Anda di halaman 1dari 19

SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesenjangan sosial merupakan permasalahan yang tak pernah ada akhir
penyelesaiannya. Sedari dulu kesenjangan sosial selalu menjadi akar permasalahan
yang menimbulkan penderitaan bagi masyarakat kelas bawah, bahkan kesenjangan
yang ada antara kelas atas dan kelas bawah juga mengakibatkan kericuhan antar
golongan kelas tersebut. Tak heran hal itu sering terjadi karena masyarakat kelas
bawah senantiasa dirugikan oleh kalangan atas yang kurang memperhatikan mereka.
Tenaga mereka diperas lalu dicampakkan setelah tak dibutuhkan. Sungguh malang
memang nasib kelas bawah, bekerja berat tapi upah yang diterima sering tak sepadan
dengan tenaga yang dikeluarkannya.
Banyak berita-berita baik di surat kabar maupun di televisi yang memberitakan
tentang nasib naas para pekerja kelas bawah yang hidup berkekurangan, seperti petani
desa yang membajak, memupuk, mengairi, menanam hingga memanen padi di sawah,
ketika ia jual hasilnya ia tidak menerima upah yang sesuai dengan keringat yang telah
dicucurkannya, walaupun harga beras melonjak tinggi tapi keadaan petani tersebut
tetap miskin hingga terkadang ia pun tak mampu membeli beras itu sendiri. Begitu
pula para nelayan yang terkadang terpaksa untuk berbuat curang atas hasil
tangkapannya, sebagaimana yang dikabarkan dalam berita, itu semata hanya karena
untuk mendapatkan upah yang lebih layak atas jeri payahnya menantang deras ombak
lautan.
Kesenjangan sosial merupakan wujud ketimpangan atau ketidaksamaan akses
untuk mendapatkan atau mendapatkan sumber daya yang tersedia. Sumber daya bisa
berupa kebutuhan primer seperti makanan, kesehatan, pendidikan, perumahan, dan
peluang usaha; atau berupa kebutuhan sekunder seperti sarana pengembangan usaha
atau karir, sarana perjuangan hak asasi dan politik. Kesenjangan sosial terjadi karena
adanya penghambat yang menghalangi seseorang untuk mendapatkan dan
memanIaatkan akses dan kesempatan-kesempatan yang tersedia.
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 2

aktor penghambat tersebut dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu:
Pertama, Iaktor internal yaitu Iaktor yang berasal dari diri sendiri misalnya karena
bersiIat apatis, cenderung menyerah pada nasib, dan tidak memiliki semangat juang
untuk merubah nasib, atau dikarenakan rendahnya kualitas sumber daya manusia
seperti rendahnya latarbelakang pendidikan atau minimnya keterampilan yang
dimiliki. Kedua, Iaktor eksternal yaitu Iaktor yang berasal dari luar diri seseorang atau
Iaktor yang berasal dari luar kemampuan seseorang , hal ini terjadi karena adanya
birokrasi atau peraturan-peraturan resmi sehingga membatasi dan mempersempit
ruang gerak seseorang untuk mendapatkan dan memanIaatkan peluang dan
kesempatan yang tersedia. Dengan kata lain, adanya kesenjangan sosial di masyarakat
ini bukan semata-mata terjadi karena seseorang malas bekerja atau tidak memiliki
keterampilan sebagai akibat keterbatasan sumber daya manusianya, akan tetapi
dikarenakan adanya hambatan-hambatan atau tekanan-tekanan struktural.
Kesenjangan sosial di masyarakat merupakan cerminan adanya bentuk
perbedaan pendapatan, perbedaan gaya hidup, serta perbedaan kelas sosial dalam
masyarakat. Dengan adanya bentuk perbedaan tersebut menlukiskan adanya
stratiIikasi sosial yang berupa lapisan masyarakat dengan tingkatan kelas yang berbeda
dari golongan kelas atas (orang kaya) hingga golongan kelas bawah (orang miskin).
StratiIikasi sosial yang berupa perwujudan perbedaan tingkatan kelas yang ada
di masyarakat semakin mempertajam kesenjangan yang ada di kehidupan masyarakat
itu sendiri. Walaupun istilah strata itu sendiri sudah tidak melekat lagi di zaman
sekarang tetapi perbedaan kelas ekonomi yang tampak di masyarakat merupakan
gambaran bahwa strata itu masih tetap ada dan 'hidup di kalangan masyarakat
sekarang.
Sastra sebagai salah satu media yang mencerminkan kehidupan manusia pun
tak luput akan penggambaran kesenjangan sosial yang nampak karena adanya
stratiIikasi sosial ini, salah satunya seperti yang dideskripsikan oleh Umar Kayam
dalam karyanya Para Priyayi, sebagai penulis ia ingin menyampaikan idealismenya
mengenai kepriyayian, karena selama ini stereotip priyayi selalu erat dengan orang-
orang birokrat yang menggunakan statusnya untuk menguasai orang lain, berjiwa anti-
sosial dan arogan.
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 3

dapun kisah Gadis Pantai karya Pramoedya nanta Toer, novel yang akan
dibahas dalam makalah ini, merupakan lukisan stratiIikasi sosial yang terjadi di zaman
Ieodalisme jawa ketika penjajahan Belanda terjadi di Indonesia, dimana sistem strata
sosial masih berlaku pada saat itu. Gadis pantai yang terlahir dari kalangan 'orang
kebanyakan terenggut kebahagiannya oleh kekuasaan kaum priyayi pada saat itu.

B. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini dapat dikemukakan beberapa rumusan masalah, antara lain:
1) Bagaimana struktur cerita novel Gadis Pantai karya Pramoedya nanta Toer?
2) pakah stratiIikasi sosial itu? Dan apa saja macamnya?
3) Bagaimanakah stratiIikasi sosial yang dipresentasikan dalam novel Gadis Pantai
karya Pramoedya nanta Toer?

. Tujuan
dapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh paparan mengenai
berikut ini:
1) Struktur cerita novel Gadis Pantai karya Pramoedya nanta Toer.
2) Bentuk stratiIikasi sosial yang dipresentasikan dalam novel Gadis Pantai karya
Pramoedya nanta Toer.

D. Landasan Teori
1) Stratifikasi Sosial
Sistem stratiIikaksi sosial adalah sebuah struktur yang tidak mengacu pada
pribadi, akan tetapi pada sistem posisi (kedudukan) individu dalam masyarakat. Posisi
tertentu dalam masyarakat akan mempengaruhi prestise bagi individu yang berbeda.
Kata StratiIikasi berasal dari 8tratum (jamak dari strata yang berarti lapisan). Pitrium
. Sorokin mengatakan bahwa stratiIikasi sosial adalah pembeda penduduk atau
masyarakat kedalam kelas-kelas secara bertingkat. Perwujudannya adalah adanya
kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Dasar dan inti lapisan-lapisan dalam
masyarakat adalah tidak adanya keseimbangan dalam pembagian hak-hak dan
kewajiban-kewajiban, kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab nilai-nilai sosial dan
pengaruhnya di antara anggota-anggota masyarakat.
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 4

StratiIikasi sosial merupakan sebuah konsep yang menunjukkan adanya
pembedaan dan/atau pengelompokan suatu kelompok sosial (komunitas) secara
bertingkat, misalnya: dalam komunitas tersebut ada strata tinggi, strata sedang, dan
strata rendah. Pembedaan dan/atau pengelompokan ini didasarkan pada adanya suatu
simbol -simbol tertentu yang dianggap berharga atau bernilai baik berharga atau
bernilai secara sosial , ekonomi, politik, hukum, budaya maupun dimensi lainnya
dalam suatu kelompok sosial (komunitas). Dalam stratiIikasi sosial, bayak para ahli
IilsaIat yang memberikan pernyataan mereka mengenai stratiIikasi yang berbeda-beda.
Salah satunya adalah ristoteles, seorang ahli IilsaIat dari Yunani. Ia mengungkapkan
bahwa di dalam tiap-tiap negara terdapat tiga unsur, yaitu : Pertama, mereka yang
kaya sekali. Kedua, mereka yang sedang (biasa). Ketiga, mereka yang melarat.
dapun jenisnya secara umum kategori dari stratiIikasi ini terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Stratifikasi Sosial Terbuka
StratiIikasi sosial terbuka adalah sistem stratiIikasi di mana setiap anggota
masyarakatnya dapat berpindah-pindah dari satu strata/ tingkatan yang satu ke
tingkatan yang lain dengan mudah, misalnya seperti tingkat pendidikan, kekayaan,
jabatan, kekuasaan dan sebagainya. Seseorang yang tadinya miskin dan bodoh bisa
merubah penampilan serta strata sosialnya menjadi lebih tinggi karena berupaya
sekuat tenaga untuk mengubah diri menjadi lebih baik dengan sekolah, kuliah,
kursus, dan berlatih menguasai banyak keterampilan sehingga dia mendapatkan
pekerjaan tingkat tinggi dengan bayaran/ penghasilan yang tinggi. Secara garis
besar bentuk pengklasiIikasian dari stratiIikasi sosial terbuka adalah sebagai
berikut:
1. Kelas sosial atas, yaitu kelompok orang memiliki kekayaan banyak, yang dapat
memenuhi segala kebutuhan hidup bahkan secara berlebihan. Golongan kelas ini
dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan, bentuk rumah, gaya hidup yang
dijalankan, dan lain-lain.
2. Kelas sosial menengah, yaitu kelompok orang berkecukupan yang sudah dapat
memenuhi kebutuhan pokok (primer), misalnya sandang, pangan, dan papan.
Keadaan golongan kelas ini secara umum tidak akan sama dengan keadaan kelas
atas.
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 3

3. Kelas sosial bawah, yaitu kelompok orang miskin yang masih belum dapat
memenuhi kebutuhan primer. Golongan kelas bawah biasanya terdiri atas
pengangguran, buruh kecil, dan buruh tani.

|
b. Stratifikasi Sosial Tertutup
StratiIikasi sosial tertutup adalah stratiIikasi di mana tiap-tiap anggota masyarakat
tersebut tidak dapat pindah ke strata atau tingkatan sosial yang lebih tinggi atau
lebih rendah, atau ada kemungkinan tetapi sulit. Bentuk dari stratiIikasi sosial
tertutup ini yaitu seperti sistem kasta pada masyarakat Jawa yang berupa golongan
bangsawan (priyayi) dan golongan rakyat biasa (wong cilik). Golongan priyayi
adalah orang-orang keturunan bangsawan dan para pegawai pemerintah serta kaum
cendekiawan yang menempati lapisan atas serta memiliki simbol-simbol ekonomi
yang lazim dihargai masyarakat Jawa misalnya pemilikan tanah, rumah,
pekarangan atau sawah. Sedangkan golongan wong cilik antara lain para petani,
tukang, pedagang kecil, dan buruh yang menempati lapisan kelas bawah. Serta
tidak mungkin anak keturunan orang biasa seperti petani/nelayan miskin bisa
menjadi keturunan ningrat/ bangsawan darah biru.

