Anda di halaman 1dari 4

Akikah Anak Laki-laki dan Perempuan

Menurut Islam
26 Juni 2018 Oleh Pelangi Aqiqah

Akikah anak laki-laki dan perempuan menurut Islam sesuai sunnah bisa
diartikan suatu proses penyembelihan/pemotongan kambing yang ditujukan untuk
mewujudkan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan karunia
berupa anak (putra atau putri) kepada pasangan yang telah menikah. Beberapa
riwayat hadits menyebutkan bahwa bagi anak laki-laki disunahkan untuk
menyembelih dua ekor kambing, sedang bagi anak perempuan hanya menyembelih
satu ekor kambing. Berikut pemaparan oleh www.pelangiaqiqah.co.id.

Pengertian Akikah/Aqiqah
Berbicara mengenai akikah, bahwa secara etimologis aqiqah yakni proses
memotong atau dalam bahasa Arab al-qat’u atau sebutan bagi rambut yang di
kepala bayi ketika baru dilahirkan. Secara fiqih, akikah merupakan hewan yang
akan disembelih untuk mewujudkan rasa syukurnya kepada Allah SWT yang telah
mengaruniai buah hati baik laki-laki maupun perempuan. Dalam bahasa Jawa
akikah disebut dengan istilah kekahan.

Menurut dalil yang diungkapkan Samurah bin Jundub mengatakan, bahwa


Rasulullah telah bersabda:

‫سابِ ِع ِه‬ َ ‫غالَ ٍم َر ِهينَةٌ بِعَ ِقيقَتِ ِه ت َ ْذ بَ ُح‬


َ ‫ع ْنهُ يَ ْو َم‬ ُ ‫س َّمي ُك ُّل‬ ُ َ‫سابِ ِع ِه َويُحْ ل‬
َ ُ‫ق َوي‬ َ ‫غالَ ٍم َر ِهينَةٌ بِعَ ِقيقَتِ ِه ت ُ ْذبَ ُح‬
َ ‫ع ْنهُ يَ ْو َم‬ ُ ‫ُك ُّل‬
‫س َّمى‬ َ ُ‫ق َوي‬ُ َ‫َويُحْ ل‬

“Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing) untuknya pada


hari ke tujuh, dicukur dan diberi nama” [HR Abu Daud, no. 2838, at-Tirmidzi no.
1522, Ibnu Majah no. 3165]

Al-Hasan bin ‘Ali al-Shan’ani menyebutkan bahwa hadits tersebut di atas


diriwayatkan oleh Imam Yang Lima (Ahmad, Abu Daud, al-Tirmidzi, al-Nasai
dan Ibn Majah) dan disahihkan oleh al-Tirmidzi, al-Hakim dan Abdul Haq (Fath
al-Ghaffar, 2:1127).
Hadits tersebut diatas dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi,
Syaikh al-Albani dan Syaikh Abu Ishaq al-Huwaini dalam kitab al-Insyirah Fi
Adabin Nikah halaman 97.

Dalam Musnad Ahmad yang ditahqiq oleh ‘Abdul Qadir al-Arnaut, dan kawan-
kawan, para pentahqiq/peneliti kitab tersebut mengatakan bahwa hadits ini sahih.
(Musnad Ahmad bin Hanbal, 33:318). Begitu juga Muhammad Nashiruddin al-
Bani, beliau mensahihkan hadits ini. (Irwa al-Ghalil, 4:386). Lebih lengkap
riwayat hadits tersebut baca disini dan maksud tergadai baca disini.

Selanjutnya, dari Asiyah yang mengatakan bahwa, Rasulullah bersabda:

‫ان َوع َْن‬ ِ َ ‫سلَّ َم أ َ َم َر ُه ْم ع َْن ا ْلغُ َال ِم شَات‬


ِ َ ‫ان ُمكَا ِفئَت‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫عن عَا ِئشَةَ أَنَّ َر‬
َّ ‫سو َل‬
‫ا ْل َج ِار َي ِة شَاةٌ (رواه الترمذي وصححه‬

“Dari Aisyah r.a., sesungguhnya rasulullah s.a.w. memerintahkan kepada para


sahabat untuk mengaqiqahkan anak laki-lakinya dengan dua kambing yang besar
dan anak perempuan satu kambing” HR. al-Tirmidzi

Mnurutnya al-Tirmidzi hadis di atas adalah shahih. Hadis di atas berbicara


perbedaan jumlah kambing yang disembelih pada acara akikah anak laki-laki dan
perempuan menurut Islam.

