Puisi yang berjudul “Diponegoro” karya Chairil Anwar ini diambil dari buku kumpulan puisi
Aku Ini Binatang Jalang. Puisi ini merupakan puisi yang terkenal sejak pertama kali keluar
sekitar bulan Februari 1943 sampai sekarang. Chairil Anwar sebagai pengarang ingin
menumbuhkan jiwa kepahlawanan, sehingga beliau memilih Diponegoro sebagai judul puisinya.
Semangat Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah pada saat itu ingin dihidupkan kembali
oleh Chairil Anwar. Penelitian ini mengkaji puisi Diponegoro menggunakan analisis makna
konotasi, yaitu tambahan makna lain terhadap makna dasarnya, makna konotasi mengacu kepada
aspek makna yang bersifat personal (orang per orang), menampilkan asosiasi emosional sebuah
kata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat makna konotasi dalam puisi Diponegoro
karya Chairil Anwar. Dalam penelitian ini penulis juga menganalisis kelas kata berupa kata
benda, kata kerja, kata sifat, konjungsi, jumlah bait, jumlah baris, dan jumlah kata, serta rima
akhir.
Kata Kunci: Puisi Diponegoro, Makna Konotasi.
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Puisi merupakan jenis karangan yang penyajiannya sangat mengutamakan aspek
keindahan. Keindahan yang terdapat dalam puisi terpancar dalam susunan bunyi dan pilihan
katanya. Dalam puisi dikenal dengan adanya rima, irama dan nada. Istilah-istilah tersebut
berkaitan dengan efek keindahan bunyi dalam sebuah puisi. Kecuali dalam kesamaan bunyi,
keindahan puisi terdapat pula pada pilihan dan rangkaian kata yang digunakan. Kata dan
rangkaian kata yang bergaya merupakan unsur penting lain dalam menciptakan efek estetis.
Majas menjadikan larik dan bait-bait dalam puisi hidup, bergerak, dan merangsang pembaca
untuk memberikan reaksi tertentu dan merenungkan atas apa yang diungkapkan penyair. Puisi
adalah karya sastra yang khas penggunaan bahasanya dan memuat pengalaman yang disusun
secara khas pula. Pengalaman batin yang terkandung dalam puisi disusun dari peristiwa yang
telah diberi makna dan ditafsirkan secara estetik. Puisi merupakan rekaman dan interpretasi
pengalaman manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling berkesan (Pradopo, 2012).
Kebanyakan didalam puisi terdapat makna konotasi.
Makna konotasi adalah nilai emotif yang menyangkut nuansa halus dan kasar pada suatu
bentuk kebahasaan (Wijana, 2008:15). Makna konotatif adalah tambahan makna lain terhadap
makna dasarnya (Aminuddin, 2011:56). Penambahan itu pun sebenarnya bukan hanya khas
terjadi dalam kreasi sastra. Sesuai dengan keberagaman nilai, motivasi, sikap, pandangan
maupun minat setiap individu, fakta yang tergambarkan dalam kata akhirnya memperoleh
julukan individual sendiri-sendiri.
Pada kesempatan ini penulis akan menganalisis makna konotasi dari salah satu karya Chairil
Anwar, yaitu puisi yang berjudul “Diponegoro” puisi ini muncul sekitar bulan Februari 1943
yang ingin membuat banyak orang supaya memiliki jiwa kepahlawanan untuk semangat
berjuang meraih kemerdekaan karena pada kenyataannya tahun tersebut Indonesia belum
merdeka. Keberanian Pangeran Diponegoro dalam melawan pemerintahan Belanda di Indonesia
dilukiskan oleh Chairil Anwar melalui beberapa baris dalam bait puisinya. Adapun tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui dan mengidentifikasi makna konotasi yang terkandung dalam
puisi “Diponegoro” karya Chairil Anwar ini.
1.2 Analisis
Judul
Diponegoro
Diponegoro merupakan seorang pangeran yang lahir pada 11 November 1785. Ia putra tertua
dari Sultan Hamengkubuwono III (1811–1814). Ibunya Raden Ayu Mangkarawati merupakan
keturunan Kyai Agung Prampelan yaitu ulama yang sangat disegani di masa panembahan
senapati mendirikan kerajaan Mataram. Pangeran Diponegoro adalah seorang pemberani
khususnya dalam melawan pemerintahan Belanda yang ada di Indonesia saat itu, sikap
Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan dukungan rakyat.
