Anda di halaman 1dari 31

Paradigma Pendidikan Islam:

Upaya Mengefektifkan Pendidikan


Agama Islam di Sekolah

Oleh: Jumal Ahmad


Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah
Jl. Kertamukti No.5 Pisangan Barat, Cirendeu Ciputat 15419
Email: ahmadbinhanbal@gmail.com

Keterangan Buku
Judul Buku : Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan
Pendidikan Agama Islam di Sekolah
Penulis : Drs. Muhaimin, MA., Dra. Suti‟ah dan Drs. Nur Ali, M.Pd.
Editor : Siti Lailan Azizah
Penerbit : PT. Remaja Rosdakarya
Cetakan : kelima, Juni 2012
ISBN : 978-979-692-109-6

Bab I. Manusia dan Pendidikan dalam Perspektif Islam


A. Proses Kejadian Manusia dan Nilai-Nilai Pendidikan yang Terkandung
di Dalamnya
Muhaimin dkk memulai bab ini dengan menyebutkan beberapa ayat Al-
Quran yang mengungkapkan proses kejadian manusia di antaranya Qs. Al-
Mukminun ayat 12-14, Qs. Al-Hajj ayat 5, Qs. Al-Insan ayat 2, Qs. Al-Mukmin ayat
67, Qs. Ath-Thariq ayat 5-7 dan Al-Sajdah ayat 8-9. Dari ayat-ayat tersebut
kemudian disimpulkan bahwa 1) Susunan redaksi dalam ayat-ayat yang menyangkut
kejadian manusia lebih banyak menggunakan kata khalaqa daripada kata ja‟ala. 2)
ayat-ayat tersebut ada yang masih global dan ada yang rinci dalam menjelaskan
kejadian manusia.
Kata Khalaqa dalam Al-Quran memiliki pengertian “ibda‟ al-syai‟ min
ghairi ashl wala tihtida” yakni penciptaan sesuatu tanpa asal/pangkal dan tanpa
contoh terlebih dahulu. Sedangkan kata Ja‟ala yang biasa diartikan „menjadikan‟
merupakan lafaz yang bersifat umum, yang berkaitan dengan semua aktivitas dan
perbuatan-perbuatan, dan lebih umum daripada „fa‟ala‟ (membuat atau berbuat) atau
„shana‟a‟ (membuat atau membikin).

* Tugas Resume Buku Mata Kuliah Islamic Education Policy


----------------------------------------------------------------------------------------------

Keterangan di atas juga dikuatkan Quraish Shihab dalam tafsirnya yang


menyebutkan bahwa penggunaan kata “khalaqa” dengan berbagai bentuknya
mengandung suatu aksentuasi (penekanan) yang berbeda dengan “ja‟ala”. Kata
“Khalaqa” dengan memberikan aksentuasi tentang kehebatan dan kebesaran atau
keagungan Allah dalam ciptaan-Nya. Sedangkan kata “Ja‟ala” mengandung
aksentuasi terhadap manfaat yang harus atau dapat diperoleh dari sesuatu yang
dijadikan itu.
Manusia dengan akal budinya bila merenungkan proses kejadian dirinya,
maka akan timbul perasaan kagum akan kebesaran dan kehebatan-Nya dalam
menciptakan manusia yang berasal dari sesuatu yang hina kemudian mencapai
kesempurnaan jasmani dan rohani. (hal 4-5)
Dalam proses penciptaan manusia dapat ditemukan nilai-nilai pendidikan
yang perlu dikembangkan dalam pendidikan Islam yaitu:
1. Cara Al-Quran agar manusia menghayati pentunjuk Allah adalah dengan
memperkenalkan jati dirinya, dari mana datangnya dan bagaimana asal
kejadiannya. Hal ini sangat perlu dalam proses pendidikan untuk melawan
gelombang hidup yang membuat manusia lupa diri.
2. Ayat-ayat yang menyebutkan proses kejadian manusia tersebut secara
implisit mengungkap kehebatan, kebesaran dan keagungan Allah. PAI
hendaknya diarahkan peningkatan iman, taqwa terhadap tanda kebesaran
Allah.
3. Proses kejadian manusia dalam Al-Quran melalui dua proses dengan enam
tahap yaitu proses fisik dengan 5 tahap dan proses non fisik dengan 1 tahap.
4. Proses kejadian manusia dalam Al-Quran diperkuat oleh penemuan ilmiah.
(hlm 11)
B. Potensi-Potensi Dasar Manusia dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Abdul Fattah Jalal dalam buku Min Ushul At-Tarbiyah Al-Islamiyyah (hlm.
103-110) menyebutkan alat-alat potensial yang dianugerahi Allah kepada manusia
untuk meraih ilmu pengetahuan.
1. Al-Lasm dan Al-Syum (alat peraba dan alat pembau) sebagaimana Qs. Al-
An‟am ayat 7 dan Qs Yusuf ayat 94.
2. Al-Sam‟u (pendengaran) sebagaimana Qs. Al-Isra ayat 36, Al-Mukminun
ayat 78, Qs. Al-Sajdah ayat 9.
3. Al-Abshar (penglihatan) sebagaimana Qs. Al-A‟raf ayat 185, Qs. Yunus
ayat 101
4. Al-Aql 9 (daya pikir) sebagaiaman Qs. Thaha ayat 53-54
5. Al-Qalb (kalbu) sebagaiamana Qs Al-Syuara ayat 192-194.
Syaikh Musthafa Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa manusia
diberi hidayah oleh Allah bertingkat-tingkat yaitu: 1. Hidayah Ilham (denyut hati), 2.

