Anda di halaman 1dari 17

HADITS TENTANG POTENSI ANAK DAN PROSESI

PASCA KELAHIRAN
POTENSI ANAK DAN PROSESI PASKA KELAHIRAN MAKALAH Disusun Guna Melengkapi Tugas
Mata Kuliah: Tafsir Tarbawi 1 Dosen Pengampu: Bapak Musthofa Rahman Disusun Oleh : Saeful
Mumin 113111084 Siti puji Lestari 113111085 Sofwatin Hidayah 113111086 Syafaatul Munawaroh
113111088 FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2012 I. PENDAHULUAN Anak adalah buah hati orangtuanya. Ia merupakan salah satu nikmat Allah
SWT yang dianugerahkan kepada orang yang dikehendaki-Nya. Lebih jauh lagi, bahwa ia adalah
generasi penerus yang akan memegang kendali kehidupan suatu bangsa pada masa depan. Setiap
anak yang dilahirkan di dunia ini memiliki potensi yang sama, yaitu potensi untuk menjadi manusia
yang baik, baik di mata Allah SWT maupun di mata sesamanya. Sesungguhnya masa kanak-kanak
adalah masa yang sangat penting dalam menanamkan nilai-nilai yang baik sekaligus
menumbuhkannya menjadi manusia yang memiliki jiwa dan perilaku yang mulia. Apabila
kesempatan itu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya maka harapan masa depannya akan lebih
cerah. Maka di sini pemakalah akan mencoba membahas tentang bagaimana potensi anak dan apa
saja yang harus dilakukan kepada anak yang baru dilahirkan. II. HADIS A. Hadis tentang anak lahir
atas dasar fitrah

) Dari (Abu) Hurairah ra. Dia berkata:


Rasulullah SAW bersabda: tidak ada seorang anakpun kecuali ia dilahirkan menurut fitrah. kedua
orang tua nyalah yang akan menjadikan yahudi, nasrani, dan majusi sebagaimana binatang
melahirkan binatang dalam keadaan sempurna. Adakah kamu merasa kekurangan padanya.
Kemudian abu hurairah ra. berkata : fitrah Allah dimana manusia telah diciptakan tak ada
perubahan pada fitrah Allah itu. Itulah agama yang lurus (HR al-bukhari dalam kitab jenazah). B.
Hadis Prosesi Paska Kelahiran

) Dari Samurah RA ia berkata bahwa Rasulullah SAW


bersabda: (setiap) anak kecil ( belum baligh ) tergadai (dan) ditebus dengan mengakikahkannya,
disembelih hewan pada hari ketujuh lahirnya, diberi nama dan dicukur rambutnya. (HR At-tirmidzi
dalam Kitab kurban). III. PEMBAHASAN A. Anak Lahir Atas Dasar Fitrah Kata fithrah berasal dari
bahasa arab

