Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PERAN LINGKUNGAN
DALAM PENDIDIKAN FITRAH PRESPEKTIF
HADITS

Tugas Mata Kuliah: Ayat dan Haditst Tarbawi Program Doktor (S.3 )
Dosen Pengampu Dr. H. Muh. Syaifudin, MA.

Disusun Oleh:
Muhammad Anshori/ 20300011014

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA S3
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2021
Muhamad Ansori / 20300011014
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
ki.ansorimuhamad14@gmail.com

Abstrak

Lingkungan dalam pendidikan merupakan komponen penting yang berpengaruh


besar bagi peserta didik. Dalam al-Qur’an dan al-Hadits disebutkan bahwa
lingkungan pendidikan dapat mempengaruhi fitrah dasar manusia, karena fitrah
merupakan potensi fisik, akal, ruhani (hati) yang berkembang menjadi obyek didik
dalam sasaran pendidikan Islam. Potensi-potensi tersebut berupa potensi ber Tuhan
atau beragama, potensi berfikir, potensi berbuat kebaikan, potensi merusak atau
berbuat keburukan, dan potensi fisik yang dapat dibina dan ditumbuhkembangkan
melalui kerja pendidikan.

Tujuan pendidikan Islam harus mampu mengembangkan fitrah atau potensi


manusia ini. Pendidikan Islam sebagai manifestasi insan kamil (good man) yang
memiliki orientasi tujuan untuk mengembangkan potensi (fitrah) nya serta
mengembangkannya secara sinergi dan tawazun (seimbang) untuk kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat sesuai dengan petunjuk Allah dalam al-Qur’an dan Al
Hadits. Menjadi pribadi yang beriman bertakwa kepada Allah, memiliki akhlak
yang mulia, serta memiliki keterampilan hidup sesuai bakat dan minatnya untuk
mempertahankan hidup manusia serta menyebarkan risalah ajaran Islam.

Kata Kunci : Lingkungan, Pendidikan Fitrah, Prespektif Al-Qur’an dan Al-Hadits

1
A. PENDAHULUAN

Hadits dalam ruang perkembangan ilmu-ilmu keislaman merupakan


kajian yang tidak pernah berhenti untuk dibicarakan. Hadits dianggap sebagai
sumber hukum dan ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an. M. Ajaj al-Khathibi,
menyebut hadits sebagai fungsi bayan lil al-Qur’an. Hadits dalam pandangan
ulama didefinisikan sebagai sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW baik ucapan, perbuatan dan taqrirnya.1

Perkembangan masyarakat terus bergulir dengan cepat dan


problematika kehidupan semakin kompleks. Problematika kehidupan manusia
yang dihubungkan dengan agama memerlukan sebuah penyelesaian yang
melibatkan proses refleksi terhadap ajaran-ajaran agama. Pada ruang dan
wacana seperti ini, posisi hadits dijadikan sebagai sebuah sumber hukum dalam
rangka menyelesaikan problematika yang dihadapi, di samping al-Qur’an dan
pemikiran-pemikiran ulama Islam dari klasik, modern hingga kontemporer.

Jika pendidikan Islam dipandang sebagai sebuah wilayah kajian ilmu-


ilmu keislaman atau bagian dari ilmu keislaman, posisi hadits tidak dapat
diabaikan. Hadits dalam ruang konsep pendidikan Islam menempatkan posisi
sebagai sumber ajaran dan inspirasi bagi pengembangan asumsi juga toritisasi
pendidikan Islam. Untuk merumuskan tujuan pendidikan Islam harus diketahui
lebih dahulu ciri manusia sempurna menurut Islam. Untuk mengetahui ciri
manusia sempurna menurut Islam harus diketahui terlebih dahulu hakikat
manusia.

Manusia diciptakan Allah dalam struktur yang paling baik di antara


makhluk Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan
unsur rohaniah, atau unsur fisiologis dan unsur psikologis. Dalam struktur
jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan keistimewaan berupa akal

1
M. Ajajj al-Khathibi, Ushul Al-Hadits (Beirut: Dar Al Fikri, 1978), hlm. 33

2
untuk berpikir. Keistimewaan tersebutlah yang membawa manusia mempunyai
kedudukan sebagai khalifah di bumi.

