PERAN LINGKUNGAN
DALAM PENDIDIKAN FITRAH PRESPEKTIF
HADITS
Tugas Mata Kuliah: Ayat dan Haditst Tarbawi Program Doktor (S.3 )
Dosen Pengampu Dr. H. Muh. Syaifudin, MA.
Disusun Oleh:
Muhammad Anshori/ 20300011014
Abstrak
1
A. PENDAHULUAN
1
M. Ajajj al-Khathibi, Ushul Al-Hadits (Beirut: Dar Al Fikri, 1978), hlm. 33
2
untuk berpikir. Keistimewaan tersebutlah yang membawa manusia mempunyai
kedudukan sebagai khalifah di bumi.
2
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), Hlm. 42.
3
Abdul Haq ibn Atiyah Al-Andalusi, Al-Muharrar Al-Wajiz, (Ttp: Dar ibn Hazm, 1423),
Hlm. 1476.
3
dalam teori konvergensi. Berikut akan dipaparkan terkait dengan kajian hadits
Nabi Mengenai Fitrah Manusia.
4
Nur Ahid, Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), hlm. 3.
4
anda melihat anak binatang itu ada yang cacat (putus telinganya atau anggota
tubuhnya yang lain?)”.(HR. Bukhari. No. 1293).5
D. KUALITAS HADITS
Para ulama hadits mengemukakan ada lima kriteria kesahihan hadits,
yaitu : pertama sanadnya tersambung, dua perawinya adil, tiga perawinya
5
Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Beirut: Dar Ibn Katsir al-Yamamah, 1987) Hadis
Nomor 1293, Jilid I, Hlm. 456.
5
dhabith, empat terhindar dari syudzudz (janggal) dan ke lima terhindar dari illat
(cacat).
1. Kritik Sanad
a. Abu Hurairah (19 H – 59 H)
Nama lengkapnya adalah ‘Abd al-Rahman bin Shakhr al-Dausi al-
Yamani. Pada masa Jahiliyah, nama Abu Hurairah tidak dikenal secara jelas,
bahkan menurut beberapa riwayat, ia memiliki banyak nama. Menurut satu
riwayat ia bernama ‘Umair bin ‘Amir bin ‘Abd. Riwayat lain mengatakan
‘Abd ‘Amr bin ‘Abd Ghanam. Ada juga yang berpendapat ‘Abd al-Syams.
Pada masa Islam, namanya adalah ‘Abdullah, tetapi ada yang menyebutnya
‘Abd al-Rahman. Ia kemudian diberi gelar Abu Hurairah oleh Nabi saw,
karena kecintaannya pada kucing.6
Abu Hurairah termasuk salah seorang sahabat yang paling banyak
meriwayatkan hadits, yang menurut Imam al-Bukhari 800 orang sahabat dan
tabi’in meriwayatkan hadits darinya. Menurut penuturan al-Haitsam bin
‘Ady, ia meninggal pada tahun 58 H. Sedangkan menurut al-Waqidi, ia
meninggal dunia pada tahun 59 H.
Berdasarkan kaidah umum dalam ilmu hadits, al-shahabah kulluhum
‘udul, 6 maka dia dimasukkan ke dalamnya yang berarti keadilan dan
kedhabit-annya dapat diterima.
b. Abu Salamah (w. 94 H)
Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah bin ‘Abd al-Rahman bin ‘Auf
alZuhri. Ia termasuk salah seorang tabi’in yang menetap dan meninggal di
Madinah pada tahun 94 H.7
Guru Abu Salamah diantaranya adalah Abu Hurairah, Ibrahim bin
‘Abdullâh bin Qaridl, Abu al-Radad, Abu Sufyân bin Sa’id bin Mughirah,
Usamah bin Zaid bin Haritsah, Abu Hurairah, dan lain-lain.
6
Ibn Al-Atsir, Usd al-Ghabah (Mesir: Dar al-Fikr, tt.), Juz 3, hlm 258
7
Ibn Hajar al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb (Mesir: Mu’assasah al-Risalah, 1995), Juz
IV, hlm. 531-532.
