STRUKTUR SOSIAL
Oleh: Rilus A. Kinseng
Pengantar
Seperti dikatakan oleh Sewell (1992), terminologi “struktur” merupakan
sebuah konsep yang sangat penting dalam ilmu sosial kontemporer.
Namun definisi konsep ini cukup beragam, sehingga tidak jarang
menimbulkan kebingungan (Mouzelis 2008). Bab ini akan menjelaskan
konsep struktur sosial tersebut secara lebih rinci, kemudian diikuti dengan
penjelasan mengani dinamika struktur sosial, dan dilanjutkan dengan
ulasan mengenai manfaat pemahaman terhadap struktur sosial itu bagi
kehidupan manusia.
1
Struktur Sosial
Dari beragam pengertian tersebut, berikut ini akan dibahas lebih lanjut
pengertian struktur sosial yang lebih konkrit, yang dikemukakan oleh Peter
M. Blau (1977). Menurut Blau (1977) struktur sosial merujuk pada distribusi
penduduk ke dalam posisi-posisi social yang berbeda yang merefleksikan
dan mempengaruhi relasi orang satu dengan yang lain. Berbicara struktur
sosial adalah berbicara diferensiasi atau perbedaan diantara orang-orang.
2
Struktur Sosial
Berdasarkan parameter nominal ini, jika dilihat dari segi etnik misalnya,
maka Bangsa Indonesia mempunyai tingkat keragaman atau heterogenitas
yang tinggi. Berdasarkan data Potensi Desa (Podes), pada tahun 2011, di
Indonesia ada sebanyak 761 etnik (Sjaf 2014). Sementara itu, dari segi
agama, Bangsa Indonesia juga memiliki keragaman yang tinggi. Di
Indonesia terdapat enam agama yang diakui secara hukum, yaitu Agama
Islam, Kristen (Protestan), Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Sementara
itu, di beberapa daerah juga masih ada penganut “kepercayaan asli”
sepertti Kaharingan di Kalimantan Tengah, Kejawen pada masyarakat di
Jawa Tengah dan Jawa Timur, Sunda Wiwitan di kalangan masyarakat
Kanekes (Banten), Aluk Todolo di kalangan masyarakat Toraja.
3
Struktur Sosial
Di sini terlihat bahwa kelas social nelayan tersebut juga sekaligus berupa
stratifikasi social berbasiskan parameter bertingkat, yakni kepemilikan alat
produksi perikanan dan jumlah tenaga kerja. Nelayan buruh adalah nelayan
yang tidak memiliki alat produksi, sedangkan strata lainnya ditentukan oleh
“besarnya” alat produksi yang dikuasai dan jumlah tenaga kerjanya.
4
Struktur Sosial
Kelas Patron
Pemilik
dominan
eksploitatif
dominatif patron-klien
Bila dilihat dari segi proses pembentukannya, struktur sosial bisa terbentuk
tanpa disengaja atau dirancang sebagai hasil dari proses interaksi sosial
sehari-hari antara anggota masyarakat. Contoh struktur sosial seperti ini
antara lain adalah norma-norma sosial informal, pola-pola perilaku tertentu,
5
Struktur Sosial
dan adat istiadat. Di lain pihak, ada pula struktur sosial yang sengaja
dibentuk dan direncanakan. Contohnya adalah peraturan daerah (Perda),
yang dibuat oleh Pemerintah Daerah dan DPRD. Belakangan ini juga banyak
Peraturan Desa (Perdes) yang dibuat oleh Pemerintah Desa. Beragam
peraturan yang berlaku di Institut Pertanian Bogor muulai dari syarat
penerimaan, syarat ikut ujian, kriteria penilaian, hingga aturan berpakaian
merupakan contoh struktur sosial yang dibuat secara sengaja dan
direncanakan.
Selanjutnya, ada pula struktur sosial yang terbentuk sebagai akibat dari
struktur sosial yang lain. Sebagai contoh, stratifikasi sosial di kalangan
nelayan seperti yang telah diuraikan sebelumnya, terbentuk karena ada
struktur sosial berupa sistem kepemilikan (property right). Jika tidak ada
system kepemilikan pribadi, maka tidak aka nada kelas-kelas nelayan
seperti yang sudah diuraikan itu. Seperti dijelaskan oleh Karl Marx, sistem
kepemilikan pribadi (private properti right) menyebabkan terbentuknya kelas
pemilik dan kelas buruh pada masyarakat kapitalis. Stratifikasi sosial di
kalangan petani yang berbasiskan kepemilikan tanah juga merupakan
contoh terbentuknya struktur sosial akibat adanya sistem kepemilikan
pribadi ini.