2
----------------------------------------------------------------------------------------------

Hidayah hawasi (indera), 3. Hidayah aql, 4. Hidayah al-adyani dan 5. Hidayah


taufiqi. Hidayah pertama dan kedua dianugerahkan kepada manusia dan hewan.
Hidayah yang ketiga dan kelima hanya diberikan kepada manusia. Dan hidayah
kelima semata-mata merupakan monopoli Allah dalam memberikan hidayah.
Harun Nasution dalam bukunya menyebutkan bahwa dalam diri manusia itu
terdapat tiga macam jiwa yaitu:
1. Jiwa tumbuh-tumbuhan (nafsu nabatiyah)
2. Jiwa binatang (nafsu hayawaniyah)
3. Jiwa manusia (nafsu insaniyah)
Demikian uniknya alat potensi manusia dengan berbagai daya dan
kemampuannya dan merupakan nikmat Allah yang paling besar.
Menurut Hasan Langgulung, ketika Allah meniupkan ruh pada diri manusia,
maka pada saat itu pula manusia mempunyai sebagian sifat-sifat ketuhanan
sebagaiaman tertuang dalam Al-Asmaul Husna, hanya saja kalau Allah serba Maha,
sedangkan manusia hanya diberi sebagiannya. Sebagian sifat ketuhanan tersebut
harus ditumbuhkembangkan secara terpadu oleh manusia dan diaktualkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Alat potensial atau fitrah manusia tersebut harus dikembangkan secara
optimal dan terpadu melalui proses pendidikan sepanjang hayatnya. Manusia diberi
kebebasan untuk berikhtiar, namun tidak bisa dilepaskan dari batas-batas tertentu
yaitu adanya hukum yang menguasai benda maupun masyarakat manusia sendiri.
(hlm. 12-18)
C. Tugas Hidup Manusia dan Fungsi Pendidikan
Manusia dalam hidupnya mengemban amanah atau tugas-tugas kewajiban
dan tanggung jawab yang dibebankan Allah kepada manusia agar dipenuhi, dijaga
dan dipelihara dengan sebaik-baiknya. Muhammad Husain Ath-Thabathai ketika
menafsirkan Surat Al-Ahzab ayat 72 menyebutkan beberapa tafsiran dari kata
Amanah yaitu: 1) tugas sehingga bila dilaksanakan akan masuk surga dan bila
melanggar akan masuk neraka, 2) akal yang merupakan sendi bagi pelaksanaan
tugas dan kewajiban, 3) kalimat laa ilaaha illallah, 4) anggota badan, 5)
ma‟rifatullah. Ar-Raghib Al-Asfahani menyebutkan beberapa pengertian lain dari
Amanah yaitu 1) kalimat tauhid, 2) al-adalah (menegakkan keadilan), 3) akal.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas hidup atau amanah
dalam kehidupan manusia pada intinya ada dua macam yaitu abdullah (hamba
Allah) dan khalifatullah. Tugas hidup sebagai abdullah merupakan realisasi dari
mengembang amanah dalam arti memelihara tugas dan kewajiban dari Alla yang
harus dipatuhi, kalimat Tauhid atau marifatulah. Tugas hidup sebagai Khalifah di
muka bumi yang menyangkut pelaksanaan tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri,

3
----------------------------------------------------------------------------------------------

dalam keluarga, dalam masyarakat dan tugas kekhalifahan terhadap alam. (hlm. 19-
24)
D. Segi Negatif Manusia dan Tugas Pendidikan
Di dalam Al-Quran telah dijelaskan bahwa manusia di samping banyak
dipuji, juga banyak dicela. Celaan tersebut merupakan cerminan dari segi negatif
yang dimiliki manusia. Di antara celaan dan kekurangan manusia itu adalah:
1. Manusia amat dhalim dan bodoh. Qs. Al-Ahzab ayat 72.
2. Manusia adalah makhluk yang lemah, tidak mempunyai daya dan kekuatan
sendiri, melainkan hanya Allah yang memberinya daya dan kekuatan. Qs.
An-Nisa ayat 28.
3. Manusia adalah makhluk yang banyak membantah dan menentang ajaran
Allah yang telah menciptakan dan memberikan kenikmatan. Qs. Al-Kahfi
ayat 54.
4. Manusia bersifat tergesa-gesa. Qs. Al-Isra ayat 11
5. Manusia mudah lupa dan banyak salah.
6. Manusia sering mengingkari nikmat dan mengingkari kebenaran ajaran
Allah. Qs. Al-Hajj ayat 66, Qs. Al-Isra‟ ayat 89.
7. Manusia mudah gelisah dan banyak keluh kesah dan sangat kikir. Qs. Al-
Maarij ayat 19-21, Qs. Al-Isra ayat 100. (hlm. 25-28)
E. Memahami Istilah Pendidikan Islam
Pengertian Pendidikan Islam
1. Pendidikan menurut Islam atau Pendidikan Islami yaitu pendidikan yang
dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang
terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-Quran dan Sunnah. Dalam
pengertian ini, pendidikan Islam dapat berwujud pemikiran dan teori
pendidikan yang mendasarkan diri atau dibangun dan dikembangkan dari
sumber-sumber dasar tersebut.
2. Pendidikan ke-Islam-an atau Pendidikan Agama Islam yaitu upaya
mendidikkan agama Islam atau ajaran Islam dan nilai-nilainya agar menjadi
way of life (pandangan hidup) seseorang. Dalam pengertian ini, pendidikan
Islam dapat berwujud, 1) segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau
suatu lembaga untuk membantu seseorang atau sekelompok peserta didik
dalam menanamkan dan atau menumbuhkembangkan ajaran Islam dan nilai-
nilainya. 2) segenap fenomena atau peristiwa perjumpaan antara dua orang
atau lebih yang dampaknya ialah tertanamnya atau tumbuhnya ajaran Islam
dan nilai-nilainya pada salah satu atau beberapa pihak.
3. Pendidikan dalam Islam atau proses dan praktik penyelenggaraan
pendidikan yang berlangsung dan berkembang dalam sejarah umat Islam.
Dalam arti proses bertumbuhkembangnya Islam dan umatnya, baik Islam

4
----------------------------------------------------------------------------------------------

sebagai agama, ajaran maupun sistem budaya dan peradaban sejak zaman
Nabi sampai sekarang. (hlm. 29-32)