6
Murid Abu Salamah antara lain adalah Ibrahim bin ‘Ablah Syamr bin
Yaqdlan, Ibrahim Sa’ad bin Ibrahim, Ismail bin Umayyah, Muhammad bin
Muslim bin Syihab al-Zuhri, dan lain-lain.
Penilaian kritikus hadits terhadapnya dapat dilihat sebagaimana yang
disampaikan oleh Abû Zar’ah al-Râzi yang mengatakan bahwa ia adalah
tsiqah (orang yang terpercaya), imam (panutan). Ibn Sa’ad menilainya
tsiqah. Al-Dzahabi menilainya ahad al-aimmah (salah seorang imam atau
panutan). Adapun Ibn Hibban memasukkannya ke dalam kitab Al-Tsiqât-
nya.
c. Al-Zuhri (50 H – 124 H)
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaid Allâh
bin bin ‘Abd Allâh bin Syihâb bin ‘Abdillâh bin al-Hârith bin Zuhrah bin
Kilâb bin Murrah al-Quraisyi al-Zuhri al-Madani. Ia adalah salah seorang
Imam dan ulama Hijaz dan Syam. Ia meninggal pada tahun 124 H.8
Gurunya antara lain adalah ‘Abdullâh bin ‘Umar bin al-Khaththâb,
‘Abdullâh bin Ja’far, Rabî’ah bin ‘Abbâd, al-Mismar bin Makhramah, Anas,
Jâbir, ‘Abdullâh bin ‘Âmir bin Rabî’ah, Abû al-Thufail, dan lain-lain.
Muridnya di antaranya adalah ‘Athâ` bin Abi Rabâh, Abu al-Zubair
alMakki, ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azîz, ‘Amr bin Dînar, al-Auza’i, Shâlih bin
Kaisân, Yunus bin Yazid, Ma’mar, al-Zubaidi, dan lain-lain.
Penilaian kritikus hadits seperti Ibn Sa’ad menyatakan bahwa al-Zuhri
adalah tsiqah, al-Khathîb mengatakan dia adalah mutqin (orang yang
meyakinkan), ‘alim (orang yang ahli), dan hafidz (orang yang hafal). Ibn
Hibban memasukkannnya ke dalam kitab Al-Tsiqât-nya.
d. Yûnus bin Yazîd (w. 159 H)
Nama lengkapnya adalah Yûnus bin Yazîd bin Abi al-Najjâd. Ia juga
dikenal dengan Ibn Musykân bin Abi al-Najjâd.
8
Ibn Hajar al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb..., hlm. 696 – 697.
7
Gurunya antara lain adalah Abu ‘Ali bin Yazid, al-Zuhri, Nâfi’ (maula
Ibn ‘Umar), Hisyâm bin ‘Urwah, ‘Ikrimah, ‘Umârah bin Ghaziyyah, dan
lain-lain.9
Muridnya antara lain Jarîr, ‘Amr bin al-Hârits, ‘Anbasah bin Khâlid
bin Yazid, (‘Abdullah) Ibn al-Mubarak, al-Laits, al-Auza’i, Sulaiman bin
Bilâl, dan lain-lain.
Penilaian kritikus hadits terhadapnya antara lain dikatakan oleh
‘Abdullah bin al-Mubarak yang menilainya kitabuhu shahih (kitabnya
baik atau valid), Yahya bin Ma’în mengatakan tsiqah (orang yang
terpercaya), alNasâ’i menyatakan tsiqah, al-‘Ijli mengatakan tsiqah, dan
Abu Zur’ah menilainya la ba’sa bihi (dia tidak bermasalah atau orang yang
tidak cacat)
e. ‘Abdullah (w. 181 H)
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abd al-Rahmân ‘Abd Allâh bin
alMubârak bin Wâdhih al-Handlali al-Tamimi al-Marwazi.10
Gurunya antara lain Sulaimân al-Taimi, Humaid al-Thawîl, Ismâ’îl
bin Abi Khâlid, Yahya bin Sa’îd al-Anshâri, Sa’ad bin Sa’îd al-Anshâri,
Ibrâhim bin Abi ‘Ablah, Khaldah Khâlid bin Dînâr, ‘Âshim al-Ahwal,
Yunus bin Yazîd, dan lain-lain.
