Anda di halaman 1dari 14

Nama : Muhammad Ilhami

NPM : 202207581
No. Absen : 26
Lokal : 5D Reguler
Mata Kuliah : Teori Sosial
Dosen : Ahmad Baihaqi, S.Sos., M.A

Karl Heinrich Marx


Identitas Filsuf Karl Marx
(bahasa Jerman: [ma ks]; 5 Mei 1818 – 14 Maret 1883) adalah seorang filsuf, ekonom,
sejarawan, pembuat teori politik, sosiolog, jurnalis dan sosialis revolusioner asal Jerman. Lahir di
Trier dalam keluarga kelas menengah, Marx belajar hukum dan filsafat Hegelian. Karena
publikasi politiknya, Marx menjadi tak bernegara dan tinggal dalam pengasingan di London, di
mana ia tetap mengembangkan pemikirannya dalam kolaborasi dengan pemikir Jerman Friedrich
Engels dan menerbitkan tulisan-tulisannya, melakukan riset di ruang baca British Museum.
Karya terkenalnya adalah pamflet tahun 1848, Manifesto Komunis, dan karya tiga volume Das
Kapital. Pemikiran politik dan filsafatnya memiliki pengaruh pada sejarah intelektual, ekonomi
dan politik pada masa berikutnya dan namanya dipakai sebagai adjektif, pengucapan dan aliran
teori sosial.

Teori Karl Marx


Teori-teori Marx tentang masyarakat, ekonomi dan politik—yang secara kolektif
dimengerti sebagai Marxisme—menyatakan bahwa umat manusia berkembang melalui
perjuangan kelas. Dalam kapitalisme, manifes itu sendiri berada dalam konflik antara kelas
pemerintahan (dikenal sebagai burjois) yang mengendalikan alat produksi dan kelas buruh
(dikenal sebagai proletariat) yang dapat diperalat dengan menjual tenaga buruh mereka sebagai
balasan untuk upah. Memajukan kesepakatan kritikal yang dikenal sebagai materialisme sejarah,
Marx memprediksi bahwa, seperti sistem sosio-ekonomi sebelumnya, kapitalisme memproduksi
ketegangan internal yang akan berujung pada penghancuran diri dan digantikan oleh sistem baru:
sosialisme. Bagi Marx, antagonisme kelas di bawah kapitalisme, yang merupakan bagian dari
ketidakstabilan dan alam kecenderungan krisis, kemudian akan membuat kelas buruh
mengembangkan masyarakat tanpa kelas, yang berujung pada penaklukan mereka terhadap
kekuasaan politik dan kemudian menghimpun ketiadaan kelas, masyarakat komunis yang diatur
oleh asosiasi produsen bebas. Marx aktif mendorong penerapannya, berpendapat bahwa kelas
tenaga kerja harus mengadakan tindakan revolusioner untuk menggulingkan kapitalisme dan
mengirim emansipasi sosio-ekonomi.
Marx dianggap sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah manusia, dan
karyanya dipuji sekaligus dikritik. Karyanya dalam ekonomi menjadi dasar bagi sebagian besar
pemahaman tenaga kerja pada saat ini dan hubungannya dengan modal, dan kemudian pemikiran
ekonomi. Beberapa intelektual, serikat buruh, seniman, dan partai politik di seluruh dunia
dipengaruhi oleh karya Marx, dengan beberapa pihak memodifikasi atau mengadaptasi gagasan-
gagasannya. Marx biasanya disebut sebagai salah satu arsitek utama dari ilmu sosial modern.
Karl Marx membagi evolusi perkembangan masyarakat menjadi tiga yaitu:
1. Feodalisme
Pada masa feodalisme tercermin kondisi yang masih bersifat tradisional dimana tuan
tanah merupakan pelaku ekonomi yang memiliki posisi tawar menawar relative tinggi
dibanding pelaku ekonomi yang lain.
