Anda di halaman 1dari 26

KEPEMIMPINAN DAN MASYARAKAT SIPIL

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan rahmat dan anugerah-Nya sehingga Makalah yang berisi
tentang “KEPEMIMPINAN DAN MASYRAKAT SIPIL” ini dapat diselesaikan
dengan baik.
Kami berharap agar makalah ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh
pembaca sekalian.Kami menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini,
apalagi Makalah yang dibuat ini. Makalah ini memang masih jauh dari
sempurna,baik dalam hal isi, maupun penyajiannya. Karena itu kami
mengharapkan segala sara dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak
untuk memperbaiki Makalah ini agar lebih layak untuk dibaca.
Akhir kata, kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya
bila ada kata-kata yang salah dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca sekalian.

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 4
A. Civil Society (Masyarakat Sipil/Masyarakat Madani) ................... 4
1. Pengertian Civil Society............................................................... 4
2. Masyarakat Madani ..................................................................... 5
3. Karakteristik Masyarakat Madani ............................................ 9
B. Kepemimpinan ................................................................................... 12
1. Hakikat Kepemimpinan .............................................................. 12
2. Teori Kepemimpinan ................................................................... 12
3. Kepemimpinan Yang Melayani .................................................. 16
4. Kepemimpinan Sejati .................................................................. 17
5. Kepemimpinan Dan Kearifan Lokal .......................................... 20
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari
konsep civil society atau masyarakat sipil yang pertama kali digulirkan oleh
Dato Seri Anwar Ibrahim dalam ceramahnya pada simposium Nasional dalam
rangka forum ilmiah pada acara festival istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta.
Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa
masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat yang memiliki peradaban
maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan
masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada
prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan
dengan kestabilan masyarakat.
wacana civil society merupakan konsep yang berasal dari pergolakan
politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat yang mengalami proses
transformasi dari pola kehidupan feodal menuju kehidupan masyarakat
industri kapitalis. Konsep ini pertama kali lahir sejak zaman Yunani
kuno. Jika dicari akar sejarahnya dari awal, maka perkembangan wacana civil
society dapat di runtut dari masa Aristoteles. Pada masa ini Civil Society
dipahami sebagai sistem kenegaraan dengan menggunakan istilah koinoniah
politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga dapat terlibat langsung
dalam berbagai percaturan ekonom-politik dan pengambian keputusan. Istilah
ini juga dipergunakan untuk menggambarkan suatu masyarakat politik dan etis
dimana warga negara di dalamnya berkedudukan sama di depan hukum.
Didalam sebuah organisasi atau masyarakat, kepemimpinan merupakan
suatu hal yang tidak bisa dipisahkan. Istilah kepemimpinan sesungguhnya
telah lama menjadi bahan perbincangan oleh banyak orang ilmuam dan
praktisi. Kepemimpinan acapkali diasosiasikan dengan orang-orang yang
dinamis dan kuat yang memimpin bala tentara, mrngendalikan perusahaan
besar, atau menentukan arah suatu bangsa dan masyarakat.

1
Untuk menunjukan berapa pentingnya kepemimpinan dan betapa
manusia membutuhkannya, sampai ada pendapat yang keras mengatakan
bahwa dunia atau umat manusia di dunia ini pada hakekatnya hanya
ditentukan oleh beberapa orang saja, yakni berstatus sebagai pemimpin.
Dalam masyarakat kepemimpinan sangat dibutuhkan untuk memeberikan
pengarahan terhadap usaha-usaha semua pekerja dalam mencapai tujuan-
tujuan tertentu. Tanpa Pemimpin atau bimbingan, hubungan antara tujuan
perserangan atau tujuan untuk masyarakat lebih maju mungkin menjadi
renggang.
Oleh karena itu, Kepemimpinan sangat diperlukan. Terlebih lagi
masyarakat yang baik selalu ingin tahu bagaimana mereka dapat menyumbang
dalam pencapaian tujuan, dan paling tidak gairah masyarakat memerlukan
kpemimpinan sebagai dasar motivasi eksternal untuk menjaga tujuan-tujuan
mereka tetap harmonis. Ciri dan sifat kepemimpinan yang efektif yaitu
kemampuan seseorang pemimpin untuk mempengaruhi atau memotivasi
(bawahan) untuk bisa bekerja dengan benar dan baik, sehingga tujuan bisa
dicapai sesuai dengan perencanaan.
Untuk memperdalam pengetahuan kita tentang kepemimpinan dan
masyarakat sipil, Dalam makalah ini penulis akan memberikan informasi lebih
lanjut dengan judul makalah kepemimpinan dan masyarakat sipil atau civil
society.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Civil Society?
2. Bagaimana sejarah Masyarakat Madani?
3. Apa karakteristik Masyarakat Madani?
4. Bagaimana hakikat menjadi seorang pemimpin?
5. Adakah teori – teori untuk menjadi pemimpin yang baik?
6. Apa & bagaimana menjadi pemimpin yang melayani?
7. Apa & bagaimana menjadi pemimpin sejati?

