia salah satunya gemah
ripah loh jenawi. Orang Yunani Kuno menamakannya dengan istilah en
dam onia atau the good life. Tentunya, dalam politik membutuhkan suatu
kekuasaan dalam suatu wilayah tertentu. Setelah itu baru kemudian
terbentuklah suatu pengorganisasian Negara dalam rangka menyusun
rencana menggapai the good life. Maka, politik berkaitan dengan
kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik, dan alokasi atau
distribusi.

Istilah dan pemikiran mengenai politik di dunia barat sangat


dipengaruhi oleh filsuf Yunani Kuno abad ke-5 seperti Plato dan
Aristoteles. Mereka menganggap politik sebagai suatu usaha untuk
mencapai masyarakat politik (polity) yang terbaik. Dalam masyarakat
polity ini manusia hidup bahagia, mengembangkan potensi dan bakat,

3
Vic George dan Paul Wilding, Ideologi dan Kesejahteraan Rakyat, (Jakarta: PT Pustaka
Utama Grafiti, 1992), hlm. 1.
4
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), hlm. 13.

7
bergaul, berekspresi, bermasyarakat, serta hidup dalam moralitas yang
tinggi. Sama halnya dengan apa yang disebut Peter Merkl “Politik dalam
bentuk yang paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang
baik dan berkeadilan (politics, at its best is a noble quest for a good order
and justice)”5.

Dalam realitasnya pelaksanaan kegiatan politik tidak hanya dalam


sisi baik, tetapi juga mencakup sisi negatif. Hal ini tidak terlepas dari
persaingan ide dan gagasan serta kepentingan. Kembali lagi, bahwa politik
ini tidak kosong ide dan gagasan, politik selalu bersamaan dengan ide dan
gagasan apa yang dibawa dalam menggapai kehidupan yang baik.
Perbedaan ide dan gagasan menjadi konsekuensi dari adanya sebuah
persaingan. Ide dan gagasan setiap kelompok atau golongan butuh
kekuasaan sebagai wadah penerapannya.

Persaingan inilah yang dalam pelaksanaannya memperlihatkan sisi


negatif politik. Singkatnya, politik juga berbicara tentang perebutan kuasa,
tahta, dan harta. Seperti yang dikatakan Peter Merkl “Politik dalam bentuk
yang paling buruk adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan
untuk kepentingan diri sendiri (politic at its worst is a selfish grab for
power, glory, and riches)”6.

C. Strategi dan Taktik

Seperti yang telah dijelaskan dalam pendahuluan, amal tanpa ilmu


tidak berarti apa-apa, begitupun dengan politik tanpa strategi dan taktik.
Jika kita perhatikan politik dalam lingkup kenegaraan, maka ia berkaitan
dengan tatanegara dan tatapemerintahan7. Begitupun dengan organisasi
seperti HMI, tertib administrasi merupakan hal penting. Strategi dan taktik
bukan hanya berbicara persoalan eksternal, tetapi diawali dengan tata
internal.
5
Ibid, hlm. 15.
6
Ibid, hlm. 16.
7
Soehino, Ilmu Negara, (Yogyakarta: Liberty, 2001), hlm. 6.

8
Berbagai pengertian dapat kita temukan dalam mendifinisikan
strategi dan taktik. Jika mengambil istilah peperangan, strategi adalah
memanfaatkan pertempuran untuk mengakhiri peperangan. Sedangkan
taktik adalah penggunaan kekuatan untuk memenangkan suatu
pertempuran. Begitupun menurut Mao Tse Tung strategi adalah menguasai
suatu peperangan secara keseluruhan, sedangkan taktik adalah melakukan
kampanye (yang merupakan bagian dari peperangan).