Bab II. Pengembangan Pendidikan Islam: Tinjauan Paradigmatik


A. Pendidikan dalam Perspektif Islam
Pendidikan Islam menurut Hasan Langgulung setidaknya tercakup dalam 8
pengertian yaitu, al-tarbiyah al-diniyyah (pendidikan keagamaan), ta‟lim al-din
(pengajaran agama), al-ta‟lim al-diny (pengajaran keagamaan), al-ta‟lim al-islamy
(pengajaran keislaman), tarbiyah al-muslimin (pendidkan orang-orang Islam), al-
tarbiyah fil Islam (pendidikan dalam Islam), al-tarbiyah „inda al-muslimin
(pendidkan di kalangan orang Islam), al-tarbiyah al-islamiyyah (pendidikan Islami).
(hlm. 35-36)
Menurut An-Nakhlawy (1979) istilah tarbiyah lebih cocok untuk pendidikan
Islam, berbeda dengan Jalal (1977) yang berkesimpulan bahwa istilah ta‟lim lebih
luas jangkauannya dan lebih umum sifatnya daripada tarbiyah. Sementara itu, Syed
Naquib Alattas membandingkan dua istilah di atas dengan istilah ta‟dib dan
berkesimpuan bahwa istilah ta;dib lebih tepat digunakan dalam konteks pendidikan
Islam. Di Indonesia, istilah pendidikan biasanya lebih diarahkan pada pembinaan
watak, moral, sikap atau kepribadian, lebih mengarah pada afektif, sementara
pengajaran lebih diarahkan pada penguasaan ilmu pengetahuan yang menonjolkan
dimensi kognitif dan psikomotor. (hlm. 37-38)
B. Paradigma Pendidikan Islam dan Implikasi Pengembangannya
1. Paradigma Formisme
Aspek kehidupan dipandang sangat sederhana, dengan kata kuncinya
dikotomi atau diskrit. Segala sesuatu dilihat dari dua sisi yang berlawanan seperti
laki-laki dan perempuan, ada dan tidak ada, bulat dan tidak bulat, pendidikan
keagamaan dan nonkeagamaan atau pendidikan agama dan pendidikan umum.
Jika melihat sejarah, menurut Azra pemahaman dikotomis ini muncul ketika
umat Islam mengalami masa penjajahan yang sangat panjang dan mengalami
keterbelakangan dan disintegrasi dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
Benturan umat Islam dengan kemajuan barat menimbulkan kaum intelektual yang
mendukung barat dan kaum ulama yang dikonotasikan sebagai kaum sarungan yang
hanya mengenal agama dan buta masalah keduniaan. Dalam dunia islam, hal ini juga
pernah ada sebelum kehancuran Muktazilah, dimana orang yang mempelajari ilmu
umum dianggap makruh dan bahkan haram karena dipandang ilmu subversif yang
menggugat kemapanan doktrin sunni. (hlm. 39)
2. Paradigma Mekanisme
Memandang bahwa kehidupan terdiri atas berbagai aspek dan pendidikan
dipandang sebagai penanaman dan pengembangan seperangkat nilai kehidupan,

5
----------------------------------------------------------------------------------------------

yang masing-masing bergerak dan berjalan menurut fungsinya, bagaikan sebuah


mesin yang terdiri atas beberapa komponen atau elemen yang masing-masing
menjalankan fungsinya sendiri-sendiri dan antara satu dan lainnya bisa saling
berkonsultasi dengan baik.
Paradigma ini dikembangkan pada sekolah atau perguruan tinggi umum
yang bukan berciri khas agama Islam. Di dalamnya diberikan seperangkat mata
pelajaran atau ilmu pengetahuan salah satunya adalah mata pelajaran pendidikan
agama yang hanya diberikan 2 jam jam pelajaran dalam seminggu, dan didudukkan
sebagai mata kuliah dasar umum untuk membentuk peribadian yang religius.
Implikasinya, pendidikan agama Islam bergantung pada kemauan,
kemampuan dan political will pendirinya, terutama dalam membangun hubungan
dengan mata pelajaran lain. (hlm. 42)
3. Paradigma Organisme
Pendidikan Islam adalah kesatuan atau sebagai sistem yang terdiri atas
komponen-komponen yang rumit yang berusaha mengembangkan pandangan Islam,
yang dimanifestasikan dalam sikap hidup dan keterampilan hidup yang islami.
Pengertian ini menggarisbawahi pentingya kerangka pemikiran yang
dibangun dari fundamental doctrins dan fundamenal values yang terkandung dalam
Al-Quran dan As-Sunnah sebagai sumber pokok, kemudian mau menerima
kontribusi pemikiran para ahli serta mempertimbangkan konteks historisnya.
Paradigma ini mulai dirintis dan dikembangkan dalam sistem pendidikan
Madrasah yang dideklarasikan sebagai sekolah yang berciri khas agama Islam.
Kebijakan madrasah berusaha mengakomodasikan 3 kepentingan yaitu, 1) sebagai
wahana untuk membina ruh atau praktik hidup keislaman, 2) memperjelas atau
memperkokoh keberadaan madrasah sederajat dengan sistem sekolah sebagai
wahana pembinaan warga negara yang cerdas, berpengetahuan, berkepribadian serta
produktif, 3) mampu merespon tuntutan-tuntutan masa depan, dalam arti sanggup
melahirkan manusia yang memiliki kesiapan memasuki era globalisasi maupun era
reformasi. (hlm. 45)
C. Arah Pengembangan Pendidikan Islam: Menyiapkan Imam bagi Orang-
Orang yang Bertaqwa.
Ahli pendidikan Islam umumnya berpendapat bahwa tujuan akhir
pendidikan adalah “untuk beribadah kepada Allah SWT”, misalnya:
1. Dr. Muhammad Munir Mursyi: Pendidikan itu diarahkan kepada
peningkatan manusia yang menyembah kepada Allah dan takut kepada-Nya.
2. Dr. Ali Asyraf: Tujuan akhir dari pendidikan Islam terletak pada
perwujudan penyerahan diri atau ketundukan yang mutlak kepada Allah
pada tingkat individu, masyarakat, dan kemanusiaan pada umumnya.