yang artinya sifat bawaan setiap sesuatu dari awal penciptaannya, Atau bisa juga
berarti sifat dasar manusia/agama. Yang dimaksud dengan fitrah dalam Hadits ini ada dua
pengertian, yaitu: pertama, Pada Dasar pembawaan manusia (human nature) yang religius dan
monoteis, artinya bahwa manusia itu dari dasar pembawaannya adalah makhluk yang beragam dan
percaya pada kekuasaan Allah secara murni (pure monotheism atau tauhid khalis). Hal ini sesuai
dengan firman Allah dalam QS. Al-Araf: 172 Kesucian atau kebersihan (purity), artinya bahwa
semua anak manusia dilahirkan dalam keadaan suci atau bersih dari segala macam dosa. Kedua,
fithrah bisa juga memiliki pengertian agama, maksudnya adalah bahwa setiap manusia pada
dasarnya memiliki sifat dasar untuk berkecenderungan beragama tauhid, artinya meyakini adanya
Dzat yang Maha Esa sebagai Tuhan dan penciptanya yang wajib disembah. Pada dasarnya
semenjak lahir manusia sudah dianugerahi fithrah atau potensi untuk menjadi baik dan jahat, akan
tetapi anak yang baru lahir berada dalam keadaan suci tanpa noda dan dosa. Sebagaimana
pernyataan Allah dalam Al-Quran sifat dasar itu meliputi dua kecenderungan, yaitu kecenderungan
bertaqwa dan kecenderungan berbuat fujur. V u?o).uu1- (\uuo- (o;(o0-Hal ini
tercantum dalam firman-Nya: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya.(Q.S As-Syam : 8) Potensi bisa diartikan sebagai kekuatan, kesanggupan,
kemampuan, kekuasaan, pengaruh, daya, kefungsian, kekuatan diri, kesanggupan untuk berbuat,
kemampuan untuk bertindak, daya untuk berkuasa atau menguasai, kefungsian untuk memberikan
peran. Secara sederhana, potensi berarti kapasitas diri. Al-Ghazali memberikan penjelasan bahwa
tiap individu lahir bagaikan kertas putih dan lingkungannyalah yang mengisi kertas itu, dengan
pengalaman dari lingkungan dan dari lingkungan itu menentukan pribadi seseorang, terutama
lingkungan keluarganya. Sedangkan yang dimaksud fitrah Allah adalah bahwa manusia diciptakan
Allah memiliki nilai beragama, yaitu agama tauhid. Jika meraka tidak beragama tauhid itu karena
pengaruh lingkungannya, di sini peranan pembiasaan, pengajaran dan pendidikan dalam
pertumbuhan perkembangan anak yang mempengaruhi anak dalam menemukan tauhid yang murni,
keutamaan budi pekerti, spiritual, dan etika agama yang lurus. Dalam hal ini, faktor pendidikan yang
baik yang utama dan faktor lingkungan yang mendukung. Yang akan menentukan anak untuk
tumbuh sebagaimana mestinya. B. Prosesi Pasca Kelahiran 1. Adzan dan Iqomah Adzan dan
iqomah merupakan tuntunan Nabi Muhamad SAW yang diajarkan kepada kaum muslimin untuk
menyambut sang buah hati yang saleh, dengan tujuan supaya suara yang pertama kali didengar
sang bayi adalah lantunan adzan. Tentang hikmah dan rahasia melantunkan adzan ditelinga bayi,
Ibnul Qoyyim al-Jauziyah berkata melantunkan azan di telinga bayi yang baru dilahirkan bertujuan
Allah lebih mengetahui- agar kalimat-kalimat yang pertama kali didengar oleh bayi adalah kalimat-
kalimat yang mengandung ungkapan tentang kebesaran Allah dan keagungan kalimat syahadat
yang merupakan syarat untuk masuk kedalam agama Islam. Lantunan adzan itu sebagai bimbingan
pertama yang diajarkan kepada bayi ketika ia terlahir memasuki alam dunia sebagaimana ia akan
dibimbing membaca kalimat tauhid saat sedang keluar meninggalkan alam dunia. 2. Aqiqah
Pemahaman Aqiqah Kata Aqiqah berasal dari bahasa arab. Secara etimologi, ia berarti
memutus. Aqqa walidyahi, artinya jika ia memutus (tali silaturahmi) keduanya. Dalam istilah,
aqiqah berarti menyembelih kambing pada hari ketujuh (dari kelahiran seorang bayi) sebagai
ungkapan rasa syukur atas rahmat Allah swt berupa kelahiran seorang anak, atau hari
kelipatannya. Beberapa ulama seperti Imam Hasan Al-Bashri, juga Imam Lain berpendapat bahwa
hukum Aqiqah adalah wajib. Pendapat ini berdasarkan atas salah satu Hadits di atas, Kullu
ghulamin murtahanun bi aqiqatihi artinya (setiap anak tertuntut dengan Aqiqah-nya), mereka
berpendapat bahwa Hadits ini menunjukkan dalil wajibnya Aqiqah dan menafsirkan Hadits ini
bahwa seorang anak tertahan syafaatnya bagi orang tuanya hingga ia di aqiqahi. Ada juga sebagian
ulama yang mengingkari disyariatkannya Aqiqah, tetapi pendapat ini tidak berdasar sama sekali.
Dengan demikian, pendapat mayoritas ulama lebih utama untuk diterima karena dalil-dalilnya,
bahwa aqiqah adalah sunat muakadah. Imam Syafei, Abu Tsaur, Ahmad, dan Daud berpendapat
bahwa, akikah anak laki-laki dua kali lipat akikah anak perempuan, yaitu dua ekor kambing. Daging
sembelihan akikah dibagikan dalam bentuk sudah dimasak kepada fakir miskin. Yang lebih baik
diantar kerumahnya masing-masing, agar menghindarkan rasa rendah diri dan yang melakukannya
merasa beribadat benar-benar. Khalifah Abu Bakar, Umar dan lain-lain mengantarkan bagian fakir
miskin ketempat mereka. Islam dan Rasulullah SAW menyuruh menutupi malu sesama muslim,
sesuai dengan hati nurani serta kemanusiaan yang murni. Imam Malik mengatakan: boleh
sesudahnya; dan kata beliau: barang siapa yang mati ( anak yang mati ) sebelum hari ketujuh itu,
maka gugurlah kewajiban mengakikahinya. Syarat-syarat aqiqah, Imam Nawawi berkata hewan
yang layak disembelih sebagai aqiqah adalah domba yang dewasa dan kambing yang dewasa yang
sudah memiliki gigi seri. Domba dan kambing itu harus selamat dari caca, karena aqiqah adalah
mengalirkan darah secara syarI maka sifat-sifat hewan yang disembelih untuk aqiqah sama dengan
sifat-sifat hewan yang disembelih untuk kurban. Untuk laki-laki disembelihkan dua ekor kambing dan
anak perempuan satu ekor kambing saja. Menurut sunah Nabi, penyembelihan hewan aqiqah
dilaksanakan pada hari ketujuh, hari keempat belas, dan hari kedua puluh tujuh. Hadis riwayat oleh
al-Baihaqi dari Abdullah Buraidah. Sedangkan menurut penganut mazhab Syafii disebutkan bahwa
penyebutan tujuh itu untuk ikhtiar bukan keharusan. Namun jika memang belum sempat beraqiqah
sampai sang bayi telah mencapai usia baligh. Aqiqah Menurut Syaikh Abdullah nashih Ulwan dalam
kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam sebagaimana dilansir di sebuah situs memiliki beberapa hikmah
diantaranya: a. Menghidupkan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam meneladani Nabiyyullah
Ibrahim AS tatkala Allah SWT menebus putra Ibrahim yang tercinta Ismail AS. b. Dalam aqiqah ini
mengandung unsur perlindungan dari syaitan yang dapat mengganggu anak yang terlahir itu, dan ini
sesuai dengan makna hadits, yang artinya: Setiap anak itu tergadai dengan aqiqahnya.. Sehingga
Anak yang telah ditunaikan aqiqahnya insya Allah lebih terlindung dari gangguan syaithan yang
sering mengganggu anak-anak. Hal inilah yang dimaksud oleh Al Imam Ibunu Al Qayyim Al
Jauziyah bahwa lepasnya dia dari syaithan tergadai oleh aqiqahnya. c. Aqiqah merupakan tebusan
hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya kelak pada hari perhitungan.
Sebagaimana Imam Ahmad mengatakan: Dia tergadai dari memberikan Syafaat bagi kedua orang
tuanya (dengan aqiqahnya). d. Merupakan bentuk taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah
Subhanahu wa Taala sekaligus sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang dianugerahkan Allah
Subhanahu wa Taala dengan lahirnya sang anak. e. Aqiqah sebagai sarana menampakkan rasa
gembira dalam melaksanakan syariat Islam & bertambahnya keturunan mukmin yang akan
memperbanyak umat Rasulullah SAW pada hari kiamat. f. Aqiqah memperkuat ukhuwah
(persaudaraan) diantara masyarakat. 3. Memotong Rambut Diantara hal-hal yang disyariatkan
Islam terkait dengan anak yang baru lahir adalah mencukur rambutnya pada hari ketujuh dari
kelahirannya. Kemudian bersedekah berupa perak seberat rambut tersebut kepada orang muslim.
Sebagian ulama berpendapat bahwa sedekah itu seberat timbangan rambut bayi dengan nilai harga
emas/perak. Maksudnya bahwa anak itu tergadai dengan kotoran rambutnya; itulah Nabi SAW,
bersabda: hilangkanlah dari kepalanya, ( dengan mencukur rambutnya ). Rasulullah memberi
petunjuk kepada anaknya Fatimah untuk melakukan pencukuran rambutnya dan bersedekah perak
seberat rambutnya. Dari hadits diatas yulaqu ( dicukur ) menjadi dalil adanya ajaran cukur rambut
anak pada hari ketujuh. Dan menurut zhohirnya, bersifat umum bagi pencukuran rambut anak lelaki
dan perempuan. Ada dua manfaat terkait dengan mencukur rambut anak, yaitu : a. Mencukur
rambut bermanfaat bagi kesehatan bayi, karena dengan dicukur rambutnya kepala bayi akan
menjadi kuat, pori-porinya jadi terbuka, indera penglihat, pencium, pendengarannya akan bertambah
tajam. b. Manfaat yang bersifat sosial, yaitu dengan menyedekahkan perak atau emas seberat
rambut bayi kepada orang yang membutuhkan atau orang miskin. Hal ini dapat menumbuhkan jiwa
silaturahim, kasih saying, dan perhatian dalam masyarakat Muslim. 4. Memberi Nama Diantara hal
yang harus dilakukan orangtua terhadap anak-anaknya adalah memberikan nama yang bagus.
Karena kelak di hari kiamat mereka akan dipanggil dengan nama tersebut dan dengan nama
orangtua mereka maka jangan sampai seorang anak dipanggil dengan nama yang diharamkan atau
nama yang burukyang diberikan oleh orangtuanya pada saat hidup di dunia. Seyogyanya dipilih
nama yang baik bagi anak, nama yang akan diberikan diusahakan sebagus mungkin. Rasulullah
SAW bersabda: nanti pada saat kiamat, kalian akan dipanggil sesuai nama kalian dan bapak kalian,
karena itu baguskanlah namamu. Nabi SAW, biasanya merubah atau mengganti nama yang jelek.
Sebaiknya pemberian nama itu adalah dengan nama Nabi. Nama yang paling dicintai Allah adalah:
Abdullah, Abdur Rahman, dan lainya; yaitu nama yang diambil dari Asmaaul Husna dengan
tambahan, karena memberi nama anak sama persis dengan nama Allah atau sifatNya itu tidak
boleh. IV. PENUTUP Pada dasarnya semenjak lahir manusia sudah dianugerahi fithrah atau potensi
untuk menjadi baik dan jahat, akan tetapi anak yang baru lahir berada dalam keadaan suci tanpa
noda dan dosa. Adzan dan iqomah merupakan tuntunan Nabi Muhamad SAW yang diajarkan
kepada kaum muslimin untuk menyambut sang buah hati yang saleh, dengan tujuan supaya suara
yang pertama kali didengar sang bayi adalah lantunan adzan. Pendapat mayoritas ulama lebih
utama untuk diterima karena dalil-dalilnya, bahwa aqiqah adalah sunat muakadah. Imam Syafei,
Abu Tsaur, Ahmad, dan Daud berpendapat bahwa, akikah anak laki-laki dua kali lipat akikah anak
perempuan, yaitu dua ekor kambing. Daging sembelihan akikah dibagikan dalam bentuk sudah
dimasak kepada fakir miskin. Diantara hal-hal yang disyariatkan Islam terkait dengan anak yang
baru lahir adalah mencukur rambutnya pada hari ketujuh dari kelahirannya. Kemudian bersedekah
berupa perak seberat rambut tersebut kepada orang muslim. Hal yang harus dilakukan orangtua
terhadap anak-anaknya adalah memberikan nama yang bagus. Demikian makalah yang dapat kami
susun, kami berharap semoga makalah ini dapat dengan mudah untuk dipahami dan bisa
menambah wawasan kita. Dan tentunya kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan serta cacat dari kesempurnaaan. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat
kami harapkan guna penyempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan
kita bisa memetik hikmahnya. Amin.. DAFTAR PUSTAKA Ad-Dib, Ahmad ibnu Muhamad. Aqiqah
Risalah Lengkap Berdasarkan Sunnah Nabi. Jakarta: Qisthi Press. 2010. Al-Ikhwani, Fadlan. Find
Your Potency . Solo: Afra Publishing, 2010. Bakar, Abu bin Muhamad Husaini. kifayatul akhyar Fi
Ghayati Ikhtisar. Surabaya: Darul Ilmi. [Tpth]. Jamal AR. Mendidik Anak Menurut Rasulullah Usia 0-
3 Tahun. Semarang: Pustaka, Nuun. 2008. Juwariyah. Hadis Tarbawi. Yogyakarta: Teras. 2010.
Kahar, Masyhur. Bulughul Maram, jilid II. Jakarta: PT Rineka Cipta. 1992. Muhamad Abu Bakar.
Hadits Tarbiyah. Surabaya: al Ikhlas. 1995. Nuruddin, Abi Hasan dan Muhammad ibni Abdul Hadi
Assindi. Shahih Bukhari. Lebanon: Darul Kutub Al-ilmiah. 2008. Ulwan, Abdullah Nasib. Pedoman
Pendidikan Anak Dalam Islam. Bandung: Asy Syifa. 1988. Saeful Mumin Sofwatin Hidayah
Syafaatul Munawaro












