Sebagai khalifah di bumi berarti manusia mempunyai kewajiban


untuk mengelola, mengatur, dan memanfaatkan semua yang ada untuk
kemaslahatan. Agar manusia dapat melakukan kewajiban itu, Allah
melengkapinya dengan memberikan seperangkat kemampuan dasar yang
memiliki kecenderungan untuk berkembang, yang dalam psikologi disebut
dengan potensialitas atau disposisi yang menurut aliran psikologi behaviorisme
disebut prepotence reflexes (kemampuan dasar yang secara otomatis dapat
berkembang).2

Dalam pandangan Islam kemampuan dasar atau pembawaan itu


disebut dengan fitrah. Ibnu Athiyah memahami fitrah sebagai keadaan atau
kondisi penciptaan yang terdapat dalam diri manusia yang menjadikannya
berpotensi melalui fitrah itu, mampu membedakan ciptaan-ciptaan Allah serta
mengenal Tuhan, syari’at, dan beriman kepada-Nya. Akan tetapi fitrah yang
terdapat dalam diri manusia itu nantinya akan berkembang dipengaruhi oleh
kondisi lingkungannya.3

Dalam teori pendidikan lama, yang dikembangkan di dunia Barat,


dikatakan bahwa perkembangan seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan
(natifisme). Sebagai lawannya berkembang pula teori yang mengajarkan bahwa
perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh lingkungannya (empirisme).
Sebagai sintesisnya dikembangkan teori ketiga yang mengatakan bahwa
perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungannya
(konvergensi). Teori konvergensi inilah yang mendekati kebenaran atau
kesesuaian menurut Islam, walaupun dalam beberapa kajian Islam ada
perbedaan yakni persoalan bawaan untuk beriman kepada Allah belum tercover

2
H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan
Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), Hlm. 42.
3
Abdul Haq ibn Atiyah Al-Andalusi, Al-Muharrar Al-Wajiz, (Ttp: Dar ibn Hazm, 1423),
Hlm. 1476.

3
dalam teori konvergensi. Berikut akan dipaparkan terkait dengan kajian hadits
Nabi Mengenai Fitrah Manusia.

Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak di lingkungan


keluarga, anak pertama kali mendapatkan pengaruh, maka sudah sepatutnya
keluarga memperhatikan perkembangan anak. Keluarga mempunyai tanggung
jawab dalam mendidik anak dalam meletakkan dasar-dasar bagi pendidikan
anak berikutnya agar fitrah anak dapat berkembang dengan baik dalam segi
jasmani dan rohani.4 Oleh karena itu, penting untuk memberikan pendidikan
kepada anak dimulai sejak usia dini supaya anak dapat berkembang
mempunyai jiwa yang bertauhid, beriman, dan bertakwa kepada Allah sesuai
dengan fitrahnya. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
membahas tentang “Peran Lingkungan Dalam Pendidikan Fitrah Prespektif
Al-Hadits”.

B. HADITS DAN TERJEMAHNYA

َ‫ي هَاَخَبَرَهَنيَأبَوَسلمةَب هنَعبدهَالرَحم هن‬


َ ‫للاهَاَخَبَرََناَيَونَسََعَنََالزَهَ هَر‬
َ ََ‫حَدَثََناَعَبَدَانََاَخَبَرََناَعَبَد‬
َ‫امنَ َمولوَدَ َاال‬
َ‫ضيَ َللاَ َعَنَهَ َقَالَ َقال َرَسَولَ َللاهَ َ َصلىَّللاَ َعلي هه َو َسلم َمَ ه‬
َ ‫اَنَ َاَبَاَهريرةَ َرَ ه‬
ََ‫صرنه هه َأو َيم هجسانه هه َكمث هل َالب ههيم هة َتنتج َالب ههيمة َهل‬
‫يولد َعلىَال هفطرةه َفأبواه َيه هودانه هه َأو َين ه‬
)‫اءَ(رواهَالبخرى‬
‫حسَونََفهيهاَ هَمنََجدع ه‬
َ‫تَ ه‬

Artinya: “Abdan menceritakan kepada kami (dengan berkata)


'Abdullâh memberitahukan kepada kami (yang berkata) Yunus menceritakan
kepada kami (yang berasal) dari al-Zuhri (yang menyatakan) Abu Salamah bin
'Abd al-Rahmân memberitahukan kepadaku bahwa Abu Hurairah ra berkata:
Rasulullah saw bersabda: "Setiap anak lahir (dalam keadaan) fitrah, Kedua
orang tuanya (memiliki andil dalam) menjadikan anak beragama Yahudi,
Nasrani, atau bahkan beragama Majusi, sebagaimana binatang ternak
memperanakkan seekor binatang (yang sempurna anggota tubuhnya). Apakah

4
Nur Ahid, Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2010), hlm. 3.

4
anda melihat anak binatang itu ada yang cacat (putus telinganya atau anggota
tubuhnya yang lain?)”.(HR. Bukhari. No. 1293).5

C. SEKEMA JALUR SANAD

NABI MUHAMMAD SAW

ABU HURAIRAH (W. 57 H)

ABU SALAMAH (W. 94 H) SA’ID BIN AL-MUAYYAH (W. 94 H)

AL-ZUHRI (W. 124 H)

YUNUS BIN YAZID (W. 159 H)

ABDULLAH (W. 181 H)

ABDAN (W. 221 H)

AL BUKHARI (W. 256 H)

D. KUALITAS HADITS
Para ulama hadits mengemukakan ada lima kriteria kesahihan hadits,
yaitu : pertama sanadnya tersambung, dua perawinya adil, tiga perawinya

5
Imam al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Beirut: Dar Ibn Katsir al-Yamamah, 1987) Hadis
Nomor 1293, Jilid I, Hlm. 456.

