Oleh :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
Pendahuluan
Manusia insan secara kodrati, sebagai ciptaan Allah SWT yang sempurna
bentuknya dibandingkan dengan ciptaan Allah lainnya. Manusia juga sudah
dilengkapi dengan kemampuan mengenal dan memahami kebenaran dan
kebaikan yang terpancar dari ciptaan-Nya. Kemampuan lebih yang dimiliki
manusia itu adalah kemampuan akalnya Manusia, di samping sebagai pelaku
atau subjek, juga merupakan objek atau sasaran dari pendidikan. Manusialah
yang menjadi bahan baku yang akan dibentuk sesuai dengan keinginan
pendidiknya. Para pendidik sebagai subjek yang bertugas mengarahkan dan
membimbing anak didiknya dituntut agar memahami dan memiliki konsep
yang jelas dan benar tentang hakikat dan karakteristik manusia, baik hakikat
dan karakteristik manusia yang akan dididik maupun hakikat dan karakteristik
manusia ideal yang dicita-citakan. Hal ini tak ubahnya seperti pandai besi yang
harus mengetahui hakikat dan karakteristik besi yang akan ditempa dan
dibentuk serta produk yang akan dihasilkannya. Praktek pendidikan akan gagal
atau berlangsung tanpa arah yang terkendali bila diselenggarakan tanpa
memperhatikan dan berdasarkan konsep yang jelas dan benar mengenai
manusia. Pelaksanaan pendidikan sangat ditentukan oleh pandangan pelakunya
tentang manusia itu sendiri.
Pengertian Fitrah
Dari segi bahasa, kata fitra berasal dari kata al-fathr, fatara, yafturu,
fatran yang berarti belahan, dan dari makna ini lahir makna-makna lain
antara lain penciptaan atau kejadian. Jadi fitrah manusia adalah
kejadiannya sejak semula atau bawaan sejak lahir.
Ungkapan fitrah belum memberikan gambaran yang definitif tentang
keadaan dan sifat manusia ketika ia dilahirkan ibunya. Fitrah bukan kata
sifat yang dapat menjelaskan secara langsung hakikat dan karakteristik
manusia pada saat ia dilahirkan.
Ungkapan manusia dilahirkan dalam keadaan suci sebagai terjemahan
kata fitrah kurang tepat. Agaknya, ungkapan itu lebih tepat diterjemahkan
dengan pernyataan bahwa setiap anak dilahirkan dalam suatu kondisi
tertentu sesuai dengan program Allah. Hal itu tak ubahnya seperti kertas
yang dibuat sebagai alat tulis. Penggunaan kertas untuk tujuan lain adalah
penyimpangan, tidak sesuai dengan tujuan dan rencana pembuatnya.
Melalui sabdanya ini, sesungguhnya, Nabi mengingatkan bahwa orang tua
mempunyai tanggung jawab bila anak-anak yang mereka lahirkan
kemudian menyimpang dari program yang telah dicanangkan Allah. Tentu
saja sebaliknya, keberhasilan orang tua untuk membina anaknya sesuai
dengan rancangan Allah merupakan amal saleh yang layak mendatangkan
pahala bagi mereka. Hal ini erat kaitannya dengan hadis yang menyatakan
bahwa anak yang saleh merupakan salah satu investasi orang tua yang
keuntungannya masih akan didapatkannya meskipun mereka telah wafat.
Pembicaraan tentang fitrah manusia melibatkan pembahasan tentang
berbagai aspek yang terkait dengan manusia itu sendiri ketika ia
diciptakan, baik aspek yang terkait dengan fisik maupun dengan psikisnya.
Pembahasan tersebut mencakup keseluruhan hakikat, karakter, dan makna
eksistensial manusia. Kesucian boleh jadi merupakan salah satu aspek
penting berkenaan dengan konsepsi Islam tentang fitrah manusia. Namun,
masih banyak aspek lain yang perlu dijelaskan untuk menggambarkan
keadaan manusia ketika diciptakan.
- fitrah ilahiyah
Yang tercakup adalah fitrah tauhid Di dalam Al-Quran (QS. Al-Ruum 30)
diungkapkan:
Artinya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak
ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.
- Fitrah jasadiyah
Yang terkait dalam alat-alat potensi manusia
Ahmad Tafsir menjelaskan bahwa Fitrah (potensi) yang dijelaskan oleh Al-
Quran antara lain;
Kesatuan wujud manusia antara fisik, psikis dan akal serta didukung oleh
potensi-potensi yang ada membuktikan bahwa manusia sebagai ahsan al-
taqwim. Dalam hubungannya dengan Pendidikan Islam, menempatkan
manusia pada posisi yang strategis, yaitu:
Setiap manusia dilengkapi dengan potensi akal, bakat, fantasi maupun gagasan.
Potensi ini dapat mengantarkan manusia memiliki peluang untuk bisa menguasai
serta mengembangkan ilmu dan teknologi dan sekaligus menempatkannya
sebagai makhluk berbuday.
Potensi dasar yang dimiliki manusia tersebut masih merupakan barang yang
terpendam dalam dirinya. Bila potensi tersebut dibiarkan terus menerus maka ia
akan menjadi statis dan tidak berkembang walaupun dia telah memasuki usia
yang panjang. Sentuhan-sentuhan dari pihak lain tetap merupakan sebuah
keharusan bagi nya agar potensi tersebut berubah menjadi dinamis dan dapat
berkembang sesuai dengan kehendak penciptanya.