Mendidik Anak Sejak Kelahiran ( 0 taahun )
A. Adzan dan Iqamah
Salah satu dasar pendidikan yang hendaknya diberikan kepada anak ketika ia pertama kali
menyentuh alam dunia ini adalah pengumandangan lafadz adzan dan iqamah. Rasulullah Saw
mensunnahkan kepada seluruh umatnya untuk mengumandangkan adzan pada telinga kanan
anak yang baru saja dilahirkan serta mengiqamati pada telinga kirinya. Hal ini sesuai dengan
hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. :


Bahwa Nabi Saw. telah mengumandangkan adzan pada telinga Al-Hasan bin Ali pada hari ia di
lahirkan dan mengumandangkan iqamat pada telinga kirinya.
Ada banyak hikmah yang terkandung dalam pengumandangan adzan dan iqamat untuk anak
yang baru saja dilahirkan, diantaranya adalah :
1. Agar suara yang pertama kali didengar anak ketika ia memasuki alam dunia ini adalah kalimat
kalimat seruan Tuhan Yang Maha Agung. Pengumandangan lafadz adzan dan iqamat ini juga
dimaksud untuk memberikan pengajaran kepada anak yang baru saja dilahirkan tentang syariat
agama Islam.
2. Agar dakwah yang diterima anak untuk pertama kali adalah seruan untuk menyembah kepada
Alloh dan memeluk agama yang diridhoi-Nya yaitu Islam.
3. Menghindarkan bayi yang baru lahir dari tipu daya dan gangguan setan yang akan
menyesatkannya. Disebutkan dalam sebuah hadits bahwasanya Tangisan bayi yang baru saja
keluar dari rahim ibunya adalah dikarenakan tusukan ( godaan untuk menyesatkan ) dari setan,
maka syariat islam mengajarkan agar mengadzani bayi tersebut sehingga anak tersebut terhindar
dari gangguannya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Baihaqi dan Ibnu Sunni Nabi Saw
bersabda :

Barang siapa yang baru mendapatkan bayi, kemudian ia mengumandangkan adzan pada
telinganya yang kanan dan iqamat pada telinganya yang kiri, maka anak yang baru lahir itu tidak
akan terkena bahaya Ummush Shibyan ( jin perempuan ).
B. Memberikan Nama-nama Indah dan Edukatif
Salah satu pepatah jawa mengatakan asma minangka donga maksudnya nama adalah
sebuah doa. Dan memang benar bahwasanya hakikat pemberian nama untuk seseorang adalah
agar ia dikenal dan dimuliakan. Para ulama Islam sepakat untuk mewajibkan pemberian nama
kepada anak lelaki maupun perempuan, karena dengan nama itu anak akan bisa dikenal.
Adapun waktu pemberian nama untuk anak yang baru dilahirkan boleh dilakukan pada hari
pertama setelah kelahiran anak, boleh diakhirkan hingga hari ketiga dan boleh pula dilakukan
hingga hari akikah yaitu hari ketujuh, dan atau boleh dilakukan sebelum hari hari tersebut atau
bahkan sesudahnya.
Dan di antara sunnah Rasulullah Saw. di dalam memberikan nama kepada anak adalah
sebagai berikut :
1. Dengan nama nama yang paling baik dan indah. Abu Dawud meriwayatkan hadits hasan dari
Abi Darda r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda :


Sesungguhnya pada hari kiamat nanti kalian akan dipanggil dengan nama-nama kalian dan
nama-nama bapak-bapak kalian. Oleh karena itu, buatlah nama-nama yang paling baik untuk
kalian.
2. Tidak memberikan nama kepada anaknya yang kelak nama itu dapat menodai kehormatan anak
dan akan menjadi bahan celaan dan cemoohan orang lain. Tirmidzi dan Ibnu Majah
meriwayatkan sebuah hadits sebagai berikut :


Dari Ibnu Umar r.a. bahwa salah seorang putri Umar yang diberi nama Ashiyah ( anak
durhaka ) telah diganti namanya oleh Rasulullah Saw. dengan Jamilah ( cantik ).
3. Menghindari memberikan nama kepada anak dengan mengambil kalimat yang mengandung
makna pesimistis ataupun berisi doa yang tidak baik sehingga anak selamat dari musibah
tersebut. Bukhari meriwayatkan hadits dari Said Bin Al-Musayyab dari kakeknya bahwa
kakeknya berkata, Aku telah datang kepada Nabi Saw. Beliau bersabda, Siapa namamu ? Aku
menjawab, Hazn ( susah ). Beliau Bersabda, Kamu Sahl ( mudah ). Aku berkata bahwa aku
tidak akan mengubah nama yang telah diberikan bapakku kepadaku.
Ibnu Musayyab berkata, Kesusahan itu masih terus menimpa pada kami.
4. Dianjurkan memberikan nama pada anak dengan nama nama penghambaan kepada Alloh, nama
nama para Nabi, dan atau nama nama orang sholih dari umat islam. Abu Dawud dan nasai
meriwayatkan dari Abu Wahab Al-Jasyimi r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda :


Berilah nama anak-anak kalian dengan nama para Nabi, dan nama-nama yang paling disukai
Alloh adalah Abdullah dan Abdur Rahman. Nama-nama yang paling benar adalah Harits dan
Hamman. Sedangkan yang paling jelek adalah Harb ( perang ) dan Murrah ( pahit ).
Bagi orang orang yang diberikan pengetahuan tentu akan menyadari dan menyatakan
ketakjuban terhadap anjuran dan sunnah Rasulullah di dalam memberikan nama ini. Bila kita
perhatikan pengetahuan dan penelitian modern tentang kristal air yang dilakukan oleh Dr.
Masaru Emoto dari Jepang, bahwasanya ketika air diberikan kata kata yang baik maka kristal
pada air tersebut akan berbentuk Kristal yang baik, indah dan beraturan. Dan begitu pula
sebaliknya ketika air diberikan kata-kata yang jelek dan kotor maka kristal tersebut akan rusak
dan tidak beraturan.
Dapat kita mengerti bahwa sekitar enam puluh lima persen lebih dari tubuh kita ini terdiri
dari air, sehingga bila nama kita adalah kalimat yang bermakna pada suatu yang jelek dan tidak
baik tentu saja seolah olah setiap hari kita akan dikata-katai dengan kalimat yang jelek sehingga
akan membentuk kristal-kristal yang rusak dan tidak beraturan dalam diri kita. Dan selanjutnya
mungkin juga dapat mempengaruhi kesehatan maupun hal-hal lainnya dalam kehidupan kita
seperti yang sudah dijelaskan dalm hadits yang diriwayatkan Said Bin Al-Musayyab diatas
C. Akikah
Akikah secara bahasa ( etimologi ) berarti memutus, sedangkan menurut istilah syarak,
akikah berarti menyembelih kambing untuk anak pada hari ketujuh dari kelahiranya. Dalam
sebuah hadits, Rasulullah Saw. bersabda : Setiap anak itu digadaikan dengan akikahnya. Ia
disembelihkan ( binatang ) pada hari ketujuh dari kelahirannya, diberi nama pada hari itu juga
dan dicukur ( rambut ) kepalanya. ( Ashabus Sunan )
Sebagian besar ulama fikih berpendapat bahwa hukum melaksanakan akikah adalah sunnah,
seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa Rasulullah Saw. bersabda :


Siapa yang dikaruniai seorang anak, lalu ia menyukai untuk melakukan ibadah kepada
Alloh atas dirinya ( mengakikahya ), maka hendaklah ia melakukannya.
Sedangkan untuk jumlah hewan yang diakikahkan untuk anak laki-laki dan perempuan ada
ikhtilaf diantara para ulama ahli fikih, sebagian berpendapat bahwa akikah untuk anak laki-laki
adalah dua ekor kambing dan untuk anak perempuan adalah satu ekor kambing, hal ini
disandarkan pada beberapa hadits, salah satunya adalah hadits dari Imam Ahmad dan Tirmidzi
yang mereka riwayatkan dari Ummu Khiraz Al-Kabiyah bahwa ia pernah bertanya kepada
Rasulullah Saw. Beliau Saw. menjawab :


Anak laki-laki diakikahi dua kambing dan anak wanita diakikahi satu kambing.
Sedangkan menurut sebagian ulama ahli fikih lainnya,bahwa akikah untuk anak laki-laki dan
anak perempuan adalah sama yaitu satu ekor kambing. Para ulama ini bersandar pada hadits
Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ibnu Abbas r.a., Rasulullah Saw.
telah mengakikahi Al-Hasan dan Al-Husain dengan satu ekor kambing.
Adapun waktu yang dianjurkan untuk melaksanakan akikah adalah pada hari ketujuh dari
kelahiran si anak seperti bunyi hadits yang telah diriwayatkan oleh Ashabus Sunan diatas, akan
tetapi tidak dilarang juga melaksanakan akikah pada hari keempat, kedelapan, kesepuluh dan
atau setelah itu.
Al-Maimun berkata, Aku bertanya kepada Abdullah, Bilamanakah anak itu diakikahi ?
Abdullah menjawab, Aisyah telah mengatakan, bahwa akikah itu bisa dilakukan pada hari
ketujuh, hari keempat belas dan hari keduapuluh satu.
Dr. Abdullah Nashih Ulwan di dalam bukunya Tarbiyatul Aulad Fil Islam menyatakan
hikmah dilakukannya akikah adalah sebagai berikut :
1. Dengan dilaksanakannya akikah maka akan mendekatkan anak kepada Alloh pada awal
kehidupannya.
2. Akikah akan menjadi suatu penebusan bagi anak dari berbagai musibah dan kehancuran,
sebagaimana Alloh SWT telah menebus Nabinya Ismail dengan seekor kambing gibas yang
besar.
3. Aqiqah merupakan tebusan hutang anak untuk memberikan syafaat bagi kedua orang tuanya
kelak di akhirat.
4. Akikah akan memperkuat tali persaudaraan dan cinta kasih diantara anggota masyarakat.
5. Akikah dapat memberikan sumber jaminan social baru dengan menerapkan dasar-dasar keadilan
social dan menghapus gejala kemiskinan di dalam masyarakat.
D. Khitan
Menurut etimologi khitan berarti memotong. Sedangkan menurut istilah syara khitan berarti
memotong kulit yang menutupi hasafah ( kepala penis ) dengan tujuan agar bersih dari najis.
Sebagian besar ulama sepakat bahwa hukum berkhitan adalah wajib bagi laki-laki dan
sunnah bagi perempuan. Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari Syidad bin Aus dari Rasulullah
Saw. Bahwa beliau Saw. bersabda :


Khitan itu disyariatkan ( disunnahkan ) bagi kaum lelaki dan dimulia bagi kaum wanita.
Harb juga meriwayatkan hadits dari Az-Zuhri, bahwa Rasulullah Saw. bersabda :


Barang siapa masuk Islam, maka wajib berkhitan, sekalipun ia sudah dewasa.
Adapun waktu yang utama bagi orang tua untuk mengkhitankan seorang anak adalah pada
hari hari pertama setelah kelahirannya. Dan apabila anak belum dikhitan pada waktu-waktu itu
maka sangat dianjurkan dan bahkan kebanyakan ulama mewajibkan untuk mengkhitankan anak
ketika anak tersebut sudah mendekati usia baligh.
Al-Baihaqi meriwayatkan dari Jabir r.a. bahwa,

Rasulullah Saw. telah mengakikahi Al-Hasan dan Al-Husain dan mengkhitani mereka
pada hari ketujuh ( dari kelahiran mereka ).
Banyak hikmah yang terdapat dalam berkhitan, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Khitan merupakan bentuk ketaatan dan pengibadahan kepada Alloh, karena khitan merupakan
pangkal fitrah, syiar islam dan syariat.
2. Khitan merupakan pernyataan ubudiyah ( ketetapan mutlak ) terhadap Alloh, ketaatan
melaksanakan perintah, hukum dan kekuasaanNya.
3. Khitan akan lebih memudahkan seorang muslim di dalam menjaga kebersihan dan mensucikan
najis terutama najis air kencing.
4. Khitan merupakan cara sehat untuk menjaga seseorang dari berbagai penyakit.
5. Khitan akan dapat menstabilkan syahwat.




















PENDIDIKAN ANAK METODE RASULULLAH (USIA 0 3 TAHUN)
04Jan
Berdoa Untuk Anak Saat Masih dalam Sulbi Ayah
Rasulullah bersabda, Seandaianya salah seorang diantara kalian sebelum menggauli istrinya
berdoa:


Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari
anak yang engkau anugerahkan kepada kami, lalu dari keduanya lahir anak, setan tidak akan
dapat mengganggunya selamanya.[1]
Anjuran berdoa sebelum berhubungan suami-istri menunjukkan bahwa permulaan yang kita
lakukan dalam berketurunan bersifat rabbani, bukan syaithani. Apabila disebutkan nama Allah
pada permulaan senggama, berarti hubungan yang dilakukan oleh suami-istri tersebut
berlandaskan ketakwaan kepada Allah dan dengan izin Allah anaknya nanti tidak akan diganggu
setan.
Zikir Untuk Keselamatan Bayi yang Akan Dilahirkan
Rasulullah memberi petunjuk kepada Asma dengan bersabda, Maukah engkau aku ajari
beberapa kata yang bisa kau ucapkan saat dalam kekhawatiran (yaitu doa untuk memperlancar
persalinan). Ucapkanlah:


Allah, Allah rabbku. Aku tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.[2]
Apabila keguguran terjadi
Dari Muadz bin Jabal, Rasulullah bersabda, Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya,
sesungguhnya bayi yang gugur benar-benar akan menarik ibunya dengan tali pusarnya ke surga
bila ibunya rela dengan itu (ibunya bersabar dengan kehilangan anaknya).[3]
Azan di Telingan Kanan Bayi Baru Lahir
Abu Rafi berkata, Aku melihat Rasulullah mengumandangkan azan di telinga Hasan bin Ali
saat baru dilahirkan oleh Fatimah.[4] Ibn Qayyim berkata bahwa hikmah azan dan iqamah di
telinga bayi yang baru lahir adalah agar suara pertama yang didegar adalah seruan yang
mengandung makna keagungan Allah serta syahadat.[5]
Berita Gembira Kelahiran Bayi
Ucapan selamat dan hadiah atas kelahiran bayi jelas akan menyenangkan keluarga bayi yang
baru lahir dan akan menimbulkan suasana gembira, serta mempererat tali kasih dan ikatan
persatuan antara sesama kaum muslimin.
Mentahnik Bayi dengan Kurma dan Mendoakannya
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah sering didatangi para orang tua yang membawa
bayinya untuk dimintakan berkah dan ditahnik.[6] Langkah-langkah Rasulullah mentahnik bayi
yaitu: 1) sepotong kurma, 2) dikunyah-kunyah seperlunya, 2) buka mulut bayi, dan suaapkan
kurma tersebut sambil digosok-gosok dilangit-langit mulut bayi.[7]
Membentangi Bayi dengan Zikir dan Bersyukur kepada Allah
Dari Anas, Rasulullah bersabda, Allah tidak sekali-kali menganugerahkan suatu nikmat kepada
hamba-Nya, lalu ia mengucapkan, Segala puji hanya miliki Allah Rabb semesta alam,
melainkan apa yang diberikan lebih baik dari pada yang diambil-Nya.[8]
Bila ada bayi yang baru lahir diantara keluarganya, Aisyah tidak bertanya, Laki-laki atau
perempuan? Tapi ia bertanya, Apa organ tubuhnya sempurna (lengkap)? Bila dijawab Iya,
ia berkata, Segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam.[9]
Memberikan Hak Waris Untuk Bayi yang Baru Lahir
Jabir bin Abdullah berkata, Rasulullah telah memutuskan bahwa bayi tidak boleh diberikan hak
waris sebalum ia lahir dalam keadaan menangis (maksudnya: menangis dan menjerit atau
bersin).[10] Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, Bila bayi yang baru dilahirkan menangis,
ia berhak mendapatkan warisan.[11]
Kewajiban Zakat Fitrah atas Nama Bayi yang Baru Lahir
Ibnu Umar berkata, Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan atas setiap
individu kaum muslimin, baik yang merdeka maupun budak, baik laki-laki maupun perempuan,
baik masih bayi maupun sudah dewasa, yaitu satu sha kurma atau satu sha gandum.[12]
Menyayangi, Meski Lahir dari Hasil Perzinaan
Ada wanita dari Bani Ghamidiyah yang datang kepada Rasulullah dan mengaku bahwa dirinya
telah mengandung dari perzinaan, beliau bersabda kepadanya, Pulanglah sampai kamu
melahirkan. Setelah melahirkan, ia datang lagi seraya menggendong bayinya dan berkata,
Wahai Nabi Allah, bayi ini telah saya lahirkan. Akan tetapi, Rasulullah bersabda kepadanya,
Pulanglah, susuilah ia sampai kamu menyapihnya. Setelah wanita itu menyapihnya, ia datang
dengan membawa bayinya yang sedang memegang sepotong roti di tangan. Ia berkata, Wahai
Nabi Allah, bayi ini telah saya sapih dan kini ia sudah bisa makan sendiri. Rasulullah pun
memerintahkan agar bayi itu diserahkan kepada salah seorang lelaki dari kaum muslimin dan
memerintahkan agar dibuatkan galian sebatas dada untuk menanam tubuh wanita itu. Kemudian
beliau memerintahkan kepada orang-orang untuk merajamnya dan mereka pun segera
merajamnya.[13]
Itulah kasih sayang Rasulullah terhadap anak hasil zina dan keinginan beliau yang kuat agar bayi
itu tidak terlantar. Apa dosa anak yang baru lahir itu hingga ia harus menanggung konsekuensi
perbuatan dosa orang tuanya?
Merayakan Kelahiran Bayi dengan Aqiqah
Dari Samurah bin Jundub, Rasulullah bersabda, Smua anak itu tergadaikan dengan aqiqahnya
yang disembelih pada hari ketujuh. Rambutnya dicukur dan ia dinamai.[14] Dari Salman bin
Amir, Rasulullah bersabda, Anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Karena itu, sembelihlah
untuknya dan jauhkanlah gangguan darinya.[15]
Ummu Kurz pernah bertanya kepada Rasulullah, maka beliau menjawab, Untuk bayi laki-laki
dua kambing (yang sepadan) dan untuk bayi perempuan satu kambing, baik kambing jantan
maupun betina tidak ada masalah bagimu.[16]
Abdullah bin Buraidah berkata, Aku mendengar ayahku berkata, Pada masa Jahiliyah dulu,
bila ada bayi yang baru dilahirkan, kami menyembelih kambing dan melumurkan darah kambing
itu di kepala sang bayi. Setelah Allah menurunkan agama Islam, kami diperintahkan untuk
menyembelih kambing dan mencukur rambutnya serta melumurinya dengan minyak
zafaran.[17]
Memberi Nama Yang Baik
Islam selalu menginginkan kemudahan, bahkan dalam persoalan pemberian nama. Islam tidak
menginginkan kesulitan dalam hal pemberi nama. Hal ini dapat dilihat dengan jelas dalam sabda
Rasulullah. Beliau bersabda, Nama yang paling disenangi Allah adalah Abdullah dan Hammam,
sedangkan nama yang paling buruk adalah Harb dan Murrah.[18]
Ibnu Umar menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, Sungguh, nama seseorang diantara kalian
yang paling disenangi oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.[19]
Mencukur Rambut Bayi, Dibersihkan, dan Dihilangkan Kotorannya pada Hari Ketujuh
Ketika mencukur rambut bayi sebaiknya tidak mencukurnya seperti pelangi. Al Qaza artinya
mencukur sebagian rambut bayi dan membiarkan sebagian yang lainnya di beberapa bagian
tanpa dicukur sehingga mirip pelangi.
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah melarang Qaza. Aku bertanya kepada Nafi,
Apakah Qaza itu? Nafi menjawab, Mencukur sebagian rambut bayi dan membiarkan
sebagian yang lain.[20]
Makna yang dimaksud dan yang menjadi tuntunan ialah mencukur rambut kepada secara
keseluruhan, karena mencukur sebagian dan membiarkan sebagian yang lain bertentangan
dengan kepribadian seorang muslim yang seharusnya berbeda dengan kepribadian pemeluk
agama lain (kafir).
Bercengkrama dengan Lidah dan Mulut
Abu Hurairah bercerita, Rasulullah keluar ke pasar Bani Qainuqa sambil berpegangan pada
tanganku. Beliau berjalan mengelilingi pasar kemudian pulang dan duduk di masjid dengan
kedua tangan merangkul lutut. Beliau bertanya, Mana si kecil yang lucu itu? Panggilkan dia
agar datang kepadaku. Al Hasan pun datang berlari, lalu langsung melompat ke pangkuannya.
Rasulullah mencium mulutnya, kemudian berdoa, Ya Allah, aku sungguh mencintainya. Maka
cintailah dia dan cintailah orang yang mencintainya (tiga kali). Abu Hurairah berkata, Setiap
kali melihat Al Hasan, aku menangis.[21]
Memberi Julukan Ayahnya dengan Nama Anak
Abu Syuraih menceritakan bahwa pada awalnya dia bernama Abul Hakam. Kamudian
Rasulullah bersabda kepadanya, Sesungguhnya Allah, Dialah hakim yang memutuskan dan
hanya kepada-Nyalah semua keputusan.[22]
Kapan Menghitankan Anak ?
Abu Hurairah berkata, Saya pernah mendengar Rasulullah bersabda, Fitrah itu ada lima, yaitu:
khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu
ketiak.[23]
Makhul mengatakan, Ibrahim menghitankan anaknya, Ishaq, saat itu berusia 7 hari, dan
mengkhitankan Ismail pada usia 13 tahun. Demikianlah seperti yang disebutkan oleh Al
Khalil.[24]
Sayangi di Kala Sakit, Maklumi Kalau Ngompol
Ummu Qais binti Mihshan berkata, Aku pernah menemui Rasulullah dengan membawa bayiku
yang masih belum makan makanan apa pun. Tiba-tiba ia kencing di pangkuan beliau. Baliau pun
meminta air dan langsung menyipratkannya ke bagian yang terkena kencing (tanpa
mencucinya).[25]
Usamah bin Zaid berkata, Rasulullah pernah mengambil dan mendudukanku di atas satu paha
beliau dan mendudukkan Al Hasan di atas paha beliau yang lain. Kemudian beliau memeluk
kami berdua dan berdoa, Ya Allah, sayangilah keduanya karena aku sungguh menyayangi
keduanya.[26]
Kewajiban Menyusui dan Menjamin Nafkah Anak
Wahai para ibu, berikanlah kasih sayangmu kepada anakmu, susuilah ia dengan air susumu agar
engkau dapat menyempurnakan makna ibu yang engkau sandang dan agar engkau mendapatkan
pahala. Didiklah sendiri anakmu sesuai dengan manhaj Rasulullah. Lihatlah QS. Al Baqarah:
233 dan Ath Thalaq: 7.
Wahai ibu, cobalah engkau perhatikan. Apakah engkau pernah melihat burung, hewan lain, atau
semua makhluk yang berstatus sebagai ibu pernah meninggalkan anaknya saat masih bayi dan
menyingkir darinya? Sungguh merupakan perangai yang buruk bila hewan yang tidak berakal
saja tidak meninggalkan anaknya yang masih kecil, sedangkan manusia yang berakal rela
meninggalkan anaknya dan dipercayakan kepada orang lain.
Umar Memperhatikan Anak Sejak Lahir
Suatu malam Umar mendengar tangisan seorang bayi. Maka Umar berkata kepada ibunya,
Susuilah dia. Ibu si anak, yang tidak menyadari bahwa yang menyuruhnya adalah Umar,
menjawab, Amirul Mukminin tidak memberikan santunan untuk bayi yang baru lahir sampai
masa penyapihannya. Umar berkata dalam hatinya, Aku hampir saja membunuh anak itu.
Setelah itu ia berkata, Susuilah dia, nanti Amirul Mukminin pasti akan memberikan santunan
untuknya. Sesudah itu, Umar mulai menetapkan santunannya untuk bayi yang baru lahir.
Dengan demikian, tangis seorang bayi sanggup mengubah keputusan seorang kepala negara yang
bernama Umar bin Khattab.
Boleh Menangisi Kematian Bayi dan Mengucapkan Belasungkawa Kepada Keluarganya
Anas berkata, Kami masuk bersama Rasulullah lalu beliau mengambil putranya, Ibrahim, dan
langsung menciumnya. Setelah itu kami masuk lagi pada hari yang lain. Ibrahim saat itu sedanga
meregang nyawa. Air mata Rasulullah berlinang, sehingga Abdurrahman bin Auf berkata,
Wahai Rasulullah engkau juga menangis? Beliau menjawab, Wahai Abdurrahman (beliau
menangis lagi) mata ini menangis dan hati ini bersedih tetapi kami tidak mengatakan kecuali
yang diridhai oleh Rabb kami. Sesungguhnya kami, wahai Ibrahim, benar-benar sedih karena
berpisah denganmu.[27]
Mendoakan Anak Secara Khusus Saat Menshalatkan Jenazahnya
Said bin Musyyab berkata, Aku pernah shalat di belakang Abu Hurairah yang sedang
menshalatkan jenazah anak kecil yang belum pernah melakukan suatu dosa pun. Aku mendengar
Abu Hurairah mengucapkan doa berikut:


