Anda di halaman 1dari 6

PEMAHAMAN AQIQAH BESERTA HUKUMNYA

Raden Roro Hasna Humaira


(1217070065)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ibadah kurban yaitu suatu ibadah yang sangat disebarkan/dilaksanakan secara besar-besaran
didalam islam, terkhusus bagi orang yang berkemampuan dari segi keuangan. Ibadahnya telah
disyariatkan oleh Allah SWT pada tahun kedua Hijrah.
Firman Allah SWT:
“Sesungguhnya kami (Allah SWT) telah memberi engkau (wahai Muhammad) kebaikan yang
banyak. Maha sembahyanglah engkau karena Tuhanmu dan sembelihlah (kurbanmu).” (QS. Al-
Kautsar 1-2).
Salah satu ajaran islam yang di contohkan Rasulullah SAW adalah Aqiqah. Aqiqah
mempunyai hikmah dan manfaat positif yang bisa kita ambil di dalamnya. Di kerjakakan pada hari ke-7
dalam kelahiran seorang bayi. Dan Aqiqah hukumnya sunnah muakad (mendekati wajib), bahkan
sebagian ulama menyatakan wajib. Setiap orang tua mendambahkan anak yang shaleh, berbakti dan
mengalirkan kebahagiaan kepada kedua orangnya. Aqiqah adalah salah satu acara penting untuk
menanamkan nilai-nilai ruhaniah kepada anak yang masih suci. Dengan aqiqah di harapkan sang bayi
memperoleh kekuatan, kesehatan lahir dan batin. Di tumbuhkan dan di kembangkan lahir dan batinnya
dengan nilai- nilai ilahiyah.
Aqiqah juga salah satu upaya kita untuk menebus anak kita yang tergadai. Aqiqah juga
merupakan realisasi rasa syukur kita atas anugerah, sekaligus amanah yang di berikan allah SWT
terhadap kita. Aqiqah juga sebagai upaya kita menghidupkan sunnah rasul SAW, yang merupakan
perbuatan yang terpuji, mengingat saat ini sunnah tersebut mulai jarang di laksanakan oleh kaum
muslimin.

B. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah Guna untuk memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Kuliah
“Ilmu Fiqih”.

1
II. PEMBAHASAN

A. Aqiqah

Aqiqah dalam bahasa arab mempunyai arti memutus atau melubangi, ada yang menyebutkan
bahwa aqiqah ialah nama bagi hewan yang disembelih, karena lehernya dipotong, dan disebutkan juga
bahwa aqiqah merupakan rambut yang dibawa si bayi ketika lahir. Adapun secara syari’at merupakan
hewan yang disembelih untuk menebus bayi yang dilahirkan.

Hukum aqiqah menurut pendapat Jumhur Ulama adalah sunah muakkadah, berdasarkan
anjuran Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam dan praktik langsung Rasulullah SAW. “Bersama
anak laki-laki ada aqiqah, maka tumpahkan (penebus) darinya darah (sembelihan) dan bersihkan
darinya kotoran (Maksudnya cukur rambutnya).” (HR: Ahmad, Al Bukhari dan Ashhabus Sunan). Dan
dalam perkataan Rasulullah SAW, yang artinya: “maka tumpahkan (penebus) darinya darah
(sembelihan),” bukan bersifat wajib melainkan sebuah perintah, karena ada sabdanya yang
memalingkan dari kewajiban yaitu: “Barangsiapa di antara kalian ada yang ingin menyembelihkan bagi
anak-nya, maka silakan lakukan.” (HR: Ahmad, Abu Dawud dan An Nasai dengan sanad yang hasan).
Perkataan Rasulullah SAW, yang artinya: “ingin menyembelihkan.” merupakan dalil yang memalingkan
perintah yang pada dasarnya wajib menjadi sunah.

B. Hukum Aqiqah

Hukum aqiqah ialah sunnah mu’akkad dan menjadi kewajiban ayah (yang menanggung nafkah
anak). Jika orang tua dalam keadaan faqir (tidak mampu), maka ia tidak diperintahkan untuk aqiqah.
Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “ Bertakwalah kepada Allah semampu kalian ” (QS. At
Taghobun: 16). Dan pada saat waktu dianjurkan untuk melakukan aqiqah dan keadaan orang tua
berkecukupan, maka aqiqah masih tetap jadi kewajiban ayah, bukan ibu dan bukan pula anaknya.

C. Syarat-Syarat Aqiqah

a) Hewan yang sehat, berumur minimal setengah tahun dan kambing jawa minimal satu tahun
dari jenis kibsy (domba putih).
b) Untuk anak laki-laki dua ekor, dan untuk anak perempuan satu ekor
c) Hukumnya Sunnah dimasak dan diberikan kepada fakir dan miskin, ahli keluarga, jiran
tetangga dan saudara. Berbeda dengan daging kurban, sunat diagihkan daging yang
belum dimasak.