2
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam wawasan kita
tentang kepemimpinan dan masyarakat sipil.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Civil Society (Masyarakat Sipil/Masyarakat Madani)


1. Pengertian Civil Society
Semenjak awal tahun 1990, konsep civil society menjadi wacana di
lingkungan akademik maupun aktivis gerakan social. Civil society sering
disbut masyarakat madani, masyarakat warga, masyarakat kewargaan,
masyarakat sipil, beradab, atau masyarakat berbudaya. Istilah civil society
berasal dari bahasa latin, yaitu civitas dei atau kota Illahi. Asal kata civil
adalah civilization (beradab). Civil society secara sederhana dapat
diartikan sebagai masyarakat beradab.
Akan tetapi secara global bahwa yang di maksud dengan
masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang
berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara memiliki ruang
publik ( publik sphere ) dalam mengemukakan pendapat adanya lembaga-
lembaga mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.
Yang perlu kita garis bawahi dalam pengertian masyarakat madani ini
adalah bahwa masyarakat tersebut mempunyai cita-cita agar rakyatnya
aman, nyaman dan sejahtera, serta system yang di gunakan cukup baik
karena setiap orang tidak harus menggantungkan dirinya kepada orang
lain.
Istilah masyarakat madani pertama kali dikemukakan oleh
kelompok Nurcholis Madjid (dan beberapa tokoh ICMI) yang berarti
masyarakat yang beradab, berakhlak mutlak, dan berbudi pekerti luhur.
Madani dimaknai oleh adanya nama kota Madinah yang di ungkapkan
oleh istilah madaniyah, tamadun, dan hadlarah yang berarti peradapan.
Menurut piagam Madinah, ada 10 prinsip pembangunan masyarakat
madani, yaitu :
 Kebebasan Beragama
 Persaudaraan seagama dan keharusan untuk menanamkan sikap
solidaritas yang tinggi terhadap sesama

4
 Persatuan politik dalam meraih cita-cita bersama
 Saling membantu, dan semua orang mempunyai kedudukan yang sama
sebagai anggota masyarakat
 Persamaan hak dan kewajiban warga negara terhadap Negara
 Persamaan didepan hukum bagi setiap warga Negara
 Penegakan hukum
 Memberlakukan hukum adat yang tetap berpedoman kepada keadilan
dan kebenaran
 Perdamaian dan kedamaian
 Pengakuan hak atas setiap orang atau individu
Dengan demikian, maka makna masyarakat madani (civil society)
pada kelompok ini lebih menekankan kepada suatu kondisi masyarakat
yang sangat beradab dan bukan merupakan alat perjuangan untuk
mengembangkan demokrasi atau kedaulatan rakyat. Dengan kata lain,
nuansa dari pemaknaan civil society ini (yang diterjemahkan dengan
masyarakat madani) lebih merupakan complement bagi Negara.

2. Masyarakat Madani
Perkembangan konsep civil society , secara perlahan berkaitan
tentang entitas Negara atau masyarakat politik sebagai hasil dari kontrak
social sebagai mana dikembangkan oleh Thomas Hobbes, John Locke,
Madanimaupun JJ. Rousseau. Terkait dengan hal tersebut terdapat
beberapa konsep tentang masyarakat sipil/ civil society terutama terkait
hubungannya dengan suatu Negara sebagai entitas yang otonom.
a. Civil society menurut JJ. Rousseau, Jhon Locke, dan Thomas Hobbes
Perkembangan masyarakat sipil terkait dengan relasi Negara
atau masyarakat politik sebagai hasil kontrak social, sebagaimana
dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1588-1679), Jhone Locke (1632-
1704), dan JJ. Rousseu (1712-1778). Terlepas dari perbedaan gagasan
diantara ketiganya, Jhone Locke dan JJ. Rouseeu pada intinya hendak
menggambarkan suatu bentuk masyarakat beradab sebagimana dicita-
citakan oleh Cicero dan Aristoteles

5
Namun demikian, pendapat Jhon Locke dan Rouseeu tersebut
berlaianan dengan apa yang dikemukakan oleh Hobbes. Menurut
Hobbes, masyarakat sipil identik dengan Negara, dan merupakan
wujud dari kekuasaan yang bersifat absoulut.
Namun ditengah perbedaan gagasan antara Hobbes, Rouessuue,
dan Jhon Locke, masih terdapat persamaan antara ketiganya., Hobbes,
Rouessuue, maupun Jhon Locke tidak membedakan antara masyarakat
sipil (civil society), masyarakat politik (political society), dan negara
sebagai sebuah entitas yang terpisah dan otonom.
b. Civil Society menurut Adam Ferguson
Menurut Adam, masyarakat sipil merupakan hasil dari
pergeseran peradaban dari masyarakat primitif-kasar menjadi
masyarakat beradab yang ditandai oleh kemajuan akal budi,
pengetahuan, teknologi, dan industry
c. Civil Society menurut Adam Smith
Masyarakat sipil menurut Adam Smith adalah sekelompok
individu penuh dengan kebajikan serta mampu mengatur diri sendiri,
memiliki self regulating dari aspek ekonomi. Peran Negara di wilayah
politik akan berdampak negative, sehingga perlu pembatasan terhadap
peran Negara supaya tidak masuk dan mengintervensi terlalu jauh
dalam kehidupan masyarakat sipil. Menurut Adam Smith, masyarakat
sipil mwrupakan entitas politik yang terpisah dari Negara, dan
berperan dalam mengontrol Negara sebagai sebuah political society
d. Civil Society menurut Thomas Paine
Masyarakat sipil adalah ruang tempat para warga dapat
mengembangkan kepribadian dan membuka peluang bagi pemuas
kepentingannya. Karena itu, masyarakat sipil secara logis harus lebih
kuat mengontrol Negara demi terjaminnya keperluan warga Negara.
e. Civil Society menurut Hegel dan Marx
Menurut Hegel, masyarakat sipil sesungguhnya merupakan
produk dari masyarakat borjuis, salah satu paket perjanjian
kemasyarakatan yang dipernetrasi oleh logika kapitalisme. Berbeda

