DISUSUN OLEH :
KELOMPOK V
1. JENIAR A. V. BERIKAN 210811010104 (KETUA)
2. ARIO ABIMAYU TESS 210811010106 (WAKIL KETUA)
3. GRACIA MARTURIA MUSU 210811010002
4. VANESA LALAMENTIK 210811010088
5. SILVIA MANAHAMPI 210811010084
6. OKTAVIA THEREISIA WALELANG 210811010018
7. APRILICHA MONTOLALU 210811010112
8. ANDI FAUZIAH F. PUTRI 210811010046
9. INTAN SEVANYA PALAR 210811010162
10. JONATHAN TOAR MUAJA 210811010144
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah kami yang
berjudul “SISTEM SOSIAL MENURUT PENDEKATAN STRUKTURAL
FUNGSIONALISME” ini bisa selesai pada waktunya.
Kami ucapkan terimakasih kepada para dosen Mata Kuliah Sistem Sosial Indonesia
yaitu Mner Drs. Welson Yappi Rompas M.Si dan Mner Drs. Joorie Marhaen Ruru M.Si kami
berTerima kasih juga kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-
idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam sistem sosial terdapat pendekatan-pendekatan (approach) yang harus dipahami.
Pendekatan-pendekatan (approach) tersebut antara lain; pendekatan fungsional struktural
(fungsionalisme struktural). lntegration approach, order approach yang dipelopori oleh
Tallcot Parsons yaitu masyarakat sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi
ke dalam suatu bentuk equilibrium (adanya general agreements).
Fungsionalisme adalah sebuah pemikiran yang tidak menolak substansi imaterial, tetapi
menyatakan bahwa pada akhirnya semua substansi bersifat material. Fungsionalisme
melihat masyarakat sebagai sebuah sistem dari beberapa bagian yang saling berhubungan
satu dengan lainnya. Satu bagian tidak bisa dipahami terpisah dari keseluruhan. Dengan
demikian, dalam perspektif fungsionalisme ada beberapa persyaratan atau kebutuhan
fungsional yang harus dipenuhi agar sebuah sistem sosial bisa bertahan. Dengan kata lain
menganggap bahwa masyarakat pada dasarnya terintegrasi diatas dasar kata sepakat para
anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. Suatu general agreements yang
memiliki daya mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan diantara para
anggota masyarakat.
1
tersebut tergambar di dalam usaha untuk menerangkan hubungan antara konsep struktur dan
fungsi, yang sudah muncul di dalam pemikiran Herbert Spencer, Emile Durkheim, dan yang
kemudian mencapai bentuk yang lebih jelas di dalam pemikiran para ahli antropologi Inggris
seperti Bronislaw Malinowski dan Itcdcl i Mc-Brown. Pendekatan tersebut pada akhimya
mencapai tingkat perkembangannya yang sangat berpengaruh di dalam sosiologi Amerika,
khususnya di dalam pemikiran Talcott Parsorrs clan para pengikutnya.
B. Rumusan masalah
1. Apakah pengertian dari sistem sosial menurut pendekatan fungsionalisme
2. Bagaimana perkembangan dari sistem sosial menurut pendekatan fungsionalisme
C. Tujuan pembahasan
1. Untuk memahami pengertian dari sistem sosial menurut pendekatan fungsionalisme
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam sosiologi, sistem sosial adalah jaringan terpola dari hubungan yang
membentuk keseluruhan yang koheren, yang ada antara individu, kelompok, dan
institusi.Ini adalah struktur formal dari peran dan status yang dapat terbentuk dalam
kelompok kecil yang stabil Seorang individu dapat menjadi bagian dari banyak sistem
sosial secara bersamaan;contoh sistem sosial meliputi unit keluarga inti, komunitas, kota,
negara, kampus perguruan tinggi, korporasi, dan industri. Organisasi dan definisi
kelompok dalam sistem sosial bergantung pada berbagai karakteristik bersama seperti
lokasi, status sosial ekonomi, ras, agama, fungsi sosial, atau fitur lain yang berbeda.