D. Jumlah Hewan

Jumlah Hewan Aqiqah yaknu satu ekor baik untuk laki-laki atau pun untuk perempuan,
sebagaimana perkataan Ibnu Abbas rahimahulloh: “Sesungguh-nya Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
mengaqiqahi Hasan dan Husain satu domba satu domba.” (Hadis shahih riwayat Abu Dawud dan Ibnu
Al Jarud)
2
Hadist diatas boleh mengaqiqahi anak laki-laki dengan dua ekor.
Ummu Kurz Al Ka’biyyah berkata, yang artinya: “Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam
memerintahkan agar dsembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba dan dari anak
perempuan satu ekor.” (Hadis sanadnya shahih riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan). Dan dari
Aisyah Radhiallaahu anha berkata, yang artinya: “Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam memerintahkan
mereka agar disembelihkan aqiqah dari anak laki-laki dua ekor domba yang sepadan dan dari anak
perempuan satu ekor.” (Shahih riwayat At Tirmidzi).

E. Hewan Sembelihan

Hewan yang dibolehkan disembelih untuk aqiqah sama seperti hewan untuk kurban, dari usia
dan kriteria. Namun di dalam aqiqah tidak diperbolehkan berserikat (patungan, urunan) sebagaimana
dalam udhhiyah, baik kambing/domba, atau sapi atau unta. Sehingga bila seseorang aqiqah dengan
sapi atau unta, itu hanya cukup bagi satu orang saja, tidak boleh bagi tujuh orang.

F. Waktu Pelaksanaan

Berdasarkan sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam yang artinya: “Setiap anak itu tergadai
dengan hewan aqiqah nya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.”
(HR: Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi ). Maka waktu pelaksanaan
aqiqah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran.

Berdasarkan hadis Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi Shallallaahu alaihi wa
Sallam, beliau berkata yang artinya: “Hewan aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, keempatbelas,
dan keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy)Jika tidak bisa melaksanakan aqiqah pada hari
ke-7, maka bisa dilaksanakan pada hari ke-14, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke-21. Jika setelah
tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala sudah mampu, karena
pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah sifatnya sunah dan
paling utama bukan wajib. Dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari ke tujuh.

Bagi seorang bayi yang sebelum hari ketujuh meninggal dunia maka disunnahkan juga untuk
disembelihkan aqiqah nya dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya,
begitupun bagi seorang bayi yang keguguran.

G. Pembagian Daging Aqiqah

Adapun Pembagian Daging Aqiqah yang mana daging tersebut dapat dimakan oleh orang tua
si anak, dapat mensedekahkan sebagian dagingnya dan menghadiahkan sebagiannya lagi.
Sebagaimana pendapat ulama Syaikh Ibnu Bazz berkata: Dan engkau bebas memilih antara
mensedekahkan seluruhnya atau sebagiannya dan memasaknya kemudian mengundang orang yang
engkau lihat pantas diundang dari kalangan kerabat, tetangga, teman-teman seiman dan sebagian
orang faqir untuk menyantapnya, dan hal serupa dikatakan oleh Ulama-ulama yang terhimpun di dalam
3
Al lajnah Ad Daimah.

H. Hikmah Aqiqah

Hikmah Aqiqah yaitu sebagai bentuk amal kebaikan dan bekal di akhirat. Ibadah aqiqah juga awal
keterikatan antara anak dengan orang tua. Dengan melaksanakan aqiqah, akan
mendapatkan banyak doa dan keberkahan dari kedua orang tuanya, dan juga dari para tamu,
kerabat, serta fakir miskin yang datang saat akikah bahwa akikah dapat mensyiarkan ajaran Islam dan
sebagai media mengajak kebaikan yang lebih luas. Sebab dengan melaksanakan aqiqah, umat Islam
sudah menghidupkan salah satu sunnah Rasulullah. Dan aqiqah juga menghadirkan hikmah lain, yang
mana merupakan fidyah atau tebusan. Tebusan untuk menebus dan menyelamatkan anak yang baru
lahir dari penyakit dan bencana.

4
III. SIMPULAN

Aqiqah yaitu penyembelihan hewan kambing yang mana ketika seorang anak dilahirkan pada
hari ke-7. Aqiqah merupakan syari’at yang sangat dianjurkan kepada ayah si bayi. Namun bila
seseorang yang belum di sembelihkan hewan aqiqah oleh orang tuanya hingga ia besar, maka dia bisa
menyembelih aqiqah dari dirinya sendiri. Sesuai Hadits Rasullullah SAW “sesungguhnya segala
perbuatan itu tergantung pada niatnya” itu menunjukan bahwa kita haruslah niat dengan ikhlas lillahi
ta’ala yang lahir dari ketakwaan dalam diri kita. Dan bukan bertujuan hanya agar dilihat sebagai orang
kaya, orang dermawan atau sebagainya karena hal tersebut merupakan perbuatan riya’ dan tidak
dapat pahala karena sesungguhnya yang sampai kepada Allah SWT hanya Takwa kita kepada-Nya
bukan daging dan darah qurban kita.

5
DAFTAR PUSTAKA

1. Sahih Fiqih Sunnah,


2. Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, cet. 2011
3. Cara Nabi SAW Menyiapkan Generasi, Jamal Abdurrahman, 2006. La Raiba Bima
Amanta(Elba): Surabaya
4. Ihya Ulumuddin, Ima

Anda mungkin juga menyukai