dapun bentuk pengklasiIikasian stratiIikasi sosial lainnya seperti yang
diungkapkan oleh CliIIord Geertz, seorang guru besar antropologi di University oI
Chicago berkebangsaan merika, telah melakukan penelitian lapangan di salah satu
daerah Jawa yang mengkaji tentang agama dan kebudayaan masyarakat Jawa tahun
1953-1954. Menurut hasil penelitiannya, bahwa masyarakat Jawa terbagi menjadi tiga
tingkatan yaitu: kaum santri (kaum yang berpusat di tempat perdagangan), kaum
abangan (kaum yang berpusat di pedesaan), dan priyayi (kaum yang berpusat di kantor
pemerintahan, di kota). Diantara tiga tingkatan kaum tersebut, kaum priyayi adalah
tingkatan strata yang paling tinggi, yang merupakan kalangan bangsawan.
Menurut Harsja W. Bachtiar pembagian strata tersebut kurang tepat karena
selalu dikaitkan dengan konsep keagamaan di masyarakat. Seperti kaum santri
merupakan kaum yang lebih taat kepada agama dibandingkan dengan kaum abangan.
Demikian juga istilah kaum priyayi yang tidak bisa dianggap sebagai kategori dari
klasiIikasi yang sama, karena ada kaum priyayi yang taat agama makanya disebut
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 6

santri, dan ada kaum priyayi yang tidak terlalu memperhatikan masalah agama
makanya disebut abangan. Selain itu, istilah priyayi dikhususkan untuk orang-orang
yang berstatus sosial tertentu yang berbeda dengan kaum mayoritas. Sedangkan
Koentjaraningrat (1963) menggambarkan stratiIikasi Jawa dengan mencoba untuk
menganalisa dan membuat perbedaan strata tersebut secara jelas. Menurutnya orang
Jawa sendiri membagi strata tersebut ke dalam empat tingkatan, yaitu: dhara
(bangsawan), priyayi (birokrat), wong dagang (saudagar/pedagang), dan wong cilik
(rakyat kecil). Selain itu, masih ada kelompok lain dari anggota masyarakat Jawa yang
tidak tergolong ke dalam tingkatan tersebut tetapi Iigurnya dihormati oleh masyarakat,
yaitu: lurah atau kepala desa dan berikut jajarannya, guru, dan kyai.

) Sosiologi Sastra
Secara singkat dapat dipaparkan bahwa sosiologi adalah telaah yang obyektiI
dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses
sosial. Sosiologi menelaah tentang bagaimana masyarakat itu tumbuh dan berkembang
dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan masalah-masalah perekonomian,
keagamaan, politik, dan lain-lain. Seperti halnya sosiologi, sastra pun berurusan
dengan manusia dan kehidupannya untuk menyesuaikan diri dan usahanya untuk
mengubah masyarakat disekitarnya. Dalam hal isi, sesungguhnya sosiologi dan sastra
berbagi masalah yang sama. Sedangkan perbedaan yang ada antara keduanya adalah
bahwa sosiologi melakukan analisis ilmiah yang obyektiI, sedangkan sastra menyusup
menembus permukaan kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia
menghayati masyarakat dengan perasaannya.
Secara bahasa sosiologi sastra berasal dari dua kata, yaitu: sosiologi dan
sastra. Kata sosiologi berasal dari kata 8o8 (Yunani) yang berarti bersama, bersatu,
kawan, teman, dan logi (logos) berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Sedangkan
kata sastra dari akar kata 8a8 (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajarkan,
memberi petunjuk dan instruksi. khiran tra berarti alat, sarana. Merujuk dari deIinisi
tersebut, keduanya memiliki objek yang sama yaitu manusia dan masyarakat.
dapun pengertian sosiologi sastra menurut tar Semi yaitu suatu telaah yang
objektiI dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat dan tentang sosial dan proses
sosial. Dalam pandangan WolI (aruk dalam Endraswara, 2004:77), sosiologi sastra
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 7

merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdeIinisikan dengan baik, terdiri dari
studi, studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang agak lebih general, yang
masing-masingnya hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan
dengan hubungan sastra dengan masyarakat.
nalisis sosiologi sastra berIokus pada penelaahan gambaran kondisi sosial
masyarakat yang diangkat ke dalam novel. Karya sastra hampir tidak dapat terlepas
dari kehidupan sosial manusia karena pengarang sendiri adalah bagian dari
masyarakat. Pada prinsipnya, menurut Lauren dan Swingewood (Endraswara,
2004:79), terdapat tiga perspektiI berkaitan dengan sosiologi sastra yaitu; (1)
Penelitian yang memandang karya sastra sebagai dokumen sosial yang di dalamnya
merupakan reIleksi situasi pada masa sastra tersebut diciptakan, (2) Penelitian yang
mengungkap sastra sebagai cermin situasi sosial penulisnya, (3) Penelitian yang
menangkap sastra sebagai maniIestasi peristiwa sejarah dan keadaan sosial budaya.
dapun beberapa hal yang mesti diketahui mengapa sastra memiliki kaitan erat
dengan masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Karya sastra ditulis oleh sastrawan yang mana dia pun bagian dari masyarakat.
2. Karya sastra hidup dalam masyarakat dan mencerminkan aspek-aspek yang ada
didalamnya.
3. Karya sastra baik lisan maupun tulisan merupakan kompetensi masyarakat yang
secara otomatis mengandung masalah-masalah yang ada di masyarakat.
4. Di dalam karya sastra mengandung logika, etika, dan estetika yang mana semua
unsur tersebut pun ada dalam masyarakat.