2. Kapitalisme
Pada masa kapitalisme para pengusaha merupakan pihak yang memiliki posisi tawar
menawar yang relatif tinggi dibandingkan dengan pihak lain khususnya para buruh, bahkan
dalam masa kapitalisme ini, buruh sama sekali tidak memiliki posisi tawar-menawar
terhadap para pengusaha kapitalis. Hal ini yang menyebabkan terjadinya eksploitasi besar-
besaran terhadap buruh dan para pengusaha lebih fokus pada peningkatan pendapatan
mereka dengan melakukan pemupukan modal.
3. Sosialisme
Sejalan dengan perkembangan teknologi, pemupukan modal yang dilakukan
pengusaha dialihkan pada investasi teknologi sehingga terjadi peralihan tenaga manusia
dengan tenaga mesin yang pada akhirnya mengurangi eksploitasi buruh namun
meningkatkan angka pengangguran. Fase ini merupakan titik awal tata masyarakat sosialis
yang mana terjadi perubahan yaitu pemupukan modal pada masa kapitalis diganti dengan
pemerataan kesempatan pemilikan sumber daya sehingga semua pihak memiliki posisi yang
sama dalam hal tawar menawar.
Emile Durkhem
Identitas Filsuf Emile Durkhem
Emile Durkheim merupakan seorang filsuf dan sosiolog Perancis yang dikenal sebagai
Bapak Sosiologi Modern. Ia menjadi orang pertama yang mendirikan departemen sosiologi di
universitas di Eropa, tepatnya pada tahun 1895. Jurnal ilmu sosial pertamanya berjudul
―L’Année Sociologique‖
Tidak hanya itu, Durkheim juga mengembangkan beragam teori mengenai ilmu sosiologi,
seperti tatanan sosial serta fakta sosial. Dalam risetnya, Durkheim menerapkan pendekatan
empiris yang dipadupadankan dengan teori sosiologi.

Teori Emile Durkhem


Teori fakta sosial merupakan salah satu kontribusi paling signifikan Emile Durkheim
terhadap perkembangan ilmu sosiologi. Bagi Durkheim fakta sosial adalah hal-hal di luar
individu seperti institusi, status, peran, hukum, kepercayaan, norma dan nilai-nilai yang ada di
luar individu yang dapat membatasi individu.
Konsep teori fakta sosial memang dirancang untuk membahas lingkungan sosial yang
membatasi perilaku individu. Dengan teori fakta sosial, Durkheim mencoba melepaskan
sosiologi dari psikologi dan filsafat.
Menurutnya teori fakta sosial adalah cara padang seseorang dalam melakukan tindakan
sosial melalui proses berpikir yang berdasar sikap koersif dalam kehidupan bermasyarakat.
Lebih lanjut, Sosiologi harus menjadi ilmu yang mandiri dengan menjadikan fakta sosial
sebagai pokok persoalan melalui penelitian dan riset empiris.
Ilmu sosiologi tidak lagi mebahas ide sebagai pokok persoalan seperti para pemikir
terdahulu namun sosiologi harus menjadi ilmu yang berbasis kegiatan empiris. Ilmu sosiologi
tidak boleh seperti filsafat yang berbasis kegiatan mental.
Salah satu karya Emile Durkheim yang fokus pada sosiologi dengan pendekatan empiris
berjudul The Rule of Sociological Method (1985) dan Le Suicide (1987).
George Ritzer menjelaskan karya Durkheim The Rule Of Sociological Method merupakan
gambaran dasar tentang metode penelitian emipiris dalam sosiologi.
Sedangkan karyanya yang berjudul Le Suicide merupakan hasil penelitianya terkait
pengaruh agama dan gejala bunuh diri dengan mengunakan metode empiris.
Pandangan Durkheim tentang masyarakat dan metode Positivis memang telah dipahami
lebih dari 100 tahun yang lalu. Teori ini juga telah dikritik habis-habisan oleh para Interpretivis
dan Postmodernis.
Namun hal tersebut tidak menghentikan banyak peneliti untuk mengadopsi pendekatan
kuantitatif dan ilmiah dalam menganalisis tren sosial dan masalah sosial di tingkat masyarakat
khusunya tingkat individu. Nampaknya ada pandangan bahwa masyarakat membatasi kita
dengan cara yang halus dan sering tidak disadari.