Pada saat perang Diponegoro kerugian dari pihak Belanda tidak kurang dari 15.000 tentara dan
20 juta gulden.
Berbagai cara terus diupayakan Belanda untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Bahkan
sayembara pun dipergunakan, hadiah sebesar 50.000 Gulden diberikan kepada siapa saja yang
bisa menangkap Diponegoro. Pada tanggal 16 Februari 1830 Pangeran Diponegoro dan Kolonel
Cleerens bertemu di Remo Kamal, Bagelen (sekarang masuk wilayah Purworejo). Cleerens
mengusulkan agar Kanjeng Pangeran dan pengikutnya berdiam dulu di Menoreh sambil
menunggu kedatangan Letnan Gubernur Jenderal Markus de Kock dari Batavia. Pada 28 Maret
1830 Diponegoro menemui Jenderal de Kock di Magelang. De Kock memaksa mengadakan
perundingan dan mendesak Diponegoro agar menghentikan perang. Permintaan itu ditolak
Diponegoro, tetapi Belanda telah menyiapkan penyergapan dengan teliti. Hari itu juga
Diponegoro ditangkap dan diasingkan ke Ungaran, kemudian dibawa ke Gedung Karesidenan
Semarang, dan langsung ke Batavia menggunakan kapal Pollux.
Chairil Anwar ingin menumbuhkan semangat untuk meraih kemerdekaan dalam puisi ini
apalagi puisi Diponegoro ini lahir sekitar bulan Februari tahun 1943 saat Indonesia belum
merdeka. Chairil Anwar sebagai penulis puisi ini ingin menghidupkan kembali semangat
perjuangan Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah pada saat itu.
Bait 1
(1) Di masa pembangunan ini
(2) Tuan hidup kembali
Pada kata pembangunan di baris kesatu bukan berarti pembangunan secara fisik seperti
membangun gedung atau tempat lain. Tetapi, kata pembangunan dalam puisi ini mempunyai
makna untuk membangun semangat meraih kemerdekaan. Karena saat puisi ini muncul yaitu
pada tahun 1943 yang berarti Indonesia masih belum merdeka. Semangat serta keberanian
Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah saat itu ingin di ungkapkan oleh Chairil Anwar
melalui puisi tersebut supaya bisa memberi semangat kepada masyarakat Indonesia untuk segera
berjuang dalam merebut kemerdekaan dari penjajah. Pada kata hidup mempunyai arti masih
terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya. Bukan berarti Pangeran Diponegoro
setelah beliau meninggal kemudian harus hidup kembali jasadnya, tetapi kata hidup disini bisa
diartikan semangat Pangeran Diponegoro dalam melawan belanda sebelum beliau meninggal
diharapkan bisa muncul atau hidup kembali kepada masyarakat Indonesia saat itu.
Bait 2
(3) Dan bara kagum menjadi api
Kata api pada bait kedua baris ketiga bukan mempunyai arti api pada umumnya yang berupa
cahaya dari sesuatu yang terbakar. Tetapi kata api pada puisi ini mempunyai makna kekaguman
Chairil Anwar kepada Diponegoro. Hal itu semakin diterlihat ketika pada sebelumnya ada kata
bara kagum, bara masih ada kaitannya dengan api, bara merupakan arang yang masih panas
terbakar sebelum menjadi api. Begitupun kekaguman Chairil Anwar kepada Diponegoro yang
tidak hanya sekadar menjadi bara saja tetapi sudah menjadi api.