5
dhabith, empat terhindar dari syudzudz (janggal) dan ke lima terhindar dari illat
(cacat).
1. Kritik Sanad
a. Abu Hurairah (19 H – 59 H)
Nama lengkapnya adalah ‘Abd al-Rahman bin Shakhr al-Dausi al-
Yamani. Pada masa Jahiliyah, nama Abu Hurairah tidak dikenal secara jelas,
bahkan menurut beberapa riwayat, ia memiliki banyak nama. Menurut satu
riwayat ia bernama ‘Umair bin ‘Amir bin ‘Abd. Riwayat lain mengatakan
‘Abd ‘Amr bin ‘Abd Ghanam. Ada juga yang berpendapat ‘Abd al-Syams.
Pada masa Islam, namanya adalah ‘Abdullah, tetapi ada yang menyebutnya
‘Abd al-Rahman. Ia kemudian diberi gelar Abu Hurairah oleh Nabi saw,
karena kecintaannya pada kucing.6
Abu Hurairah termasuk salah seorang sahabat yang paling banyak
meriwayatkan hadits, yang menurut Imam al-Bukhari 800 orang sahabat dan
tabi’in meriwayatkan hadits darinya. Menurut penuturan al-Haitsam bin
‘Ady, ia meninggal pada tahun 58 H. Sedangkan menurut al-Waqidi, ia
meninggal dunia pada tahun 59 H.
Berdasarkan kaidah umum dalam ilmu hadits, al-shahabah kulluhum
‘udul, 6 maka dia dimasukkan ke dalamnya yang berarti keadilan dan
kedhabit-annya dapat diterima.
b. Abu Salamah (w. 94 H)
Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah bin ‘Abd al-Rahman bin ‘Auf
alZuhri. Ia termasuk salah seorang tabi’in yang menetap dan meninggal di
Madinah pada tahun 94 H.7
Guru Abu Salamah diantaranya adalah Abu Hurairah, Ibrahim bin
‘Abdullâh bin Qaridl, Abu al-Radad, Abu Sufyân bin Sa’id bin Mughirah,
Usamah bin Zaid bin Haritsah, Abu Hurairah, dan lain-lain.

6
Ibn Al-Atsir, Usd al-Ghabah (Mesir: Dar al-Fikr, tt.), Juz 3, hlm 258
7
Ibn Hajar al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb (Mesir: Mu’assasah al-Risalah, 1995), Juz
IV, hlm. 531-532.

6
Murid Abu Salamah antara lain adalah Ibrahim bin ‘Ablah Syamr bin
Yaqdlan, Ibrahim Sa’ad bin Ibrahim, Ismail bin Umayyah, Muhammad bin
Muslim bin Syihab al-Zuhri, dan lain-lain.
Penilaian kritikus hadits terhadapnya dapat dilihat sebagaimana yang
disampaikan oleh Abû Zar’ah al-Râzi yang mengatakan bahwa ia adalah
tsiqah (orang yang terpercaya), imam (panutan). Ibn Sa’ad menilainya
tsiqah. Al-Dzahabi menilainya ahad al-aimmah (salah seorang imam atau
panutan). Adapun Ibn Hibban memasukkannya ke dalam kitab Al-Tsiqât-
nya.
c. Al-Zuhri (50 H – 124 H)
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Muslim bin ‘Ubaid Allâh
bin bin ‘Abd Allâh bin Syihâb bin ‘Abdillâh bin al-Hârith bin Zuhrah bin
Kilâb bin Murrah al-Quraisyi al-Zuhri al-Madani. Ia adalah salah seorang
Imam dan ulama Hijaz dan Syam. Ia meninggal pada tahun 124 H.8
Gurunya antara lain adalah ‘Abdullâh bin ‘Umar bin al-Khaththâb,
‘Abdullâh bin Ja’far, Rabî’ah bin ‘Abbâd, al-Mismar bin Makhramah, Anas,
Jâbir, ‘Abdullâh bin ‘Âmir bin Rabî’ah, Abû al-Thufail, dan lain-lain.
Muridnya di antaranya adalah ‘Athâ` bin Abi Rabâh, Abu al-Zubair
alMakki, ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azîz, ‘Amr bin Dînar, al-Auza’i, Shâlih bin
Kaisân, Yunus bin Yazid, Ma’mar, al-Zubaidi, dan lain-lain.
Penilaian kritikus hadits seperti Ibn Sa’ad menyatakan bahwa al-Zuhri
adalah tsiqah, al-Khathîb mengatakan dia adalah mutqin (orang yang
meyakinkan), ‘alim (orang yang ahli), dan hafidz (orang yang hafal). Ibn
Hibban memasukkannnya ke dalam kitab Al-Tsiqât-nya.
d. Yûnus bin Yazîd (w. 159 H)
Nama lengkapnya adalah Yûnus bin Yazîd bin Abi al-Najjâd. Ia juga
dikenal dengan Ibn Musykân bin Abi al-Najjâd.