6
----------------------------------------------------------------------------------------------

3. Dr. Abdul Fattah Jalal: Tujuan umum pendidikan Islam adalah


mempersiapkan manusia yang beribadah/ „Abid yaitu manusia yang
memiliki sifat-sifat yang diberikan oleh Allah kepada Ibadurrahman atau
hamba Allah yang mendapat kemuliaan.
Puncak usaha dan permintaan hamba Allah yang mendapatkan kemuliaan adalah:
jadikanlah kami imam atau pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa.
Di dalam UU No.2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional
dinyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah menceraskan kehidupan
bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman,
bertaqwa kepada Allah dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri
serta rasa tanggung jawa kemasyarakatan adn kebangsaan.
Kalau dalam sisdiknas, pendidikan diarahkan untuk mengembangkan
manusia seutuhnya, yaitu manusia beriman dan bertaqwa, maka dalam konteks
pendidikan Islam harus berusaha lebih dari itu. Dalam arti, pendidikan Islam bukan
sekedar diarahkan untuk mengembangkan manusia beriman dan bertaqwa, justru
berusaha mengembangkan manusia untuk menjadi imam/pemimpin bagi orang yang
beriman. (hlm. 48-52)

Sketsa arah pengembangan pendidikan Islam ebih jelasnya dalam skesta


berikut ini;

7
----------------------------------------------------------------------------------------------
IMAM BAGI ORANG YANG BERIMAN:
ARAH PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM

Jenjang pendidikan secara


bertahap menuju ke:

Waja’alna lilmuttaqiina Sebagai puncak usaha dan doa kita adalah “jadikanlah kami
imaama ( Jenjang S2 & S3) sebagai imam bagi orang-orang yang bertaqwa”, yaitu
motivator, dinamisator, dan inovator, serta teladan bagi
orang yang beriman dan bertaqwa.

Muttaqin ( Jenjang S1)


A. Ittiba Syariatillah
Jasmani sehat
1. Baca dan pahami Al-Quran dan
Pada manusia: dan kuat
Terwujud As-Sunnah.
- Individu
sebagai: 2. Hayati dan posisikan diri
- Angg. Keluarga Keluhuran
sebagai pelau dan pengamat.
- Warga masy moral
3. Commitment (berpihak)
- Warga negara
4. Berjuang dan berdedikasi
- Warga dunia Kemandirian
B. Ittiba Sunnatillah spiritual

Dzurriyyah Qurratu A’yun 1. Baca dan pahami fenomena


alam dan sosial. Keluasan ilmu
(jenjang pendidkan dasar
dan menengah) 2. Hayati dan posisikan diri sebagai
pelau dan pengamat, sehingga: Kematangan
3. Memiliki kepekaan intelektual profesional
dan informasi.
4. Memiliki kematangan
profesional

Pasangan-pasangan yang kompak dan harmonis, yang diwujudkan


Azwaj..( Qurratu A’yun) dalam bentuk sikap:
1. Adanya saling pengertian, untuk tidak saling mendominasi.
P 2. Adanya saling menerima, untuk tidak saling berjalan menurut
R sendiri-sendiri.
3. Adanya saling percaya, untuk tidak saling mencuriga.
O 4. Saling menghargai, untuk tidak saling klaim kebenaran.
S 5. Saling kasih sayang, untuk tidak saling membenci dan iri hati.
E
S

Zauj/zaujah (pasangan) Ketentuan-ketentuannya adalah:


1. Istitha’: Skkap dan mampu untuk berpasangan secara
harmonis.
2. Lijamaliha: Profilnya menarik dari segi fisik dan psikis
3. Limaliha: harta atau wawasan keilmuan dan keahliannya
atau kematangan profesional.
4. Linasabiha: Asal usul atau latar belakang pendidikannya.
5. Lidiniha: perlunya seleksi komitmen terhadap ajaran Islam,
kemantapan aqidah dan moralnya.
8
----------------------------------------------------------------------------------------------

D. Pengembangan Kurikulum Perguruan Tinggi Agama Islam


Islam adalah agama amal atau kerja. Inti ajarannya adalah bahwa hamba
mendekati dan memperoleh rida Allah melalui kerja atau amal salih (karya positif
dan kreatif) dan dengan memurnikan sikap penyembahan hanya kepada-Nya. Cita-
cita tersebut menggambarkan suatu pandangan hidup muslim yang seharusnya
menjadi kekuatan pendorong dan sumber inspirasi berbagai gerakan umat Islam
sepanjang sejarah. (hlm. 54)
Namun dalam perjalanan sejarah, cita-cita Islam belum tentu terealisasi dan
realitas sosio-historis umat . Harun Nasution memetakan ciri ilmiah dari kalangan
ulama klasik dan pertengahan. Pada zaman klasik, gerakan ilmiah adalah 1)
melaksanakan ajaran Al-Quran untuk banyak mempergunakan akal, 2)
melaksanakan ajaran hadits untuk menuntut ilmu bukan hanya ilmu agama, tetapi
juga ilmu yang sampai ke negeri Cina, 3) mengembangkan ilmu agama dengan
berijtihad dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan mempelajari dan
menguasai ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani yang terdapat di Timur Tengah
pada zaman mereka sehingga muncul ulama fiqih, kalam, tafsir, hadits, ulama
bidang sains dan lain-lain, 4) ulama yang berdiri sendiri, malahan menolak tawaran
sultan menjadi pegawai negeri.
Pada zaman pertengahan, gerakan ilmiah menurun dengan ciri 1) ulama
tidak berani lagi mengadakan ijtihad, 2) menganggap pemakaian akal yang diajarkan
Al-Quran telah lewat masanya, 3) menerima apa saja yang dihasilkan oleh ulama
zaman klasik, 4) tidak dapat berdiri sendiri dan bergantung pada sulthan, 5) ulama
bertaqlid kepada ulama klasik, 6) pengetahuan mereka terbatas pada ilmu agama
saja, karena itu ilmu pengetahuan umum tidak berkembang dan akhirnya lenyap, 7)
ketika ilmu pengetahuan di Islam pindah ke Barat dan kemudian datang kembali ke
Islam, umat Islam tidak mengenal lagi, bahkan timbul kesan bahwa ilmu itu berasal
dari kaum kafir.
Maka PTAI mengharapkan agar sarjana yang dihasilkannya adalah sarjana
yang mampu melakukan gerakan ilmiah sebagaiamana ulama pada zaman klasik
karena sarjana semacam ini yang mampu menghadapi tantangan yang ditimbulkan
oleh kemajuan iptek yang pesat dan era globalisasi. Realisasinya adalah semua
mahasiswa pada masing-masing jurusan perlu menenpuh kuliah bahasa Arab
intensif selama setahun, disamping ilmu lain dalam MKDU, kemudian diberikan
ilmu keislaman sebagaimana MKDK. Melalui perkuliahan tersebut diharapkan
mahasiswa memiliki landasan dan wawasan keagamaan kokoh.
Model pengembangan ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam dapat
menggunakan beberapa pola, yaitu:
1. Pola pragmatis, yang lebih berorientasi pada justifikasi.

