Anda di halaman 1dari 11

Nama : Adellia Riswanti

Nim : 19.04.06714

Matkul : Materi Pai

A. Pengertian Aqiqah
Aqiqah berasal dari kata aqiq yang berarti rambut bayi yang baru lahir.
Karena itu aqiqah selalu diartikan mengadakan, selamatan lahirnya seorang
bayi dengan menyembelih hewan (sekurangnya seekor kambing).(Hasbullah
Bakry, 1988: 263) Menurut istilah syara’ artinya menyembelih ternak pada
hari ketujuh dari kelahiran anak, yang pada hari itu anak diberi nama dan
rambutnya di potong.(Abdul Fatah Idris, 1990: 317). Sebenarnya banyak
sekali pengertian aqiqah, namun dari kesemuanya dapat diambil titik tengah
sebagai berikut: Aqiqah merupakan upacara ritual yang dilaksanakan pada
saat lahirnya keluarga baru atau kelahiran baru. Upacara ritual aqiqah terdiri
dari beberapa bagian anatara lain menyembelih hewan, memotong rambut,
sedekah, pemberian nama, serta acara lainnya. Inti aqiqah adalah ungkapan
rasa syukur yang dituangkan dalam kurban, sedekah, emas atau perak ataupun
berupa makanan.(A. Hasan Asy’ari 2010: 19)

B. Dasar Hukum Aqiqah


Hukum Aqiqah adalah sunnah muakkad, sekalipun orang tua dalam
keadaan sulit, “Aqiqah dilakukan Rasulullah dan Sahabat”. Seperti diketahui
kelahiran seorang bayi merupakan berita yang sangat menggembirakan bagi
orang tua karena itu sudah sepantasnya dirayakan dengan diselamati sebagai
tanda syukur pada Allah swt. Tetapi kemiskinan dan kekayaan diantara umat
islam menjadikan aqiqah sulit dilaksanakan apibila hukumnya wajib bagi
orang miskin. Perintah Nabi berkenaan dengan penyembelihan aqiqah ini
sudah disepakati oleh seluruh madzhab sebagai anjuran (amar-linnadab)
bukan (amar-liwujub) atau perintah wajib. Ini berarti apabila ada keluarga
yang sama sekali tidak menyembelih aqiqah untuk anak-anaknya, maka tidak
ada dosa atau hutang baginya untuk membayarnya dimasa tua atau setelah
kaya nanti. Akan tetapi dalam pandangan lain terdapat di dalam hadis
Rasulullah yang berbunyi:
ُ‫ق َرْأسُـه‬
ُ ‫ُكلُّ ُغالَ ٍم َر ِهيْـنَـةٌ بِـ َعـقِـ ْيقَتِ ِه تُ ْذبَ ُح عَـ ْنـهُ يَـوْ َم َسابِ ِـعـ ِه َويُـ َسـ َّمى فِيْـ ِه َويُـحْ لَـ‬
“Setiap anak yang lahir tergadai aqiqahnya yang disembelih pada hari
ketujuh, dan pada hari itu ia diberi nama dan digunduli rambutnya.” (Hadits
Sahih Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah, Baihaqi
dan Hakim).
Menurut hadis diatas ada yang menyatakan bahwa menyembelih hewan
aqiqah itu wajib dan bila dimasa kecilnya belum di aqiqahkan maka setelah
tua dia sendiri wajib mengeluarkan aqiqahnya. Menurut madzhab Hanafi,
aqiqah hukumnya mubah dan tidak sampai mustahab (dianjurkan). Hal itu
dikarenakan pensyariatan qurban telah menghapus seluruh syariat
sebelumnya yang berupa penumpahan darah hewan seperti aqiqah, rajabiyah
dan ‘atirah.
Dengan demikian, siapa yang mau mengerjakan ketiga hal ini tetap
diperbolehkan, sebagaimana juga dibolehkan tidak mengerjakannya.
Penghapusan seluruh hal ini berlandaskan pada ucapan Aisyah, “Syariat
kurban telah menghapus seluruh syariat berkenaan dengan penyembelihan
hewan yang dilakukan sebelumnya”.(Wahbah, Az-Zuhaili, 2011: 295)