8
Ibn Hajar al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb..., hlm. 696 – 697.

7
Gurunya antara lain adalah Abu ‘Ali bin Yazid, al-Zuhri, Nâfi’ (maula
Ibn ‘Umar), Hisyâm bin ‘Urwah, ‘Ikrimah, ‘Umârah bin Ghaziyyah, dan
lain-lain.9
Muridnya antara lain Jarîr, ‘Amr bin al-Hârits, ‘Anbasah bin Khâlid
bin Yazid, (‘Abdullah) Ibn al-Mubarak, al-Laits, al-Auza’i, Sulaiman bin
Bilâl, dan lain-lain.
Penilaian kritikus hadits terhadapnya antara lain dikatakan oleh
‘Abdullah bin al-Mubarak yang menilainya kitabuhu shahih (kitabnya
baik atau valid), Yahya bin Ma’în mengatakan tsiqah (orang yang
terpercaya), alNasâ’i menyatakan tsiqah, al-‘Ijli mengatakan tsiqah, dan
Abu Zur’ah menilainya la ba’sa bihi (dia tidak bermasalah atau orang yang
tidak cacat)
e. ‘Abdullah (w. 181 H)
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abd al-Rahmân ‘Abd Allâh bin
alMubârak bin Wâdhih al-Handlali al-Tamimi al-Marwazi.10
Gurunya antara lain Sulaimân al-Taimi, Humaid al-Thawîl, Ismâ’îl
bin Abi Khâlid, Yahya bin Sa’îd al-Anshâri, Sa’ad bin Sa’îd al-Anshâri,
Ibrâhim bin Abi ‘Ablah, Khaldah Khâlid bin Dînâr, ‘Âshim al-Ahwal,
Yunus bin Yazîd, dan lain-lain.
Muridnya antara lain al-Tsauri, Ma’mar bin Râsyid, Abu Ishâq
alFazâri, Ja’far bin Sulaimân al-Dhab’i, Baqiyyah bin al-Walîd, Ibn
‘Uyainah, dan lain-lain.
Penilaian ulama terhadapnya disampaikan oleh al-‘Ijli yang
menilainya tsiqah (orang yang terpercaya), Yahya bin Ma’in juga
menilainya tsiqah, dan Ibn Hibbân memasukkannya ke dalam kitabnya al-
Tsiqât.

9
Ibn Hajar al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb...,hlm. 474-475.
10
Ibn Hajar al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb...,hlm. 415-416

8
f. ‘Abdan (w. 221 H)
Nama lengkapnya adalah ‘Abd Allâh bin Utsmân bin Jabalah bin Abi
Rawwâd al-Azdi al-‘Ataki, yang kemudian diberi gelar ‘Abdân. Ia
meninggal pada tahun 221 H.11
Gurunya antara lain ayahnya yang bernama Abu Hamzah al-Sukari,
Yazîd bin Zurai’, Ibn al-Mubârak, Jarîr bin ‘Abd al-Hamîd, Syu’bah,
Hammâd bin Zaid, Isâ bin ‘Ubaid, Muslim bin Khâlid al-Zanji, dan lainlain.
Muridnya antara lain al-Bukhari, Muhammad bin ‘Abd Allâh bin
Quhzâdz, Ahmad bin Muhammad bin Syibawaih, Muhammad bin ‘Ali bin
al-Hasan, dan lain-lain.
Penilaian ulama terhadapnya menurut pernyataan Abu Rajâ’
Muhammad, dia adalah tsiqah ma’mun (orang terpercaya lagi kredibel),
Imam al-Hâkim mengatakan dia adalah imam ahl al-hadits bi baladih
(imam ahli hadits di Negaranya). Imam al-Bukhari meriwayatkan hadits
darinya sebanyak 110 hadits. Ibn Hibban memasukkannya ke dalam
kitabnya alTsiqât.
Dapat dipahami bahwa hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dikenal
dengan hadits muttafaq alaih. Hadits yang demikian diyakini sebagai hadits yang
memiliki tingkat kualitas yang tertinggi. Seluruh ulama telah mencapai konsensus
bahwa dua kitab hadits sahih (al-shahihan) adalah ashahh al-kutub ba’da al-Qur’an
(kitab yang paling sahih sesudah al-Qur’an). Oleh karena itu, dari segi kehujjahan
hadits tersebut tidak perlu diragukan.
2. Kritik Matan
Empat macam tolok ukur ini digunakan dalam acuan penelitian
matan hadis tentang fitrah, yaitu sebagai berikut:12
a. Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Qur’an

