Anda di halaman 1dari 5

Nama : Miftahul Jannah

NIM : 1910202034
Mata Kuliah : Studi Keislaman

1. Pengertian Syari’ah
Dari segi bahasa kata syari’at berarti jalan ke tempat pengairan atau jalan yang
sesungguhnya harus dituntut. Syari’at juga berarti tempat akan air di sungai. Kata
syari’at terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur’an seperti da;am Al-Maidah ayat 48,
Al-Syura ayat 13, yang pada prinsipnya mengandung arti “jalan yang jelas membawa
kepada kemenangan”. Dalam hal ini, agama Islam yang ditetapkan utuk manusia
disebut syari’at Islam dengan “jalan air” ( seperti pengungkapan lughawy diatas)
menjadikan air sebagai penyebab kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan,
sebagaimana ia menjadikan syari’at bagi penyebab kehidupan diri manusia.

Pada asalnya syari’at diartikam sebagai hukum atau aturan yang ditetapkan Allah
kepada hamba-Nya untuk ditaati, baik berkaitan dengan hubungan mereka dengan
Allah maupun hubunganya antara sesame mereka sendiri. Dengan makna seperti ini,
syari’at diterjemahkan sebagai ‘agama’ sebagaimana disinggung dalam surat Al-
Syura ayat 13. Namun kemudian, pemakaiannya dikhususkan kepada hukum-hukum
amaliyah. Pengkhususan ini dilakukan karena ‘agama’ (samawi) pada prinsipnya
satu, berlaku secara universal dan ajaran syari’at hanya berlaku umtuk masig-masing
umat sebelumnya. Dengan demikian, syari’at lebih spesifik dari pengertian agama, ia
adalah hukum amaliyah yang menurut perbedaan rasul yang membawanya dan setiap
yang datang kemudian mengoreksi atau menasakhkan yang datang lebih dahulu.

2. Tujuan syari’ah

Maqashid syari’at Islam dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah tujuan
hukum Islam. Hal demikian dapat dijabarkan mengenai apakah hakikatnya dari
tujuan hukum Islam bagi manusia. Dalam buku Hukum Islam, Prof. Dr. H. Suparman
menegaskan bahwa tujuan Syari’at Islam adalah mengatur kehidupan manusia baik
sebagai makhluk individu maupun sosial. Dalam bukunya pengantar Ilmu Fiqh da
Ushul Fiqh , Asywadie Syukur mengungkapkan bahwa tujuan Syari’at Islam adalah
menciptakan dan mewujudkan kemaslahatan umat manusia sehingga tercipta rasa
keadilan yang merata dan umat manusia dapat merasakan hidup damai, aman dan
tentram. Hal senada juga dikemukakan oleh Prof. Dr. Mukhtar Yahya dalam bukunya
Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam, beliau menerangkan bahwa tujuan
syari’at islam adalah mewujudkan kemaslahatan umat dan menghilangkan hal yang
membuat madlarat umat.

3. Prinsip-prinsip dalam syari’ah

Prinsip-prinsip syari’at dalam menetapkan hukum sesuai dengan perkembangan


dan kemampuan manusia, baik secara fisik maupun rohani. Manusia selalu berawal
dari kelemahan dan ketidakmampuan. Untuk itu Al-Qur’an berpedoman kepada tiga
hal, yaitu:

a. Tidak memberatkan
b. Meminimalisir beban
Dasar ini merupakan konsekuensi logis dasar yang pertama. Dengan dasar ini
kita dapat rukhshah dalam beberapa jenis ibadah, seperti menjamak dan
menqashar solat apabila dalam perjalanan dengan syarat yang telah
ditentukan.
c. Berangsur-angsur dalam menentapkan hukum
Al-Qur’an dalam menetapkan hukum adalah secara bertahap, hal ini bias kita
telusuri dalam hukum haramnya meminum-minuman keras dan sejenisnya
d. Memperlihatkan kemaslahatan umat
e. Keadilan yang merata

4. Pengertian Ibadah
Menurut bahasa ada empat makna dalam pengertian ibadah ; (1) ta’at, (2) tunduk,
(3) hina dan (4) pengabdian. Jadi ibadah merupakan bentuk ketaatan, ketundukan,
dan pengabdian kepada Allah

Didalam Al-Qur’an kata ibadah berarti; patuh, mengikut, menurut, dan doa. Dalam
pengertian yang sangat luas, ibadah adalah segala sesuatu yang dicintai dan diridhai
Allah, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Adapun menurut ulama Fikih,
ibadah adalah semua bentuk pekerjaan yang bertujuan memperoleh ridho Allah dan
mendambakan pahala dari-Nya di akhirat.