C. Ketentuan Hewan Aqiqah


Banyak ulama berpendapat bahwa semua hewan yang dijadikan hewan
kurban, yaitu: unta, sapi, kerbau, kambing, domba, dapat dijadikan hewan
aqiqah.(Hasan Saleh, 2008: 259) Sedangkan syarat-syarat hewan yang dapat
disunahkan untuk aqiqah itu sama dengan syarat yang ada pada hewan
kurban, baik dari segi jenisnya, ketidak cacatannya, kejelasannya.
Syarat-syarat hewan yang bisa (sah) untuk dijadikan aqiqah itu sama
dengan syarat-syarat hewan untuk kurban, yaitu:
1. Tidak cacat.
2. Tidak berpenyakit.
3. Cukup umur, yaitu kira-kira berumur satu tahun.
4. Warna bulu sebaiknya memilih yang berwarna putih.
Jenis hewan yang disembelih Rasulullah saw dalam aqiah saat itu
bukanlah inti drii aqiqah itu sendiri, sehingga andaikan diubah dengan seekor
burung kecil bahkan tidak menyembelih hewan melainkan sekedar nasi dan
lauk pauk pun selama berniat mensyukuri nikmat lahirnya putra sah disebut
aqiqah.(A. Hasan, Asy’ari, 2010: 109)

D. Pelaksanaan Aqiqah
Ada dua hadis yang menerangkan tentang jumlah binatang aqiqah yang
disembelih untuk seorang anak. Hadist yang pertama, menerangkan bahwa
Rasulullah saw mengaqiqahkan cucu laki-laki beliau, masing-masing dengan
seekor kambing.
(‫ق ع َْن ْال َح َس ِن َو ْال ُح َسي ِْن‬ َ ِ ‫س َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
َّ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َع‬ ٍ ‫ا (رواه أبو داودع َْن اب ِْن َعبَّا‬
ً‫َك ْب ًشا َكبْش‬
Artinya: “Dari Ibnu Abbas, bahwasannya Rasulullah SAW
mengaqiqahi untuk hasan dan Husain dengan masing-masing satu kambing
(HR Abu Daud dengan riwayat yang shahih).”(Ibnu Hajar Al-Asqalani:209)
Sedangkan hadis yang kedua menerangkan bahwa seorang anak laki-
laki diaqiqahkan dengan dua ekor kambing, sedang anak perempuan
diaqiqahkan dengan seekor kambing.(Zakiah Daradjat, 1983: 500)
Sabda Rasulullah SAW:
َ‫ َم ْن اَ َحبَّ ِم ْن ُك ْم اَ ْن يُ ْن َسك‬: ‫صلَّى هّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ قَا َ َل َرسُوْ ُل هّللا‬: ‫ب قَا َ َل‬
ٍ ‫ع َْن َع ْم ِرو ْب ِن ُش َع ْي‬
)‫ (رواه احمد وابو داود والنسائى‬. ٌ‫َعنِ َولَ ِد ِه فَ ْليَ ْف َعلْ َع ِن ْال ُغالَ ِم شاَتَا َ ِن ُمكاَفَأ َتا َ ِن َوع َِن ْالجا َ ِريَ ِة شاَة‬
Artinya : ” Telah berkata Rasulullah SAW : Barang siapa diantara kamu
ingin beribadat tentang anaknya hendaklah dilakukannya, untuk anak laki-laki
dua ekor kambing yang sama umurnya dan untuk anak perempuan seekor
kambing “. (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasai)
Sunnah untuk mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua ekor kambing ini
hanya berlaku untuk orang yang mampu melaksanakannya, karena tidak
semua orang untuk mengaqiqahi bayi laki-laki dengan dua kambing. Ini
termasuk pendapat yang wasath (tengah-tengah) yang menghimpun berbagai
dalil.(Abu Muhammad ‘Ishom bin Mar’I, 1997: 31)
Menurut banyak ulama’ aqiqah itu hanya berlaku bagi anak kecil,
namun sebagian ulama lain menyatakan bahwa aqiqah boleh dilakukan
setelah seseorang itu dewasa.(Hasan Saleh, 2008: 260) Penyembelihan hewan
aqiqah sebaiknya dilaksanakan pada hari ke-7 atau hari ke-14 dan jika tidak
bisa maka kapan saja.
Dari kedua pendapat ini dapat diambil kesimpulan bahwa
penyembelihan aqiqah yang paling baik ialah dilakukan pada hari ke-7 dari
hari kelahiran seorang anak, sedang bagi orang yang belum diaqiqahkan,
maka aqiqah itu dapat dilakukan setelah umur dewasa.
Perbuatan-perbuatan yang baik dilakukan pada waktu anak baru lahir,
antara lain:(Zakiah Daradjat, 1983: 502)
1. Mengadzankan dan mengiqamatkan
Disunatkan mengazankan anak laki-laki dan mengiqomatkan anak
perempuan yang baru lahir, sehingga kata-kata yang pertama kali
dienegar oleh seorang anak yang baru lahir itu adalah perkataan yang
baik.
2. Memberi nama
Rasulullah menganjurkan agar orang tua segera memberi nama anaknya
yang baru lahir. Para ulama sepakat bahwa perkataan yang dijadikan
nama anak yang baru lahir itu adalah perkataan yang mempunyai arti
yang baik seperti Abdullah. Dan haram hukumnya memberi nama anak
dengan perkataan yang mengandung unsur atau arti syirik, seperti abdul
uzza, abdul ka’bah dan sebagainya.
3. Mencukur rambut
Sunat hukumnya mencukur rambut anak yang baru lahir, sekurang-
kurangnya menggunting tiga helai rambut. Biasanya dilakukan waktu
mengaqiqahkannya dan waktu memberi nama. Menurut imam malik,
disamping mencukur rambut rambut sunat pula hukumnya besedekah,
sekurang-kurangnya seharga perak seberat rambut yang dipotong itu.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam mencukur rambut bayi,
yaitu:
1. Diawali dengan membaca basmallah.
2. Arah mencukur rambut dari sebelah kanan ke kiri.
3. Dicukur secara keseluruhan (gundul) sehingga tidak ada kotoran yang
tersisa.
4. Rambut hasil cukuran ditimbang dan jumlah timbangan dinilai dengan
nilai emas atau perak kemudian disedekahkan kepada fakir miskin.