Muridnya antara lain al-Tsauri, Ma’mar bin Râsyid, Abu Ishâq
alFazâri, Ja’far bin Sulaimân al-Dhab’i, Baqiyyah bin al-Walîd, Ibn
‘Uyainah, dan lain-lain.
Penilaian ulama terhadapnya disampaikan oleh al-‘Ijli yang
menilainya tsiqah (orang yang terpercaya), Yahya bin Ma’in juga
menilainya tsiqah, dan Ibn Hibbân memasukkannya ke dalam kitabnya al-
Tsiqât.
9
Ibn Hajar al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb...,hlm. 474-475.
10
Ibn Hajar al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb...,hlm. 415-416
8
f. ‘Abdan (w. 221 H)
Nama lengkapnya adalah ‘Abd Allâh bin Utsmân bin Jabalah bin Abi
Rawwâd al-Azdi al-‘Ataki, yang kemudian diberi gelar ‘Abdân. Ia
meninggal pada tahun 221 H.11
Gurunya antara lain ayahnya yang bernama Abu Hamzah al-Sukari,
Yazîd bin Zurai’, Ibn al-Mubârak, Jarîr bin ‘Abd al-Hamîd, Syu’bah,
Hammâd bin Zaid, Isâ bin ‘Ubaid, Muslim bin Khâlid al-Zanji, dan lainlain.
Muridnya antara lain al-Bukhari, Muhammad bin ‘Abd Allâh bin
Quhzâdz, Ahmad bin Muhammad bin Syibawaih, Muhammad bin ‘Ali bin
al-Hasan, dan lain-lain.
Penilaian ulama terhadapnya menurut pernyataan Abu Rajâ’
Muhammad, dia adalah tsiqah ma’mun (orang terpercaya lagi kredibel),
Imam al-Hâkim mengatakan dia adalah imam ahl al-hadits bi baladih
(imam ahli hadits di Negaranya). Imam al-Bukhari meriwayatkan hadits
darinya sebanyak 110 hadits. Ibn Hibban memasukkannya ke dalam
kitabnya alTsiqât.
Dapat dipahami bahwa hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dikenal
dengan hadits muttafaq alaih. Hadits yang demikian diyakini sebagai hadits yang
memiliki tingkat kualitas yang tertinggi. Seluruh ulama telah mencapai konsensus
bahwa dua kitab hadits sahih (al-shahihan) adalah ashahh al-kutub ba’da al-Qur’an
(kitab yang paling sahih sesudah al-Qur’an). Oleh karena itu, dari segi kehujjahan
hadits tersebut tidak perlu diragukan.
2. Kritik Matan
Empat macam tolok ukur ini digunakan dalam acuan penelitian
matan hadis tentang fitrah, yaitu sebagai berikut:12
a. Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Qur’an
11
Ibn Hajar al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb..., hlm. 382-383.
12
Salahuddin bin Ahmad Al-Adlabi, Manhaj Naqd Al-Matn ‘Inda Ulama Al-Hadis An-
Nabawi, (Beirut: Dar Al-Afaq Al-Jadidah, 1403), hlm. 238.
9
Kata fitrah di samping disebutkan dalam hadis juga terdapat dalam
Al-Qur’an. Al-Qur’an menerangkan tentang fitrah dalam Q.S. Ar-Rum :
30 yaitu sebagai berikut:
ََّللاهَََٰؕ هلك
َق ه فاقه ۡمَو ۡجهكَ هللد ۡهي هنَحنه ۡيفًاََفه ۡطرَ ه
َّللاهَالته ۡىَفطرَالناََعل ۡيهاََالَت ۡبد ۡهيلَ هلخ َۡلل ه
ََالقيهمََۙولل هكنَا ۡكثرَالنا هََالَيعۡ لم ۡون ۡ الد ۡهين
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (Q.S. Ar-Rum/30: 30)
Ayat di atas menurut Ibnu Athiyah dalam tafsirnya menerangkan
fitrah bahwa Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan memiliki
potensi untuk mengenal Allah dan memenuhi tuntutan-tuntutan Nya.