Berbeda dengan teori tindakan sosial Max Weber, teori fakta sosial Emile Durkheim
memang meniadakan peran individu sebagai aktor sosial sehingga mendapat kritikan dari
berbagai pihak. Padahal Max Weber menjelaskan tindakan sosial merupakan aktivitas sosial
yang penuh dengan motif individu.
Kritikus lain, seperti para ahli fenomenologi berpendapat bahwa seluruh konsep realitas
eksternal pada teori fakta sosial itu sendiri cacat, dan alih-alih satu realitas eksternal yang
membatasi individu. Ada banyak realitas sosial yang lebih cair dan beragam yang muncul dan
memudar dengan interaksi sosial.
Dari perspektif ini, kita mungkin berpikir ada sistem norma dan nilai sosial di dunia, tetapi
ini hanya akan nyata bagi kita jika kita menganggapnya nyata. Tentu hal ini tidak lebih dari
sebuah pemikiran dan dengan demikian dalam kenyataan kita benar-benar bebas sebagai
individu.
Terlepas dari kritik atas Emile Durkheim, Ia tetap seorang sosiolog yang berjasa membawa
sosiologi sebagai ilmu sosial yang mandiri. Selian itu Emile Durkheim tercatat sebagai Guru
Besar ilmu sosial pertama di Prancis. Analisa tentang metode penelitian empiris pada gejala fakta
sosial mampu meletakan sosiologi sebagai ilmu yang dapat bersaing dengan ilmu-ilmu mapan
lainya.
Max Weber
Identitas filsuf Max Weber
Max Weber merupakan seorang ahli politik, ekonomi, filsafat, dan sosiologi asal Jerman.
Ia menulis berbagai karya yang kemudian menjadi dasar soiologi modern hingga berpengaruh
pada beberapa cabang ilmu pengetahuan. Max Weber lahir dari keluarga yang memiliki budaya
intelektual tinggi. Oleh sebab itu, ia pun tumbuh menjadi seorang ilmuwan besar.
Max Weber memiliki nama lengkap Maximilian Karl Weber. Ia lahir di Erfurt, Saxony,
Prussia pada 21 April 1864. Ia adalah anak dari pasangan Max Weber Sr dan Helene Fallenstein
Weber. Ayah Weber, Max Weber Sr merupakan seorang pengacara aktif dan secara politik
cenderung bekerja untuk kesenangan duniawi. Sementara itu, ibu Weber, Helene Fallenstein
Weber, lebih memilih gaya hidup yang suka bertapa.
Meski terdapat pandangan hidup yang berbeda antara ayah dan ibunya, kehidupan Max
Weber saat kecil sudah dipenuhi dengan intelektual dan wacana. Max Weber kecil suka
meremehkan gurunya ketika di sekolah. Meski demikian, Max Weber melahap segala literatur
klasik secara mandiri. Setelah menyelesaikan sekolahnya, Max Weber belajar hukum, sejarah,
filsafat, dan ekonomi di Universitas Heidelberg. Max Weber kemudian melanjutkan
pendidikannya pada 1884 di Universitas Berlin. Ia lulus ujian pengacara pada 1886 dan meraih
gelar Ph.D. Pada 1889, Weber menyelesaikan tesisnya dan memungkinkan mendapatkan posisi
di bidang akademis.
Teori Max Weber
Teori Tindakan Sosial adalah teori yang mengkaji tentang motif dan perilaku dari seorang
manusia. Pendekatan pemaknaan yang bersifat subyektif sehingga memungkinkan seseorang
mampu mempengaruhi dan menerima pengaruh orang lain. Lebih lanjut Weber menyatakan
bahwa setiap tindakan individu kepada individu atau kelompok lain memiliki makna yang
bersifat subjektif.
Di sisi lain, Weber berpendapat bahwa cara terbaik untuk memahami berbagai kelompok
adalah menghargai bentuk-bentuk tipikal tindakan yang menjadi ciri khasnya. Alhasil kita dapat
memahami alasan-alasan mengapa warga masyarakat tersebut bertindak. Secara umum memang
tujuan sosiologi salah satunya adalah memahami secara mendalam makna subjektif dari tindakan
sosial seorang individu.