Konsep sistem sosial secara sederhana dijelaskan sebagai interaksi antara peranan-
peranan sosial yang membentuk kesatuan dalam suatu kelompok sosial yang mempunyai
nilai sosial dan norma sosial serta cita-cita bersama. Sistem sosial sebagai konsep
sosiologi, mulai dikemukakan oleh para sosiolog pada abad ke-19 M mereka melakukan
penentuan bagian-bagian utama dari sistem sosial dan kaitannya satu sama lain.
Manusia adalah makhluk sosial atau individu yang membutuhkan individu lain untuk
hidup. Individu-individu tersebut akan saling berinteraksi dan mempunyai tujuan yang
sama. Dengan demikan, maka tercipta kelompok sosial atau yang biasa disebut dengan
masyarakat. Masyarakat desa Ngilo-ilo terdiri dari beberapa individu yang berbeda-beda.
Terdapat sebagian kecil dari masyarakat yang yang mengalami keterbatasan fisik atau
mental (difabel). Jadi masyarakat desa Ngilo-ilo terdiri dari masyarakat yang normal dan
masyarakat yang mengalami difabel.
Di dalam kehidupan masyarakat juga terdapat struktur sosial. Struktur sosial ada dua
macam, yaitu: struktur sosial vertikal (kelompok miskin dan kaya), dan struktur sosial
horizontal (kelompok laki-laki dan perempuan). Struktur dari masyarakat desa Ngilo-ilo
3
sering dilihat dari struktur vertikal. Karena dari sana tergambar dengan jelas bagaimana
perbedaan tingkatan antara kelompok masyarakat normal dan kelompok masyarakat
difabel.
Struktur sosial berfungsi untuk melihat status atau kedudukan seseorang. Dan dengan
status maka dapat ditentukan peranan seorang. Struktur juga berguna untuk melukiskan
keteraturan sosial atau keteraturan elemen-elemen dalam kehidupan masyarakat (sistem
sosial). Jadi struktur bersifat fungsionalis dalam kehidupan masyarakat.
Selain itu, dalam kehidupan masyarakat terdapat peranan. Peranan sangat erat
hubungannya dengan status. Peranan dilakukan sebesar hak dan kewajiban yang diatur
dalam status. Dalam melaksanakan hak dan kewajiban harus berdasarkan norma-norma
yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat terdapat seperangkat
hubungan timbal balik antara peranan-peranan, sehubungan dengan status sosial
Status, peranan, norma merupakan bagian atau unsur-unsur dari sistem sosial. Dan
semua itu terdapat dalam kehidupan bermasyarakat. Maka dapat dikatakan bahwa
kehidupan masyarakat adalah sistem sosial. Sistem sosial adalah integrasi dari berbagai
subsistem-subsistem yang berhubungan.
4
keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-lemen konstituennya; terutama norma, adat,
tradisi dan institusi.
Fungsi juga menunjuk pada proses yang sedang atau yang akan berlangsung, yaitu
menunjukkan pada benda tertentu yang merupakan elemen atau bagian dari proses
tersebut, sehingga terdapat perkataan ”masih berfungsi” atau ”tidak berfungsi.” Fungsi
tergantung pada predikatnya, misalnya pada fungsi mobil, fungsi rumah, fungsi organ
tubuh, dan lain-lain. Secara kuantitatif, fungsi dapat menghasilkan sejumlah tertentu,
sesuai dengan target, proyeksi, atau program yang telah ditentukan.
Asumsi dasar yang digunakan dalam teori struktural fungsional dapat kita fahami dari
apa yang dijelaskan Ralp Dahrendof, sebagaimana dipaparkan Prof Damsar, sebagai
berikut :
1. Setiap masyarakat terdiri dari berbagai elemen yang terstruktur secara relative
mantap dan stabil. Kegiatan setiap individu yang dilakukan secara setiap hari,
5
melakukan fungsi masing-masing dan saling berinteraksi diantara mereka, selalu
dilakukan setiap hari, relatif sama dan hampir tidak berubah.