Potensi untuk mengenal Allah mengandung maksud keyakinan tentang
keesaan Allah yang telah ditanamkan Allah dalam diri setiap insan.
Kemudian ulama dalam menjelaskan ayat tersebut menguatkannya
dengan menukil hadis fitrah.13 Hal ini memberi arti adanya kesesuaian
(tidak bertentangan) antara hadis Nabi saw dengan Al-Qur’an. Karena
fungsi hadis bagi Al-Qur’an adalah sebagai penjelas maksudkandungan
Al-Qur’an.14
b. Tidak Bertentangan Dengan Hadits Yang Lebih Kuat
13
7M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid X, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 53-
54.
14
8Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Kairo: Maktabah al Dakwah al-Isamiyah,
t.t), hlm. 39.
10
Artinya: “Dari Abdullah bin Umar r.a., dia berkata:
“sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Ketahuilah! Setiap kamu
semua adalah pemimpin dan masing-masing kamu semua akan dimintai
pertanggung jawaban dari kepemimpinannya. Imam atas rakyaknya
adalah pemimpin dan dia akan dimintai pertanggungjawaban dari
kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya
dan dia akan dimintai pertanggungjawaban dari kepemimpinannya.
Seorang istri adalah pemimpin dalam mengurus di rumah suaminya dan
mengurus anaknya dan dimintai pertanggungjawaban dari
kepemimpinannya. Seorang pelayan adalah pemimpin dalam mengurus
harta di rumah majikannya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban
dari kepemimpinannya. Ketahuilah! Setiap kamu semua adalah
pemimpin dan kamu semua akan dimintai pertanggungjawaban dari
kepemimpinannya.” (H.R. Imam AlBukhori)
11
dan masa sekarang berfungsi sebagai pemimpin (pendidik) pertama dan
utama dalam mendidik anak dalam memberikan pengaruh berupa
bimbingan, penyuluhan, keterampilan, dan pengetahuan.15
d. Sususan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.
Ciri-ciri sabda kenabian dalam hadis fitrah adalah gaya bahasa
yang digunakan fasih (tidak rancu) karena nabi saw. Sangat fasih dalam
berbahasa arab, di dalam hadis fitrah itu berisi harapan (targib) dan
ancaman (tarhib) bagi orang tua agar mau mengarahkan anaknya dalam
hal kebaikan. Karena keberhasilan mengarahkan anak ditentukan mulai
dari pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anak, serta
kandungan hadis fitrah itu tidak bertentangan dengan sunnatullah
(hukum alam).
Sunnatullah yang terjadi adalah anak akan ikut kepada orang
tuanya. Dengan memperhatikan tolok ukur penelitian matan hadis yang
telah diuraikan tersebut, maka dapat diambil natijah (kesimpulan) bahwa
matan hadis fitrah berkualitas sahih al matn.
15
Helmawati, Pendidikan Keluarga: teoritis dan praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2014), hlm. 50-51.
16
http://alkadri-pengajian.blogspot.com/2011/03/hadis-tentang-fitrah-manusia.html
(diakses pada tanggal 07 September 2020 pukul 14.47)
12
F. PERAN LINGKUNGAN DALAM PENDIDIKAN FITRAH
Manusia memiliki potensi dasar daya insaniyah serta bakat-bakat bawaan
atau keturunan, meskipun semua itu masih merupakan potensi yang
mengandung kemungkinan. Dari segi penjelasan maknanya, hadits tersebut
menerangkan bahwa manusia itu terlahir dalam keadaan fitrah, fitrah pada
hadits tersebut dimaknai dengan fitrah untuk dapat menerima kebenaran bahwa
Allah adalah tuhannya. Hadits tersebut tidak hanya membahas mengenai
potensi manusia dalam segi keagamaan, melainkan juga potensi-potensi
manusia yang lain.َ Potensi yang telah dimiliki ini harus dibimbing
perkembangannya terutama oleh orang tuanya. 17
Kaitan antara hadits setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah
dengan pendidikan adalah dalam hadits tersebut Rasulullah menjelaskan bahwa
setiap anak yang lahir itu membawa potensi. Potensi-potensi itu tidak akan
bermanfaat apabila tidak dikembangkan melalui pendidikan. Pendidikan sangat
penting dalam pengembangan potensi anak. Pendidikan harus selalu diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah mengajarkan kepada setiap orang tua
untuk mendidik anaknya dengan baik, sesuai dengan apa yang telah dituntunkan
dalam al-Qur’an dan as Sunnah.18
Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa menurut hadits ini manusia lahir
membawa kemampuan-kemampuan; kemampuan itulah yang disebut
pembawaan: fitrah yang disebut dalam hadits ini adalah potensi. Potensi adalah
kemampuan; jadi, fitrah yang dimaksud disini adalah pembawaan. Ayah-ibu
dalam hadits ini adalah lingkungan sebagaimana yang dimaksud oleh para ahli
pendidikan. Kedua-duanya itu lah, menurut hadits ini, yang menentukan
perkembangan seseorang.19
Pengaruh itu terjadi baik pada aspek jasmani, akal maupun aspek
rohani. Aspek jasmani banyak dipengaruhi oleh alam fisik (selain oleh
17
Zuhairini, Dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2018), Hlm. 176
18
Nandang Kosim dan Lukman Syah, Jurnal Qathruna Vol. 3 No. 1, Potensi Dasar
Manusia Menurut Ibnu Taimiyah, 2016. Hlm. 77
19
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendiidkan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1992), Hlm.35.
13
pembawaan); aspek akal banyak dipengaruhi oleh lingkungan budaya (selain
oleh pembawaan); dan aspek ruhani banyak dipengaruhi oleh kedua lingkungan
itu (selain oleh pembawaan). Pengaruh itu menurut al-Syaibani sebagaimana
dikutip ahmad Tafsir bahwa dimulai sejak bayi berupa embrio, dan barulah
berakhir setelah kematian orang tersebut. Tingkat dan kadar pengaruh tersebut
berbeda antara seseorang dan orang lain, sesuai dengan segi-segi pertumbuhan
masing-masing; kadar pengaruh tersebut berbeda juga menurut perbedaan umur
dan perbedaan fase perkembangan masing-masing. Faktor pembawaan lebih
dominan pengaruhnya tatkala orang masih bayi; lingkungan (alam dan budaya)
lebih dominan pengaruhnya tatkala orang mulai dewasa.20
Manusia adalah makhluk yang berkembang karena dipengaruhi
pembawaan dan lingkungan, manusia mempunyai banyak kecenderungan; ini
disebabkan oleh banyaknya potensi yang dibawanya. Dalam garis besarnya,
kecenderungan itu dapat dibagi menjadi dua, yaitu kecenderungan menjadi
orang yang baik dan kecenderungan menjadi orang yang jahat. Fitrah disini
dapat dimaknai pula sebagai potensi untuk berbuat kebaikan, kemuliaan,
keshalihan, pembangunan ada dan potensi untuk merusak, atau berbuat buruk.
Kencenderungan beragama termasuk kedalam kecenderungan menjadi baik.
Aynayni, berkeseimpulan bahwa, menurut al-Qur’an, manusia pada
asal kejadiannya adalah mempercayai adanya Tuhan yang satu, tetapi manusia
berkemampuan pula menjadi musyrik dan jahat; beribadah kepada Tuhan adalah
tujuan wujud manusia.21 Muhammad Mahmudz Hijazi dalam Ahmad Tafsir,
tatkala membahas hakikat kejadian manusia, tiba pada kesimpulan bahwa pada
hakikatnya kejadian (fitrah) manusia adalah Muslim. Fitrah tersebut dapat
dikembangkan sebagaimana tujuan pendidikan Islam yaitu terbentuknya
manusia yang bermoral (insan kamil).22
20
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendiidkan Dalam,... Hlm.35.
21
Ali Khalil Aynayni, Falsafah al-Tarbiyat al-Islamiyyat fi al-Qur’an al Karim,
(Qadirah: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1980). Hlm. 103.
22
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendiidkan Dalam..., Hlm.36.