Dalam teori manajemen pemasaran Professor Peter Drucker


mendifinisikan bahwa strategi adalah mengerjakan sesuatu yang benar
( doing the right things ), dan taktik adalah mengerjakan sesuatu dengan
benar ( doing the thing right ). Kemudian dalam pandangan HMI seperti
yang diungkapkan oleh Dahlan Ranuwiharjo selaku pendidik politik di
HMI, strategi adalah bagaimana menggunakan peristiwa-peristiwa politik
dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai rencana perjuangan,
sedangkan taktik adalah bagaimana menentukan sikap atau menggunakan
kekuatan dalam menghadapi peristiwa politik tertentu pada saat tertentu.

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai sebuah organisasi


yang menghimpun para kaum intelektual, dalam melaksanakan
perjuangannya membangun masyarakat madani harus mempersiapkan
rencana yang matang mulai dari internal hingga eksternal. Gerak
perjuangan mencakup iman yang teguh, ideologi yang jelas, ilmu yang
cukup, tata organisasi yang rapi dan sistematis, strategi dan taktik yang
tepat, serta kemampuan teknis dan teknologi yang memadai.

D. Masyarakat Madani

Masyarakat madani mengacu pada istilah civil society yang


awalnya dipakai oleh seorang orator Yunani Kuno yaitu Cicero (106-43
SM), secara harfiah civil society berasal dari istilah latin yaitu civilis
societas8. Menurutnya civil society merupakan sebuah masyarakat politik
8
M. Dawam Rahardjo, Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah, dan Perubahan
Sosial, (Jakarta: LP3ES, 1999), hlm. 137.

9
(political society) yang memiliki kode hukum sebagai pengaturan hidup.
Adanya hukum yang mengatur kehidupan masyarakat sebagai pedoman
dalam aktivitas kehidupan menandai eksistensi atau keberadaan suatu
masyarakat tersendiri. Mereka hidup di kota-kota yang memiliki kode
hukum sebagai tanda masyarakat yang beradab. Hal ini berkaitan dengan
konsep tentang bangsa. Konsep yang dikemukakan oleh Cicero ini
berbicara tentang individu dan masyarakat secara keseluruhan yang
mempunyai sistem norma yang berlaku sehingga disebut masyarakat
beradab.

Kemudian di zaman modern istilah civil society dihidupkan


kembali oleh John Locke (1632-1704) dan Rousseau (1712-1778) yang
mengungkapkan pemikirannya tentang masyarakat dan politik. Mereka
mengartikan civil society atau masyarakat sipil ini sebagai masyarakat
politik atau political society. Namun, yang diungkapkan ini berbeda
dengan yang sebelumnya diawali oleh Cicero.

Konsep Locke dan Rousseau memberikan ciri bahwa kehidupan


civil society terdapat tata kehidupan politik yang berkaitan dengan hukum
atau dapat disebut pemerintahan, dan ada suatu kehidupan sosial ekonomi
yang hidup dalam masyarakat. Maka konsep Locke dan Rousseau
memberikan arti bahwa tidak ada perbedaan antara civil society dengan
Negara, karena Negara merupakan bagian dari civil society.

Berbeda dengan Locke dan Rousseau, Hegel (1770-1831) seorang


pemikir Jerman memberikan pandangan lain tentang civil society.
Baginya, civil society dan Negara merupakan dua hal yang berbeda, dua-
duanya merupakan bagian dari tatanan politik (political order). Hegel
mengungkapkan, yang dimaksud dengan civil society merupakan
perkumpulan merdeka antara seorang yang membentuk apa yang disebut
burgerlische Gesellschaft atau masyarakat borjuis (bourgeois society).
Sedangkan Negara disini diartikan sebagai masyarakat politik atau

10
political society. Sehingga konsep Hegel ini memperlihatkan bahwa civil
society berhadapan dengan Negara.

Bagi Hegel, civil society ini juga menimbulkan sisi negatif karena
memiliki potensi konflik antara kepentingan-kepentingan yang berbeda
dan berbenturan. Walaupun pada dasarnya dalam masyarakat yang
merdeka civil society menciptakan suatu ruang partisipasi masyarakat
dalam perkumpulan-perkumpulan sukarela yang lahir dari kebiasaan
masyarakat, media massa, perkumpulan profesi, atau yang lainnya yang di
Indonesia dapat diartikan sebagai ormas atau organisasi kemasyarakatan.