Ya Allah, lindungilah anak ini dari azab kubur.[28]
Anak yang Meninggal Ketika Masih Kecil Akan Masuk Surga
Aisyah berkata, Rasulullah diundang untuk melayat jenazah seorang anak kecil dari kalangan
Anshar. Aku (Aisyah) berkata, Wahai Rasulullah, alangkah beruntungnya anak ini. Ia salah satu
burung diantara burung-burung di surga. Ia tidak pernah berbuat keburukan dan belum pernah
menemuinya. Rasulullah bersabda, Apakah engkau tahu yang selain itu, wahai Aisyah?
Sesungguhnya Allah menciptakan penghuni surga yang telah Dia tetapkan untuknya saat mereka
masih berada di tulang sulbi ayah mereka pula. Dan Dia menciptakan penghuni neraka yang
telah Dia tetapkan untuknya saat mereka masih berada di tulang sulbi ayah mereka pula.[29]
Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, Anak-anak kaum muslimin itu berada di
sebuah gunung di surga. Mereka diasuh oleh Ibrahim dan Sarah sampai mereka dikembalikan
kepada ayah-ayah mereka pada hari kiamat.[30]
Syafaat Anak Bagi Kedua Orang Tua yang Sabar Atas Kematian Anaknya
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, Tidaklah sekali-kali sepasang muslim
ditinggal mati oleh ketiga orang anaknya yang belum baligh, melainkan Allah akan memasukkan
keduanya bersama anak-anak mereka ke dalam surga berkat karunia dan rahmat-Nya. Abu
Hurairah melanjutkan, Dikatakan kepada anak-anak tersebut, Masuklah kalian ke dalam
surga! Anak-anak itu menjawab, Kamu menunggu kedua orang tua kami. Perintah itu diulangi
tiga kali, tetapi mereka mengeluarkan jawaban yang sama. Akhirnya, dikatakan kepada mereka,
Masuklah kalian bersama kedua orang tua kalian ke dalam surga.[31]
Tidak Mendapat Anak di Dunia, Mendapatkannya di Akhirat
Abu Said berkata bahwa Rasulullah bersabda, Seorang mukmin itu bila sangat menginginkan
anak (namun tidak mendapatkannya), di surga ia akan mengandungnya, menyusuinya, dan
tumbuh besar dalam sekejab, sebagaimana ia menginginkannya.[32]
Mempercepat Shalat Karena Mendengar Tangisan Anak
Anas mengatakan, Aku belum pernah shalat di belakang seorang imam yang lebih singkat dan
lebih sempurna shalatnya, selain Rasulullah. Jika beliau mendengar suara tangisan anak, beliau
mempercepat shalatnya karena khawatir akan mengganggu shalat ibunya.[33]
Memanggil Anak dengan Julukan Sebagai Penghormatan
Anas pernah mengatakan bahwa Rasulullah adalah orang yang paling baik akhlaknya. Aku
punya seorang saudara laki-laki yang dikenal dengan nama panggilan Abu Umair dan setahuku
ia sudah disapih. Bila Rasulullah datang, beliau selalu menyapanya dengan panggilan, Hai Abu
Umair.[34]
Memanggil dengan Panggilan yang Baik
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, Janganlah sekali-kali seseorang di
antara kalian mengatakan, Hai budak laki-laki! Hai budak perempuan! karena kamu semua,
baik laki-laki maupun perempuan, adalah hamba-hambda Allah[35]
Mengajak Shalat Berjamaah
Abdullah bin Syaddad berkata, Rasulullah keluar dari rumahnya menemui kami yang sedang
menunggu beliau untuk shalat (Maghrib atau Isya), sedangkan beliau menggendong Hasan atau
Husein. Rasulullah maju dan meletakkan cucunya, kemudian melakukan takbir shalatnya. Dalam
salah satu sujud dari shalat itu, beliau lama sekali melakukannya. Ayah perawi mengatakan,
Maka kuangkat kepalaku, ternyata kulihat anak itu berada di atas punggung Rasulullah yang
sedang dalam sujudnya. Sesudah itu aku kembali ke sujudku. Setelah Rasulullah menyelesaikan
shalatnya, orang-orang bertanya, Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah melakukan
sujud dalam shalatmu yang begitu lama, sehingga kami mengira terjadi sesuatu pada dirimu
karena ada wahyu yang diturunkan kepadamu. Rasulullah menjawab, Semuanya itu tidak
terjadi, melainkan anakku ini menunggangiku sehingga aku tidak suka bila menyegerakannya
untuk turun sebelum dia merasa puas denganku.[36]
Abu Qatadah Al Anshari meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah shalat sembari menggendong
Umamah binti Zainab binti Rasulullah. Apabila sujud, beliau meletakkan cucunya itu ke tanah
dan apabila bangun, beliau menggendongnya kembali.[37]
Mengajarkan Kalimat Tauhid pada Anak
Anak kecil yang belum belajar berbicara itu ketika mendengar kalimat-kalimat azan, ia akan
menirunya. Bahkan ia akan selalu memperhatikannya saat orang-orang dalam kelalaian. Maka ia
tanpa sadar telah berusaha mengucapkan kalimat tauhid. Karena itu, seorang guru hendaknya
membiasakan anak yang masih belum bisa bicara tersebut agar mengucapkan kalimat tauhid.
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, Ajarkanlah kepada anak-anak kelian
pada permulaan bicaranya ucapan laailaha illallah dan ajarilah ia agar di akhir hayatnya
mengucapkan laailaha illallah.[38]
Rasulullah Pernah Menghentikan Ktatbah dan Meninggalkan Mimbar Untuk Menyambut
Anak Kecil yang Berjalan Tertatih-tatih
Abdullah bin Buraidah telah meriwayatkan dari ayahnya yang berkata, Ketika Rasulullah
sedang berkathbah kepada kami, tiba-tiba datanglah Hasan dan Husein yang keduanya
mengenakan gamis berwarna merah dengan langkah tertatih-tatih. Rasulullah pun langsung turun
dari mimbarnya lalu menggendong dan meletakkan keduanya di hadapan beliau. Kemudian
beliau membaca QS. Ath Thaghabun: 15 dan bersabda, Ketika aku memandang kedua anak ini
berjalan dengan langkah tertatih-tatih, aku tidak sabar hingga kuhentikan khatbahku untuk
menggendong keduanya.[39]
Memperhatikan Penampilan dan Potongan Rambut Anak
Nafi dan Ibnu Umar bahwa Rasulullah melihat seorang anak kecil telah dicukur di sebagian sisi
kepalanya dan dibiarkan pada sisi lain. Beliau pun melarang hal itu dan bersabda, Cukurlah
semua atau biarkanlah semua.[40]
Abdullah bin Jafar meriwayatkan bahwa Rasulullah mengurungkan diri untuk mendatangi
keluarga Jafar sebanyak tiga kali, lalu beliau mendatangi mereka. Beliau bersabda, Janganlah
kalian menangisi saudaraku setelah hari ini. Beliau bermaksud agar hari berkabung disudahi.
Kemudian beliau bersabda, Panggilkanlah keponakan-keponakanku kemari. Maka kami pun
datang dan rasa takut kami seperti hilang. Beliau bersabda, Panggillah tukang cukur kepadaku.
Maka beliau menyuruhnya agar mencukur rambut kami.[41]
Menggendong di Pundak, Mengajaknya Naik Kendaraan
Abdullah bin Jafar berkata, Apabila Rasulullah baru tiba dari perjalanan, beliau selalu
disambut oleh anak-anak ahli ahli baitnya. Suatu hari beliau baru datang dari perjalanan dan aku
adalah anak yang paling terdepan menyambutnya. Maka beliau langsung menaikanku di
depannya, kemudian didatangkanlah salah seorang di antara kedua putra Fathimah, Hasan atau
Husein lalu beliau memboncengnya di belakangnya, dan kami bertiga memasuki kota Madinah
di atas kendaraannya.[42]
Rasulullah pernah membawa Hasan dan Husein di kedua pundak beliau, lalu bersabda, Sebaik-
baik pengendara adalah keduanya, tetapi ayah keduanya lebih baik daripada keduanya.[43]
Segera Mencari Begitu Merasa Kehilangan
Abu Hurairah berkata, Rasulullah menuju pasar Bani Qainuqa sambil berpegangan pada
tanganku. Beliau berjalan mengelilingi pasar kemudian pulang dan duduk di masjid dengan
kedua tangan merangkul lutut. Beliau bertanya, Mana si kecil yang lucu itu? Panggilkan dia
agar datang kepadaku[44]
Mengajarkan Etika Berpakaian
Abdullah bin Amr bin Ash berkata, Rasulullah pernah melihatku mengenakan sepasang pakaian
yang dicelup dengan warna kuning. Kemudian Rasululah bersabda, Apakah ibumu yang
memerintahkan kamu mengenakan pakaian ini? Aku menjawab, Apakah aku harus mencuci
keduanya? Beliau menjawab, Tidak, tetapi keduanya harus dibakar.[45]
Anjuran Untuk Tersenyum dan Mencium Anak-anak
Abu Hurairah berkata, Rasulullah mencium Hasan, sedangakan dihadapan beliau saat itu ada Al
Aqra bin Habis yang sedang duduk. Al Aqra berkata, Saya punya sepuluh anak, tetapi saya
belum pernah mencium seorang pun di antara mereka. Rasulullah memandang ke arahnya dan
bersabda, Barang siapa yang tidak punya rasa belas kasihan, niscaya tidak akan dikasihi.[46]
Bercengkrama dengan Anak-anak
Yala bin Marrah berkata, Kami pernah keluar bersama Rasulullah lalu kami diundang untuk
makan. Tiba-tiba, Husein bermain di jalan. Rasulullah pun segera mendahului orang-orang lalu
membentangkan kedua tangan beliau. Anak itu berlari menghindar ke sana kemari. Rasulullah
mencandainya hingga akhirnya beliau dapat menangkapnya. Satu tangan beliau memegang dagu
Husein dan tangan satu lagi memegang kepala lalu beliau memeluknya. Setelah itu, beliau
bersabda, Husein bagian dariku dan aku adalah bagian darinya. Allah mencintai orang yang
mencintai Husein. Husein adalah satu dari cucu-cucuku.[47]
Rasulullah juga pernah berbaring lalu tiba-tiba Hasan dan Husein datang dan bermain-main di
atas perut beliau. Mereka sering menaiki punggung beliau saat beliau sedang sujud dalam
shalatnya. Bila para sahabat hendak melarang keduanya, beliau memberi isyarat agar mereka
membiarkan keduanya.[48]
Memberi Hadiah, Mendoakan dan Mengusap Kepala Anak
Ibnu Abbas menceritakan bahwa apabila Rasulullah menerima buah yang pertama masak, beliau
meletakkannya di kedua mata beliau lalu di mulut dan bersabda, Ya Allah, sebagaimana
Engkau telah memperlihatkan kepada kami awalnya maka perhatikanlah juga akhirnya kepada
kami. Kemudian beliau memberikan buah itu kepada anak yang ada di dekat beliau.[49]
Menanamkan Kejujuran dan Tidak Suka Berbohong
Abdullah bin Amir berkata, Ibuku memanggilku dan pada saat itu Rasulullah sedang berada di
rumah kami. Ibuku berkata, Kemarilah aku akan memberimu sesuatu. Rasulullah bertanya
kepada ibuku, Apa yang akan engkau berikan kepadanya? Ibuku menjawab, Aku akan
memberinya buah kurma. Rasulullah pun bersabda, Ingatlah, jika engkau tidak memberinya
sesuatu, hal itu akan dicatatkan sebagai kedustaan bagimu.[50]
Tidak Mengajarkan Kemungkaran Kepada Anak
Ali dan Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, Pena itu diangkat dari tiga orang,
yaitu: orang gila dan hilang akal hingga sembuh, orang tidur hingga bangun, dan anak-anak
hingga baligh.[51]
Diantara kasih sayang Allah terhadap anak ialah Dia membebaskan mereka dari beban taklif
pada masa kecil mereka. Meskipun anak itu masih kecil dan belum baligh, seseorang tidak boleh
mengajarinya untuk berbuat maksiat. Misalnya, mengajarinya minum-minuman keras, berbuat
kejahatan, merokok, berbuat buruk, mencela, mencaci, berucap cabul, dan perilaku serta ucapan
buruk lainnya.
Sumber:
Syeih Jamal Abdurrahman dalam bukunya yang berjudul Athfalul Muslimin Kaifa
Robaahumun Nabiyyul Amin Saw yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh
Agus Suwandi dengan Judul Islamic Parenting, Pendidikan Anak Metode Nabi Solo:
Aqwam, 2010