Teori ini berguna untuk memahami tipe-tipe perilaku tindakan setiap individu maupun
kelompok. Dengan memahami perilaku setiap individu maupun kelompok, sama halnya kita
telah menghargai dan memahami alasan-alasan mereka dalam melakukan tindakan tersebut.
Dalam konteks motif para pelakunya Weber membagi teori tindakan sosial menjadi empat
bagian yakni Tindakan tradisional, Tindakan afektif, Tindakan rasionalitas instrumental dan
Tindakan rasionalitas nilai.
Teori Tindakan Sosial
1. Tindakan Tradisional adalah tindakan yang berdasarkan kebiasaan-kebiasaan yang sudah
mengakar secara turun temurun. Tindakan ini mengacu pada tindakan yang berdasarkan
tradisi atau tindakan yang telah dilakukan berulang-ulang sejak zaman dahulu. Weber
menilai tindakan tradisional merupakan tindakan yang tidak melalui pemikiran yang
rasional. Sebab tindakan ini berlangsung secara spontan tanpa melalui pemikiran,
perencanaan dan pertimbangan. Dasar dari tindakan ini biasanya adat, tradisi turun temurun
sejak lama. Artinya tindakan tradisional ini terjadi secara berulang dan sama seperti
sebelum-sebelumnya. Dalam konteks Indonesia kita bisa melihat contoh tindakan tradisional
ini dari fenomena mudik. Bahwa masyarakat yang merantau di kota-kota besar akan
melaksanakan mudik ke kampung halaman di saat lebaran. Artinya apapun yang dilakukan
masyarakat atas dasar adat istiadat atau tradisi yang sudah ada merupakan salah satu bentuk
tindakan tradisional
2. Tindakan Afektif adalah tindakan yang berdasarkan kondisi-kondisi dan orientasi-orientasi
emosional pelaku/aktor. Tindakan ini mengacu pada tindakan yang berlandaskan oleh
perasaan individu. Sama seperti sebelumnya bahwa tindakan afektif ini tidak melalui
pemikiran rasional sebab dorongan emosinal lebih kuat. Kita perlu memahami bahwa
emisional berbeda dengan rasional. Emosional lebih mengedepankan reaksi spontan atas apa
yang terjadi sedangkan rasional lebih mengedepankan pertimbangan pemikiran. Tindakan
Afektif ini dapat kita lihat dari fenomena menangis saat prosesi pemakaman. Tindakan
menangis ini dilakukan secara spontan dan begitu saja. Bahagia saat mendapat hadiah dari
orang tua atau kekasih. Kedua tindakan di atas termasuk contoh tindakan afektif
3. Tindakan Rasionalitas Instrumental adalah tindakan yang berdasarkan pada pencapaian
tujuan-tujuan yang secara rasional diperhitungkan dan diupayakan sendiri oleh aktor yang
bersangkutan. Perilaku ini mengacu pada tindakan yang berdasarkan pada rasionalitas sang
aktor demi mencapai tujuan tertentu. Tindakan ini disebut juga tindakan instrumental
bertujuan sebab tindakan ini dilakukan melalui upaya dan usaha untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Kata rasional mengandung makna implisit logis dan instrumental untuk
mencapai tujuan. Artinya tindakan ini berdasarkan perencanaan yang matang serta
pertimbangan sebelumnya. Kita dapat melihat fenomena tindakan rasional ini dari contoh
berikut. Karena kamu ingin kuliah jam 10 maka kamu memilih naik gojek motor dari pada
gocar karena tidak ingin terlambat sebab kamu bangun kesiangan jam 9:45. Memilih gojek
motor ini merupakan contoh tindakan rasional instrumental sebab pemilihan gojek
berlandaskan alasan yang jelas agar kamu tepat waktu.