6
dengan Hegel yang melihat Negara sebagai pondasi bagi terbentuknya
Civil Society, Marx sebaliknya, Marx melihat civil society-lah yang
merupakan pondasi terbentuknya Negara.
f. Civil Society menurut Gramsci
Meskipun Gramsci adalah penganut ajaran Marx, namun dalm
konteks civil society terdapat perbedaan antara Gramsci dan Karl
Makx, Makx meletakkan masyarakat sipil secara rigid pada tataran
baris material dari hubungan produksi kapitalis dan menyamakan
dengan kelas borjuis. Sedangkan Gramsci melihat masyarakat sipil
sebagai suprastruktur, sedangkan insprastrukturnya sadalah cara
produksi atau system ekonomi masyarakat.
g. Civil Society menurut Alexis-Charles-Henry de Tocqueville
Henry de Tocqueville berpendapat bahwa unsur-unsur politik
dari organisasi-organisasi masyarakat sipil memudahkan kesadaran
yang lebih baik dan rakyat yang lebih tercerahkan, yang bisa memilih
dengan baik dalam voting, berpastisipasi dalam politik, dan
memastikan pemerintah yang lebih bertanggung jawab.
h. Civil Society menurut Jean Louse dan Andrew Arato
Masyarakat sipil menurut Jean Louse dan Andrew Arato dapat
terwujud apabila setidaknya memenuhi 4 syarat atau kakakter utama,
yaitu: otonom, wilayah publik yang bebas, wacana publik, dan
interaksi berdasarka prinsip-prinsip kewarganegaraan.
i. Perkembangan Civil Society di Indonesia
Menurut Kutut Suwondo (2015) dilihat dari sudut pandang sifat
perkembangannya maka civil society di Indonesia dapat
dikelompokkan kedalam 2 periodisasi civil society, yaitu sebelum era
reformasi dan sesudah era reformasi.
1) Civil Society Sebelum Era Reformasi
Dalam tulisan Kutut Suwondo (2005) tentang civil society
dan upaya demokrasi menyatakan bahwa pada masa orde baru
(sampai pertengahan 1990-an) civil society tidak mengalami
perkembangan yang berarti. Hal tersebut disebabkan karena

7
pendekatan yang digunakan oleh Negara dalam menjalin relasi
dengan masyarakat sipil lebih menggunakan pendekatan
keamanan, dengan alasan stabilitas politik dan keamanan.
Selain itu, pendekatan keamanan tersebut mengakibatkan
terbitnya berbagai regulasi yang bersifat represif yang pada
gilirannya menyebabkan ketidak berdayaan civil society. Selain
terbitnya sejumlah regulasi yang memperlemah posisi tawar
masyarakat, juga muncul berbagai rekayasa politik yang
memperlemah partai politik yang kritis terhadap pemerintah.
Lemahnya perkembangan civil society pada periode diatas
selain disebabakan oleh munculnya sejumlah peraturan dan
tindakan yang bersifat menekan, juga disebabkan oleh beberapa hal
lain, yaitu: (1) tidak adanya kelas menengah yang independent; (2)
lemahnya LSM yang memberdayakan civil society karena
ketergantunagnnya yang besar terhadap sumber dari luar; (3) pers
yang terus ditekan lewat ancaman pencabutanSIUPP; (4)
cendekiawan yang mencari aman dan besarnya gejala sectarian
pada diri cendekiawan (5) rakyat yang takut mengembangkan
dirinya pada politik.
Dilihat dari perlindungan (garansi) civil society Nampak
jelas tidak adanya perlindungan bagi pelaku civil society. Rasa
khawatir, takut, dan tidak menentu selalu menghinggapi pelaku
civil society, terutama ketatnya pendekatan keamanan yang sering
kali berubah menjadi tindakan, penekanan, penculikan, bahkan
kehilangan manusia oleh Negara.
2) Civil Society pada Era Reformasi
Secara nasional landasan untuk munculnya civil society
pada era sesudah reformasi sudah menunjukkan arah ynag benar
walaupun belum sempurna. Beberapa tanda kea rah itu menurut
Kutut Suwondo (2005) diantaranya adalah : (1) munculmya
undang-undang pemilu yang member kebebasan untuk membuat
partai politik; (2) terbentuknya forum yang lebih representative