Dapat dibuktikan dalam realitasnya civil society ini memiliki


potensi konflik atau bahkan menjadi sumber konflik dalam masyarakat.
Tidak jarang kita melihat hal itu terjadi di Indonesia, karena menurut
Hegel diantara ruang partisipasi masyarakat yang terwujud dalam
perkumpulan-perkumpulan memiliki kepentingan masing-masing yang
saling berbenturan. Sehingga Hegel mengidealiskan institusi Negara,
dimana Negara merupakan institusi atau lembaga yang dapat memelihara
kepentingan umat manusia secara universal.

Namun Marx tidak secara otomatis mengidealiskan Negara, karena


civil society disini diartikan sebagai masyarakat borjuis. Kemudian bagi
Marx, Negara pun merupakan alat atau badan pelaksana dari kepentingan
golongan borjuis. Ketika golongan borjuis yang individual ini
melancarkan kepentingannya dan Negara bersikap patuh, maka akan lahir
golongan yang terpinggirkan. Disini Negara tidak lagi menjadi badan yang
melindungi dan memelihara kepentingan universal, tetapi hanya melayani
kepentingan golongan. Sehingga, bagi Marx Negara harus dihapuskan atau
digantikan dengan pemerintahan proletariat dan menciptakan masyarakat
tanpa kelas.

Dalam perdebatan yang panjang tentang konsep civil society ini,


muncul Gramsci yang merupakan seorang komunis Eropa berkebangsaan

11
Itali mengungkapkan pemikirannya tentang konsep civil society. Baginya,
civil society bukan semata-mata mewadahi kepentingan individu seperti
menurut Hegel, tetapi civil society merupakan masyarakat yang
didalamnya terdapat organisasi yang berorientasi melayani kepentingan
orang banyak.

Menurut Gramsci, civil society inilah yang membangun kesadaran


masyarakat untuk membentengi diri dari kepentingan individu yang
dampaknya merugikan manusia lain. Maka, ketika Negara hanya melayani
bahkan melindungi kepentingan golongan borjuis yang menindas
masyarakat rentan atau terpinggirkan, disana organisasi dalam civil society
berada.

Masyarakat madani yang konsep dan pengertiannya mengacu


kepada civil society muncul dalam diskursus akademis pada tahun 1990an.
Istilah masyarakat madani pertama kali dikenalkan dalam ceramah Wakil
Perdana Menteri Malaysia tahun 1993-1998, Anwar Ibrahim dalam
Festival Istiqlal tahun 1995. Dalam ceramahnya, agama merupakan
sumber, peradaban adalah prosesnya, dan masyarakat kota adalah hasilnya.

Dalam pengertiannya, masyarakat madani adalah masyarakat yang


mengacu pada nilai-nilai kebijakan umum. Dasar utama masyarakat
madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang didasarkan pada suatu
pedoman hidup, menghindari diri dari konflik dan permusuhan yang
menyebabkan perpecahan serta hidup dalam suatu persaudaraan9.
Masyarakat madani seperti ini dipertahankan dengan hidupnya ruang
partisipasi aktif masyarakat yang terwujud dalam pembentukan
perkumpulan atau organisasi yang melayani kepentingan orang banyak
seperti dalam konsep Gramsci.

Istilah masyarakat madani yang muncul ini berkaitan erat dengan


apa yang kita kenal dengan gerakan prodemokrasi. Mereka bergerak atas

9
Ibid., hlm. 152.

12
nama demokrasi dan bertujuan membentuk masyarakat yang demokratis
sebagai perwujudan masyarakat madani. Tren ini membuat gerakan
prodemokrasi identik dengan gerakan oposisi terhadap pemerintah 10.
Terlebih konsep ini mirip dengan konsep Gramsci dengan tujuan
masyarakat tanpa kelasnya, sehingga civil society merupakan masyarakat
yang menentang Negara.