11
Ibn Hajar al-‘Asqalani, Tahdzîb al-Tahdzîb..., hlm. 382-383.
12
Salahuddin bin Ahmad Al-Adlabi, Manhaj Naqd Al-Matn ‘Inda Ulama Al-Hadis An-
Nabawi, (Beirut: Dar Al-Afaq Al-Jadidah, 1403), hlm. 238.

9
Kata fitrah di samping disebutkan dalam hadis juga terdapat dalam
Al-Qur’an. Al-Qur’an menerangkan tentang fitrah dalam Q.S. Ar-Rum :
30 yaitu sebagai berikut:

َ‫َّللاهَََٰؕ هلك‬
َ‫ق ه‬ ‫فاقه ۡمَو ۡجهكَ هللد ۡهي هنَحنه ۡيفًاََفه ۡطرَ ه‬
‫َّللاهَالته ۡىَفطرَالناََعل ۡيهاََالَت ۡبد ۡهيلَ هلخ َۡلل ه‬
َ‫َالقيهمََۙولل هكنَا ۡكثرَالنا هََالَيعۡ لم ۡون‬ ۡ ‫الد ۡهين‬
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada
agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.” (Q.S. Ar-Rum/30: 30)
Ayat di atas menurut Ibnu Athiyah dalam tafsirnya menerangkan
fitrah bahwa Allah telah menciptakan manusia dalam keadaan memiliki
potensi untuk mengenal Allah dan memenuhi tuntutan-tuntutan Nya.
Potensi untuk mengenal Allah mengandung maksud keyakinan tentang
keesaan Allah yang telah ditanamkan Allah dalam diri setiap insan.
Kemudian ulama dalam menjelaskan ayat tersebut menguatkannya
dengan menukil hadis fitrah.13 Hal ini memberi arti adanya kesesuaian
(tidak bertentangan) antara hadis Nabi saw dengan Al-Qur’an. Karena
fungsi hadis bagi Al-Qur’an adalah sebagai penjelas maksudkandungan
Al-Qur’an.14
b. Tidak Bertentangan Dengan Hadits Yang Lebih Kuat

13
7M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Jilid X, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), hlm. 53-
54.
14
8Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, (Kairo: Maktabah al Dakwah al-Isamiyah,
t.t), hlm. 39.

10
Artinya: “Dari Abdullah bin Umar r.a., dia berkata:
“sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Ketahuilah! Setiap kamu
semua adalah pemimpin dan masing-masing kamu semua akan dimintai
pertanggung jawaban dari kepemimpinannya. Imam atas rakyaknya
adalah pemimpin dan dia akan dimintai pertanggungjawaban dari
kepemimpinannya. Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya
dan dia akan dimintai pertanggungjawaban dari kepemimpinannya.
Seorang istri adalah pemimpin dalam mengurus di rumah suaminya dan
mengurus anaknya dan dimintai pertanggungjawaban dari
kepemimpinannya. Seorang pelayan adalah pemimpin dalam mengurus
harta di rumah majikannya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban
dari kepemimpinannya. Ketahuilah! Setiap kamu semua adalah
pemimpin dan kamu semua akan dimintai pertanggungjawaban dari
kepemimpinannya.” (H.R. Imam AlBukhori)