8
(seperti: DPR. DPD, dan MPR); (3) dengan telah diratifikasinya
HAM, upaya untuk menghormati HAM, adanya amandemen UUD
1945, dan pendekatan keamanan memungkinkan semua pelaku
civil society memperoleh perlindungan hukum; (4) adanya politik
nondiskriminasi yang member kebebasan bagi bekas anggota PKI
dan keturunannya untuk menjadi anggota civil society.
Namun demikian, pada kenyataannya perkembangan civil
society tidak selamanya menunjukkan adanya perkembangan yang
menggembirakan. Disatu sisi kebebasan yang ada sering disalah
artikan oleh kelompok masyarakat tertentu untuk menekan
kelompok lain, sehingga dilain pihak kondisi civil society juga
telah menunjukkan track yang salah.
Walaupun gambaran yang menggembirakan menunjukkan
bahwa dominasi Negara (pemerintah) dalam civil society telah
jauh berkurang, namun sering kali dijumpai hal yang tidak
menggembirakan, karena yang terjadi aalah dominasi “pasar”
(rejim pasar bebas) dalam pelaksanaan civil society.

3. Karakteristik Masyarakat Madani


Penyebutan karakteristik civil society dimaksudkan untuk
menjelaskan, bahwa dalam merealisir wacana civil society diperlukan
prasyarat yang bersifat universal. Prasyarat ini tidak dapat dipisahkan satu
sama lainnya, melainkan satu kesatuan integral yang menjadi dasar dan
nilai bagi eksistensi civil society. Karakteristik tersebut antara lain adalah
free public sphere, demokrasi, toleransi, pluralism, keadilan,sosial (social
justice) dan berkeadaban.
a. Free Public Sphere (wilayah publik yang bebas).
Yang di maksud dengan istilah “ free public sphere” adalah
adanya ruang public yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan
pendapat. Pada ruang public yang bebaslah individu dalam posisinya
yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis
politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Aksentuasi

9
prasyarat ini dikemukakakan oleh Arendt dan Habermas. Warga
Negara dalam wacana free public sphere memiliki hak penuh dalam
setiap kegiatan politik. Warga Negara berhak melakukan secara
merdeka dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul, serta
menerbitkan dan mempublikasikan hal-hal yang berkaitan dengan
kepentingan umum.
Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan
mewujudkan civil society dalam sebuah tatanan masyarakat, maka free
public sphere menjadi salah bagian yang harus di perhatikan. Karena
dengan mengesampingkan ruang public yang bebas dalam tatana civil
society, akan memungkinkan terjadinya pembungkaman kebebasan
warga negara dalam menyalurkan aspirasinya.
b. Demokrasi.
Demokrasi adalah prasyarat mutlak lainnya bagi keberadaan
civil society yang murni (genuine). Tanpa demokrasi, masyarakat sipil
tidak mungkin terwujud. Secara umum demokrasi adalah suatu tatanan
social politik yang bersumber dan dilakukan oleh, dari, dan untuk
warga negara.Penekanan demokrasi (demokratis) disini dapat
mencakup sebagai bentuk aspek kehidupan seperti politik, social,
budaya, pendidikan, ekonomi dan sebagainya.
c. Toleransi.
Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati
perbedaan pendapat. Lebih dari sikap menghargai pandangan berbeda
orang lain, toleransi, mengacu kepada pandangan Nurcholish Majid,
adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika
toleransi menghasilkan adanya tata cara pergaulan yang
menyenangkan antara berbagai kelompok yang berbeda-beda, maka
hasil itu harus dipahami sebagai hikmah atau manfaat dari pelaksanaan
ajaran yang benar. Senada dengan Majdid, Azra menyatakan untuk
menciptakan kehidupan yang bermoral, masyararakat madani
menghajatkan sikap-sikap toleransi, yakni kesediaan individu-individu

10
untuk menerima beragam perbedaan pandangan politik di kalangan
warga bangsa.
d. Pluralisme.
Kemajemukan atau pluralism merupakan prasyarat lain bagi
civil society. Namun, prasyarat ini harus benar-benar di tanggapi
dengan tulus ikhlas dari kenyataan yang ada, karena mungkin dengan
adanya perbedaan wawasan akan semakin bertambah. Kemajemukan
dalam pandangan Majdid erat kaitannya dengan sikap penuh
pengertian (toleran) kepada orang lain, yang nyata-nyata diperlukan
dalam masyarakat yang majemuk. Secara teologis, tegas Majdid,
kemajemukan social merupakan dekrit Allah untuk umat manusia.
e. Keadilan Sosial.
Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan
pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap
warga negara dalam semua aspek kehidupan.
Dengan terciptanya keadilan sosial, akan tercipta masyarakat
yang sejahtera seperti nilai yang terkandung dalam pengertian
masyarakat madani. Secara esensial, masyarakat memiliki hak yang
sama dalam memperoleh kebijakan-kebijakan yang di tetapkan oleh
pemerintah (penguasa).
Sangatlah bagus beberapa karakteristik masyarakat madni di
atas, mulai dari free public spere, demokrasi, toleransi, plurasime, dan
keadilan social. Bahwa masyarakat tersebut selain bebas
mengemukakan pendapat juga mempunyai rasa toleran terhadap
perbedaan-perbedaan yang ada. Selain itu juga, mempunyai jiwa
keadilan terhadap orang-orang di sekitar, agar tidak terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan.