4. Tindakan Rasionalitas Nilai adalah tindakan rasional berdasarkan nilai, yang dilakukan
untuk alasan-alasan dan tujuan-tujuan yang ada kaitanya dengan nilai-nilai yang diyakini
secara personal tanpa memperhitungkan prospek-prospek yang ada kaitanya dengan berhasil
atau gagalnya tindakan tersebut. Tindakan ini mengacu pada tindakan yang dilandasi oleh
kepercayaan terhadap nilai-nilai tertentu. Tentu tindakan ini melalui pemikiran secara
rasional dan memperhatikan berbagai macam nilai-nilai yang ada. Artinya individu yang
bertindak mengutamakan apa yang baik, lumrah, wajar dan benar dalam masyarakat. Apa
yang baik bisa bersumber dari etika, agama, atau bentuk sumber nilai lain. Kita dapat
melihat tindakan rasionalitas nilai ini dari kita memilih memakai celana panjang dari pada
celana pendek saat sholat. Kita memilih berjabat tangan mengunakan tangan kanan dari pada
tangan kiri. Kedua keputusan tersebut berdasarkan adanya pertimbangan nilai. Apabila tidak
melakukan hal tersebut kita dianggap tidak wajar atau malah dianggap menghina sehingga
terjadi penolakan dari masyarakat.
Akhirkata, memahami teori tindakan sosial sama artinya memahami masyarakat secara
interpretatif. Di sinilah sosiologi bisa memberi penjelasan kausal mengenai fenomena sosial dan
di sinilah salah satu sumbangsih intelektual seoarang Max Weber dalam khazanah keilmuan
sosiologi.

Talcott Parsons
Idenntitas Filsuf Talcott Parsons
Talcott Parsons (13 Desember 1902 – 8 Mei 1979) adalah seorang sosiolog yang cukup
terkenal dengan pemikiran-pemikirannya. Talcott Parsons adalah seorang sosiolog yang lahir
pada tahun 1902 di Colorado. Dia lahir dalam sebuah keluarga yang memiliki latar belakang
yang saleh dan intelek. Ayahnya adalah seorang pendeta gereja Kongregasional, seorang
profesor dan presiden dari sebuah kampus kecil. Parsons mendapat gelar sarjana dari Amherst
College tahun 1924 dan melanjutkan kuliah pascasarjana di London School of Economics. Pada
tahun berikutnya, dia pindah ke Heidelberg, Jerman. Max Weber menghabiskan sebagian
kariernya di Heidelberg, dan meski dia wafat lima tahun sebelum kedatangan Parsons, Weber
tetap meninggalkan pengaruh mendalam terhadap kampus tersebut dan jandanya meneruskan
pertemuan-pertemuan di rumahnya, yang juga diikuti oleh Parsons. Parsons sangat dipengaruhi
oleh karya Weber dan sebagian disertasi doktoralnya di Heidelberg membahas karya Weber.
Parsons menjadi pengajar di Harvard pada tahun 1927, dan meskipun ia berpindah jurusan
beberapa kali, Parsons tetap berada di Harvard sampai dengan ia wafat tahun 1979. Perjalanan
kariernya tidak pesat ia tidak memperoleh posisi tetap sampai dengan tahun 1939. Dua tahun
sebelumnya, ia mempublikasikan buku the structure of social action, satu buku yang tidak hanya
memperkenalkan teoritisi-teoritisi sosial utama semisal Weber kepada sosiolog lain, namun juga
menjadi dasar bagi pengembangan teori Parsons sendiri.

Sesudah itu karier akademis Parsons maju pesat. Dia menjadi ketua jurusan sosiologi di
Harvard pada 1944 dan dua tahun kemudian mendirikan Departemen Hubungan Sosial, yang
tidak hanya memasukkan sosiolog, tetapi juga berbagai sarjana ilmu sosial lainnya. Tahun 1949,
ia terpilih menjadi Presiden The American Sociological Association. Tahun 1950-an dan
menjelang tahun 1960-an, dengan diterbitkannya buku seperti The Social System pada tahun
1951 Parsons menjadi tokoh dominan dalam sosiologi Amerika.
Tetapi, di akhir 1960-an Parsons mendapat serangan sayap radikal sosiologi Amerika yang
baru muncul. Parsons dinilai berpandangan politik konservatif dan teorinya dianggap sangat
konservatif dan tidak lebih dari sebuah skema kategorisasi yang rumit. Akan tetapi, pada tahun
1980-an timbul kembali perhatian terhadap teori Parsons, tidak hanya di Amerika Serikat tetapi
juga di seluruh dunia. Pemikiran Parsons tidak hanya memengaruhi pemikir konservatif, tetapi
juga teoritisi neo-Marxian, terutama Jurgen Harbemas.