E. Tata Cara Pembagian Daging Aqiqah.


Dalam pembagian daging aqiqah sama dengan pembagian daging
qurban namun ada beberapa perbedaan dalam aqiqah diantaranya: (Abu
Muhammad Ishom, 1997: 47)
1. Disunnahkan memasak daging sembelihan aqiqah dan tidak
memberikannya dalam keadaan mentah. Imam Ibnul Qayyim dalam
kitabnya Tuhfatul Maudud, yang berbunyi: “ memasak daging aqiqah
termasuk sunnah.”
2. Disunahkan untuk memakan sebagian daging aqiqah serta
menghadiahkan dan menyedekahkan masing-masing sebanyak sepertiga
dari daging seperti hewan qurban.

F. Syarat-Syarat Aqiqah
1. Dari sudut umur binatang Aqiqah & korban sama sahaja.
2. Sembelihan aqiqah dipotong mengikut sendinya dengan tidak
memecahkan tulang sesuai dengan tujuan aqiqah itu sebagai
“Fida”(mempertalikan ikatan diri anak dengan Allah swt).
3. Sunat dimasak dan diagih atau dijamu fakir dan miskin, ahli keluarga,
jiran tetangga dan saudara mara. Berbeza dengan daging korban, sunat
diagihkan daging yang belum dimasak.
4. Anak lelaki disunatkan aqiqah dengan dua ekor kambing dan seekor
untuk anak perempuan kerana mengikut sunnah Rasulullah. ‘Aisyah
Radhiallahu ‘anha katanya: Maksudnya: "Afdhal bagi anak lelaki dua
ekor kambing yang sama keadaannya dan bagi anak perempuan seekor
kambing. Dipotong anggota-anggota (binatang) dan jangan dipecah-
pecah tulangnya." (HR.AL-HAKIM).
G. Sunat-Sunat Ketika Menyembelih Binatang
1. Membaca Basmalah
2. Selawat ke atas nabi
3. Menghadap kiblat
4. Bertakbir
5. Berdoa supaya diterima ibadah korban itu.

H. Hikmah Aqiqoh
Sejak seorang suami memancarkan sperma kepada istrinya, lalu sperma
itu berlomba-lomba mendatangi panggilan indung telur melalui signyal
kimiawi yang dipancarkan darinya, sejak itu tanpa banyak disadari oleh
manusia, sesungguhnya setan jin sudah mengadakan penyerangan kepada
calon anak mereka. Hal tersebut dilakukan oleh jin dalam rangka membangun
pondasi di dalam janin yang masih sangat lemah itu, supaya kelak di saat
anak manusia tersebut menjadi dewasa dan kuat, setan jin tetap dapat
menguasai target sasarannya itu. Maka sejak itu pula Rasulullah saw. telah
mengajarkan kepada umatnya cara menangkal serangan yang sangat
membahayakan itu sebagaimana yang disampaikan Beliau saw. melalui
sabdanya berikut ini :