2. Elemen-elemen terstruktur tersebut terintegrasi dengan baik. Elemen- elemen
yang memebentuk struktur memiliki kaitan dan jalinan yang bersifat saling
mendukung dan saling ketergantungan antara satu dengan yang lainnya.
3. Setiap elemen dalam struktur memiliki fungsi, yaitu memberikan sumbangan pada
bertahannya struktur itu sebagai suatu sistem. Semua elemen masyarakat yang ada
memiliki fungsi. Fungsi tersebut memberikan sumbangan bagi bertahannya suatu
struktur sebagai suatu sistem.
4. Setiap struktur yang fungsional dilandaskan pada suatu konsensus nilai diantara
para anggotanya. Konsensus nilai tersebut berasal baik dari kesepakatan yang
telah ada dalam suatu masyarakat seperti adat kebiasaan, tata perilaku, dan
sebagainya maupaun kesepakatan yang dibuat baru.
Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar
pengaruhnya dalam ilmu sosial pada abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali
mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Émile Durkheim dan Herbet Spencer.
Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu
menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang
saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar
organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya
pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial.
Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim, di
mana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer.
Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi
oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat
dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan
requisite functionalism, di mana ini menjadi panduan bagi analisis substantif Spencer
dan penggerak analisis fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim
tertanam kuat terminology organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa
masyarakat adalah sebuah kesatuan di mana di dalamnya terdapat bagian – bagian yang
dibedakan. Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing – masing yang
6
membuat sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama
lain dan fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak
keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori
Parsons dan Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-
Malinowski dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif
fungsional modern.
Teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh pemikiran Max Weber. Secara
umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai pengaruh kuat adalah
• Visi substantif mengenai tindakan sosial dan
• Strateginya dalam menganalisis struktur sosial.
Tetapi David Lockwood menegasan bahwa setiap situasi sosial mengandung dua hal,
yakni: tata tertib sosial yang bersifat normatif dan substratum yang melahirkan konflik-
konflik. Tumbuhnya tata tertib sosial justru mencerminkan adanya konflik yang bersifat
potensial di dalam masyarakat. Menurut pendekatan fungsional structural, disfungsi,
ketegangan-ketegangan, dan penyimpangan-penyimpangan sosial merupakan penyebab
terjadinya perubahan-perubahan kemasyarakatan dalam bentuk diferensiasi sosial yang
semakin kompleks, adalah akibat dari pengaruh faktor-faktor yang datang dari luar.
Tetapi hal tersebut mengabaikan kenyatan-kenyatan sebagai berikut:
7
1. Setiap struktur sosial, di dalam dirinya sendiri, mengandung konflik-konflik dan
kontradiksi-kontradiksi yang bersifat internal, yang pada gilirannya justru menjadi
sumber bagi terjadinya perubahan-perubahan sosial.
2. Reaksi dari suatu sistem sosial terhadap perubahan-perubahan yang datang dari
luar (extra-systemic change) tidak selalu bersifat adjustive.
3. Suatu sistem sosial, di dalam waktu yang panjang dapat juga mengalami konflik-
konflik sosial yang bersifat visious circle.
4. Perubahan-perubahan sosial tidak selalu terjadi secara gradual melaului
penyesuaian-penyesuaian yang lunak, akan tetapi dapat juga terjadi secara
revolusioner.
Dalam ilmu sosiologi terdapat teori struktural fungsional yang dianut oleh beberapa
ilmuwan sosiologi, seperti: Emile Durkheim, Rober K. Merton, Talcott Parsons, Ralp
Dahrendorf, dan lain sebagainya. Teori struktural fungsional termasuk paradigma fakta
sosial. Emile Durkheim merupakan pencetus paradigma fakta sosial. Lewis Coser
menjelaskan bahwa yang dimaksud Durkheim mengenai fakta sosial sebagai berikut:
“Fakta sosial adalah suatu ciri atau sifat sosial yang kuat yang tidak harus dijelaskan
pada level biologi dan psikologi, tetapi sebagai sesuatu yang berada secara khusus di
dalam diri manusia”.