Oleh karena itu, sosiologi sastra sebagai pendekatan karya sastra merupakan suatu
konsep teori yang pas digunakan untuk mendeskripsikan kondisi masyarakat yang ada
dalam sebuah karya sastra pada zaman tertentu, sehingga seseorang dapat mengetahui
cerminan situasi dan kondisi masyarakat pada era cerita itu dituliskan.

E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam menganalisis novel ini adalah metode kualitatiI
analisis isi lalu mendeskripsikannya dengan menggunakan pendekatan sosiologi
sastra.
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 8

BAB II
ANALISIS NOVEL

Sebagai cerminan masyarakat, sastra dilihat sejauh mana sastra dianggap
mencerminkan keadaan masyarakat pada waktu ia ditulis, sebab banyak ciri-ciri
masyarakat yang ditampilkan dalam karya sastra itu (Sapardi, 2002:5).
Gadis Pantai, novel yang memiliki setting situasi dan kondisi masyarakat Jawa
di era penjajahan Belanda, sangat kental dengan kesenjangan sosial akibat adanya
startiIikasi sosial yang mencolok antara kelas rendah yang disebut dengan orang lata,
orang kebanyakan atau sahaya, dan kelas atas yang disebut dengan priyayi, pembesar
atau Bendoro.
O 'Dia pembesar, nak, orang berkuasa, sering dipanggil Bendoro Bupati. Tuan
besar residen juga pernah datang ke rumahnya, nak. Semua orang tahu (hal.
14).
O 'Sahaya adalah sahaya. Kalau tidak ada sahaya, mana bisa ada Bendoro?
Takdir llah Mas Nganten. Takdir llah Mas Nganten. Kakek sahaya
memang bukan sahaya tadinya. nak-anaknya tak ada yang bisa seperti itu.
Dan sahaya ini. Inilah sahaya yang ditakdirkan melayani Bendoro, melayani
Mas Nganten (hal. 52).
O 'h, Mas Nganten ini. Bagi orang kebanyakan seperti sahaya ini kita kawin
supaya semakin susah. Tentu beda dengan para priyayi besar, mereka kawin
supaya jadi senang (hal. 56).
O 'Itulah salahnya, Mas Nganten, adat priyayi tinggi lain lagi. Dan ini kota,
bukan kampung di tepi pantai (hal. 58).
O '. Sahaya ini orang kecil, orang kebanyakan, orang lata, orang rendah.
(hal. 98).
O 'Salah Mas Nganten seperti salah sahaya, salah kita, berasal dari orang
kebanyakan (hal. 99).


dapun sebutan Mas Nganten merupakan suatu sebutan untuk wanita dari
kalangan strata bawah yang dinikahi oleh para Bendoro sehingga mereka berada di
strata atas tapi tetap tidak sebanding dengan para priyayi lainnya yang benar-benar
dari darah bangsawan, mereka dinikahi bukan untuk menjadi istri yang sebenarnya
tetapi hanya sebagai istri percobaan sebelum para Bendoro tersebut menemukan
wanita yang dari strata yang sama untuk dijadikan istri yang sesungguhnya.
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 9

O Pengalaman selama ini membuat ia banyak tahu tentang perbedaan antara
kehidupan orang kebanyakan dan kaum Bendoro di daerah pantai. Seorang
Bendoro dengan istri orang kebanyakan tidaklah dianggap sudah beristri,
sekalipun telah beranak selusin. Perkawinan demikian hanyalah satu latihan
buat perkawinan sesungguhnya: dengan wanita dari karat kebangsawanan
yang setingkat. Perkawinan dengan orang kebanyakan tidak mungkin bisa
menerima tamu dengan istri dari karat kebangsawanan yang tinggi, karena
dengan istri asal orang kebanyakan itu penghinaan bila menerimanya. (hal.
80).
O 'ku ini mbok, aku ini orang apa? Rendahan? tasan?
'Rendahan Mas Nganten, maaIkanlah sahaya, tapi menumpang di tempat
atasan (hal. 99).
O Melihat keadaan itu segera Mardinah menyerang. 'Jadi Mas Nganten tahu
siapa sahaya. Seorang yang kebangsawanannya lebih tinggi dari Bendoro
telah perintahkan sahaya ke mari. Sudah waktunya Bendoro kawin benar-
benar dengan seorang gadis yang benar-benar bangsawan juga. Di Demak
sudah banyak gadis bangsawan menunggu. Siapa saja boleh Bendoro ambil,
sekalipun sampai empat. (hal. 132).
O 'Nyonyaku? Bendoro setengah berteriak. 'ku belum punya nyonya! (hal.
240).


Bendoro sebagai orang yang menempati level tinggi dalam status sosial pada
saat itu memiliki kekuasaan dan pengaruh yang kuat bagi orang-orang yang ada
disekitarnya, terutama orang yang berada pada strata di bawahnya tidak memiliki hak
sama sekali untuk menolak segala perintahnya dan takut jika melakukan kesalahan
terhadapnya. Pada sosok Bendoro pula mentalitas priyayi digambarkan sebagai orang
yang selalu memandang rendah pada orang kebanyakan.
O Bendoro belum bangun? kepala kampung bertanya.
Nanti jam lima
ku kepala kampung...
Siapa berani bangunkan? (hal. 17-18)
O Mendengar nama Bendoro hati Gadis Pantai menjadi kecil dan meriut (hal. 28).
O Ia takut berjalan seorang diri menuju kamar mandi. Tapi Bendoro lebih
menakutkan lagi (hal. 34).
O Kembali Gadis Pantai jadi bisu ketakutan. Ia rasai naIasnya tersumbat.
Mengapa bicara saja tak berani, sedang ia suka memekik-menjerit panggil-
panggil si Kuntring, ayamnya? Panggil-panggil kawan-kawan bermainnya?
Panggil-panggil Pak Karto tetangganya yang selalu dimintai tolong bila
mengangkat barang-barang berat? (hal. 41).
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 10