11
B. Kepemimpinan
1. Hakikat Kepemimpinan
Kepemimpinan selalu menjadi objek pembicaraan yang menarik
sepanjang sejarah manusia di manapun. Hal ini antara lain disebabkan
betapa besarnya pengaruh seorang pemimpin baik dalam satu kelompok
masyarakat, dalam sebuah organisasi atau negara bahkan dunia. Betapa
besarnya pengaruh seorang pemimpin, lihat saja misalnya Presiden
Amerika Serikat George Bush, disebabkan keputusannya, ribuan nyawa
manusia hilang dengan sia-sia di Irak. Kita pernah mendengar kisah
pemimpin yang arif bijaksana, otoriter sampai pemimpin yang kejam.
Selanjutnya, untuk memberikan pemahaman secara mendalam
tentang pengertian kepemimpinan berikut ditulis berbagai pendapat
sebagai berikut:
 James J Cribin mengatakan kepemimpinan adalah kemampuan
memperolrh konsensus dan keikatan pada sasaran bersama, melampoi
syara-syarat organisasi, yang dicacpai ddengan pengalaman
sumbangan dan kepuasan di pihak kelompok kerja.
 Miftah Thoha mendefinisikan kepemimpinan adalah kegiatan
mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku
manusia baik perorangn maupun kelompok.
 James A.F Stoner mengatakan bahwa kepemimpinan manajerial adalah
suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh kepada kegiatan –
kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugassnya.
 Chung dan Megginson mengatakan bahwa Kepemimpinan adalah
kesanggupan mempengaruhi perilaku orang lain dalam suatu arah
tertentu.

2. Teori Kepemimpinan
Beberapa literature yanag membahas tenang teori kepemimpinan
pada prinsipnya sama, yakni: ada empat asumsi dasar dalam teori tersebut
yang berusaha menenrangkan factor yang memungkinkan munculnya
kepemimpinan dan sifat dari kepemimpinan. Pertama, ada teori yang

12
berasumsi bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat, Kedua, ada teori
yang berasumsi bahwa pemimpin ada (timbul) karena situasinya
memungkinkan ia ada. Ketiga, ada teori yang berasumsi bahwa
kepemimpinan itu terjadi karena adanya kelompok orang-orang, dania
melakukan pertukaran dengan yang dipimpin. Keempat, ada pula teori
yang berasumsi bahwa kepemimpinan itu dapat dilihat lewat perilaku
organisasi.
Untuk memberikan gambaran secara rinci tentang teori-teori
kepemimpinan, berikut dikutipkan beberapa pendapat sebagai berikut:
a. Teori Sifat (Traits Theory)
Teori ini mengajarkan bahwa kepemimpinan itu memerlukan
serangkaian sifat-sifat, cirri-ciri atau perangai tertentu yang menjamin
keberhasilan pada setiap situasi. Seorang pemimpin akan berhasil
apabila memiliki sifat-sifat, cirri-ciri perangai tersebut. Teori ini
berkesimpulan bahwa kepemimpinan “orang besar” didasarkan ada
sifat-sifat yang dibawa sejak lahir, jadi merupakan suatu yang
diwariskan. Itulah sebabnya teori ini dikenal sebagai “teori genetis”.
Artinya, pemimpin-pemimpin adalah dilahirkan dan dibentuk.
b. Teori Lingkungan (Environmental Theory)
Teori ini berasumsi bahwa munculnya pemimpin-pemimpin itu
merupakan hasil dari waktu, tempat, dan keadaan atau situasi dan
kondisi. Situasi dan kondisi tertentu melahirkan tantangan-tantangan
tertentu. Dan dengan sendirinya diperlikan orang-orang yang memiliki
sifat-sifat atau cirri-ciri tertentu yang cocok. Kebangkitan dan
kejatuhan seorang pemimpin dixebabkan oleh situasi dan kondisi.
Sejalan dengan teori ini adalah teori social, yang menyatakan
bahwa pemimpin-pemipin dibentuk bukannya dilahirkan (leader are
made not born).. seseorang akan muncul sebagai pemimpin jika ia
berada dalam lingkungan social, yaitu sustu kehidupan kelompok, dan
memanfaatkan situasi dan kondisi social untuk bertindak dan berkarya
mengatasi masalah-masalah social yang timbul.