Kandungan hadis tersebut menerangkan bahwa orang tua (suami


dan istri) mempunyai tanggung jawab kepemimpinan dalam keluarga.
Kepemimpinan orang tua dalam hal ini bertanggung jawab dalam
mengurus (mendidik) anaknya. Orang tua bertanggung jawab mendidik
anaknya dalam mengembangkan potensi yang dimiliki anaknya. Karena
pada dasarnya, anak yang lahir telah diilhamkan dua kecenderungan
yaitu baik dan buruk. Maka tugas orang tua adalah mengoptimalkan
potensi yang dimiliki oleh anak. Dengan demikian terjadi kesesuaian
antara hadis fitrah dengan hadis ini.
c. Tidak bertentangan dengan akal sehat, panca indera, dan fakta sejarah
Hadis fitrah ini tidak bertentangan dengan akal sehat, panca indera,
dan fakta sejarah. Hal ini terbukti karena anak yang baru lahir dalam
proses yang dilaluinya nanti akan ikut (meniru) kepada orang tuanya baik
dalam bentuk ucapan dan perbuatan yang dilakukan oleh orang tuanya.
Karena menurut panca indera, anak akan mengamati kebiasaan-
kebiasaan yang menjadi rutinitas dalam keseharian yang berlangsung
antara anak dan orang tua. Apabila orang tua menginginkan anaknya
menjadi baik, maka orang tua harus mendidik anaknya dengan baik, serta
fakta sejarah membuktikan bahwa keluarga (orang tua) dalam masa lalu

11
dan masa sekarang berfungsi sebagai pemimpin (pendidik) pertama dan
utama dalam mendidik anak dalam memberikan pengaruh berupa
bimbingan, penyuluhan, keterampilan, dan pengetahuan.15
d. Sususan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.
Ciri-ciri sabda kenabian dalam hadis fitrah adalah gaya bahasa
yang digunakan fasih (tidak rancu) karena nabi saw. Sangat fasih dalam
berbahasa arab, di dalam hadis fitrah itu berisi harapan (targib) dan
ancaman (tarhib) bagi orang tua agar mau mengarahkan anaknya dalam
hal kebaikan. Karena keberhasilan mengarahkan anak ditentukan mulai
dari pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anak, serta
kandungan hadis fitrah itu tidak bertentangan dengan sunnatullah
(hukum alam).
Sunnatullah yang terjadi adalah anak akan ikut kepada orang
tuanya. Dengan memperhatikan tolok ukur penelitian matan hadis yang
telah diuraikan tersebut, maka dapat diambil natijah (kesimpulan) bahwa
matan hadis fitrah berkualitas sahih al matn.

E. ASBABUL WURUD HADITS


Adapun yang melatar belakangi munculnya hadits tersebut di atas adalah
sebagaimana riwayat yang bersumber dari Aswad, katanya: Aku datang kepada
Rasululloh SAW dan ikut berperang bersama beliau. Kami meraih
kemenangan dalam perang itu, namun pada hari itu pembunuhan berlangsung
terus termasuk menimpa anak-anak. kejadian ini dilaporkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Lalu beliau bersabda: “Keterlaluan sampai hari ini mereka
saling membunuh sehingga anak-anak banyak yang terbunuh”. Berkatalah
seorang laki-laki, “Ya Rasul, mereka adalah anak-anak dari orang musyrik”.
Rasululloh SAW bersabda:”Sesungguhnya penopang kami adalah anak-anak
orang musyrik”.16

15
Helmawati, Pendidikan Keluarga: teoritis dan praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2014), hlm. 50-51.
16
http://alkadri-pengajian.blogspot.com/2011/03/hadis-tentang-fitrah-manusia.html
(diakses pada tanggal 07 September 2020 pukul 14.47)

12
F. PERAN LINGKUNGAN DALAM PENDIDIKAN FITRAH
Manusia memiliki potensi dasar daya insaniyah serta bakat-bakat bawaan
atau keturunan, meskipun semua itu masih merupakan potensi yang
mengandung kemungkinan. Dari segi penjelasan maknanya, hadits tersebut
menerangkan bahwa manusia itu terlahir dalam keadaan fitrah, fitrah pada
hadits tersebut dimaknai dengan fitrah untuk dapat menerima kebenaran bahwa
Allah adalah tuhannya. Hadits tersebut tidak hanya membahas mengenai
potensi manusia dalam segi keagamaan, melainkan juga potensi-potensi
manusia yang lain.َ Potensi yang telah dimiliki ini harus dibimbing
perkembangannya terutama oleh orang tuanya. 17
Kaitan antara hadits setiap manusia terlahir dalam keadaan fitrah
dengan pendidikan adalah dalam hadits tersebut Rasulullah menjelaskan bahwa
setiap anak yang lahir itu membawa potensi. Potensi-potensi itu tidak akan
bermanfaat apabila tidak dikembangkan melalui pendidikan. Pendidikan sangat
penting dalam pengembangan potensi anak. Pendidikan harus selalu diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah mengajarkan kepada setiap orang tua
untuk mendidik anaknya dengan baik, sesuai dengan apa yang telah dituntunkan
dalam al-Qur’an dan as Sunnah.18
Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa menurut hadits ini manusia lahir
membawa kemampuan-kemampuan; kemampuan itulah yang disebut
pembawaan: fitrah yang disebut dalam hadits ini adalah potensi. Potensi adalah
kemampuan; jadi, fitrah yang dimaksud disini adalah pembawaan. Ayah-ibu
dalam hadits ini adalah lingkungan sebagaimana yang dimaksud oleh para ahli
pendidikan. Kedua-duanya itu lah, menurut hadits ini, yang menentukan
perkembangan seseorang.19
Pengaruh itu terjadi baik pada aspek jasmani, akal maupun aspek
rohani. Aspek jasmani banyak dipengaruhi oleh alam fisik (selain oleh

