Dibuat dalam rangka memenuhi tugas dalam mata kuliah “Teori Politik”
Dosen pengampuh :
1.SALMIN DENGO M,Si 2.HELLY F. KOLONDAM S.Sos, M.Si 3. Dra. MASJE S. PANGKEY M.Si
196212201989031004 197502112006042001 196203161990032003
Disusun Oleh :
Kelompok II
Awal mula perspektif Neo-marxisme berangkat dari perspektif marxisme yang di ajarkan
oleh karl max dan Wallerstein.. Mengulas sedikit pemahaman marxisme dalam hubungan
internasional yang di usung Wallerstein, dalam pandanganya interaksi antara masyarakat dunia
dibatasi dengan adanya kasta atau pengkelasan ( bojuis dan proletar ), kondisi seperti inilah
yang pada akhirnya menimbulkan negara – negara core dan periphery. Dalam pandangannya,
wallerstein memandang sinis negara core, yang dimana para kaum borjuis secara terus
menerus mengeksploitasi negara periphery serta memperbudak para kaum proletar. Namun
dalam hal ini, neo marxisme mengkritik paradigma diatas, yang dimana marxisme malah
dianggap, hanya memberikan pandangan yang buruk terhadap kaum kapitalis. Oleh karena itu,
neo-marxisme ingin mengembalikan pemahaman tentang marxisme pada pengertian awal.
Asumsi dasar dari neo-marxisme sendiri tidak jauh dengan marxisme, mengingat aliran
ini berusaha untuk mengembalikan marxisme seperti apa yang dicita-citakan oleh Karl Marx.
Perbedaan yang signifikan terletak pada objek kajiannya, dimana marxisme berkonsentrasi
terhadap kelas yang ada di masyarakat, sedangkan neo-marxisme lebih focus terhadap
pembagian system internasional berdasarkan kelas-kelas yang menghasilkan negara Core,
Semipheriphery, dan Pheriphery. Marxisme dan Neo-Marxisme adalah dua jenis sistem atau
pemikiran politik yang berbeda dari masing-masing sampai batas tertentu dalam hal ideologi
mereka. Marxisme dikemukakan oleh Karl Marx yang legendaris sedangkan Neo-Marxisme
adalah istilah umum yang digunakan untuk beberapa ideologi lain yang kemudian dibentuk
berdasarkan Marxisme. Inilah perbedaan utama antara kedua istilah tersebut.
Penting untuk dipahami bahwa Marxisme sangat meyakini penerapan interpretasi
teoretisnya dan mengharapkan penerapan praktisnya atas kemauan sendiri. Inilah perbedaan
utama antara Marxisme dan sistem pemikiran politik lainnya. Dipercaya oleh para pakar politik
bahwa Marxisme adalah batu fondasi untuk pembentukan beberapa pemikiran politik lainnya
seperti Leninisme, Neo-Marxisme, Sosialisme, dan sistem serta pemikiran ekonomi lainnya.
Neo-Marxisme di sisi lain dikatakan menggabungkan beberapa ide dan filosofi dari
Marxisme termasuk teori kritisnya, psikoanalisis dan ideologi semacam itu. Beberapa contoh
teori Neo-Marxis termasuk sosiologi Weberian dan teori Herbert Marcuse. Kadang-kadang
istilah Neo-Marxisme digunakan dalam arti yang menggambarkan semacam penentangan
terhadap beberapa ideologi kebenaran Marxis yang paling utama. Inilah perbedaan antara
Marxisme dan Neo-Marxisme.
Teori neo marxisme atau dikenal juga dengan strukturalisme merupakan kritik
terhadap marxisme. Teori ini pada dasarnya adalah pengembangan dari teori marxisme. Konsep
neo marxisme muncul dan melihat kembali pemikiran awal marx dengan menyerap kembali
ide-ide yang menurut mereka hilang atau diabaikan oleh kaum marxis karena adanya
misintrepertasi (Hobden & Jones, 2001:216). Menurut Steans dan Pettiford, asumsi dasar dari
teori ini sendiri antara lain,
1. sifat dasar manusia tidak tetap maupun bersifat esensial, namun terkondisikan melalui
masyarakat.
2. kepentingan dan pemahaman manusia sangat ditentukan oleh identitas kolektif
(berkenaan dengan status dan kelas) yang pada akhirnya ditentukan oleh sistem
ekonomi secara keseluruhan.
3. strukturalisme merupakan sebuah ilmu pengetahuan dan ideologi. Sebagai ilmu itu
dimaksudkan untuk memberitahu masyarakat tentang sifat dasar dari dunia di mana
kita hidup.
4. tidak ada perbedaan jelas antara nasional dan internasional.