O pakah Bendoro lebih berkuasa daripada laut, sampai bapak melarikan diri?
Dua abangnya tewas ditelan laut, mereka tidak pernah lari. Bapak pun tak
pernah takut pada laut. Mengapa dia sekarang lari? Ia sendiri tak pernah takut
pada laut. Mengapa takut pada Bendoro? Mengapa? Bapak lebih kukuh dan
kuat dari Bendoro. Bendoro bertubuh tinggi langsing, berwajah pucat,
kulitnya terlalu halus, ototnya tak berkembang. Mengapa semua orang takut?
Juga diriku? (hal. 48).
O Kembali Gadis Pantai tertegun. Lambat-lambat dengan pikiran yang tertindas
beban, ia mulai mengerti: disini semua takut terkecuali Bendoro. Mengapa
semua takut padanya? Juga diriku sendiri? Dia tidaklah Nampak garang, tidak
ganas, malahan halus dan sopan (hal. 52).
O '.. Tak ada orang atasan bisa dan boleh disalahkan. Mereka ditakdirkan
untuk memerintah (hal. 89).
O Hanya Bendoro yang tak terungkit disini. Begitu kata pelayan tua dahulu.
Hanya dewa-dewa yang tak terungkit dalam kehidupan ini, yang lain-lain
adalah goyah tanpa pegangan (hal. 133).
O 'Kalau kita salah pada Bendoro, di mana pun kita bakal dapat kesusahan,
Mas Nganten mengerti?. (hal. 66).
O 'Kau milikku. ku yang menentukan apa yang kau boleh dan tidak boleh,
harus dan mesti kerjakan. Diamlah kau sekarang. Malam semakin larut (hal.
136).
O Kemudian ia teringat pada Bendoro: orang yang tinggi semampai tanpa otot
betapa besar kekuasaannya, biar pun tak pernah melihat laut (hal. 267).

Bendoro sebagai bangsa priyayi yang dihormati banyak orang mendapatkan
perlakuan khusus dari orang-orang disekitarnya, terutama dari kalangan yang ada
dibawahnya. Begitu pula Mas Nganten walau statusnya seorang rendahan tetapi
selama dia mendampingi Bendoro, maka dia orang yang patut dihormati pula oleh
para bawahan/bujang.
O 'Ssst. Dia tak ber-emak, anak priyayi ber-ibu (hal. 18).
O 'Ssst. Jangan keras-keras, bujang memperingatkan emak. 'Di sini yang
boleh terdengar hanya suara pembesar yang datang bertamu ke mari. Dan
bendoro sendiri tentu (hal. 19).
O Seseorang datang menghampiri ruangan tempat tamu-tamu dari kampung
nelayan masih tetap gelisah menunggu. Orang itu menilik ke dalam dan tanpa
sesuatu upacara langsung menyampaikan, 'Bapak kepala kampung dititahkan
menghadap!. Hampir-hampir kepala kampung membuat kursinya terbalik
waktu berdiri. Ia seka keningnya dengan lengan baju kebesarannya,
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 11

kemudian menlangkah berat keluar kamar keris tetap terangkat setinggi
hidung (hal. 22).
O Bujang wanita kali ini tanpa bayi dalam gendongan kini kembali masuk.
Gadis Pantai berdiri dari kursi. Bujang itu membungkuk padanya, begitu
rendah. Mengapa ia membungkuk? Sebentar tadi ia masih sesamanya.
Mengapa ia begitu merendahkan dirinya sekarang? Gadis Pantai jadi
bimbang, takut, curiga. pakah semua ini? (hal. 26).
O Kembali bujang itu tertawa terkekeh ditahan. Membenarkan. 'Pada aku ini
Mas Nganten tak boleh sebut diri sahaya. Itu kata hina bagi penyebut di
hadapan dan untuk Mas Nganten (hal. 27).
O Ia lihat orang itu membangunkan bujang dengan kakinya. Dan bujang itu
bangun, cepat-cepat menggulung tikar dengan bantal di dalamnya,
merangkak mundur kemudian berdiri membungkuk, keluar dari pintu lenyap
dari pandangan (hal. 31).
O 'Taka ada orang berani berlaku kasar terhadap wanita utama, bujang
memperingatkan (hal. 44).
O Mengapa mbok tidur di bawah? Mengapa tak mau di sampingku sini? (hal.
64).
O 'Sahaya adalah sahaya. Dosa pada Bendoro, pada llah, seperti sahaya
begini menempatkan diri lebih tinggi dari lutut Bendoronya. (hal. 64).

Banyak etika yang harus dijaga dan diperhatikan oleh para kalangan priyayi
untuk tetap mempertahankan wibawa dan kehormatannya dihadapan orang-orang
disekitarnya seperti cara bertutur, bersikap, hingga cara makan, dan tak jarang dari
cara yang dipakai oleh kaum priyayi tersebut memberi kesan negative, terkesan sangat
menjaga jarak antara dua kalangan yang berdeda kelas, walaupun kepada orangtuanya
sendiri (jika dalam strata yang berbeda).
O 'Betapa hebat Bendoro mengajar putera-puteranya, kepala kampung
berbisik. 'Sekecil itu sudah bisa bicara bahasa Belanda. Satu kata pun kita
tidak paham. nakmu nanti, kepala kampung menghadapkan mukanya
kepada Gadis Pantai, 'juga bakal diajar seperti itu (hal. 21).
O 'Mengapa kau tak dipanggil? emak bertanya kepada bapak. Dengan wajah
seperti orang menangis bapak membalas dengan pandangnya. Saudara-
saudara Gadis Pantai tak ada yang bicara sejak berangkat dari rumah. 'Kan
jelek-jelek kau mertuanya? (hal. 24-25).
O 'ntarkan! Gadis Pantai menumbuk lantai dengan kaki sebelah. 'Ceh, ceh,
ceh. Itu tidak layak bagi wanita utama, Mas Nganten. Wanita utama cukup
menggerakkan jari dan semua kan terjadi. (hal. 28).
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 12