6
Struktur Sosial
Jadi, ada proses timbal balik yang terjadi antara tindakan manusia (actor
social) dengan struktur sosial. Di satu sisi, struktur sosial itu mempengaruhi
pikiran, perasaan dan tindakan manusia, dan di sisi yang lain, tindakan
manusia juga mempengaruhi ciri-ciri dan keberadaan struktur sosial.
Seperti dikatakan Crothers (1996), ada sebuah proses timbal-balik
(reciprocal process) yang terus-menerus terjadi antara para aktor sosial
dengan struktur sosial. Proses ini dapat digambarkan seperti pada Gambar
2
Individu Individu
7
Struktur Sosial
Pada konsep struktur sosial yang dikemukakan oleh Peter Blau sebelumnya,
misalnya, salah satu isu penting menurut Blau (19770) adalah tingkat
korelasi antar parameter-parameter tersebut. Semakin tinggi korelasi antar
parameter, atau dengan kata lain, semakin terkonsolidasi (“menumpuk”)
parameter itu satu dengan yang lain, maka semakin besar hambatan
terhadap interaksi dan mobilitas sosial diantara beragam anggota
masyarakat. Contoh konsolidasi adalah kekayaan di suatu masyarakat
menumpuk pada etnis dan agama tertentu, misalnya. Sebaliknya, jika
korelasi antar parameter itu lemah atau tidak ada, dengan kata lain
semakin besar “persilangan” (intersection) antar parameter itu, semakin
besar peluang interaksi dan mobilitas social diantara beragam warga
masyarakat. Contoh persilangan adalah kekayaan itu tersebar, setiap etnik
ada yang kaya dan ada yang miskin. Demikian juga dengan agama, pemeluk
setiap agama ada yang kaya dan ada yang miskin. Jadi di sini dapat dilihat
bahwa struktur sosial itu mempunyai konsekwensi bagi proses-proses
social pada masyarakat itu, yang pada gilirannya menentukan “nasib hidup”
orang-orang di masyarakat tersebut.
Struktur sosial seperti agama dan etnis sering pula menjadi dasar terjadinya
konflik social di berbagai penjuru dunia. Di Indonesia, konflik sosial berbasis
identitas agama cukup sering terjadi, baik pada skala yang kecil maupun
yang besar. Konflik di Maluku beberapa tahun yang lalu (mulai tahun 1999
hingga tahun 2000an) merupakan konflik sosial antar umat yang berbeda
agama. Konflik ini telah menelan korban jiwa dan harta benda yang tidak
sedikit. Sementara itu, konflik antar etnis juga pernah terjadi di Kalimantan.
Konflik sosial berbasis etnik inipun telah menelan korban jiwa dan harta
benda yang tidak sedikit.
8
Struktur Sosial
Contoh yang lain, struktur sosial dalam bentuk kelas buruh dan majikan di
perusahaan, menentukan kehidupan setiap orang dalam masing-masing
kelas tersebut. Sebagai buruh, secara umum kehidupannya jauh lebih
miskin dibandingkan pengusaha yang memiiliki perusahaan. Buruh juga
tidak jarang diekploitasi dalam pekerjaan. Itu sebabnya kelas sosial ini
sering memicu konflik sosial.
Penutup
Uraian dalam bab ini menunjukkan bahwa struktur sosial itu mempunyai
beragam “wujud”. Selanjutnya, walaupun struktur sosial itu mempunyai
kekuatan memaksa terhadap individu manusia, perlu dipahami bahwa
struktur sosial merupakan ciptaan manusia secara kolektif; ia merupakan
konstruksi sosial (social construct). Sebagai mahluk sosial, setiap individu
manusia berkontribusi bagi terbentuk dan berlanjutnya suatu struktur
sosial. Oleh sebab itu, sekuat apapun nampaknya suatu struktur sosial itu,
ia tetap bisa diubah dan berubah. Pemahaman ini kiranya dapat memberi
pencerahan bagi kita, dan memampukan kita untuk turut serta
mewujudkan kehidupan umat manusia yang lebih baik.
9
Struktur Sosial
DAFTAR PUSTAKA
Bhaskar R. 1979. On the Possibility of Social Scientific Knowledge and the
Limits of Naturalism dalam John Mepham & D-H Ruben (eds), 1979.
Issues in Marxist Philosophy. Volume Three, Epistemology Science
Ideology, The Harvest Press, Sussex, England.
Kinseng RA. 2014. Konflik Nelayan. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta.
Mouzelis NP. 2008. Modern and Postmodern Social Theorizing. Bridging the Divide.
Cambridge University Press, Cambridge, UK.
Sewell, William H., Jr, 1992. A Theory of Structure: Duality, Agency, and
Transformation. American Journal of Sociology, Vol. 98, No. 1 (Jul.,
1992).
Sjaf S. 2014. Politik Etnik. Dinamika Politik Lokal di Kendari. Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, Jakarta.
10