Waktu Pelaksanaan Aqiqah/Akikah Anak Laki-laki


dan Perempuan Menurut Islam
Pelaksanaan aqiqah/akikah anak laki-laki dan perempuan menurut Islam yang telah
disepakati ulama secara sahih yakni di hari ketujuh dari kelahiran bayi tersebut.
Kesepakatan ini berdasarkan dari dalil hadist sahih yang diriwayatkan oleh
Samurah ibn Jundub di atas. Beliau menungkapkan, bahwa Nabi Muhammad SAW
bersabda seorang anak yang telah terikat dengan aqiqahnya, maka ia akan
disembelihkan aqiqah di hari ketujuh dan sekaligus diberikan nama kepada bayi
tersebut. Meski demikian, jika ada yang terlewat serta belum mampu
melaksanakannya di hari ketujuh, maka bisa diundur pelaksanannya di hari ke 14.
Bahkan jika memang belum bisa juga melaksanakannya, maka di hari 21 bisa
dilaksanakan atau kapan saja mampu untuk melaksanakannya. Namun tidak ada
riwayat hadist yang menyebutkan aqiqah selain hari ke-7. Baca penjelasan waktu
aqiqoh lebih detil.
Pelaksanaan aqiqah di hari ketujuh adalah didasarkan atas anjuran. Jika memang
tidak dapat dilakukan pada hari tersebut, lalu bagaimana solusinya? Mengenai hal
ini, para ulama memiliki beberapa pendapat yang berbeda-beda. Berikut adalah
rangkuman yang dikutip dari sini:

 Menurut ulama Syafi’iyah dan Hambali, waktu aqiqah dimulai dari


kelahiran. Tidak sah aqiqah sebelumnya dan cuma dianggap sembelihan
biasa. Dengan demikian, jika seorang ibu yang mengalami keguguran, maka
aqiqah tidak perlu dilaksanakan. Meskipun usia bayi tersebut sudah lebih 4
bulan di dalam kandungan ibunya
 Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, waktu aqiqah adalah pada hari
ketujuh dan tidak boleh sebelumnya.
 Menurut ulama Malikiyah bahwa batasan aqiqah sudah gugur setelah hari
ketujuh. Sementara itu, ulama Syafi’iyah membolehkan aqiqah sebelum usia
baligh, dan ini menjadi kewajiban sang ayah.
 Menurut ulama Hambali bahwa jika aqiqah tidak dilaksanakan pada hari ke-
7 (tujuh), maka disunnahkan dilaksanakan pada hari ke-14 (empat belas).
Jika tidak sempat lagi pada hari tersebut, boleh dilaksanakan pada hari ke-21
(dua puluh satu).
 Menurut ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa aqiqah tidaklah dianggap
luput jika diakhirkan waktunya. Akan tetapi, dianjurkan aqiqah tidaklah
diakhirkan hingga usia baligh. Jika telah baligh belum juga diaqiqahi, maka
aqiqahnya itu gugur dan si anak boleh memilih untuk mengaqiqahi dirinya
sendiri

Mengenai masalah waktu ibadah aqiqah, memang ada beberapa pendapat tersebut
di atas. Hadist yang kuat memang menyebutkan pelaksanaan aqiqah adalah pada
hari ke-7. Mengenai hal itu Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc berpendapat
“agar aqiqah dilaksanakan pada hari ketujuh, tidak sebelum atau
sesudahnya. Lebih baik berpegang dengan waktu yang disepakati oleh para
ulama“.

Adapun pendapat yang membolehkan aqiqah di waktu selain hari ketujuh


menyadarkan pada prinsip bahwa agama Islam merupakan agama yang
memberikan kemudahan dan tidak memberikan kesulitan. Seperti firman Allah
SWT pada Al Qur’an:

‫َّللاُ ِب ُك ُم ْاليُس َْر َو ََل ي ُِريدُ ِب ُك ُم ْالعُس َْر‬


‫ي ُِريدُ ه‬
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu” [Al-Baqarah : 185]

Anda mungkin juga menyukai