O Kemarin, kemarin dulu. Ia masih dapat tebarkan pandangan lepas ke mana
pun ia suka. Kini hanya boleh memandangi lantai, karena ia tahu mana dan
apa yang sebenarnya boleh dipandangnya (hal. 37).
O Sekarang makanan tersedia malah melimpah-limpah. Tapi tak mungkin ia
memakannya. Di sini terlalu banyak benang-benang baja, tangan-tangan gaib
yang selalu mencegah, roh-roh mahakuasa yang membuat hari selalu kecut
(hal. 44).
O Dan sekarang Gadis Pantai tertegun. Ia mulai mengerti, di sini ia tak boleh
punya kawan seorang pun yang sederajat dengannya. Ia merasai adanya jarak
yang begitu jauh, begitu dalam antara dirinya dengan wanita yang sebaik itu
yang hampir-hampir tak pernah tidur menjaga dan mengurusnya, selalu siap
terangkan segala yang ia tak paham, bisa mendongeng begitu memikat
tentang Joko Tarub, dan bisa mengusap bahunya begitu sayang bila ia siap
hendak menangis. Hatinya memekik: mengapa aku tak boleh berkawan
dengannya? Mengapa ia mesti jadi sahaya bagiku? Siapakah aku? pa
kesalahan dia sampai harus jadi sahayaku? (hal. 46).
O Ia rasai bagaimana dirinya seperti seekor ayam direnggut dari rumpunnya.
Harus hidup seorang diri di tengah orang yang begitu banyak. Tak boleh
punya sahabat, cuma boleh menunggu perintah, cuma boleh memerintahkan.
Betapa sunyi! Betapa dingin (hal. 46).
O 'Begitulah Mas Nganten, biar emak sendiri, kalau emaknya orang
kebanyakan, dia tetap seorang sahayanya (hal. 58).
O 'Kalau wanita utama suka, bujang itu meneruskan, 'Mas nganten bisa usir
bapak dari kamar (hal. 45).
O Ia ingin bergabung dengan orang-orang itu yang telah terbiasa dengannya
sejak jabang bayi, tapi kini tidak mungkin. Kini ia lebih tinggi daripada
mereka (hal. 72).
O Dahulu ia tau harga sesuatu jasa, tak peduli kepada siapa. Di sini jasa tak
punya nilai, dia merupakan bagian pengabdian seorang sahaya kepada
Bendoro. Dahulu ia dapat bicara bebas kepada siapa pun, bisa menyinggung
martabat Bendoro atau siapa saja. Kini tak dapat ia bicara dengan siapa ia
suka (hal. 82).
O 'Tidak semestinya wanita utama bicara dengan semua orang. Perintah saja
orang-orang itu, jangan ragu-ragu. Tak ada gunanya Mas Nganten dengarkan
pendapat atau keberatan mereka. Mereka disini buat diperintah. Sahaya ini
begitu juga Mas Nganten (hal. 82).
O 'Lantas apa gunanya senyum dan tawa pada Mas Nganten. Juga tak baik
layani senyum dan tawa mereka. Tahu, Mas Nganten, seorang wanita utama
adalah laksana gunung. Dia tidak terungkit kedudukannya, terkecuali oleh
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 13

tangan Bendoro. Bendoro lebih tidak terungkit, terkecuali Gusti llah
sendiri. (hal. 82).
O 'Kau harus selalu ingat-ingat, tak boleh ada sesuatu terjadi yang
menyebabkan penghormatan orang berkurang padaku. (hal. 136).
O 'Jangan berlaku seperti orang kampung, kau istri priyayi (hal. 139)
O Udara bebas itu meniupkan hidup ke dalam dada Gadis Pantai. Buat pertama
kali selama lebih dua tahun ia tertawa puas, tertawa terbuka. 'apa yang
lucu? Mardinah menegur. 'itu bukan layaknya seorang istri priyayi (hal.
142).

Dari semua rangkaian peraturan dan gaya hidup yang kaum priyayi jalani
sangat mencerminkan nilai-nilai perbedaan kelas yang mencolok, sehingga
memunculkan potret kesenjangan sosial dikala strata itu masih hidup dikalangan
masyarakat Jawa pada era tersebut.
O Cerminnya di kampung sederhana saja. Makin besar cermin, makin terhormat
tempat seseorang di lingkungan tetangga-tetangga (hal. 50).
O 'Mengapa orang pada suka emas?. 'Karena, ya, karena. Yah, apa mesti sahaya
katakan? Karena dengan emas. karena. ya, supaya dia tidak kelihatan seorang
sahaya, supaya tidak sama dengan orang kebanyakan (hal. 53-54).
O 'Ya, orang kebanyakan seperti sahaya inilah, bekerja berat tapi makan pun
hampir tidak (hal. 54).
O 'h, hanya orang kebanyakan dikawini dengan keris (hal. 56).
O 'mbok dipukuli di kampung?. 'Dipukuli benar memang tidak. Tapi ada saja
dan siapa saja boleh pukuli orang-orang kebanyakan seperti sahaya ini, kata
bujang sambil membetulkan wiron kain. (hal. 56).
O 'Mas Nganten beruntung, patut bersyukur pada llah. Tidak semua wanita
bisa tinggal dalam geedung semacam ini bukan sebagai sahaya (hal. 57).
O '.. Di luar gedung, Mas Nganten, yang ada Cuma keganasan, keganasan
atas kepala kami, orang-orang kebanyakan (hal. 63).
O 'Tambah mulia seseorang, Mas Nganten, tambah tak perlu ia kerja. Hanya
orang kebanyakan yang kerja (hal. 68).
O '... jalan kepada kemuliaan dan kebangsawanan tak dapat ditempuh oleh
semua orang (hal. 83).
O Bangsawan! Ningrat! Orang atasan ditakdirkan buat memerintah bawahannya
(hal. 110)
O 'Tidak mungkin orang kampung memerintah anak priyayi. Tidak bisa. Tidak
mungkin. (hal. 127).i
O h bapak, bapak. Kita ini, ia masih ingat kata-kata bapak pada malam
sebelum ia diberangkatkan ke kota, kita ini biar hidup duabelas kali di dunia
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 14