[1] Muttafaq Alaihi.
[2] Abu Dawud dengan sanad hasan, 1525
[3] Ibnu Majah, Kitab Janaiz, 1632
[4] Abu Dawud, Kitab Adab, 5105 dan At Turmidzi, Kitab Adhahi, 1514
[5] Tuhfatul Maudud, Ibnu Qayyim, 39
[6] Muslim, Kitab Adab, 4000
[7] Lihat Kitab Ash-Shahihain.
[8] Al Hadits Al Mukhtarah: VI, 2197
[9] Shahih Al Adabul Mufrad, 485
[10] Shahih Ibnu Majah, 2240 dan Majmuuz Zawaid: IV, 225
[11] Shahih Al Jami, 328
[12] Muslim, 1639
[13] Muslim, 3298
[14] Shahih Al Jami, 4184; Ibnu Majah, Kitab Dzabaih, 3156; dan At Turmidzi, Kitab Adhahi,
1442
[15] Shahih Al Jami, 4185
[16] At Turmidzi, Kitab Adhahi, 1435
[17] Abu Dawud, Kitab Dhahaya, 2460 dan Fathul Bari: IX, 594
[18] Shaihul Mufrad, 625; Ibnu Hajar dalam Fathul Bari: X, 578
[19] Muslim, Kitab Adab, 3975
[20] Muttafaq Alaih
[21] Muttafaq Alaih.
[22] Abu Dawud, Kitab Adab, 4304 dan Nasai, Kitab Adabul Qadha, 5292
[23] Muttafaq Alaih.
[24] Zadul Maad: II, 304
[25] Muttafaq Alaih.
[26] Bukhari, Kitab Adab, 5544; dan Ahmad, Musnadul Anshar, 20788
[27] Muttafaq Alaih.
[28] Muwattha, Kitab Janaiz, 480 dan Aunul Mabad: VII, 362
[29] Shahih Sunan Ibnu Majah, 67
[30] Shahih Al Jami, 1023
[31] Bukhari, Kitab Janaiz, 1171
[32] Shahih Al Jami, 6649
[33] Bukhari, Kitab Adzan, 667
[34] Bukhari, Kitab Adab, 5375
[35] Muslim, Kitab Al Alfazh Minal Adab, 9585
[36] An Nasai, Kitab Tathbiq, 1129
[37] Muttafaq Alaih.
[38] Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami, At Turmizi: VI, 46
[39] At Turmizi, Kitab Manaqib, 3774; an Nasai, Kitab Shalatil Adhain, 1567
[40] Abu Dawud, Kitab Tarajul, 3663
[41] Abu Dawud, Kitab Tarajul, 3660
[42] Muslim, Kitab Fadhailush Shahabah, 4455
[43] Mujamul Kabir: III, 2677
[44] Takhrijnya telah disebutkan sebelumnya.
[45] Muslim, Kitab Libas waz Zinah, 3873
[46] Shahihul Adabul Mufrad, 67
[47] As Silsilatush Shahihah, 312
[48] Shahih Al Jami, 4797
[49] Shahih Al Jami, 4644
[50] Ahmad, Musnadul Makiyyin, 15247 dan Abu Dawud, Kitab Adab, 4339
[51] Shahih Al Jami, 3512



















