Bait 3
(4) Di depan sekali tuan menanti
(5) Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
(6) Pedang di kanan, keris di kiri
(7) Berselempang semangat yang tak bisa mati
Di depan sekali tuan menanti mempunyai makna masyarakat Indonesia sudah tidak sabar
untuk menunggu perjuangan supaya Indonesia berhasil menyingkirkan para penjajah demi
meraih kemerdekaan, apalagi kata menanti yang bisa dikatakan memang mempunyai arti
menunggu. Kata pedang pada bait ketiga baris keenam bukan mempunyai arti parang panjang
atau parang yang tajam, tetapi kata pedang pada puisi ini mempunyai arti bantuan kekuatan dari
militer yang sudah terlatih karenan pedang sendiri dibeberapa kebudayaan memiliki prestise
lebih atau paling tinggi dibandingkan senjata tajam lainnya, begitu juga militer. Sedangkan kata
keris berarti senjata tajam bersarung, berujung tajam, dan bermata dua (bilahnya ada yang lurus,
ada yang berkeluk- keluk). Dalam puisi ini kata keris mempunyai makna bantuan kekuatan doa
karena keris dipercaya identik dengan kekuatan mistis. Keris dipercaya oleh masyarakat jawa
bukan hanya untuk melindungi diri dari lawan secara fisik, tetapi keris dipercaya mempunyai
kekuatan mistis sehingga orang yang mempunyai keris harus di rawat dengan baik seperti di
doakan serta dimandikan pada saat tertentu. Kata Berselempang semangat bukan berarti
semangat disandangkan ke bahu menyerong dari dada kearah pinggang kanan atau kiri apalagi
semangat tidak ada bentuk nyatanya. Makna dari kata Berselempang sendiri merupakan sesuatu
yang disandangkan di anggota badan. Kata Berselempang dalam puisi ini mempunyai makna
bertabur semangat yang sangat besar didalam tubuh yang tidak akan bisa mati.
Bait 4
(8) MAJU
Kata MAJU dalam puisi ini ditulis dengan huruf kapital semua. merupakan kata seruan agar
segera memanfaatkan semangat kemerdekaan yang sudah mulai terbangun untuk melawan
penjajah.
Bait 5
(9) Ini barisan tak bergenderang-berpalu
(10) Kepercayaan tanda menyerbu.
Pada kata Ini barisan tak bergenderang-berpalu baris kesembilan tidak mempunyai makna
pasukan yang membawa gendang besar atau membawa sejenis alat yang biasanya digunakan
untuk memukul paku saat akan berperang, tetapi tidak membawa senjata apa-apa selain
mengandalkan semangat meraih kemerdekaan dan saling mempercayai satu sama lain untuk
bersama melawan penjajah. Meskipun tanpa berbekal senjata yang lengkap mereka masih punya
tekad semangat serta saling percaya yang kuat untuk melawan penjajah supaya segera meraih
kemerdekaan.
Bait 6
(11) Sekali berarti
(12) Sudah itu mati.
Kata berarti pada baris kesebelas mempunyai makna mengandung maksud, perbuatan baik
tetapi dalam puisi ini mempunyai makna pengorbanan. Mereka ingin sebelum meninggal
mempunyai jasa dengan ikut serta melawan penjajah. Mereka tidak peduli meskipun setelah itu
mereka mati. semangat yang sudah terbangun membuat mereka tidak takut dengan resiko
terburuk yang akan mereka hadapi, karena yang paling penting adalah Indonesia segera meraih
kemerdekaan biarpun mereka tidak ikut menikmati bagaimana rasanya merdeka tetapi mereka
ikut berjuang serta berkorban untuk meraih kemerdekaan tersebut.
Bait 7
(13) MAJU
Kata MAJU baris ketiga belas hampir sama dengan baik keempat, pada bait ketujuh ini juga
merupakan kata seruan untuk semakin menekankan agar masyarakat Indonesia segera maju dan
melawan para penjajah untuk segera meraih kemerdekaan.
Bait 8
(14) Bagimu negeri
(15) Menyediakan api.
Kata api pada baris kelima belas ini berbeda dengan kata api pada baris ketiga bait kedua
yang mempunyai makna kekaguman penulis kepada sosok Pangeran Diponegoro. Tetapi, kata
api pada baris kelima belas ini mempunyai makna semangat serta berharap dukungan penuh dari
semua pihak supaya Indonesia segera merdeka. Mereka tidak ingin meminta apa-apa kepada
negeri selain dukungan penuh sebagai penambah semangat. Mereka ingin segera berjuang untuk
secepatnya meraih kemerdekaan dengan semangat mereka yang sudah terbangun.