ini, tidak bisa kumpulkan duit beli barang-barang yang terdapat dalam hanya
satu kamar orang-orang kota. Laut memang luas tak dapat terkuras, kaya
tiada terbatas, tapi kerja kita yang memang hina tiada berharga. Besok kau
mulai tinggal di kota, nduk, jadi bini pembesar. Kau cuma buka mulut dan
semua kau maui akan berbaris datang kepadamu. Kau tinggal pilih (hal. 138).

Novel ini menggambarkan bahwa kehidupan para golongan priyayi di
masyarakat Jawa seperti lukisan yang menyeramkan dengan menunjukkan perbedaan
strata yang jauh antara golongan priyayi dengan orang kalangan banyak.
'Seganas-ganasnya laut, dia lebih pemurah dari hati priyayi (hal. 226)

Tokoh Bendoro dan segala lukisan kehidupan yang merujuk kepadanya banyak
mencerminkan unsur negatiI, kedudukannya yang berada di posisi teratas dalam status
sosial memberinya ruang gerak yang luas, sehingga membuatnya bebas berbuat dan
memerintah apa yang ia suka tanpa mempertimbangkan orang-orang disekitarnya,
khususnya orang yang berada dibawahnya. Hal ini tidak sekedar cerita belaka,
Iaktanya hingga saat ini masih tampak di masyarakat luas, potret kesewenangan
penguasa-penguasa yang memiliki jabatan tinggi yang bergerak bebas dalam
melakukan segala hal, tanpa melirik kebelakang untuk memikirkan orang-orang yang
tertindas karena perbuatannya.
Tak ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh para kaum bawahan, yang
diwakili si Gadis Pantai, untuk merubah hukum pranata sosial yang telah diciptakan
nenek moyang sebelumnya, semuanya telah bersiIat statis. Orang yang tidak memiliki
kekuatan apalagi kekuasaan tak ada daya untuk menghapus kesenjangan itu.
Kenyataannya perbedaan strata itu masih tetap 'hidup hingga abad ini, yang tidak
bisa dirubah apalagi dihapuskan dengan mudah.
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 13

BAB III
KESIMPULAN

Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Novel adi8 Pantai karya Pramoedya nanta Toer ini jika dilihat dari segi
latar belakang pengarangnya merupakan sebuah novel yang beraliran realis
sosialis yang mencerminkan kehidupan Iaktual yang pernah terjadi di
masyarakat Jawa pada era kolonial Belanda. Secara nyata dalam karyanya ini,
ia menolak segala bentuk kesewenangan yang dilakukan oleh para kaum
priyayi Jawa, yang tersirat dalam cuplikan-cuplikan novel ini.
2. Novel adi8 Pantai karya Pramoedya nanta Toer ini mengandung unsur-
unsur sosial yang ada dalam masyarakat Jawa yaitu stratiIikasi sosial yang
mencolok dan Ieodalisme di kalangan masyarakat Jawa, lalu menjadikannya
sebagai unsur-unsur pembangun karya sastra.
3. Novel adi8 Pantai karya Pramoedya nanta Toer ini memiliki Iungsi sebagai
pengritik dan pendobrak terhadap sistem stratiIikasi sosial yang cenderung
negatiI. Novel ini adalah media kritik sosial bagi pengarang untuk menolak
kesenjangan sosial dan kesewenangan kalangan atas/priyayi tanpa memiliki
hati/peduli terhadap orang kalangan bawah yang sebagaimana digambarkan
dalam novelnya. Lewat novel ini, Pramoedya ingin menyeru kepada para
pembacanya untuk turut andil memperjuangkan kesetaraan kelas dalam
masyarakat sosial.

SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 16

LAMPIRAN

A. Sinopsis Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toer
'Gadis Pantai merupakan sebuah novel yang ditulis oleh Pramoedya nanta
Toer sebagai bentuk gambaran tentang kehidupan Ieodalisme jawa di masa penjajahan
kolonial Belanda, dan kisah pahit nasib para wanita 'orang kebanyakan di masa itu.
Kisah ini mencurahkan beban penderitaan para wanita dari kedudukan rendah yang
sekedar dijadikan istri percobaan sebelum para lelaki pembesar menemukan istri yang
sesungguhnya dari strata yang sama dengan mereka.
Gadis pantai, wanita belia yang cantik rupawan telah memikat hati seorang
pembesar. Ia dipersunting, diberi kehidupan mewah, dan dipuja, tapi sayang semua itu
bersiIat sementara hingga ia melahirkan seorang anak perempuan dari pembesar yang
mengawininya yang ia panggil 'Bendoro, lalu kemudian dicampakkan ke dunia asal
ia pernah tinggal dan besar tanpa diperbolehkan membawa anak yang telah
dilahirkannya. pa guna penyesalan karena kehidupan yang telah berjalan tak
mungkin dapat melangkah kembali ke belakang, ia hanya bisa meratapi nasibnya
menjadi wanita 'orang kebanyakan. Ia pun malu untuk kembali ke tempat asalnya
dengan keadaan yang sama seperti ia pergi kala itu, ia putuskan untuk pergi ke selatan
jawa untuk menemui wanita tua yang dahulu pernah melayaninya ketika ia menjadi
istri 'Bendoro di rumah gedung.