9
----------------------------------------------------------------------------------------------

2. Pola idealisasi, yang mendudukkan nash sebagai premis mayor guna


menghakimi terhadap premis premis minor, atau temuan, konsep dan teori
ilmu pengetahuan yang ada.
3. Pola critical ceoncept theory dengan asusmsi bahwa konsep atau pemikiran
ulama terhadap nash adalah relatif, demikian pula hasil temuan ilmu
pengetahuan sehingga terjadi dialog antara keduanya.
4. Pola rekonstruksi, yang berusaha membangun kembali epistemologi ilmu
pengetahuan yang ada untuk dikonstruk dalam perspektif Islam. (hlm. 59-
61)
E. Pengembangan Jurusan/ Program Studi dalam Perspektif UIN
Pengambangan IAIN menjadi UIN sudah mulai digulirkan sejak masa H.
Tarmizi Taher sebagai Menteri Agama dengan dijadikannya 5 IAIN sebagai pilot
project pengembangan menuju UIN. Pengembangan ini menjadi penting karena
pendidikan Islam di IAIN masih lebih dekat dengan paradigma formisme yang
dikotomik, dan untuk berubah menjadi paradigma organism atau integratif perlu
dilakukan transformasi menjadi UIN.
1. Visi Pengembangan IAIN ke UIN
Visi dan misi pengembangan IAIN ke UIN dalam dilihat dalam 3 dimensi
yaitu 1) dimensi normatif-teologis; 2) dimensi filosofis dan 3) dimensi historik-
empiris. Dilihat dari dimensi normatis, pengembangan UIN bertitik tolak dari suatu
paradigma hidup yang islami, untuk dimanifestasikan dalam sikap hidup dan
ketrampilan hidup selaras dengan minat, bakat, kemampuan dan bidang keahlian
masing-masing.
Pengembangan pendidikan Islam berasal dari epistemologi bahwa ajaran
ilahi merupakan sumber konsultasi, sentral dan didudukkan sebagai ayat, furqan dan
hudan. Sedangkan pendapat, konsep dan teori dari sarjana muslim dan nonmuslim
berada dalam posisi sejajar yang saling terjadi sharing ideas untuk dikonsultasikan
kepada ajaran dan nilai Islam.
Maka pengrtian studi Islam mengandung tiga bidang pokok yaitu 1) studi
Islam sebagai sumber ajaran yang merupakan wahyu yang terhimpun dalam Al-
Quran dan Sunnah. 2) Studi Islam sebagai bagian dari pemikiran atau bagian dari
fiqh dalam arti luas. 3) Studi Islam sebagaimana diamalkan dan diterapkan dalam
kehidupan.

Bab III. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah


A. Pengertian PAI
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran PAI, yaitu:

10
----------------------------------------------------------------------------------------------

1. PAI sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan bimbingan, pengajaran dan
latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak
dicapai.
2. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan dalm arti ada
yang dibimbing, diajari dalam peningkatan keyakinan, pemahaman terhadap
ajaran agama Islam.
3. Pendidik atau GPAI yang melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran dan
latihan secara sadar terhadap peserta didiknya utuk mencapai tujuan
pendidikan agama Islam.
4. Kegiatan pendidikan Islam diarahkan untuk meningkatkan keyakinan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan
sehari-hari.

PAI di sekolah hendaknya tidak 1) menumbuhkan semangat fanatisme, 2)


menumbuhkan sikap intoleran di kalangan peserta didik, 3) memperlemah
kerukunan hidup beragama serta persatuan dan kesatuan nasional.
B. Tujuan dan Ruang Lingkup PAI
Berdasarkan unsur pokok materi, PAI masih terkesan luas dan tidak
mungkin dikuasai oleh siswa pada jenjang pendidikan tertentu. Dalam GBPP tahun
1994 dijelaskan bahwa:
1. Pada jenjang SD, kemampuan-kemampuan dasar yang diharapkan dari lulusannya
adalah dengan landasan iman yang benar, siswa:
a. Terampil dan bergairah, mampu berzikir dan doa.
b. Mampu membaca Al-Quran dan menulisnya dengan benar serta berusaha
memahaminya.
c. Terbiasa berperikepribaduian muslim.
d. Mampu memahami sejarah dan perkembangan agama Islam.
2. Pada jenjang SMP, kemampuan-kemampuan dasar yang diharapkan dari
lulusannya adalah dengan landasan iman yang benar, siswa:
a. Taat beribadah, mampu berzikir dan berdoia serta mampu menjadi iman.
b. Mampu membaca Al0Quran dan menulisnya denan benar dan berusaha
memahami kandunam maknanya.
c. Memikili kepriaian muslim yang baik.
d. Memahami, menghayati dan mengambil manfaat sejarah dan perkembangan
Islam.
e. Mampu menerapkan prinsip dan muamalah syariyyah Islam dengan baik
dalam kehidan bermasyarakat.
Agar kemampuan lulusan yang diharapkan bisa tercapai, maka tugas GPAI
adalah berusaha secara sadar membimbing, mengajar dan melatih siswa agar dapat:

11
----------------------------------------------------------------------------------------------

1. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah yang telah


ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
2. Menyalurkan bakat dan minatnya dalam mendalami agama serta
mengembangkan secara optimal sehingga bisa bermanfaat untuk diri dan
orang lain.
3. Memperbaiki kesalahan, kekurangan dan kelemahan dalam keyakinan,
pemahaman dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
4. Menangkal dan mencegah pengaruh negatif dari kepercayaan, paham atau
budaya lain yang membahayakan dan menghambat perkembangan
keyakinan siswa.
5. Menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun
sosial yang sesuai dengan ajaran Islam.
6. Menjadikan Islam sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan di
dunia dan akhirat.
7. Mampu memahami, mengilmui pengetahuan agama Islam secara
menyeluruh sesuai dengan daya serap dan waktu yang tersedia.
C. Tantangan PAI di Sekolah
Tantangan PAI bisa dikelompokkan menjadi dua macam yaitu tantangan
internal dan tantangan eksternal. Tantangan internal menyangkut sisi pendidikan
agama sebagai program pendidikan, baik dari segi orientasi PAI yang kurang tepat,
sempitnya pemahaman terhadap esensi ajaran agama Islam, perancangan dan
penyusunan materi yang kurang tepat, maupun metodoligi dan evaluasinya, serta
pelaksanaan dan penyelenggaraan PAI sendiri yang masih bersikap eksklusif dan
belum mampu berinteraksi dan bersinkoronisasi dengan yang lainnya. Sedangkan
tantangan eksternal berupa kemajuan iptek yang berdampak pada munculnya
scientific cricism terhadap penjelasan agama yang bersifat konservatif, tradisional,
tekstual dan skriptualistik; globalisasi di bidang informasi serta perubahan sosial
ekonomi dan budaya; kemajemukan masyarakat beragama yang belum siap berbeda
paham.
D. Profil GPAI dalam Menghadapi Tantangan PAI
Para ulama telah memformulasikan sifat, ciri dan tugas GPAI yang
diharapkan berhasil dalam menjalankan tugas kependidikannya.
Menurut Imam Al-Ghazazli tugas guru adalah 1) kasih sayang kepada
peserta didik dan memperlakukannya sebagai anaknya sendiri, 2) meneladani
Rasulullah sehingga jangan menuntut upah, imbalan maupun penghargaan, 3)
hendaknya tidak memberi predikat kepada peserta didik sebelum ia pantas dan
kompeten untuk menyandangnya, jangan memberi ilmu yang samar sebelum tuntas
ilmu yang jelas, 4) mencegah peserta didik dari akhlak yang jelek, 5) guru yang
memegang bidang studi tidak menjelek-jelekkan bidang studi lainnya, 6)

12
----------------------------------------------------------------------------------------------

menyajikan pelajaran kepada peserta didik sesuai kemampuan mereka, 7) kepada


peserta didik yang kurang mampu, diberikan ilmu yang global dan tidak detil, 8)
guru mengamalkan ilmunya.
Menurut Abdurrahman An-Nahlawy bahwa sifat guru adalah 1) tujuan dan
tingkah laku bersifat rabbani, 2) ikhlas, 3) sabar, 4) jujur, 5) membekali diri dengan
ilmu kemudian mengkaji dan mengembangkannya, 6) menggunakan berbagai
metode mengajar dengan berbagai variasi dan menguasainya dengan baik, 7)
mengelola peserta didik, tegas dan meletakkan masalah secara proporsional, 8)
mempelajari kehidupan psikis peserta didik, 9) tanggap berbagai kondisi dan
perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa, keyakinan dan pola pikir peserta
didik, 10) bersikap adil di antara peserta didik.
Menurut Athiyah Al-Abrasyi bahwa sifat guru adalah 1) zuhud dan
mengajat hanya karena Allah, 2) bersih jasmani dan rohani, 3) ikhlas dalam bekerja,
4) pemaaf, 5) menjaga harga diri dan kehormatan, 6) mencintai peserta didik, 7)
memahami tabiat, kebiasaan, perasaan dan kemampuan peserta didik.
Menurut Majid „Irsan Al-Kailani bahwa sifat guru adalah 1) saling tolong
menolong atas kebajikan dan taqwa, 2) menjadi teladan bagi peserta didik dalam
kebenaran dan akhlak, 3) menyebarkan ilmu dan tidak menganggap remeh, 4)
mendalami dan mengembangkan ilmu.
Menurut Brikan Barky Al-Qurasyi bahwa sifat guru adalah 1) mengajar
bertujuan mengharap rida Allah, 2) menerapkan ilmu dalam amal, 3) amanah dalam
mentransformasikan ilmu, 4) mendalami dan menguasai bidang ilmu, 5) mampu
mengajar, 6) lemah lembut dan kasih sayang kepada peserta didik, 7) memahami
tabiat, kemampuan dan kesiapan peserta didik.
Strategi penyelenggaraan PAI di sekolah dengan cara sebagai berikut,
Menurut Towaf, GPAI perlu: 1) mengoptimalkan fungsi PAI di sekolah, 2)
memantapkan PAI sebagai program pendidikan, 3) mengembangkan
profesionalisme PAI di sekolah, 4) melaksanakan dan memanfaatkan hasil
penelitian.
Menurut Soedjatmiko dan Mochtar Buchori, kegiatan PAI perlu berinteraksi
dan bersinkronisasi dengan pendidikan nonagama dan antara GPAI dengan guru
materi lainnya. Menurut Tarmizi Taher, mendorong orang tua dan masyarakat agar
memberikan perhatian terhadap pendidikan bagi anak di rumah dan guru mapel
umum diupayakan ikut dalam membantu keberhasilan PAI, baik intra maupun
ekstrakurikuler sehingga PAI diupayakan sebagai gerakan bersama.
Menurut Atho Mudzhar, GPAI perlu: 1) membangun kembali sistem teologi
yang perlu ditawarkan kepada masyarakat, 2) transformasi pengetian akhlak yang
bukan hanya seperangkat aturan mengenai sopan santun tetapi keseluruhan
kepribadian muslim, 3) transformasi sikap GPAI dan umat Islam pada umumnya