Akibatnya sama dengan masyarakat madani yang diisi dengan


gerakan prodemokrasi yang identik dengan gerakan oposisi. Sedangkan
gerakan lainnya yang sebenarnya prodemokrasi tetapi tidak oposisi tidak
disebut sebagai gerakan prodemokrasi. Maka dalam hal ini peran Negara
dalam membangun masyarakat madani adalah penting. Bagaimana
organisasi kemasyarakatan yang merupakan gerakan prodemokrasi ini
bergerak dalam dua hal, bekerjasama serta mengontrol pemerintah.

Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Taufik Abdullah
dalam pengantarnya di buku Masyarakat Madani Karya Dawam Rahardjo.
Bahwa apa yang dikenal di Indonesia dengan organisasi kemasyarakatan
(ormas), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Non-Government
Organization (NGO), lembaga penelitian, serta badan-badan filantropi
memiliki tiga corak dalam aktivitasnya. Memajukan kesejahteraan,
developmental atau pembangunan, dan advocacy atau pembelaan.

Jadi memang konsep masyarakat madani di Indonesia yang


dikemukakan oleh para intelektual dan cendekiawan kita ini tidak selalu
identik dengan oposisi pemerintah. Justru mereka sepakat bahwa
dukungan Negara terhadap organisasi kemasyarakatan dan teman-
temannya merupakan hal yang penting. Maka, masyarakat madani di
Indonesia memiliki konsep yang berbeda walaupun dasarnya tetap
mengacu kepada istilah civil society. Konsepnya adalah masyarakat
madani berbeda dengan Negara atau pemerintahan, ia masyarakat

10
Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani Gagasan, Fakta, dan Tantangan,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), hlm. 6.

13
berperadaban yang diisi dengan ruang partisipasi masyarakat yang
terwujud dalam organisasi yang bercorak kesejahteraan, pembangunan,
dan pembelaan.

Konsep masyarakat madani dalam Islam dikenal dengan istilah


khaira ummah yaitu umat terbaik. Berdasar pada Negara-kota Madinah
dengan tiga cirinya. Pertama, pengakuan bahwa mereka merupakan suatu
kesatuan sosial yang disebut ummah. Kedua, mereka tunduk pada nilai-
nilai luhur atau kebajikan yang disebut khair. Ketiga, menegakkan yang
baik (ma’ruf) dan mencegah yang buruk (munkar).

Era Reformasi pergerakan menuju masyarakat madani semakin


terbuka lebar. Disamping karena Orde Baru yang berhasil runtuh sehingga
semakin besar usaha membentuk masyarakat yang demokratis,
pengalaman bernegara dan bermasyarakat di Orde Lama dan Orde Baru
juga mendesak masyarakat Indonesia untuk mencari konsep lain11.
Mucullah masyarakat madani sebagai konsekuensi logis dari pengalaman
pahit Orde Lama yang tidak stabil dan Orde Baru yang otoriter. Semangat
Reformasi merupakan semangat menuju masyarakat yang disebut dengan
stabilitas dinamis oleh Prof. Azyumardi Azra.

E. Gerak HMI dalam Membangun Masyarakat Madani

Sudah mejadi keharusan bagi HMI sebagai organisasi mahasiswa


tertua di Indonesia untuk membangun masyarakat madani. Tidak dapat
mengelak hal ini bahkan menjadi tanggung jawab moral bagi HMI.
Organisasi yang didirikan pada tanggal 5 Februari 1947 yang bertepatan
dengan 14 Rabiul Awal 1366 H memberikan warna baru dalam wacana
pemikiran dan pergerakan mahasiswa.

Ideopolistratak menjadi suatu bahan diskursus bagi para kader


HMI dalam membangun dan mewujudkan masyarakat madani. Ideologi

11
Adi Suryadi Culla, Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori, dan Relevansinya dengan
Cita-Cita Reformasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 215.