B. Sepintas tentang Penulis
Pramoedya nanta Toer lahir pada 1925 di Blora, Jawa Tengah, Indonesia.
Hampir separuh hidupnya dihabiskan dalam penjarasebuah wajah semesta yang
paling purba bagi manusia-manusia bermartabat: 3 tahun dalam penjara kolonial, 1
tahun dalam penjara Orde Lama, dan 14 tahun di Orde Baru (13 Oktober 1965-Juli
1969, pulau Nusakambangan Juli 1969-16 aguatus 1969, pulau Buru gustus 1969-12
November 1979, Magelang/Banyumanik November-Desember 1979) tanpa proses
pengadilan. Pada tanggal 21 Desember 1979, Pramoedya nanta Toer mendapat surat
pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat dalam G 30 S PKI tetapi
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 17

masih dikenakan tahanan rumah, tahanan kota, tahanan negara, sampai 1999 dan wajib
lapor ke Kodim Jakarta Timur satu kali seminggu selama kurang lebih satu tahun.
Penjara tak membuatnya berhenti sejengkal pun dari menulis. Dari tangannya
yang dingin telah lahir lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 42
bahasa asing. Karena kiprahnya di sastra dan kebudayaan, Pramoedya nanta Toer
dianugerahi pelbagai penghargaan internasional. Pramoedya telah menghasilkan
belasan buku, baik kumpulan cerpen maupun novel. Pengalaman dipenjara dan
pengalaman terampasnya hak dan kebebasan menjadikan karya-karyanya banyak
memperjuangkan tentang nasib perjuangan rakyat kecil, seperti juga dalam novel
adi8 Pantai.
Dalam novelnya ini, Pramoedya mengusung perlawanan terhadap Ieodalisme
Jawa. Hal ini dinyatakan dalam bentuk kehidupan si Gadis Pantai yang berasal dari
kelas remdah dan kemudian dinikahi oleh pembesar. Penyadaran-penyadaran akan
nasib kaum teralienasi itu disampaikan Pramoedya dalam bentuk narasi-narasi yang
menceritakan ketertekanan gadis pantai menjalani hidupnya di bawah bayang-bayang
suaminya yang berasal dari kelas lebih tinggi dari dirinya. Pramoedya seolah
menegaskan bahwa Ieodalisme Jawa selayaknya dihapuskan karena menciptakan
kesenjangan sosial dan memperburuk kehidupan masyarakat. Dalam sebuah dialog
dinyatakan, 'Ya, orang kebanyakan 8eperti 8ahaya inilah, bekerfa berat tapi makan
pun hampir tidak.`
Novel ini di samping mencerminkan kenyatan sosial pada masa itu di Jawa
juga menyuarakan perlawanan terhadap kelas tinggi dalam masyarakat Jawadalam
novel ini diwakili oleh tokoh Bendoro.

SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 18

DAFTAR PUSTAKA

tmazaki. 1990. lmu Sa8tra, Teori, dan Terapan. Padang: ngkasa Raya.
Damono, Sapardi Djoko. 1978. So8iologi Sa8tra Sebuah Pengantar Ringka8. Jakarta:
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
. 2002. Pedoman Penelitian So8iologi Sa8tra. Jakarta:Pusat
Bahasa
Endraswara, Suwardi. 2004. Metodologi Penelitian Sa8tra. Yogyakarta: Pustaka
Widyatama
Toer, Pramoedya nanta. 2006. adi8 Pantai. Jakarta: Lentera Dipantara.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sa8tra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Semi, tar. Kritik Sa8tra. Bandung: ngkasa
ndriana, Riska. Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial.
www.rischaandriana.blogspot.com/2011/03/kemiskinan-dan-kesenjangan-
sosial.html. Diunduh: 01/10/2011.

Ridwan, Muhtadi. Struktur Sosial Masyarakat Jawa. www.blog.uin-
malang.ac.id/muhtadiridwan/2010/06/16/struktur-sosial-masyarakat-jawa/.
Diunduh: 01/10/2011.

Wikipedia. Gerak Sosial. www.id.m.wikipedia.org/wiki/Geraksosial. Diunduh:
01/10/2011.

Wikipedia. StratiIikasi Sosial. www.id.m.wikipedia.org/wiki/StratiIikasisosial.
Diunduh: 01/10/2011.

Wikipedia. Suku Jawa. www.id.m.wikipedia.org/wiki/Sukujawa. Diunduh:
01/10/2011.
SLraLlflkasl Soslal dalam novel Cadls anLal karya ramoedya AnanLa 1oer | 19


Bentuk-bentuk StratiIikasi Sosial. www.id.shvoong.com/bentuk-bentuk-stratiIikasi-
sosial.html. Diunduh: 01/10/2011.
Pengaruh DiIerensiasi dan StratiIikasi Sosial. www.id.shvoong.com/social-
sciences/sociology/2141136-pengaruh-diIerendiasi-dan-stratiIikasi-sosial/.
Diunduh: 01/10/2011.

Anda mungkin juga menyukai