13
----------------------------------------------------------------------------------------------

terhadap ktab suci, tidak hanya membaca tetapi juga pemahaman makna dan
kandungannya, 4) dalam hal ibadah, perlu reorientasi agar pelaksanaan tidak
menjadi rutinitas tetapi merupakan proses sadar membentuk pribadi, 5) dalam
bidang hukum, perlu reinterpretasi dengan memperhatikan jiwa dan dinamika
hukum Islam, 6) integrasi antara ilmu dan agama.
Menurut Ahmad Tafsir, GPAI dan guru secara umum perlu mengembalikan
citra guru yang dianggap rendah, disebabkan pengaruh rasionalisme, materialisme
dan pragmatisme serta pengaruh masyarakat sendiri.
E. Penyempurnaan Kurikulum PAI di Sekolah Umum Tahun 1994
1. PAI di Sekolah dalam Kerangka Pengembangan Pendidikan Islam
Berdasarkan program dan aspek pendidikan, pendidikan Islam di Indonesia
dibagi dalam 5 jenis yaitu 1) pondok pesantren, 2) pendidkan madrasah, 3)
pendidikan umum yang bernapaskan islam di bawah naungan yayasan atau
organisasi Islam, 4) PAI yang diselenggarakan di lembaga pendidkan umum sebagai
mapel, 5) pendidikan Islam dalam keluarga, tempat ibadah dan forum kajian
keislaman.
Adapun PAI di sekolah berarti seperankat rencana kegiatan dan pengaturan
mengenai isi dan baha pelajaran PAI serta cara yang digunakan dan segenap
kegiatan yang dilakukan guru agama untuk membantu seseorang atau sekelompok
siswa dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam.
2. Kritik Pelaksanaan PAI di Kurikulum 1994 di Sekolah
Menurut Mochtar Buchori, kegagalan pendidikan agama disebabkan praktik
pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan
kesadaran nilai, dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif volutif, yakni
kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Mochtar juga
menyatakan bahwa kegiatan pendidikan agama lebih banyak menyendiri, kurang
berinteraksi dengan kegiatan pendidikan lainnya. Cara seperti ini kurang efektif
untuk penanaman perangkat nilai yang kompleks. Karena itu seharusnya GPAI
bekerjasama dengan guru nonagama dalam pekerjaan mereka sehari-hari.
Ditjen Binbaga Islam juga menyebutkan bahwa GBPP PAI padat misi, padat
materi, orientasi kogniif yang tinggi, kurang orientasi afektif dan kurang orientasi
keterampilan. Di samping itu ditemukan beberapa kekurangan antara lain tidak
memberi kemampuan membaca Al-Quran, tidak berhasil mendidik ketaatan ibadah
salat, dan akhlak pelajar.
3. Gambaran Umum tentang Kurikulum PAI Tahun 1994 dan Perlunya Sikap
Proaktif dari Guru PAI
Dari kritik di atas kemudian dibuat beberapa perbaikan dan penyempurnaan
secara global sebagai berikut:
a. Penyederhanaa tema yang semual 7 menjadi 5 tema.

14
----------------------------------------------------------------------------------------------

b. Pengajaran Al-Quran di kelas 3 SD dikonsentrasikan pada kemampuan


membaca dan menulis, di kelas 1 dan 2 SD tidak belajar membaca, tetapi
menghafal ramai-ramai surat pendek; mulai kelas 3 sampai 5 SD dilanjutkan
surat pendek lainnya, di SLTP dalam bentuk memahami dan
menerjemahkan Al-Quran dan di SMU dalam bentuk topikal tematik.
c. Dalam pengajaran keimanan terjadi pengurangan bahan ajar yang bersifat
abstrak, dan pendalaman keimanan dengan memperbanyak membaca Al-
Quran.
d. Dalam pengajaran fiqih, untuk SD ditekankan ketrampilan salat, untuk
SLTP pengajaran fiqh sebagai doktrin, praktik infak dan ibadah sosial, dan
untuk SLTA mengarah pada fiqih perbandingan, praktik infak, ibadah sosial
dan praktik khutbah.
e. Pelajaran akhlak berupa pembiasaan perilaku.
f. Tarikh Islam lebih difokuskan kepad sejarah kebudayaan Islam dan untuk
SLTA ditekankan pada sejarah perkembangan ajaran agama, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan.
g. Dalam metodologi pengajaran, kelas 1 dan 2 SD ditekankan pada nyanyian,
kisah atau permainan sedangkan kelas lainnya bervariasi.
h. Dalam evaluasi lebih ditekankan pada aspek afektif dan ketrampilan.
(Sumber: Ditjen Binbaga Islam)
GPAI proaktif akan berusaha untuk melakukan hal-hal berikut:
a. Mendudukkan GBPP sebagai ancer-ancer bukan pedoman yang baku,
sehingga berimplikasi pada keberanian GPAI melakukan analisa materi,
tugas dan jenjang belajar secara kontektual.
b. Melakukan seleksi materi, mana yang perlu diberikan di kelas lewat intra
sekolah atau ekstra untuk diserahkan kepada keluarga atau masyarakat
melalui pembinaan secara terpadu.
c. Mampu menggerakkan guru lain untuk ikut serta membina pendidikan
agama di sekolah, sehingga tercipta suasana religius di sekolah.
d. Selalu mencari model pembelajaran pendidikan atau mengembangkan
metodologi pendidikan secara kontekstual yang dapat menyentuh kognitif,
afektif dan psikomotor.
e. Siap mengembangkan profesi secara berkesinambungan.
f. Berusaha melakukan rekayasa sifik, psikis, sosial dan spirtual dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran di sekolah.
F. Etos Kerja GPAI dan Implikasinya Terhadap Peningkatan Kualitas PAI di
Sekolah
Hasi eksplorasi penulis di beberapa SMUN di kota Malang menunjukkan
bahwa beberapa SMUN yang memiliki GPAI tangguh dan beretos kerja tinggi, serta