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم لَوْ َأ َّن َأ َح َدهُ ْم ِإ َذا َأ َرا َد‬
َ ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬
َ َ‫ ق‬: ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َما قَا َل‬ ِ ‫س َر‬ ٍ ‫يث ا ْب ِن َعبَّا‬ ُ ‫ِد‬
‫ب ال َّش ْيطَانَ َما َر َز ْقتَنَا فَِإنَّهُ ِإ ْن يُقَدَّرْ بَ ْينَهُ َما َولَ ٌد فِي‬ ِ ِّ‫َأ ْن يَْأتِ َي َأ ْهلَهُ قَا َل بِاس ِْم هَّللا ِ اللَّهُ َّم َجنِّ ْبنَا ال َّش ْيطَانَ َو َجن‬
‫ان َأبَدًا‬
ٌ َ‫ض َّرهُ َش ْيط‬
ُ َ‫ك لَ ْم ي‬
َ ِ‫* َذل‬

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a berkata: Rasulullah s.a.w pernah


bersabda: apabila seseorang diantara kamu ingin bersetubuh dengan isterinya
hendaklah dia membaca:

ِ ِّ‫بِس ِْم هَّللا ِ اللَّهُ َّم َجنِّ ْبنَا ال َّش ْيطَانَ َو َجن‬
‫ب ال َّش ْيطَانَ َما َر َز ْقتَنَا‬

Yang artinya: Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. Wahai Tuhanku! Jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah
setan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami. Sekiranya hubungan
aantara suami istri itu ditakdirkan mendapat seorang anak
I. Ketentuan-Ketentuan Dalam Aqiqah
1. Yang berhak melakukan penyembelihan
Al-Syafi’i berpendapat bahwa yang menyembelih aqiqah adalah
orang yang wajib memikul nafkah si anak itu. Sedangkan al-Syafi’iyah
lebih menitikberatkan tugas ini kepada yang mampu menyembelihnya
sebelum berlalu masa nifas. Namun, jika melihat fakta sejarah bahwa
nabi menyembelih ‘aqiqah untuk cucunya, al-Hasan dan al-Husain atas
nama orang tua mereka. Sebagaimana diriwayatkan oleh al-Nasa’i