14
G. KESIMPULAN
Lingkungan dalam pendidikan Islam meliputi segala kondisi fisiologis
manusia, seperti: gizi, syaraf, peredaran darah, pernafasan, dan sebagainya;
kondisi psikologis manusia, mencakup segenap stimulus yang diterima
manusia sejak dalam masa prenatal, kelahiran, sampai mati; kondisi sosial
kultural meliputi interaksi dan kondisi yang bersifat sosial, adat istiadat, dan
kondisi alam sekitarnya
Lingkungan pendidikan dapat dibagi menjadi tiga, rumah tangga,
sekolah dan masyarakat. Lingkungan rumah tangga adalah awal mula
berlangsungnya pendidikan, dimana orangtua sebagai penanggungjawab
utama. Lingkungan sekolah, jika sudah cukup umur sesuai dengan ukuran
tertentu, maka dia memasuki lingkungan sekolah dimana ia bergaul dengan
teman dan gurunya. Selain itu ada lingkungan sosial yang lebih luas yang
berada diluar rumah tangga dan sekolah, lingkungan sekolah juga sangat
berpengaruh bagi pembentukan kepribadian peserta didik.
Pada dasarnya semenjak lahir manusia sudah dianugrahi fitrah atau
potensi menjadi baik dan jahat, akan tetapi anak yang baru lahir selalu dalam
keadaan suci tanpa noda dan dosa. Oleh karena itu, apabila dikemudian hari
dalam perkembangannya anak menjadi besar dan dewasa dengan sifat-sifat
yang buruk, maka hal itu merupakan akibat dari pendidikan keluarga,
lingkungan, dan kawan-kawan sepermainanya.
Tujuan pendidikan Islam harus mampu mengembangkan
fitrah/potensi manusia (ruh bertuhan, akal, jasad, emosi, akhlak dan aspek
kemasyarakatan (sosial). Pendidikan Islam sebagai manifestasi insan kamil
(makhluk terbaik) yang memiliki orientasi tujuan untuk mengembangkan
potensi (fitrah) nya serta mengembangkannya secara tawazun (seimbang)
antara seluruh potensi manusia untuk kepentingan kehidupan dunia dan akhirat
sesuai dengan petunjuk Allah dalam al-Qur’an dan Al Hadits.
Menjadi pribadi yang beriman bertakwa kepada Allah, memiliki
akhlak yang mulia, serta memiliki keterampilan hidup sesuai bakat dan
minatnya secara proporsional untuk mempertahankan hidup manusia,
15
menyebarkan risalah ajaran Islam dengan dakwah amar ma’ruf nahi munkar,
sebagai khalifah dimuka bumi yang mengolah, mengatur, memanfaatkan bumi
berserta isinya dalam ridha Allah Swt.
Sehingga manusia yang mempunyai potensi dasar fitrah ini, juga
merupakan makhluk yang berkembang yang akan dipengaruhi oleh
pembawaan, lingkungan dan pendidikan. Manusia mempunyai banyak
kecenderungan; ini disebabkan oleh banyaknya potensi yang dibawanya.
Dalam garis besarnya, kecenderungan itu dapat dibagi menjadi dua, yaitu
kecenderungan menjadi orang yang baik dan kecenderungan menjadi orang
yang jahat. Fitrah disini dapat dimaknai pula sebagai potensi untuk berbuat
kebaikan, kemuliaan, keshalihan, pembangunan ada dan potensi untuk
merusak, atau berbuat buruk.
16
DAFTAR PUSTAKA
Al-Bukhari, Imam. Shahih al-Bukhari Juz I. Beirut: Dar Ibn Katsir al-Yamamah.
1987.
Kosim, Nandang dan Lukman Syah. Jurnal Qathruna Vol. 3 No. 1, Potensi Dasar
Manusia Menurut Ibnu Taimiyah, 2016.
Remiswal, dan Arham Junaidi Firman, Konsep Fitrah Dalam Pendidikan Islam.
Yogyakarta: Diandracreative. 2018.
Tafsir, Ahmad Ilmu Pendiidkan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 1992.
Yaqin, Ainul. Pendidikan Islam dalam Sorotan Al-Qur’an dan Al-Hadits (Kajian
Komperehensif Tafsir dan Hadits Tarbawy). Pamekasan: Dua Media
Publihing, 2015.
17
Zuhairini, Dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2018), Hlm. 176
18