Setelah kematian Parsons, sejumlah bekas mahasiswanya, semuanya sosiolog sangat
terkenal, merenungkan arti pentingnya teorinya maupun pencipta teori itu sendiri. Dalam
renungan mereka, para sosiolog ini mengemukakan pengertian menarik tentang Parsons dan
karyanya. Beberapa pandangan selintas mengenai Parsons yang direproduksi di sini bukan
dimaksudkan untuk membuat gambaran yang masuk akal, tetapi dimaksudkan untuk
mengemukkan pandangan selintas yang provokatif mengenai Parsons dan karya-karyanya.
Robert Merton adalah seorang mahasiswanya ketika Parsons baru saja mulai mengajar di
Harvard. Merton yang menjadi teoritisi terkenal karena teori ciptaanya sendiri, menjelaskan
bahwa mahasiswa pascasarjana yang datang ke Harvard, pada tahun-tahun itu bukan hendak
belajar dengan Parsons, tetapi juga dengan Sorokin, telah menjadi anggota senior jurusan
sosiologi yang telah menjadi musuh utama Parsons. Celaan Merton mengenai kuliah pertama
Parsons dalam teori juga menarik, terutama karena materi yang disajikan adalah basis untuk
salah satu buku teori yang paling berpengaruh pada sosiologi. Pemikiran Parsons di dalam
perkembangan ilmu sosiologi dikenal dengan teori fungsionalis.
Teori Talcott Parsons
Teori Talcott Parsons yaitu masyarakat sebagai suatu sistem saling berhubungan dan saling
bergantung. Teori Parsons yang paling dikenal yaitu fungsionalisme struktural yang mana prinsip
AGIL sebagai syarat fungsional begitu sistematis dan memfokuskan kepada tercapainya
equilibrium (keseimbangan pada masyarakat maju), sehingga mendatangkan kritik bahwa teori
Parsons tidak siap untuk menghadapi perubahan. Melalui kritik tersebut Parsons membantah
kritik ini karena Parsons telah menjelaskan dalam salah satu bab pada karyanya yang berjudul
Social System (1951). Konsep perubahan Parsons bersifat perlahan-lahan dan selalu dalam
usaha untuk menyesuaikan diri demi terciptanya equilibrium. Parsons memiliki perspektif teori
perubahan sosialnya bersifat evolusioner, bukan revolusioner. Langkah-langkah evolusioner ini
tertib dan dibagi menjadi tiga tingkatan utama.
1. Primitif
2. Intermediate
3. Modern
Ditemukannya tulisan sebagai simbol penunjang kemunikasi merupakan salah satu contoh
transisi dari masa primitif ke intermediate. Kemudian ditemukannya hukum formal merupakan
contoh perpindahan dari masa intermediate ke masa modern seperti apa yang saat ini kita jalani.
Evolusioner berarti perubahan bertahap, Parsons menganalogikan perubahan sosial pada
masyarakat seperti halnya pertumbuhan dan perubahan fisik yang mengikutinya pada makhluk
hidup.
Teori perubahan sosial yang dicetuskan Parsons sedikit banyak dipengaruhi oleh
pemikiran-pemikiran terdahulu yaitu pada masa klasik. Seperti teori tiga tahap perkembangn
berpikir manusia manusia yang dicetuskan oleh Auguste Comte, perbedaan yang signifikan
mengenai dua pemikiran pada era klasik dan modern ini ketika Comte berbicara mengenai tiga
tingkatan pemikiran manusia yang notabenenya berarti berbicara mengenai internal manusia
yang dibagi ke tiga masa tahap berpikir yaitu teologosi, metafisik, dan positivis. Parsons lebih
menelisik kepada faktor eksternal perubahan yang terjadi pada manusia dan lingkungannya.