13
c. Teori Pribadi dan Situasi (Personal situation Theory)
Teori ini berasumsi bahwa kepemimpinan merupakan produk
dari terkaitnya tiga factor yaitu:
1) Perangai (sifat-sifat) pribadi dari pemimpin.
2) Sifat dari kelompok dan anggota-anggotanya.
3) Kejadian-kejadian (atau masalah-masalah) yang dihadapi oleh
kelompok.
Penganut teori ini ada yang menyatakan bahwa: studi tentang
kepemimpinan harus berkenaan dengan status, interaksi, persepsi dan
perilaku individu-individu dalam hubungan dengan anggota-
anggotanya lain dari kelompok yang terorganisasi.
Pemimpin harus mengenal dirinya (dalam arti sifat-sifatnya,
mengenal kelompok yang dipimpin, mengenla situasi dan kondisi)
untuk selanjutnya mengembangkan sifat-sifatnya sendiri kea rah yang
sesuai dengan kelompok yang dipimpinnya dan sesuai pula dengan
situasi dan kondisi dimana ia memimpin.
d. Teori Interaksi dan Harapan
Teori ini berasumsi bahwa semakin terjadi interkasi dan
partisipasi dalam kegiatan bersama semakin meningkat perasaan saling
menyukai atau menyayangi astu sama lain dan semakin memperjelas
pengertian atas norma-norma kelompok. Demikian pula semakin tinggi
seseorang dalam kelompok,semakin mendekati kesesuaian kegiatannya
denagn norma-norma, semakin luas jangkauan interaksinya dan
semakin besar pula jumlah anggota kelompok yang tergerak. Yang
penting harus dijaga agar aksi-aksi pemimpin tidak menegecewakan.
e. Teori Humanistik (Humanistik Theory)
Teori ini berasumsi bahawa seorang pemimpin bisa dikatakan
berahsil dalam mengolah sesuatu organisasi jika ia mampu
memberdayakan orang-orang yang ada di dalamnya. Dengan kata lain,
ia mampu membuat organisasi sedemikian rupa sehingga member
kebebasan dan kelonggaran kepada individu untuk mewujudkan
motivasinya sendiri yang potensial untuk memenuhi kebutuhannya dan

14
pada saaat yang bersamaan member sumbangan bagi pencapaian
tujuan organisasi.
f. Teori Tukar-menukar (Exchange Theory)
Teori ini berasumsi bahwa interaksi social menggambarkan
suatu bentuk tukar-menukar dimana anggota-anggota kelompok
memberikan konstribusi dengan pengorbanan-pengorbanan kempok
anggota-anggota yang lain. Proses ini sesungguhnya menekankan
adanya “give and take” antara pemimpin dan yang dipimpin. Itulah
sebabnya teori ini juga dinamai sebagai teori beri-memberi.
g. Teori Kepemimpinan Psikonalisis
Seseorang berperilaku tertentu barangkali bukan karena untuk
memenuhi kepentingan bawahanya, tetapi barangkali untuk
mengkompensasi kepribadiannya yang frustasi. Teori ini mengatakan
bahwa manusia sangat kompleks. Penampilan luar tidak dapat
dijadikan pegangan. Analis perlu kembali pada teori alam/manusia
yang paling dasar untuk memahami perilaku manusia atau oemimpin
yang sangat kompleks.
h. Teori Kepemimpinan Romantis
Teori ini mengatakan bahwa pemimpin ada karena
pengikutnya. Para pengikut ini mengembangkan pandangan
“romantic” (ideal) mengenai adanya pemimpin yang dapat membantu
mereka mencapai tujuannya atau memperbaiki hidup mereka.
Pemimpin dibutuhkan untuk membantu menyedrhanakan
permasalahan dunia yang sangat kompleks. JIka bawahan sudah tidak
mempercayai pwmimpinnya, efektifitas kepemimpinan akan hilang,
tidak peduli denag tindakan pemimpin tersebut. Jika bawahan sudah
mampu mengorganisir mereka sendiri, maka pemimpin tidak akan
diperlukan lagi.
i. Kepemimpinan Transformal Kharismatik
Pemimpin transaksional adalah sesorang yang menentukan apa
yang harus dikerjakan oleh karyawan agar mereka dapat mencapai
tujuan mereka sendiri atau organisasi, dan membantu karyawan agar

15
memperoleh kepercayaan dalam mengerjakan tugas tersebut.
Sebalikny apemimpin transformational seseorang yang memotivasi
bawahan untuk mengerjakan lebih dari yang diharapkan semula dan
meningkatkan rasa pentingnya bawahan dan nilai pentingnya
pekerjaan.

3. Kepemimpinan Yang Melayani


Dewasa ini manusia sering beranggapan bahwa pemimpin haruslah
menjadi orang yang dihormati dan dilayani oleh para pengikutnya. Tanpa
hak-hak spesial seperti itu, maka seorang dirasakan tidak dapat
melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik. Akan tetapi, hal di atas tidak
sesuai dengan konsep modern kepemimpinan yaitu kepemimpinan yang
melayani, sebab pemimpin yang melayani adalah seorang yang
menggerakkan dan mentransformasi orang secara khas.
Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan
kepemimpinan adalah jabatan formal, yang menuntut untuk mendapat
fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani.
Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan
bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit
sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh-
sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang
melayani.
Seorang pemimpin bertugas merumuskan visi komunitasnya,
kemudian menciptakan kondisi yang membuat komunitas atau
organisasinya bergerak menuju visi tadi. Sementara ia dan pengikutnya
bergerak mereka mengalami perubahan atau transformasi. Kemampuan
untuk menimbulkan gerak dan transformasi terjadi karena berakar dari
kepercayaan, baik yang berasal dari Pencipta dan manusia lainnya.
Teori tentang kepemimpinan yang melayani mulai muncul sejak
tahun 1977 ketika R.K. Green Leaf menulis buku " Servant Leadership : A
Journey Into the Nature of Legitamate Power and Greatness".