Sedangkan George Ritzer menjelaskan gagasan Durkheim tentang fakta sosial sebagai
berikut :
Fakta sosial dalam teori Durkheim itu bersifat memaksa karena mengandung struktur-
struktur yang berskala luas misalnya hukum yang melembaga. Fakta sosial
dianggapnya sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide yang menjadi
objek penyelidikan serta ilmu pengetahuan dan tidak dapat dipahami melalui kegiatan
mental murni (spekulatif).
8
Fakta sosial ini terdiri dari atas dua jenis, yaitu:
1. Material, sesuatu yang dapat ditangkap menggunkan panca indra. Contohnya
arsitektur atau norma hukum.
2. Non material, sesuatu yang dianggap nyata atau kejadian yang terdapat dalam diri
manusia dan hanya muncul dalam kesadaran manusia. Contoh: Opini, egoisme,
dan alturisme,
9
E. Menurut Ahli
1. Adaptasi (Adaptation).
Yakni supaya masyarakat dapat bertahan mereka harus mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan mengubah lingkungan agar dapat sesuai dengan lingkungan dan
mengubah lingkungan agar dapatsesuai dengan masyarakat. Adaptasi menunjuk pada
keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi lingkungannya.
2. Tujuan (Goal).
Yakni sebuah sistem harus mampu menentukan tujuan dan berusaha untuk mencapai
tujuan yang telah dirumuskan. Tujuan yang diutamakan disini bukanlah tujuan pribadi
individu, melainkan tujuan bersama para anggota dalam sistem sosial.
10
Sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan-tujuan utamanya. Artinya, system
diharuskan untuk mengerucutkan pemikiran individu agar dapat membentuk kepribadian
individu dalam mencapai tujuan dari sistem itu sendiri. Kembali pada cita-cita sebuah
keluarga dari desa yang pindah ke kota, mereka tentu memiliki tujuan dan maksud
tertentu mengapa mereka pindah kekota. Setelah sampai di kota dan beradaptasi serta
belajar dengan sistem kehidupan sosial di kota keluarga tersebut dengan cita-citanya dari
desa mencoba menemukan cara untuk mewujudkan cita-cita dan harapan mereka, setelah
melihat fakta yang ada pada masyarakat kota.
Tentu saat di desa mereka tak pernah membayangkan bagaimana harus mewujudkan
cita-cita mereka di kota. Maka penting untuk memiliki sebuah tujuan di dalam
masyarakat atau keluarga sebagai motivasi untuk selalu maju mengapai tujuan. Karena
jika tidak memiliki sebuah tujuan dan cita-cita maka sistem didalam masyarakat atau
keluarga akan mandek dan pasti mengalami stagnanisasi.
3. Integrasi (Integration).
Yakni masyarakat harus mengatur hubungan diantara komponen-komponennya agar
dapat berfungsi secara maksimal. Sosialisasi mempunyai kekutan integratif yang sangat
tinggi dalam mempertahankan kontrol sosial dan keutuhan keluarga. Integrasi menunjuk
pada persyaratan untuk suatu tingkat solidaritas minimal sehingga para anggotanya akan
bersedia untuk bekerja sama dan menghindari konflik yang merusakkan.
Hubungan antara adaptasi dan tujuan harus menjadi prioritas sebuah masyarakat
atau keluarga sebagai bagian penyusun masyarakat itu sendiri. Hubungan-hubungan itu
dapat dijelaskan dari tingkah laku/tindakan para anggota masyarakat. Contoh dari sistem
tindakan Parsons adalah Pancasilayang ada di negara Indonesia akan mendorong
segenap warga untuk melaksanakan semua yang ada di dalamnya, antara lain
menghargai keberagaman agama yang ada di Indonesia, menjunjung hak-hak asasi
manusia dengan keadilan, menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan bangsa, masyarakat
akan mengadakan musyarwarah apabila ada sesuatu yang harus disetujui agar mencapai
mufakat, dan selalu menghargai semua yang ada dalam kehidupan sosial bangsa
Indonesia agar tercipta masyarakat yang adil dan makmur. Menjaga kepentingan
masyarakat lainya adalah sebuah keniscayaan yang harus dilakukan oleh anggota
masyarakat agar tidak terjadi konflik di dalamnya.
11
4. Latensy.
Pada akhirnya di dalam masyarakat itu harus ada Latensi atau pemeliharaan pola-
pola yang sudah ada (pattern maintance). Setiap masyarakat harus mempertahankan,
memperbaiki, baik motivasi individu maupun pola budaya yang menciptakan dan
mempertahankan motivasinya. Latensi menunjuk pada kebutuhan mempertahankan
nilai-nilai dasar serta norma-norma yang dianut bersama oleh para anggota dalam
masyarakat.
Dalam biologi yang diadaptasi oleh Parsons, sistem organisasi dalam sistem
tindakan berhubungan dengan fungsi adaptasi, yaitu fungsi penyesuaian diri dengan
lingkungan dan mengubah lingkungan agar dapat sesuai dengan kebutuhan individu.
Kepribadian sebagai subsistem dalam sistem tindakan melaksanakan fungsi pencapaian
tujuan dengan merumuskan tujuan dan menggerakkan segala sumber daya untuk
mencapai tujuannya.
Sistem sosial yang merupakan subsistem tindakan berhubungan dengan fungsi
integrasi dengan mengontrol komponen-komponen pembentuk masyarakat tersebut.
Sedangkan sistem budaya sebagai subsistem tindakan mempunyai kaitan dengan fungsi
pemeliharaan pola-pola atau struktur yang ada dengan menyiapkan norma dan nilai-nilai
yang memotivasi individu dalam melakukan suatu tindakan.
Kehidupan sosial sebagai suatu sistem sosial memerlukan terjadinya ketergantungan
yang berimbas pada kestabilan sosial. Sistem yang timpang, sebut saja karena tidak
adanya kesadaran bahwa mereka merupakan sebuah kesatuan, menjadikan sistem
tersebut tidak teratur. Suatu sistem sosial akan selalu terjadi keseimbangan apabila ia
menjaga Safety Valve atau katup pengaman yang terkandung dalam paradigma AGIL.
Di samping itu, Parsons menilai, keberlanjutan sebuah sistem bergantung pada
persyaratan:
1. Sistem harus terstruktur agar bisa menjaga keberlangsungan hidupnya dan juga
harus mampu harmonis dengan sistem lain.
2. Sistem harus mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem lain.
3. Sistem harus mampu mengakomodasi para aktornya secara proporsional.
4. Sistem harus mampu melahirkan partisipasi yang memadai dari para aktornya.
5. Sistem harus mampu untuk mengendalikan perilaku yang berpotensi
mengganggu. Bila terjadi konflik menimbulkan kekacauan harus dapat
dikendalikan.
6. Sistem harus memiliki bahasa Aktor dan Sistem Sosial.
12
Menurutnya persyaratan kunci bagi terpeliharanya integrasi pola nilai dan norma ke
dalam sistem ialah dengan sosialisasi dan internalisasi. Pada proses Sosialisasi yang
sukses, nilai dan norma sistem sosial itu akan diinternalisasikan. Artinya ialah nilai dan
norma sistem sosial ini menjadi bagian kesadaran dari aktor tersebut. Akibatnya ketika si
aktor sedang mengejar kepentingan mereka maka secara langsung dia juga sedang
mengejar kepentingan sistem sosialnya.
Masyarakat merupakan sebuah sistem. Nilai-nilai dan norma-norma tumbuh di dalam
masyarakat tersebut. Jika suatu masyarakat telah dapat menjalankan fungsinya dengan
baik, maka secara fungsional masyarakat tersebut telah mampu menjaga nilai dan norma
agar kehidupan masyarakat tersebut dapat berjalan selaras dan harmonis. Konflik yang
terjadi dalam suatu sistem masyarakat struktur fungsional yang teratur akan mampu
teratasi dengan sendirinya, karena sistem selalu akan membawa pada keteraturan. Tetapi
pada masyarakat yang secara struktural fungsional tidak mampu menjalankan perananya
maka akan terjadi gesekan, konflik yang akan berujung pada krisis karakter dalam
masyarakat.
Anomie bukan merupakan konsep psikologi yang dapat dijelaskan lewat teori
psikologi. Konsep ini lebih merupakan masalah struktural dan kultural yang menuntut
penjelasan sosiologis. Anomie cenderung ke arah perilaku menyimpang. Penyimpangan
sering mengambil bentuk alternatif yang tidak dapat diterima dan kadang-kadang
berbentuk cara-cara illegal dalam mencapi kesuksesan ekonomi. Merton memperhatikan
struktur sosial dan budaya, namun tidak tertarik kepada fungsi dari berbagai struktur
tersebut. Alih-alih bersikap konsisten dengan paradigma fungsional miliknya, Merton
malah tertarik dengan disfungsi yaitu anomie. Lebih spesifik, Merton menghubungkan
anomie dengan penyimpangan yang berarti penolakan terhadap adanya konsekuensi
disfungsional dalam kesenjangan antara kebudayaan dan struktur yang mengarah pada
penyimpangan dalam masyarakat.
14
Merton juga berpendapat tentang tujuan masyarakat adalah:
Dan untuk perhatian struktural fungsional menurut Robert K. Merton harus lebih
banyak ditujukan kepad fungsi-fungsi dibandingkan dengan motif-motif. Fungsi adalah
akibat-akibat yang dapat diamati yang menuju adaptasi atau penyesuaian dalam suatu
sistem. Oleh karena fungsi itu bersifat netral secara ideologis, maka Merton mengajukan
pula satu konsep yang disebut disfungsi.
15
F. Sejarah Singkat Teori Fungsional Stuktural
16
sosialnya. Ini adalah sebuah keniscayaan, karena sejak kehadirannya, mereka telah
dianugerahi gelar sebagai makhluk sosial.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sistem sosial adalah jaringan terpola dari hubungan yang membentuk keseluruhan
yang koheren, yang ada antara individu, kelompok, dan institusi. Di dalam kehidupan
masyarakat juga terdapat struktur sosial. Struktur sosial ada dua macam, yaitu: struktur
sosial vertikal (kelompok miskin dan kaya), dan struktur sosial horizontal (kelompok
laki-laki dan perempuan). Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas
dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah
struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan
masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-lemen konstituennya;
terutama norma, adat, tradisi dan institusi.
2. Non material, sesuatu yang dianggap nyata atau kejadian yang terdapat dalam diri
manusia dan hanya muncul dalam kesadaran manusia. Contoh: Opini, egoisme, dan
alturism
B. Saran
Kami ucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang sudah berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini dengan judul Sistem Sosial menurut pendekatan fungsialisme
sehingga bisa diselesaikan tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa makalah kami
masih kurang baik atau masih belum sempurna. Oleh karena itu diharapkan agar
makalah ini bisa di buat dan di rancang lebih baik lagi.
18
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/36406099/makalah_sistem_sosial_pendekatan_stuktural_fungsion
al_dalam_sistem_sosial
http://p2k.itbu.ac.id/id3/1-3064-2950/Teori-Struktural-Fungsional-F_88134_itbu_p2k-
itbu.html
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Fungsionalisme#:~:text=Fungsionalisme%20adalah%20teori
%20filsafat%20yang,pemuasan%20kebutuhan%20yang%20sifatnya%20biologis.&text=Fun
gsionalisme%20melihat%20masyarakat%20sebagai%20sebuah,saling%20berhubungan%20s
atu%20dengan%20lainnya
19