Kemudian teori yang dicetuskan oleh Herbert Spencer mengenai perubahan organisme biologis,
serta pemikiran Emile Durkheim mengenai pembagian kerja.
Pemikiran perubahan sosial yang dicetuskan oleh Parsons ini mulanya didasari adanya
proses diferensiasi, dimana masyarakat selalu memiliki berbagai sub sistem yang berbeda pada
setiap masyarakat yang lebih luas. Kemudian ketika masyarakat tumbuh berkembang, lahir
berbagai sub sistem yang baru dan memiliki fungsi masing-masing yang berbeda pada setiap
masyarakat. Contoh proses diferensiasi dalam perubahan sosial pada masyarakat adalah
ditemukannya inovasi terhadap teknologi yaitu pada masa globalissi ini masyarakat mengenal
internet. Berbeda dengan masyarakat sebelumnya yang hanya mengenal teknologi sebatas media
elektronik dan semacamnya, adanya inovasi internet ini memfasilitasi masyarakat untuk
kemudahan mengakses informasi.
Ketika sub sistem ini meluas maka sistem sosial secara keseluruhan akan beradaptasi
lanjut dengan perubahan yang terjadi, baik internal maupun eksternal. Contoh dari penggunaan
internet pada tahap ini adalah manusia mulai beradaptasi dengan segala perubahan yang ada
dengan semakin mudahnya mengakses internet, misalnya mengirim dokumen sebelumnya
menggunakan cara manual melalui media pos, kemudian setelah dikenalnya internet beralih
menggunakan email yang hanya memerlukan hitungan detik untuk mengirim dokumen berupa
digital file. Demikian masyarakat beradaptasi dengan segala kemudahan yang ada.
Setelah beradaptasi dengan perubahan, masyarakat sebagai sistem dan struktur akan
berintegrasi kembali terhadapa siste dan sub sistem yang ada. Seperti saat ini penggunaan
internet pada berbagai bidang pekerjaan dan penunjang segala kegiatan manusia seperti sebuah
kesatuan yang terintegrasi. Baik tua maupun muda, pelajar maupun pegawai sangat bergantung
pada kemudahan mengakses informasi melalui teknologi internet.
Perubahan ssial dengan bertambahnya berbagai sub sistem baru tentunya membutuhkan
sistem nilai yang mempu melingkupi keseluruhannya. Diperlukan hal-hal yang baik secara
formal maupun non formal yang mampu mengatur serta menjaga kesinambungan antara sistem
dan sub sistem. Jika diaplikasikan kepada contoh sebelumnya, kita mengenal adanya Undang-
undang yang mengatur penggunaan IPTEK, sehingga dalam pelaksanaannya penggunakaan
internet sebagai media berbagi informasi dan mengakses segala kebutuhan masyarakat tetap
terdapat kontrol didalamnya agar tercipta keselarasan, atau dalam hal ini bila dikaitkan secara
meluas maka akan sampai pada asumsi dasar teori fungsionalisme strultural yaitu keteraturan
sosial dan tercapainya equilibrium.
Robert King Merton
Identitas Filsuf Robert King Merton
Robert K Merton (4 Juli 1910 – 23 Februari 2003) adalah seorang Sosiolog yang
mengembangkan konsep keseimbangan bersih. Robert K Merton lahir pada tanggal 4 Juli 1910
di pemukiman kumuh di Philadelphia. Merton banyak menimba ilmu dari guru-gurunya selama
menempuh pendidikan Sarjana seperti P.A Sorokin, yang mengorientasikan lebih luas pada
pemikiran sosial Eropa. Disamping itu Merton juja banyak dipengaruhi oleh pemikiran gurunya
Talcott Parson, yang terkenal dengan idenya Structure of Social Action. L.J Henderson
mengajarkan Merton tentang bagaimana melakukan penyelidikan berdisiplin terhadap sesuatu
yang terasa sebagai ide yang menarik.