Asumsi-asumsi tersebut menghantarkan kaum strukturalis kepada pemikiran yang sama
terhadap kaum marxis, yakni perekonomian adalah tempat eksploitasi dan perbedaan
antarkelas sosial. Kelas ekonomi yang dominan berarti dominan pula secara politik.
Pembangunan kapitalis global bersifat tidak seimbang bahkan menghasilkan krisis dan
kontradiksi (Jackson & Sorensen, 1999:243).
Seperti banyak penggunaan awalan neo- , beberapa ahli teori dan kelompok yang
ditunjuk sebagai neo-Marxis telah berusaha untuk melengkapi kekurangan yang dirasakan dari
Marxisme ortodoks atau materialisme dialektis . Banyak neo-Marxis terkemuka, seperti Herbert
Marcuse dan anggota lain dari Sekolah Frankfurt , secara historis adalah sosiolog dan psikolog .
teori marxisme maupun neo marxisme lahir karena adanya kesenjangan sosial yang terjadi. Di
dunia terdapat 2 kelompok berbeda, yakni borjuis (kaum atas) dan proletar (kaum bawah).
Marxisme memandang lahirnya kelas-kelas tersebut disebabkan oleh adanya sistem
kapitalisme. Kaum marxis juga menyatakan bahwa dunia ini akan sejahtera jika kaum proletar
melakukan pemberontakan dan revolusi untuk menghilangkan kelas. Namun neo marxisme
atau dikenal juga dengan strukturalisme lebih memfokuskan pada pertama sistem internasional
yang dibagi atas world empire dan world economy. Yang kedua adalah teori ketergantungan
dimana negara core, semi periphery, maupun periphery saling ketergantungan, terutama
negara dunia ketiga/periphery.
Marxisme menjadi ibu dari lahirnnya paham komunisme. Paham komunisme yang ada
pada masa uni-soviet yang menjadi paham komunisme internasional adalah paham yang
dikembangkan kembali oleh Vladimir Lenin. Lenin mengembangkan kembali paham komunisme
yang ada dan lebih mencampurkan paham komunisme kedalam suatu partai politik yang
membela kesejahteraan kaum proletar yang dikuasai oleh kaum borjuis. Partai politik ini
mengambil alih kekuasaan pasar dan produksi yang dikuasai oleh kaum borjuis dan
membagikan kekuasaan tersebut kepada rakyat yang seharusnya memiliki bagian dalam
produksi yang berlangsung dalam sebuah negara.
Neo-marxisme adalah sebuah paham yang mengacu pada kebangkitan kritis teori
Marxis pada pasca-perang, yang paling sering digunakan untuk menunjukan pekerjaan di
bidang ekonomi politik radikal yang mencoba untuk menggabungkan aspirasi revolusioner dan
berorientasi konsep marxisme dengan beberapa perangkat yang disediakan oleh ekonomi non-
Marxis, terutama karya Keynes. Neo-marxisme adalah sebutan untuk menunjukan upaya,
selama dan setelah perang Dunia II, yang bercermin pada ketepatan kategori Marxisme untuk
memahami kondisi perubahan akumulasi modal (Toscano, 2007). Aliran ini berusaha untuk
member kritik terhadap perkembangan yang ada menggunakan sudut pandang marxisme,
sekaligus menyusun teori yang menyatakan konstribusi mereka terhadap trend global (Baylis&
Smith, 2001:216).
Neo-Marxisme berkembang sebagai akibat dari masalah sosial dan politik yang tidak
dapat diatasi oleh teori Marxis tradisional. Pengulangan pemikiran ini cenderung ke arah
penyebaran ideologis secara damai, daripada metode revolusioner , dan seringkali kekerasan, di
masa lalu. Secara ekonomi, para pemimpin neo-Marxis bergerak melampaui era kemarahan
publik atas perang kelas dan berusaha merancang model yang layak untuk menyelesaikannya.
Ada banyak cabang neo-Marxisme yang berbeda yang seringkali tidak sesuai satu
sama lain dan teorinya. Setelah Perang Dunia I , beberapa neo-Marxis berbeda pendapat dan
kemudian membentuk Mazhab Frankfurt . Mazhab Frankfurt tidak pernah mengidentifikasi diri
mereka sebagai neo-Marxis. Menjelang akhir abad ke-20, neo-Marxisme dan teori-teori Marxis
lainnya menjadi kutukan dalam budaya Barat yang demokratis dan kapitalistik , di mana istilah
tersebut memperoleh konotasi negatif selama Ketakutan Merah . Karena alasan ini, para ahli
teori sosial dengan ideologi yang sama sejak saat itu cenderung melepaskan diri dari istilah neo-
Marxisme. Contoh pemikir seperti itu termasuk David Harvey dan Jacque Fresco, dengan
beberapa ambiguitas seputar Noam Chomsky , yang telah dicap sebagai neo-Marxis oleh
beberapa orang, tetapi secara pribadi tidak setuju dengan penilaian tersebut. Beberapa orang
menganggap sosialisme libertarian sebagai contoh neo-Marxisme yang diganti namanya.
Para Neo-Marxis ini, di satu pihak menolak komunisme dari Uni Soviet karena sifatnya
yang refresif, tapi di pihak lain mereka juga tidak setuju dengan banyak aspek dari masyarakat
kapitalis dimana mereka berada. Begitu juga mereka kecewa dengan kalangan Sosial-Demokrat.
Meskipun kalangan Sosial-Demokrat berhasil melaksanakan konsep Negara Kesejahteraan
(Welfare State) di beberapa Negara di Eropa Barat dan Utara dan meningkatkan keadilan sosial
untuk warganya, tetapi mereka di anggap gagal menghapuskan kesenjangan sosial lainnya.
Lagipula mereka juga dilihat gagal mempertahankan nilai-nilai demokrasi. Karena pentingnya
peran kalangan Neo-Marxis ini, ada baiknya kita menelusuri asal usul mereka.
Pada awal dasawarsa 1960-an, di Eropa Barat telah timbul perhatian baru terhadap
tulisan Marx. Mengapa justru pada waktu itu? Sebelumnya, suasana di dunia Barat tidak
menguntungkan bagi usaha mengkaji tulisan-tulisan Marx. Selama 30 tahun berkuasa Stallin
(1924-1953), tafsiran Lennin mengenai tulisan Marx oleh Stallin di bakukan dan dinamakan
Marxisme-Leninisme atau Komunisme. Doktrin ini menjadi Dominan, karena berhasil
mendirikan suatu tatanan sosial dan ekonomi baru di Uni Soviet. Dominasi ini dilakukan dengan
fakta oleh orang barat yang menamakan dirinya Marxis, sedangkan para Neo-Marxisme pada
umumnya tidak mempermasalahkan apakah tafsiran Lenin dan Stallin merupakan satu-satunya
tafsiran yang layak, ataukah mungkin ada interpretasi. Akan tetapi oleh mayoritas orang Barat
komunisme di tolak, apalagi setelah stallin melancarkan teror terhadap lawan-lawannya di Uni
Soviet pada akhir 1930-an.
Di Amerika serikat tidak lama setelah seusai Perang Dunia II, timbul perasaan anti-
Komunis dan anti-Soviet yang kuat, yang kemudian terjelma menjadi apa yang dinamakan
Perang Dingin. Di Amerika dengan diterimanya Internal Securty Act atau lebih terkenal dengan
sebutan McCarren Act (1950) dan aksi-aksi yang dilontarkan oleh senator Joseph Mc Carthy,
setiap pemikiran yang berbeda dengan apa yang berlaku umum di curigai dan dianggap
Subversif (Mc Carthyism). Banyak pemuka dan cendikiawan di pecat dari kedudukannya,
dikucilkan dari masyarakat, atau dipenjarakan.
Tetapi pada tahun 1960-an Eropa barat dan Amerika mulai dilanda berbagai Konflik
Sosial, Ekonomi dan Rasial sehingga membangkitkan keresahan yang luas. Sebagai reaksi,
banyak cendikiawan mencari jalan keluar. Di satu pihak mereka menolak Kapitalisme dengan
kesenjangan-kesenjangan sosial dan ekonomi-ekonominya, tapi di pihak lain mereka juga
menolak Komunisme dengan refresi dan konformitasnya. Dalam keadaan frustasi ini, mereka
berpaling ketulisan-tulisan Marx, terutama karangan yang ditulis di masa mudanya,
Fruhschriften, yang baru ditemukan dan di terbitkan kira-kira tahun 1932.
Di Eropa Barat pergolakan ini paling jelas manifestasinya di Prancis. Pada bulan Mei
dan Juni 1968 ribuan mahasiswa dan hampir 10 juta pekerja (baik buruh maupun pegawai)
mengadakan pemogokan umum yang di anggap paling besar dalam sejarah Prancis. Para
pekerja, yang dalam masa Perang Dunia II tidak berkutik karena terdesak oleh golongan fasis
yang sedang mengalami masa jayanya, dan karena polarisasi dalam Perang Dingin seusai Perang
Dunia II, untuk pertama kali muncul di panggung politik. Pemogokan ini akhirnya berhasil
ditumpas oleh Pemerintah Prancics dibawah Presiden De Gaulle (1890-1970) dan kejadian ini
mengisyaratkan kegagalan gerakan baru ini.
Akan tetapi kegagalan ini mendorong sejumlah aktivis untuk merenungkan kembali
dasar pemikiran dari aktivitas mereka serta mencapai sebab-sebab kegagalannya. Banyak
diantara aktivis ini pada dekade 1960-an memperoleh kesempatan mengajar pada perguruan
tinggi, dan memanfaatkan peluang ini untuk mempelajari serta mengembangkan pemikiran
Marx dengan cara yang lebih canggih.
Pada dasawarsa 1970-an, sesudah perang Vietnam berakhir pada tahun 1975
kampus menjadi tenang kembali, dan mulailah suatu periode dimana Marxisme menjadi bagian
dari Kurikulum di perguruan tinggi. Perhatian tidak terbatas hanya pada kampus, melainkan
juga tersebar diluar kampus, karena banyak cendikiawan kecewa dengan keadaan sosial,
ekonomi, dan rasial di sekelilingnya.
Ada dua unsur dalam pemikiran Marx yang bagi mereka sangat menarik.
Untuk pembahaasan dalam karangan ini, ada baiknya kita memakai definisi yang di
ajukan dalam buku The Left Academy, yang diedit oleh dua sarjana Neo-Marxis Amerika, Bertell
Olman dan Edward Vernoff. Menurut mereka: “ Sarjana Neo-Marxis adalah mereka yang
meyakini pandangan Marx mengenai Kapitalis dan Sejarah, dan memakai metode analisisnya.”
Mereka ingin membahas masalah sosial dari perspektif yang holistik dan dialektis, yang
memberi tekanan utama pada kegitan negara dan konflik kelas.
Dalam rangka analisis holistik, mereka berpendapat bahwa keseluruhan gejala sosial
merupakan satu kesatuan yang tidak boleh di bagi-bagi menjadi bagian –bagian yang tersendiri,
seperti politik yang terlepas dari ekonomi, ekonomi terlepas dari kebudayaan, dan sebagainya.
Semua berkaitan erat dan tidak boleh dipisah-pisah. Terutama kaitan antar politik dan ekonomi
sangat di tekankan oleh kalangan Neo-Marxis. Akan tetaepi jika Marxisme Klasik cenderung
menekankan determinasi ekonomi (artinya semuanya di tentukan oleh faktor ekonomi), maka
Neo-Marxis hanya mencanangkan keunggulan atau (Primacy) dari basis ekonomi, artinya
ekonomi merupakan faktor yang sangat penting dalam politik, tetapi politik tidak sepenuhnya di
tentukan ekonomi.
Fokus analisis Neo-Marxis adalah kekuasaan serta konflik yang terjadi dalam Negara.
Mereka mengecam analisis struktural-fungsional dari para behavioralis karena terlampau
mengutamakan harmoni dan keseiembangan sosial dalam suatu sistem politik. Menurut
pandangan struktur-fungsional, konflik dalam masyarakat dapat di atasi melalui rasio, iktikad
baik, dan kompromi, dan ini berbeda dengan titik tolak pemikiran Neo-Marxis.
Bagi kalangan Neo-Marxis, konflik anatar kelas merupakan proses dialektik paling
penting dalam mendorong perkembanga masyarakat dan semua gejala politik harus dilihat
dalam rangka konflik antar kelas ini. Hal ini tidak berarti bahwa kalangan Neo-Marxis ini
mengabaikan konflik-konflik lain dalam mayarakat.seperti konflik etnis, agama, maupun rasial.
Tetapi konflik-konflik ini, menurut keyakinan mereka, langsung maupun tidak, berasal atau
berhubungan erat dengan konflik antar kelas. Berdasarkan analisis dialektik, mereka melihat
sejarah seolah-olah terdorong oleh pertentangan antar dua kelas sosial, yang dulu oleh para
Marxis klasik dijelaskan sebagai konflik antara mereka yang memiliki alat-alat produksi dengan
mereka yang tidak memilikinya Karena mereka menyadari bahwa konsep lama mengenai
adanya dua kelas pertentangan dan dimasa modern tidak dapat di pertahankan lagi karena
tidak sesuai dengan ketentuan, kalangan Neo-Marxis memberi perumusan yang lebih fleksibel
dan luas dengan mencanangkan adanya dua himpunan massa (aggregates) yang sedikit banyak
kohesif serta memiliki banyak fasilitas (the advantaged) dan mereka yang tidak mempunyai
fasilitas (the disadvantaged).
Meskipun demikian, kelas yang berkuasa dapat saja mencegah usaha kelas-kelas
lainnya untuk melawan dominasi melalui paksaan, konsensui, atau persuasi. Dengan demikian
suatu konflik, seolah-olah tidak ada pertentangan Akan tetapi apa yang tampak sebagai
harmonisebenarnya harmoni yang semu dan menyesatkan. Di bidang politik praktis mereka
menginginkan desentralisasi kekuasaan dan partisipasi dalam politik untuk semua komunitas.
Demikianlah secara umum pandangan dari golongan Neo-Marxis dalam memahami maslah
Sosial-Politik dan Ekonomi.