Sebelum sang Isteri melahirkan si buah hati ke dunia, sebaiknya para calon Ayah mempelajari hal-
hal yang disunnahkan dalam agama setelah bayi lahir seperi mengazani dan lain-lain supaya hati
sang anak langsung melekat dengan Islam sejak ia lahir. Ada beberapa hal yang disunnahkan
setelah kelahiran bayi, antara lain:
1. Azan
ketika bayi telah lahir dari rahim ibu, maka disunnahkan untuk diazani pada telinga sebelah
kanannya. hal ini pernah dilakukan oleh baginda Nabi Saw. terhadap saidina Husain yaitu cucu
beliau ketika dilahirkan oleh Sayyidah Fathimah Ra. sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan at-Tirmizi. Hikmahnya supaya anak yang baru lahir ke dunia langsung
mendengar kalimat tauhid.
2. Iqamah
Disunnahkan juga untuk meng-Iqamahi telinga bayi sebelah kiri agar indera pendengaran jabang
bayi tertanami dan terbentengi oleh kalimat tauhid. Kesunnahan ini tersebut dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu as-Sinniy.
3. Berdo'a
Disunnahkan untuk mendo'akan bayi yang baru lahir supaya si bayi memperoleh kebaikan dunia
dan akhirat. Rasulullah Saw. mendo'akan bayi yang baru lahir saat dihadapkan pada beliau
sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud.
4. Membaca surat al-Ikhlas dan al-Qadar
Disunnahkan membaca surat al-Ikhlas pada telinga kanan bedasarkan sebuah hadits bahwa
Rasulullah Saw. melakukan demikian. Dianjurkan juga membaca surat al-Qadar agar si anak
dijauhkan oleh Allah Swt. dari zina sepanjang umurnya sebagaimana tersebut dalam I'anatuth
Thalibin.
5. Men-tahnik bayi
Mentahnik ialah melumat sesuatu (makanan yang manis seperti kurma dan tidak dimasak dengan
api) sehingga halus lalu diletakkan pada mulut bayi sambil menggosok-gosokan pada langit-langit
mulut sehingga tertelan sedikit. hal ini berdasarkan sebuah hadits dari Asma' binti Abu bakar yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
6. Meng-aqiqah bayi
Meng-aqiqah ialah menyembelih hewan pada hari ke tujuh setelah kelahiran bersamaan memotong
rambut dan memberi nama anak. Hewan yang di aqiqahi pada dasarnya cukup satu kambing,
namun disunahkan meng-aqiqah dua kambing untuk anak laki-laki dan satu kambing jika anak
perempuan.
7. Menamai Anak
Nama yang baik adalah nama-nama yang disukai oleh Allah Swt, yaitu Abdullah, Abdurrahman dan
nama-nama lain yang menyiratkan penghambaan kepada Allah Swt.. Kemudian nama yang baik
juga adalah Nama nabi kita (Muhammad Saw.), juga nama-nama para Ambiya lainnya.
Hindari nama yang mengandung makna kesyirikan seperti Abdul Bahar (Hamba Laut).

Anda mungkin juga menyukai