5. Dasar dan tujuan ibadah

Dalam Al-Qur’an banyak ayat tentang dasar-dasar ibadah diantaranya yaitu Q.S
Az-Zariyat ayat 56 yang artinya “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepadaku.”

Adapun dasar-dasar ibadah diantaranya:

a. Cinta. Maksudnya ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba didasarkan


pada cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.
b. Takut (Khauf). Maksudnya ibadahh yang dilakukan seorang hamba
didasarkan takutnya seorang hamba kepada Allah
c. Harapan (Raja’). Maksudnya ibadah yang dilakukan oleh seorang hamab
dijalanlan dengan penuh pengharapan ranpa ada rasa pantang menyerah.

Ibadah yang dilakukan seorang hamba memiliki tujuan yaitu untuk


membersihkan dan menyucikan jiwa dengan mengenal dan mendekatkan diri kepada
Allah Swt. Serta mengharapkan ridha Allah Swt.

6. Jenis dan ketentuan ibadah

Secara garis besar, ibadah dibagi menjadi 2 yakni


a. Ibadah mahdah yaitu ibadah yang khusus berbentuk praktik atau perbuatan
yang menghubungkan antara hamba dan Allah melalui ketentuan uamh
ditentukan dan dicontohkan oleh Rasulullah saw
b. Ibadah ghairu mahdah adalah ibadah umum berbentuk hubungan sesame
manusia dan manusia dengan alam yang memiliki nilai ibadah.

Ibadah dari segi pelaksaannya dapat dibagi menjadi 3 bentuk yakni:

a. Ibadah jasmaniah ruhaniah, yaitu perpaduan antara jasmani dan rohani


misalnya sholat dan puasa
b. Ibadah ruhaniah dan maliah, yaitu perpaduan ibadah rohaniah dan harta
seperti zakat
c. Ibadah jasmani, ruhaniah dan Maliyah, yakni ibadah yang menyatukan
ketiganya, contohnya seperti, Haji

7. Prinsip-prinsip pelaksanaan ibadah

Ibadah yang disyariatkan oleh Allah swt. Dibangun diatas landasan yang kokoh yaitu:

a. Niat beribadah hanya kepada Allah (Q.S Al-Fatihah ayat 4)\


b. Ibadah yanh tulus kepada Allah. Semata haruslah bersih dari tedensi-tedensi
lainnya. Apabila sedikit saja ada niatan beribadah bukan hanya karena Allah
maka rusaklah ibadah itu ( Q.S Al-Kahfi ayat 110)
c. Keharusan untuk menjadikan Rasulullah saw, sebagai teladan dan
pembimbing dalam ibadah (Q.S Al-Ahzab ayat 21)
d. Ibadah itu memiliki batas kadar dan waktu yang tidak boleh dilampaui (Q.S
An-Nisa auat 103)
e. Keharusan menjadikan ibadah dibangun diatas kecintaan, ketunduka,
ketakutan dan pengharapan kepada Allah swt. (Q.S Al-Isra ayat 57)
f. Beribadah dalam keseimbangan anatar dunia akhirat, artinya proporsional
tidak hanya semata-semata kehidupan akhirat saja yang dikejar tetapi
kehidupan dunia juga tidak dilupakan sebagai sarana beribadah kepada Allah
(Q.S Al-Kahfi ayat 77)
g. Ibadah tidaklah gugur kewajibannya pada manusia sejak baligh dalam
keadaan berakal sampai meninggal dunia. (Q.S Ali Imran ayat 102)

Daftar Pustaka

Mardani. 2013. Ushul Fiqh. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Alfan,Ahman, dkk. 2014. Buku Siswa Fikih kelas X MA. Jakarta: Kementrian Agama
Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai