Anda di halaman 1dari 2

Pemikiran feminisme menurut tradisi kritis

Tradisi Kritis dalam komunikasi memang termasuk sulit untuk


dikelompokan dalam satu varian teori. Wood (2004) mengelompokan
dalam satu tema dengan judul critical communication theories yang
meliputi teori feminis (feminist theory), teori kelompok bungkam (muted
group theory), dan teori budaya (cultural theory). Little John dan Foss
(2009) menempatkan tradisi kritis dalam komunikasi pada teori-teori
tentang pelaku komunikasi, percakapan, kelompok, organisasi, media,
dan budaya dan masyarakat.

Tradisi Kritis memiliki keragaman (Little John dan Foss, 2009), di


antaranya:

Pertama,Tradisi Marx. Meskipun tradisi kriteklah muncul sejak Marx dan


Friedrich Engels, marxisme merupakan cabang induk dari teori kritik.
Merx mengajarkan bahwa cara-cara produksi dalam masyarakat
menentukan sifat masyarakat. Oleh karena itu, ekonomi adalah dasar dari
semua struktur sosial. Dalam system kapitalis, keuntungan mendorong
produksi, suatu proses yang berakhir dengan menekan buruh atau
pekerja. Hanya ketika pekerja menentang kelompok-kelompok dominan,
cara-cara produksi dapat diubah dan kebebasan pekerja dapat dicapai.
Kebebasan tersebut memajukan perkembangan sejarah secara alami.
Ketika kekuatan-kekuatan oposisi bersinggungan dalam dialektik yang
menghasilkan peringkat social yang lebih tinggi. Teori marxis klasik ini
dinamakan the critique of political economy.

Kedua, Frankfurt School adalah cabang yang kedua dari teori kritik dan


faktanya sangat bertanggung jawab terhadap kemunculan istilah critical
theory. Frankfurt school masih seringdigambarkan sebagai persamaan
dengan istilah teori kritik. Frankfurt school mengacu kepada kelompok
filsuf Jerman, sosiolog dan ekonom Max Horkheimer, Theodor Adorno dan
Herbert Marcuse adalah diantara anggota-anggota yang paling terkenal-
dihubungkan dengan institute fo Social Research yang didirikan di
Frankfurt pada tahun 1923. Pengikut aliran ini percaya demi kebutuhan
akan integrasi diantara kajian-khususnya filosofi, sosiologi, ekonomi dan
sejarah – untuk mempromosikan filosofi social yang luas atau teori kritik
yang mampu menawarkan pengujian yang komprehensif akan kontradiksi
dan interkoneksi dalam masyarakat. Frankfurt School merupakan Marxis
dalam inspirasinya; pertama, pengikutnya melihat kapitalisme sebagai
tahap evolusi perkembangan sosialisme dan kemudia komunisme.

Ketiga, Teori kritik berada dalam paradigma modernis. Yaitu tradisi yang
dibangun atas sebuah asumsi melalui jawaban ilmu pengetahuan, bahwa
agen individu sebagai agen perubahan dan penemuan aspek budaya yang
Cuma-Cuma.
Keempat, teori kritik yang dianggap melanggar modernitas dengan cara
yang beragam. Di antaranya tradisi kritis dalam kelompok ini meliputi:
(a) post modernism; (b) post strukturalisme; (c) post kolonialisme; dan
(d) kajian feminis.

Posmodernisme dalam pengertian yang umum adalah perpecahan


antara modernitas dan proyek pencerahan. Posmodernisme muncul pada
akhir masyarakat industry dan munculnya jaman informasi. Produksi
barang-barang dianggap oleh posmodernisme sebagai jalan untuk
memproduksi dan memanipulasi pengetahuan. Dimulai pada tahun 1970-
an menolak elitism, puritanisme, dan sterelisitas’ rasional karena
pluralism, relativitas, kebaruan (novelty) dan kontradiksi. Tokoh-tokohnya
Jean-Francois Lyotard dst.

Cultural Studies sebuah tradisi kritik yang dihubungkan dengan ragam


post-modernisme dalam tradisi kritik. Para teoretikus kajian budaya pada
prinsipnya membahas tentang ideologi yang mendominasi sebuah budaya
dengan mengkaji dampak terjadinya perubahan sosial dari sebuah
ideologi yang dominan. Oleh karena itu kajian budaya bukan dalam
definisi umum, tetapi budaya dalam arti "politis" dan kekuasaan yang
kuat atas yang lemah.

Postrukturalisme, biasanya dianggap sebagai bagian dari proyek pos-


modern karena pos-strukturalisme mengolah usaha modern dalam
menemukan kebenaran-kebenaran universal, naratif, metode, dan makna
yang digunakan untuk mengenal dunia.

Tokoh-tokohnya di antaranya: Jaques Derrida tahun 1966

Post-kolonialisme dengan kata kuncinya bahwa semua kebudayaan


dipengaruhi oleh proses kekaisaran dari era kolonialisasi sampai saat ini”.
Gagasan yang dikemukan oleh Edward Said (dalam Littlejohn and Foss,
2009) bahwa penjajahan menciptakan “kebedaan”. Penjajahan
menciptakan stereotip pada populasi kelas tertentu dan warna kulit
tertentu.Para tereotikus pos-kolonial mengkaji isu-isu sebagaimana yang
dikaji oleh kajian budaya dan kritik, ras, kelas, dan gender, dan
seksualitas tetapi semua distuasikan dalam susunan geopolitik dari
hubungan Negara-negara serta sejarah antar Negara mereka.

Kajian Feminis. Kajian feminis tidak sekedar menawarkan kajian


gender. Feminis berusaha menawarkan teori-teori yang memusatkan
pada pengalaman perempuan dan untuk membicarakan kategori-kategori
gender dan sosial lainnya, termasuk ras, etnis, kelas, dan seksualitas.
Kajian feminis dalam komunikasi misalnya bagaimana praktik komunikasi
berfungsi menyebarkan ideologi-ideologi gender yang dimediasi oleh
wacana.

Anda mungkin juga menyukai