ِ ‫ال َح َّدثَنِي ِإ ْب َرا ِهي ُم هُ َو ابْنُ طَ ْه َمانَ ع َْن ْال َحج‬


‫َّاج‬ َ َ‫ص ب ِْن َع ْب ِد هَّللا ِ قَا َل َح َّدثَنِي َأبِيق‬
ِ ‫َأ ْخبَ َرنَا َأحْ َم ُد بْنُ َح ْف‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ع َْن‬
َ ِ ‫ق َرسُو ُل هَّللا‬ ٍ ‫َّاج ع َْن قَتَا َدةَ ع َْن ِع ْك ِر َمةَ ع َْن ا ْب ِن َعبَّا‬
َّ ‫س قَا َل َع‬ ِ ‫ْب ِن ْال َحج‬
ِ ‫ْال َح َس ِن َو ْال ُح َسي ِْن َر‬
‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َما بِ َك ْب َش ْي ِن َك ْب َشي ِْن‬
Dalam riwayat al-baihaqy, al-Hakim dan Ibnu Hibban, dari Aisyah
ditegaskan bahwa nabi menyembelih aqiqah untuk kedua cucunya itu
pada hari ketujuh dari lahirnya. Pada hari itu juga diresmikan namanya
dan dicukur rambutnya.
2. Binatang yang Disembelih untuk Aqiqah
Binatang yang disembelih untuk aqiqah ini sama dengan binatang
yang disembelih untuk qurban, yaitu binatang ternak yang berkaki empat,
unta, lembu, kerbau, sapi, kambing dan biri-biri. Bahkan Ibrahim al-
taimy membolehkan menyembelih seekor burung untuk aqiqah.
Golongan Syafi’iyah berpendapat bahwa seekor unta dan sapi boleh
diperserikatkan oleh tujuh orang walaupun sebagiannya ada yang bukan
untuk aqiqah.
Karena dianggap sama dengan qurban, maka Imam Malik berkata
bahwa tidak boleh menyembelih untuk aqiqah, binatang yang cacat,
kurus, sakit dan patah kakinya. Sedangkan masalah umur, Malik, al-
Syafi’i, Ahmad dan Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa umur binatang
yang disembelih untuk aqiqah sama dengan umur binatang yang
disembelih untuk qurban.
Pendapat lain datang dari Abu Ishak, Ibnu Sya’ban dan Ibnu Hazm.
Menurut mereka yang boleh untuk dijadikan hewan aqiqah hanyalah
kambing berdasarkan pada teks hadits di atas.
3. Jumlah Kambing yang Disembelih
Menurut hadits yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi di atas,
diketahui bahwa jumlah kambing yang disembelih adalah dua ekor untuk
anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan.
Menurut pandangan Syafi’iyah, jumlah tersebut bukan sebuah
ketentuan yang baku, melainkan hanya sebuah keutamaan. Jika hanya
menyembelih satu kambing saja, itu sudah cukup. Pendapat yang
berbanding terbalik datang dari ulama’ Hanabilah. Menurut mereka
ketentuan tersebut bersifat baku yang tidak bisa diotak-lagi. Sedangkan
Malikiyah berpendapat bahwa jumlah kambing yang disembelih hanya
satu, baik untuk anak laki-laki maupun perempuan.
4. Waktu Menyembelih Akikah
Imam Malik bin Anas mengatakan bahwa waktu menyembelih
aqiqah adalah hari ketujuh, tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih.
Sementara Ibnu hazm berpendapat bahwa tidak boleh menyembelih
sebelum hari ketujuh, boleh setelahnya. Sedangkan pendapat al-Syafi’i
mengatakan bahwa hari ketujuh hanya sebatas keutamaan. Artinya boleh
menyembelih sebelum dan setelahnya asal belum baligh. Abu Abdillah
al-Wasyandy berpendapat bahwa jika tidak bisa hari ketujuh, maka hari
keempat belas, jika tidak juga, maka hari kedua puluh satu. Menurut al-
Tirmidzy, pendapat al-Wasyandy adalah yang diamalkan oleh para
Ulama’.
Adapaun hari ketujuh dihitung dari kelahiran si bayi. akan tetapi,
imam Malik berpendapat bahwa hari kelahiran tidak dimasukkan ke
dalam hitungan.
5. Pembagian Daging Aqiqah
Daging Aqiqah dibagi menjadi tiga, yaitu dimakan sendiri,
disedekahkan pada fakir miskin, dan dihadiahkan tetangga dan kerabat.
Semua itu dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran bayi. jumhur
ulama’ mengatakan bahwa daging yang dibagikan berupa daging yang
sudah matang. Sedangkan apabila masih mentah, maka hukumnya
makruh.
Mengantarkan dagingnya secara langsung ke tujuan masing-masing
dinilai lebih utama dan manusiawi dari mana menyuruh mereka
mendatangi rumah orang yang ber’aqiqah. Hal ini juga diisyaratkan oleh
Quraish Shihab ketika menfsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan
sedekah.
Imam Malik berpendapat bahwa menjual daging hewan ‘aqiqah
tidak boleh. Selain dagingnya, kulitnya juga tidak boleh dijual.
6. Hal yang diucapkan saat penyembelihan
Berikut adalah hal yang perlu dibaca saat melakukan
penyembelihan hewan ‘aqiqah:
‫ بسم هللا هللا اكبر‬... ‫اللهم منك واليك عقيقة‬
Ya Allah, dari-Mu dan untuk-Mu akikah si … (sebutkan nama si
bayi). Dengan menyebut nama Allah dan Allah maha besar.
KESIMPULAN

Kesimpulan: Aqiqoh merupakan penyembelihan kambing dimana saat anak


dilahirkan pada hari ketujuh.Dan hukumnya sunnah muakad. Aqiqah sudah
menjadi tradisi masyarakat Arab pra Islam, namun dikoreksi dan direnovasi oleh
Islam dengan sesuatu yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai prinsip agama
Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Asqalani, Ibnu Hajar, Bulughul Maram, Beirut: Maktabah Tajariyatil Kubro

Ash, S., Hasbi.1966. Tuntunan Qurban.Jakarta: Bulan Bintang.

Az-Zuhaili, Wahbah, 2011. Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Depok: Gema Insani.

Bakry, Hasbullah, 1988. Pedoman Islam di Indonesia, Jakarta: Universitas


Indonesia (UI-Press),

Daradjat, Zakiah, dkk., 1983. Ilmu Fiqih, Jakarta: Pusat Direktorat Pembinaan
Perguruan Tinggi Agama Islam.

Idris, A. F, A.M, 1990. Fiqih Islam Lengkap, Jakarta: Rineka Cipta.

Muhammad ‘Ishom bin Mar’I, Abu, 1997. Aqiqah (Perayaan Aqiqah Menurut
Islam), Yogyakarta: Litera Sunny.

Saleh, H, 2008, Kajian Fiqh Nabawi Dan Fiqh Kontemporer, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Ulama’I, A. Hasan Asy’ari, 2010. Aqiqah dengan Burung pipit, Semarang: Syar
Media Publishing.

Anda mungkin juga menyukai