16
Seorang pemimpin yang melayani hanya dapat melakukan hal itu
bila ia menghayati makna peran sebagai orang yang melayani. Ia
melakukan hal itu karena ingin melayani orang-orang, ia terdorong untuk
membuka kesempatan agar orang-orang disekitanya memiliki kebebasan
lebih luas untuk berkembang atau mengalami transformasi. Dengan bahasa
sederhana ia dapat menjadi pemimpin yang melayani bila memiliki hati
yang melayani.
Secara definisi seorang yang melayani adalah seorang pemimpin
yang sangat peduli atas pertumbuhan dan dinamika kehidupan pengikut,
dirinya dan komunitasnya, karena itu ia mendahulukan hal-hal tersebut
daripada pencapaian ambisi pribadi (personal ambitious) dan kesukaannya
saja. Impiannya ialah agar orang yang dilayaninya tadi akan menjadi
pemimpin yang melayani juga.
Seorang pemimpin yang matang akan menyadari bahwa pola atau
gaya dan paradigmanya memang baik untuk masa dimana ia melayani,
namun di masa depan corak lingkungan kerja, dinamika organisasi dan
komunitasnya akan berbeda sehingga dibutuhkan suatu pendekatan, pola
dan gaya kepemimpinan yang baru. Pemimpin yang berhasil juga memiliki
kesadaran tentang life cycle atau daur hidup komunitas yang dipimpinnya.
Ada masa lahir, masa pertumbuhan, ada masa puncak dan ada masa
penurunan serta uzur. Pada setiap masa dibutuhkan corak kepemimpinan
yang berbeda-beda. Kematangan seorang pemimpin juga akan terlihat
dalam kesediaanya menerima fakta bahwa orang yang dipersiapkannya
mungkin akan menentangnya, mengkritik kebijakannya dan mengubah
banyak hal.

4. Kepemimpinan Sejati
berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari
proses Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil
dari proses perubahan karakter atau tranformasi internal dalam diri
seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah
kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika

17
seseorang menemukan visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian
dalam diri (inner peace) dan membentuk bangunan karakter yang kokoh,
ketika setiap ucapan dan tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada
lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam
organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir menjadi pemimpin sejati.
Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar
melainkan sesuatu yang tumbuh daninternal (leadership from the inside
out ).
Kepemimpinan sesungguhnya tidak ditentukan oleh pangkat atau
jabatan seseorang. Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam
dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk mau menjadi
pemimpin, baik bagi dirinya sendiri, bagi keluarga, bagi lingkungan
pekerjaan, maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negerinya. ” I
don’t think you have to be waering stars on your shoulders or a title to be
leadar. Anybody who want to raise his hand can be a leader any
time”,dikatakan dengan lugas oleh General Ronal Fogleman,Jenderal
Angkatan Udara Amerika Serikat yang artinya Saya tidak berpikir anda
menggunakan bintang di bahu anda atau sebuah gelar pemimpin. Orang
lainnya yang ingin mengangkat tangan dapat menjadi pemimpin di lain
waktu.
Sering kali seorang pemimpin sejati tidak diketahui keberadaannya
oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan ketika misi atau tugas
terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan bahwa
merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang
pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dam maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah sesuatu yang baru dan
mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin konvensional yang justru
mengharapkan penghormatan dan pujian (honor & praise) dari mereka
yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan, semakin tinggi hati
dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan sejati adalah
kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati (humble).

18
Pelajaran mengenai kerendahan hati dan kepemimpinan sejati
dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela. Seorang pemimpin
besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang rasialis
menjadi negara yang demokratis dan merdeka.Selama penderitaan 27
tahun penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam
diri Beliau. Sehingga Beliau menjadi manusia yang rendah hati dan mau
memaafkan mereka yang telah membuatnya menderita selam bertahun –
tahun.
Seperti yang dikatakan oleh penulis buku terkenal, Kenneth
Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati dan keluar untuk
melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah segala –
galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa
kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang
kokoh, daya tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi
yang jelas, seseorang tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.
Sebuah jenis kepemimpinan yaitu Q Leader memiliki 4 makna
terkait dengan kepemimpinan sejati, yaitu :
 Q berarti kecerdasan atau intelligence. Seperti dalam IQ berarti
kecerdasan intelektual,EQ berarti kecerdasan emosional, dan SQ
berarti kecerdasan spiritual. Q leader berarti seorang pemimpin yang
memiliki kecerdasan IQ,EQ,SQ yang cukup tinggi.
 Q leader berarti kepemimpinan yang memiliki kualitas(quality), baik
dari aspek visioner maupun aspek manajerial.
 Q leader berarti seorang pemimpin yang memiliki qi ( dibaca ‘chi’
dalam bahasa Mandarin yang berarti kehidupan).
 Q keempat adalah qolbu atau inner self. Seorang pemimpin sejati
adalah seseorang yang sungguh – sungguh mengenali dirinya
(qolbunya) dan dapat mengelola dan mengendalikannya (self
management atau qolbu management).
Menjadi seorang pemimpin Q berarti menjadi seorang pemimpin
yang selalu belajar dan bertumbuh senantiasa untuk mencapai tingkat atau
kadar Q (intelligence-quality-qi-qolbu) yang lebih tinggi dalam upaya