14
menjadi pedoman normatif HMI sebelum melangkah kedalam urusan
politik, strategi, dan taktik. Tentunya tauhid menjadi landasan filosofis dan
berpengaruh terhadap epistemologi dalam gerak selanjutnya. Bagi HMI
jelas, pedoman dasar gerak langkah HMI termaktub dalam dokumen Nilai
Dasar Perjuangan (NDP).

Wacana keIslaman dan KeIndonesiaan mencerminkan kekuatan


ideologi dan perjuangan HMI. Di masa silam ketika Indonesia harus
berhadapan dengan ideologi komunis yang berwujud PKI beserta
onderbouwnya12, HMI tetap tegak berdiri menjadi benteng yang
mempertahankan keutuhan Indonesia. Bahkan HMI harus berhadapan
dengan ancaman pembubaran. Tidak tergoyahkan dan tidak mundur
sedikitpun HMI melawan komunisme hingga muncul slogan “Langkahi
mayatku sebelum ganyang HMI”.

Dengan pedomannya, HMI bergerak membela kemanusiaan. Atas


dasar kemanusiaan HMI melawan gerakan komunis dan kapitalis yang
menindas. HMI bergerak atas dasar kemanusiaan dan melawan segala
tindak penindasan terhadap kemanusiaan. Sehingga sesuai dengan sifat asli
atau fitrah manusia, ia akan cenderung pada kebenaran. Hati nuraninya
merupakan pemancar bagi keinginannya untuk melakukan kebenaran13.

Dalam konsep masyarakat madani, HMI sebenarnya merupakan


bagian dari upaya mewujudkannya. Dengan pengalamannya, HMI
dibentuk dengan daya intelektualitas yang tinggi. HMI menjadi organisasi
yang memiliki budaya literasi yang tradisi intelektual yang kuat. Tak
jarang memang HMI disebut sebagai platform gerakan inetelektual.
Namun, pengalaman dan perjalanan panjang tersebut bukan tanpa
permasalahan dalam struktural maupun fungsional.

12
M. Alfan Alfian, HMI 1963-1966 Menegakkan Pancasila di Tengah Prahara, (Jakarta:
PT Kompas Media Nusantara, 2013), hlm. 83.
13
Victor Tanja, Himpunan Mahasiswa Islam Sejarah dan Kedudukannya di Tengah
Gerakan-Gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1982), hlm.
110.

15
Beberapa fase HMI mengalami kemandulan melahirkan kader yang
melaksanakan kerja-kerja intelektual. Spirit intelektualitas tergerus oleh
nafsu kekuasaan dan kepentingan pribadi. Sebuah realitas yang perlu
direnungkan kembali oleh para kader HMI. Padahal konsep dan rumusan
organisasi dalam HMI cukup matang mulai dari hal mendasar hingga
teknis. Tidak ada pilihan selain kembali kepada spirit konsep dan
rumusannya.

Inilah sebenarnya hal penting yang menjadi gerak langkah HMI


dalam mewujudkan masyarakat madani. HMI mencetak kader yang
melakukan kerja-kerja intelektual seperti dalam segala konsep dan
rumusannya. Sebagai gerakan inetelektual, HMI menjadi gerakan yang
mampu mengontrol pemerintah serta bergerak langsung terjun bersama
masyarakat akar rumput. Artinya HMI dapat bergerak secara vertikal dan
horizontal. Gerakan vertikal dilakukan dengan berdiri sebagai pengontrol
pemerintah, dan gerakan horizontal dilakukan dengan memaksimalkan
lembaga pengembangan profesi.

Banyak contoh yang dapat merekamnya, terutama dapat dilihat


dalam keadaan masyarakat Kota Solo yang berada di sekitar Kampus
Universitas Sebelas Maret. Tahun 2018 kemarin merupakan tahun dimana
sengketa lahan banyak terjadi di sekitar UNS. Hal ini menjadi perhatian
serius bagi pata aktivis kampus yang tergabung dalam beberapa organisasi,
pasalnya sengketa lahan ini menyebabkan efek buruk bagi masyarakat
yang terlibat.