17
Zuhairini, Dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2018), Hlm. 176
18
Nandang Kosim dan Lukman Syah, Jurnal Qathruna Vol. 3 No. 1, Potensi Dasar
Manusia Menurut Ibnu Taimiyah, 2016. Hlm. 77
19
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendiidkan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1992), Hlm.35.

13
pembawaan); aspek akal banyak dipengaruhi oleh lingkungan budaya (selain
oleh pembawaan); dan aspek ruhani banyak dipengaruhi oleh kedua lingkungan
itu (selain oleh pembawaan). Pengaruh itu menurut al-Syaibani sebagaimana
dikutip ahmad Tafsir bahwa dimulai sejak bayi berupa embrio, dan barulah
berakhir setelah kematian orang tersebut. Tingkat dan kadar pengaruh tersebut
berbeda antara seseorang dan orang lain, sesuai dengan segi-segi pertumbuhan
masing-masing; kadar pengaruh tersebut berbeda juga menurut perbedaan umur
dan perbedaan fase perkembangan masing-masing. Faktor pembawaan lebih
dominan pengaruhnya tatkala orang masih bayi; lingkungan (alam dan budaya)
lebih dominan pengaruhnya tatkala orang mulai dewasa.20
Manusia adalah makhluk yang berkembang karena dipengaruhi
pembawaan dan lingkungan, manusia mempunyai banyak kecenderungan; ini
disebabkan oleh banyaknya potensi yang dibawanya. Dalam garis besarnya,
kecenderungan itu dapat dibagi menjadi dua, yaitu kecenderungan menjadi
orang yang baik dan kecenderungan menjadi orang yang jahat. Fitrah disini
dapat dimaknai pula sebagai potensi untuk berbuat kebaikan, kemuliaan,
keshalihan, pembangunan ada dan potensi untuk merusak, atau berbuat buruk.
Kencenderungan beragama termasuk kedalam kecenderungan menjadi baik.
Aynayni, berkeseimpulan bahwa, menurut al-Qur’an, manusia pada
asal kejadiannya adalah mempercayai adanya Tuhan yang satu, tetapi manusia
berkemampuan pula menjadi musyrik dan jahat; beribadah kepada Tuhan adalah
tujuan wujud manusia.21 Muhammad Mahmudz Hijazi dalam Ahmad Tafsir,
tatkala membahas hakikat kejadian manusia, tiba pada kesimpulan bahwa pada
hakikatnya kejadian (fitrah) manusia adalah Muslim. Fitrah tersebut dapat
dikembangkan sebagaimana tujuan pendidikan Islam yaitu terbentuknya
manusia yang bermoral (insan kamil).22

20
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendiidkan Dalam,... Hlm.35.
21
Ali Khalil Aynayni, Falsafah al-Tarbiyat al-Islamiyyat fi al-Qur’an al Karim,
(Qadirah: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1980). Hlm. 103.
22
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendiidkan Dalam..., Hlm.36.