Teori Robert King Merton


1. Teori Fungsionalisme Struktural Robert King Merton
Teori fungsionalisme struktural yang dikemukakan R.K. Merton ternyata memiliki
perbedaan apabila dibandingkan dengan pemikiran pendahulu dan gurunya, yaitu Talcott
Parsons. Apabila Talcott Parsons dalam teorinya lebih menekankan pada orientasi subjektif
individu dalam perilaku maka R.K Merton menitikberatkan pada konsekuensi-konsekuensi
objektif dari individu dalam perilaku.
Menurut Merton konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku itu
ada yang mengarah pada integrasi dan keseimbangan (fungsi manifest), akan tetapi ada pula
konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku itu yang tidak dimaksudkan
dan tidak diketahui. Oleh karena itu, menurut pendapatnya konsekuensi-konekuensi objek
dari individu dalam perilaku tersebut ada yang bersifat fungsional dan ada pula yang bersifat
fungsional. Anggapan yang demikian itu merupakan ciri khas yang membedakan antara
pendekatan R. K. Merton dengan pendekatan fungsionalisme struktural yang lainnya. Perlu
diketahui bahwa teori fungsional taraf menengah yang ia cetuskan tersebut, merupakan
pendekatan yang sesuai untuk meneliti hal-hal yang bersifat kecil atau khusus dan bersifat
empiris dalam sosiologi.
2. Disfungsi dan perubahan social
Menurut Rober K. Merton dinyatakan bahwa konsekuensi-konsekuensi objektif dari
individu dalam perilaku dapat bersifat fungsional dan dapat pula bersifat disfungsional.
Konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku mampu mengarah pada integrasi dan
keseimbangan, sedangkan konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku yang bersifat
disfungsional akan memperlemah integrasi. Konsekuensi-konsekuensi objektif yang bersifat
disfungsional akan menyebabkan timbulnya ketegagan atau pertentangan dalam sistem
sosial. Ketegangan tersebut muncul akibat adanya saling berhadapan antara konsekuensi
yang bersifat disfungsional. Dengan adanya ketegangan tersebut maka akan mengundang
munculnya struktur dari yang bersifat alternatif sebagai subtitusi untuk menetralisasi
ketegangan.
Perlu diketahui bahwa adanya ketegangan-ketegangan yang mengakibatkan adanya
struktur-struktur baru tersebut akan berarti bahwa konsekuensi objektif yang bersifat
fungsional itu akan mengakibatkan adanya perubahan-perubahan sosial. Di samping itu
disfungsi juga akan menyebabkan timbulnya anomie dan masalah sosial. Kenyataan tersebut
juga mengandung arti timbulnya struktur baru, yang pada hakikatnya menunjukkan adanya
perubahan sosial yang mengarah pada perbaikan tatanan dalam masyarakat.
3. Kelompok referensi (reference group)
Teori fungsionalisme Rober K. Merton yang menekankan pada konsekuensi objektif
dari individu dalam berperilaku. Keharusan adanya konsekuensi objektif baik fungsional
maupun disfungsional dan harus adanya konsep-konsep alternatif fungsional dalam
pelaksanan analisisnya, tepat apabila diterapkan pada masyarakat yang memiliki perbedaan-
perbedaan di antara kelompok-kelompok yang ada. Karena itu Rober K. Merton
mengemukakan suatu teori kelompok referensi yang digunakan sebagai penilaian dirinya
dan pembanding serta menjadi bimbingan moral. Teori kelompok referensi (reference group
theory) yang terdiri dari kelompok referensi normative, kelompok referensi komparatif dan
ada bentuk lain, yaitu kelompok keanggotaan (membership reference group). Kelompok
referensi normative, yaitu suatu kelompok yang menempatkan individu-individu mengambil
standar normative dan standar moral, sedangkan kelompok referensi komparatif, yaitu
kelompok yang memberikan kepada individu-individu suatu kerangka berpikir untuk
menilai posisi sosialnya dalam hubungannya dengan posisi sosial orang lain. Sementara
kelompok keanggotaan, yaitu menunjuk pada suatu kelompok yang menempatkan bahwa
individu itu sebagai anggotanya.

Anda mungkin juga menyukai