Aktivis kampus termasuk HMI Cabang Surakarta terlibat dalam


gerakan pengawalan kasus sengketa lahan tersebut. Gerak pemberdayaan
dilakukan dengan pendampingan terhadap masyarakat terdampak. Mulai
dari pendampingan hukum hingga pendampingan psikologi dan kesehatan.
Hal ini dilakukan karena HMI memiliki perangkat dalam lembaga
pengembangan profesi yaitu LKBHMI dan LKMI. Gerakan seperti ini

16
merupakan contoh dari gerakan horizontal HMI dalam
mengimplementasikan ideopolitorstratak untuk mewujudkan masyarakat
madani.

Maka, rumusan ideopolitorstratak HMI menjadi rumusan yang


penting dalam membangun dan mewujudkan masyarakat madani. Tauhid
dalam Nilai Dasar Perjuangan HMI melahirkan wacana KeIslaman dan
KeIndonesiaan, sehingga HMI bergerak atas dasar kemanusiaan.
Kemudian dalam gerak langkahnya HMI bergerak secara vertikal dan
horizontal.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Himpunan Mahasiswa Islam merupakan organisasi yang


menghimpun kaum intelektual. Sudah menjadi konsekuensi logis untuk

17
organisasi setua dan sebesar HMI untuk menjalankan kerja-kerja
intelektualnya. Dalam implementasinya, HMI memiliki rumusan penting
yang bernama ideopolitorstratak. Rumusan yang matang mencakup hal
mendasar sebagai keyakinan dan kepercayaan hingga strategi dan taktik
sebagai teknis pelaksanaaan.

Dapat dlihat dengan jelas rumusan ideopolitorstratak HMI. Mulai


dari tauhid dalam Nilai Dasar Perjuangan sebagai ideologi, sehingga
melahirkan wacana keIslaman dan keIndonesiaan. Kemudian politik HMI
bergerak atas dasar kemanusiaan, dan diaktualisasikan dalam dua ranah
gerakan yaitu gerakan vertikal dan gerakan horizontal.

Rumusan tersebut sebagai pedoman kader HMI dalam membangun


dan mewujudkan masyarakat madani. Masyarakat berperadaban yang
digerakkan oleh organisasi berorientasi memajukan kesejahteraan,
development atau pembangun, dan advocacy atau pembelaan sebagai
wujud dari ruang partisipasi aktif masyarakat.

B. SARAN
1. Semakin banyak diskursus mengenai masyarakat madani dan peran HMI
dalam mewujudkannya.
2. Semakin banyak hasil kajian atau artikel yang dapat dijadikan landasan
literatur dalam mempelajari implementasi ideopolitorstratak HMI untuk
mewujudkan masyarakat madani.

DAFTAR PUSTAKA

Aiken, Henry D. 2002. Abad Ideologi. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Alfian, M. Alfan. 2013. HMI 1963-1966 Menegakkan Pancasila di Tengah


Prahara. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

18
Azra, Azyumardi. 1999. Menuju Masyarakat Madani Gagasan, Fakta, dan
Tantangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Budiardjo. Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.

Culla, Adi Suryadi. 1999. Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori, dan


Relevansinya dengan Cita-Cita Reformasi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

George, Vic dan Paul Wilding. 1992. Ideologi dan Kesejahteraan Rakyat. Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti.

Rahardjo, M. Dawam. 1999. Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah, dan


Perubahan Sosial. Jakarta: LP3ES.

Soehino. 2001. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty.

Tanja, Victor. 1982. Himpunan Mahasiswa Islam Sejarah dan Kedudukannya di


Tengah Gerakan-Gerakan Muslim Pembaharu di Indonesia. Jakarta:
Penerbit Sinar Harapan.

19

Anda mungkin juga menyukai