14
G. KESIMPULAN
Lingkungan dalam pendidikan Islam meliputi segala kondisi fisiologis
manusia, seperti: gizi, syaraf, peredaran darah, pernafasan, dan sebagainya;
kondisi psikologis manusia, mencakup segenap stimulus yang diterima
manusia sejak dalam masa prenatal, kelahiran, sampai mati; kondisi sosial
kultural meliputi interaksi dan kondisi yang bersifat sosial, adat istiadat, dan
kondisi alam sekitarnya
Lingkungan pendidikan dapat dibagi menjadi tiga, rumah tangga,
sekolah dan masyarakat. Lingkungan rumah tangga adalah awal mula
berlangsungnya pendidikan, dimana orangtua sebagai penanggungjawab
utama. Lingkungan sekolah, jika sudah cukup umur sesuai dengan ukuran
tertentu, maka dia memasuki lingkungan sekolah dimana ia bergaul dengan
teman dan gurunya. Selain itu ada lingkungan sosial yang lebih luas yang
berada diluar rumah tangga dan sekolah, lingkungan sekolah juga sangat
berpengaruh bagi pembentukan kepribadian peserta didik.
Pada dasarnya semenjak lahir manusia sudah dianugrahi fitrah atau
potensi menjadi baik dan jahat, akan tetapi anak yang baru lahir selalu dalam
keadaan suci tanpa noda dan dosa. Oleh karena itu, apabila dikemudian hari
dalam perkembangannya anak menjadi besar dan dewasa dengan sifat-sifat
yang buruk, maka hal itu merupakan akibat dari pendidikan keluarga,
lingkungan, dan kawan-kawan sepermainanya.
Tujuan pendidikan Islam harus mampu mengembangkan
fitrah/potensi manusia (ruh bertuhan, akal, jasad, emosi, akhlak dan aspek
kemasyarakatan (sosial). Pendidikan Islam sebagai manifestasi insan kamil
(makhluk terbaik) yang memiliki orientasi tujuan untuk mengembangkan
potensi (fitrah) nya serta mengembangkannya secara tawazun (seimbang)
antara seluruh potensi manusia untuk kepentingan kehidupan dunia dan akhirat
sesuai dengan petunjuk Allah dalam al-Qur’an dan Al Hadits.
Menjadi pribadi yang beriman bertakwa kepada Allah, memiliki
akhlak yang mulia, serta memiliki keterampilan hidup sesuai bakat dan
minatnya secara proporsional untuk mempertahankan hidup manusia,

15
menyebarkan risalah ajaran Islam dengan dakwah amar ma’ruf nahi munkar,
sebagai khalifah dimuka bumi yang mengolah, mengatur, memanfaatkan bumi
berserta isinya dalam ridha Allah Swt.
Sehingga manusia yang mempunyai potensi dasar fitrah ini, juga
merupakan makhluk yang berkembang yang akan dipengaruhi oleh
pembawaan, lingkungan dan pendidikan. Manusia mempunyai banyak
kecenderungan; ini disebabkan oleh banyaknya potensi yang dibawanya.
Dalam garis besarnya, kecenderungan itu dapat dibagi menjadi dua, yaitu
kecenderungan menjadi orang yang baik dan kecenderungan menjadi orang
yang jahat. Fitrah disini dapat dimaknai pula sebagai potensi untuk berbuat
kebaikan, kemuliaan, keshalihan, pembangunan ada dan potensi untuk
merusak, atau berbuat buruk.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ahid, Nur. Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Islam. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar. 2010.

Al-Bukhari, Imam. Shahih al-Bukhari Juz I. Beirut: Dar Ibn Katsir al-Yamamah.
1987.

Al-‘Asqalani, Ibn Hajar. Tahdzîb al-Tahdzîb. Mesir: Mu’assasah al-Risalah. 1995.

Al-Atsir, Ibn. Usd al-Ghabah. Mesir: Dar al-Fikr. tt.

Al-Khathibi, M. Ajajj. Ushul Al-Hadits. Beirut: Dar Al Fikri. 1978

Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoritis dan Praktis berdasarkan


Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: Bumi Aksara. 2014.

Arifin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara. 2012.

Aynayni, Ali Khalil. Falsafah al-Tarbiyat al-Islamiyyat fi al-Qur’an al Karim.


Qadirah: Dar al-Fikr al-‘Arabi. 1980.

Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2009.

Daula, Haidar Putra. Pendidikan Islam Dalam Prespektif Filsafat. Jakarta :


Kencana Prenadamedia Group. 2014.Haq, Abdul ibn Atiyah Al-Andalusi,
Al-Muharrar Al-Wajiz. Ttp: Dar ibn Hazm. 1423.

Juwariah, Dr. Haditst Tarbawi. Yogyakarta: Penerbit Teras. 2010.Nata, Abuddin.


Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana. 2010.

Kosim, Nandang dan Lukman Syah. Jurnal Qathruna Vol. 3 No. 1, Potensi Dasar
Manusia Menurut Ibnu Taimiyah, 2016.

Remiswal, dan Arham Junaidi Firman, Konsep Fitrah Dalam Pendidikan Islam.
Yogyakarta: Diandracreative. 2018.

Suryadi, Rudi Ahmad. Ilmu Pendidikan Islam. Sleman: Deepublish. 2018.

Tafsir, Ahmad Ilmu Pendiidkan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 1992.

Wahyudin, Din Dkk. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Universitas Terbuka. 2004.

Yaqin, Ainul. Pendidikan Islam dalam Sorotan Al-Qur’an dan Al-Hadits (Kajian
Komperehensif Tafsir dan Hadits Tarbawy). Pamekasan: Dua Media
Publihing, 2015.

17
Zuhairini, Dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2018), Hlm. 176

18

Anda mungkin juga menyukai