Bait 9
(16) Punah di atas menghamba
(17) Binasa di atas ditinda
Kata punah pada baris keenam belas mempunyai arti habis semua hingga tidak ada sisanya,
benar-benar binasa musnah, tetapi dalam puisi ini mempunyai makna berhenti untuk mengabdi
kepada para penjajah. Saatnya bangsa Indonesia untuk merdeka daripada negara ini rusak karena
penjajah. Bangsa Indonesia ingin segera merasakan kemerdekaan. Segala bentuk penindasan
khususnya yang dilakukan oleh penjajah harus segera di hilangkan dari negeri ini.
Bait 10
(18) Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
(19) Jika hidup harus merasai
Pada bait kesepuluh ini mempunyai makna mereka tidak peduli jika kemerdekaan bangsa
Indonesia baru bisa diraih ketika mereka sudah meninggal atau ajal menjemput. Itu terlihat pada
kata dalam ajal baru tercapai, maksud dari kata tercapai bukan tercapai pada kematian tetapi
kepada kemerdekaan bangsa Indonesia. Meskipun seandainya mereka tidak bisa merasakan
bagaimana kemerdekaan itu tetapi yang terpenting mereka sudah ikut berjuang dengan
semangatnya melawan para penjajah. Mereka sudah pernah merasakan tidak enaknya saat dijajah
jadi mereka berharap jangan sampai anak cucu mereka merasakan apa yang sudah mereka alami
selama masa penjajahan.
Bait 11
(20) Maju.
(21) Serbu.
(22) Serang.
(23) Terjang.
Pada bait kesebelas memang setiap kata bunyi berbeda, kata Maju pada baris keduapuluh
sebenarnya mempunyai makna berjalan ke muka atau kedepan. Kata Serbu pada baris
keduapuluh satu mempunyai makna mendatangi dengan maksud melawan. Kata Serang pada
baris keduapuluh dua juga mempunyai makna mendatangi untuk melawan. Kata Terjang pada
baris keduapuluh tiga juga mempunyai makna yang sebenarnya hampir sama dengan serang.
Pada bait kesebelas ini mempunyai makna bersama yaitu untuk melawan penjajah.
2. Temuan
2.1 Makna Konotasi
Bait Lirik Puisi Makna Leksikal Makna Konotasi
Bait 1 Pembangunan Perbuatan Membangun
membangun semangat
secara fisik kemerdekaan
Hidup Masih terus ada, Semangat
bergerak, dan Pangeran
bekerja Diponegoro
sebagaimana
mestinya
Bait 2 Api Panas dan cahaya Kekaguman
yang berasal dari
sesuatu yg
terbakar, nyala
Bait 3 Pedang Parang panjang Bantuan militer
V. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa puisi yang berjudul
“Diponegoro” karya Chairil Anwar ini termasuk puisi yang cukup dikenal dan digemari oleh
masyarakat semenjak puisi ini muncul pada tahun 1943 sampai sekarang. Chairil Anwar sebagai
pengarang ingin menumbuhkan jiwa kepahlawanan, sehingga beliau memilih Diponegoro
sebagai judul puisinya. Semangat Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajah pada saat itu
ingin dihidupkan kembali oleh Chairil Anwar.
Dalam puisi “Diponegoro” terdapat Dua belas makna konotasi yaitu pada kata pembangunan
yang mempunyai makna membangun semangat kemerdekaan. Hidup kembali mempunyai makna
semangat Pangeran Diponegoro, api mempunyai makna kekaguman, pedang mempunyai makna
bantuan militer, keris mempunyai makna bantuan doa, berselempang mempunyai makna
bertabur semangat, tak bergenderang-berpalu mempunyai makna tanpa senjata, berarti
mempunyai makna pengorbanan, api mempunyai makna semangat, punah mempunyai makna
berhenti, tercapai mempunyai makna kemerdekaan Indonesia, dan maju/serbu/serang/terjang
mempunyai makna melawan penjajah.
Jumlah baris dalam lirik puisi “Diponegoro” ini terdapat Dua puluh tiga baris yang terbagi
dalam sebelas bait. Kata dalam puisi ini berjumlah Tujuh puluh empat kata. Kata benda yang
terdapat dalam puisi ini berjumlah Lima belas, terdapat Dua puluh kata kerja. Kata sifat
berjumlah delapan, sedangkan untuk konjungsi hanya terdapat Tiga konjungsi. Rima akhir dalam
puisi ini dalam setiap baitnya menggunakan rima yang sama.