19
pencapaian misi dan tujuan organisasi maupun pencapaian makna
kehidupan setiap pribadi seorang pemimpin.Rangkuman kepemimpinan Q
dalam 3 aspek penting yang disingkat menajadi 3C, yaitu :
 Perubahan karakter dari dalam diri (character chage).
 Visi yang jelas (clear vision).
 Kemampuan atau kompetensi yang tinggi (competence).
Ketiga hal tersebut dilandasi oleh suatu sikap disiplin yang tinggi
untuk senantiasa bertumbuh, belajar dan berkembang baik secara internal
(pengembangan kemampuan intrapersonal, kemampuan teknis,
pengatahuan,dll) maupun dalam hubungannya dengan orang lain
(pengembangan kemampuan interpersonal dan metode kepemimpinan).
Seperti yang dikatakan oleh John Maxwell, ” The only way that I can keep
leading is to keep growing. The the day I stop growing, somebody else
takes the leadership baton. That is way it always it.” Satu-satunya cara
agar saya tetap menjadi pemimpin adalah saya harus senantiasa
bertumbuh. Ketika saya berhenti bertumbuh, orang lain akan mengambil
alih kepemimpinan tsb.

5. Kepemimpinan Dan Kearifan Lokal


Kearifan local yaitu spirit local genius yang disepadankan
maknanya dengan pengetahuan, kecerdikan,kepandaian, keberilmuan, dan
kebijaksanaan dalam pengambilan keputusan dan berkenaan dengan
penyelesaian masalah yang relative pelik dan rumit,
Dalam suatu local (daerah ) tentunya selalu diharapkan kehidupan
yang selaras, serasi dan seimbang (harmonis). Kehidupan yang penuh
kedamaian dan suka cita. Kehidupan yang dipimpin oleh pimpinan yang
dihormati bawahannya. Kehidupan yang teratur dan terarah yang dipimpin
oleh pimpinan yang mampu menciptakan suasana kondusif.
Kehidupan manusia tidak lepas dari masalah. Serangkaian masalah
tidaklah boleh didiamkan. Setiap masalah yang muncul haruslah
diselesaikan. Dengan memiliki jiwa kepemimpinan, seseorang akan
mampu menaggulangi setiap masalah yang muncul.

20
Manusia di besarkan masalah. Dalam kehidupan local masyarakat,
setiap masalah yang muncul dapat ditanggulangi dengan kearifan local
masyarakat setempat. Contohnya adalah masalah banjir yang di alami
masyarakat di berbagai tempat. Khususnya di Bali, seringkali terjadi banjir
di wilayah Kuta. Sebagai tempat tujuan wisata dunia tentu hal ini sangat
tidak menguntungkan. Masalah ini haruslah segera ditangani. Dalam hal
pembuatan drainase dan infrastruktur lainnya, diperlukan kematangan
rencana agar pembangunan yang dilaksanakan tidak berdampak buruk.
Terbukti, penanggulangan yang cepat dengan membuat gorong – gorong
bisa menurunkan debit air yang meluber ke jalan.

21
BAB III
PENUTUP

1. Masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang


berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara memiliki ruang publik
(publik sphere) dalam mengemukakan pendapat adanya lembaga-lembaga
mandiri yang dapat menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.
2. Perkembangan konsep civil society , secara perlahan berkaitan tentang entitas
Negara atau masyarakat politik sebagai hasil dari kontrak social sebagai mana
dikembangkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, Madanimaupun JJ.
Rousseau. Terkait dengan hal tersebut terdapat beberapa konsep tentang
masyarakat sipil/ civil society terutama terkait hubungannya dengan suatu
Negara sebagai entitas yang otonom.
3. Karakteristik Civil Society adalah free public sphere (wilayah public yang
bebas), demokrasi, toleransi, pluralisme, keadilan,sosial (social justice) dan
berkeadaban.
4. Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak
dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan
suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil
hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang
atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan,
bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya
sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan
diterapkan.
5. Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin
bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya.
Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum
sibuk memperbaiki orang lain.
6. Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar
melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang.
Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).

22
DAFTAR PUSTAKA

Hadiwijoyo, Suryo Sakti. Negara, Demokrasi, dan Civil Society(Yogyakarta :


Graha Ilmu. 2012 )
http://agungsukron99.blogspot.co.id/2013/04/makalah-civil-society-masyarakat-
madani.html.
Suwondo,Kutut. Civil Society Di Aras Lokal (Salatiga :Pustaka Percik, pustaka,
2005)

23

Anda mungkin juga menyukai