15
----------------------------------------------------------------------------------------------

didukung oleh kepsek yang mau memberi peluang bagi pengembangan pendidikan
agama di sekolah, mampu mengadakan dan menghidupkan kegiatan keagamaan
yang bersifat ekstrakurikuler atau lainnya bahkan tercipta suasana religius di sekolah
dan kasus kenanakalan pelajar bisa dieliminasi.
1. Mencari Etos Kerja GPAI
Etos berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti sifat, kebiasaan atau
adat istiadat atau kecenderungan yang dimiliki seseorang, golongan atau bangsa.
Maka etos kerja adalah karakteristik mengenai cara bekerja, kualitas esensial dari
cara kerja, sikap atau kebiasaan terhadap kerja, pandangan terhadap kerja yang
dimiliki seseorang, kelompok atau bangsa.
Keadaan etos kerja seseorang dapat dilihat dari cara kerja yang memiliki 3
ciri dasar yaitu 1) keinginan untuk menjunjung tinggi mutu pekerjaan, 2) menjaga
harga diri dalam melaksanakan pekerjaan dan 3) keinginan untuk memberikan
layanan kepada masyarakat melalui karya profesionalnya. Ketiga ciri tersebut terkait
dengan kualifkasi yang harus dimiliki guru pada umumnya yaitu kualifikasi personal
dan kualifikasi profesional.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja GPAI
1. Faktor internal yang menyangkut: ajaran yang diyakini, sistem budaya,
agama, semangat untuk menggali informasi dan menjalin komunikasi.
2. Faktor eksternal yang menyangkut: latar belakang pendidikan dan
lingkungan alam dimana dia hidup, pertimbangan sosial dan pertimbangan
lingkungan kerja.
Dalam konteks lingkunga kerja, M. Arifin menyebutkan beberapa hal yang
mempengaruhi semangat kerja yaitu 1) volume upah kerja, 2) susana kerja dan iklim
komunikasi dan demokratis, 3) penanaman sikap dan pengertian di kalangan
pekerja, 4) jujur dan dapat dipercaya, 5) penghargaan terhadap yang berprestasi, 6)
sarana yang menunjang bagi kesejahteraan mental dan fisik.
3. Implikasinya Terhadap Peningkatan Kualitas PAI di Sekolah
Etos kerja dan profesionalisme merupakan suatu tugas tanpa akhir, maka
GPAI yang mempunyai etos kerja yang tinggi akan mempunyai kewajiban moral,
kewajiban sosial, dan sekaligus kewajiban historis untuk meningkatkan mutu
kegiatan dan produknya, bilamana: 1) ia merasa belum puas terhadap kegiatan dan
produk yang disajikannya, 2) masyarakat masih mengeluh terhadap mutu salah satu
atau lebih dari kegiatan atau produk GPAI, 3) kegiatan-kegiatannya beserta
produknya masih belum memecahkan tuntas persoalan masyarakat sekolah yang
menjadi garapannya.

16
----------------------------------------------------------------------------------------------

Bab IV. Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


A. Prinsip Belajar dan Pembelajaran
1. Prinsip Kesiapan (Readines)
Kesiapan belajar adalah kematangan dan pertumbuhan fisik, psikis,
intelegensi, latar belakang pengalaman, hasil belajar yang baku, motivasi, persepsi
dan faktor-faktor lain yang memungkinkan seseorang dapat belajar. berdasarkan hal
tersebut, ada beberapa hal terkait pembelajaran antara lain: 1) individu akan belajar
dengan baik jika tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kesiapan, 2)
kesiapan belajar harus dikaji lebih dahulu untuk memperoleh gambaran kesiapan
belajar siswa dengan jalan mengetes kemampuan, 3) jika individu kurang siapa akan
menganggu proses belajar, 4) kesiapan belajar mencerminkan jenis dan taraf
kesiapan menerima pengetahuan, 5) bahan dan tugas akan baik jika dibuat variasi
sesuai faktor kognitif, afektif dan psikomotor peserta didik.
2. Prinsip Motivasi (Motivation)
Motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya
tingkah laku ke arah suatu tujuan tertentu. Berdasarkan sumbernya, motivasi dapat
dibagi menjadi dua yaitu 1) motivasi intrinsik, dari dalam dan 2) motivasi ekstrinsik,
dari luar atau lingkungan peserta didik.
Berdasarkan prinsip motivasi, ada beberapa hal tentang pengembangan PAI.
a. Memberikan motivasi
Tingkah laku seseorang akan terdorong ke arah suatu tujuan tertentu apabila
ada kebutuhan. Kebutuhan menyebabkan timbulnya dorongan internal, yang
selanjutnya mendorong seseorang melakukan suatu menuju tercapainya tujuan.
Setelah tujuan dicapai biasanya intersitas dorongan semakin menurun.

Kebutuhan dorongan respon tujuan

Pengurangan Kebutuhan

Hubungan Kebutuhan dengan Motivasi (Teori Morgan)


b. Memberikan Insentif
Dalam kegiatan PAI diperlukan insentif untuk lebih meningkatkan motivasi
belajar, insentif tidak selalu berupa materi, tetapi bisa berupa nilai atau penghargaan
sesuai kadar kemampuan.
c. Motivasi Berprestasi
peserta didik yang memiliki motivasi tinggi akan menyelesaikan tantangan
dan kepuasan lebih cepat, peserta didik ini memerlukan balikan setiap untuk

17
----------------------------------------------------------------------------------------------

kerjanya dengan nilai atau pujian yang tepat, sebalinya dengan peserta didik yang
memiliki motivasi rendah.
d. Motivasi Kompetensi
Setiap peserta didik punya keinginginan menaklukkan lingkungannya untuk
menunjukkan kompetensi, motivasi belajar tidak bisa lepas dari hal ini.
e. Motivasi kebutuhan Maslow
3. Prinsip Perhatian
Perhatian merupakan faktor besar, jika peserta didik mempunyai perhatin
yang besar mengenao apa yang disajikan, dia dapat menerima dan memilih stimuli
yang relevan untuk diproses lebih lanjut di antara sekian stimuli dari luar yang
masuk.
4. Prinsip Persepsi
Persepsi adalah suatu proses yang bersifat kompleks yang menyebabkan
orang dapat menerima atau meringkas informasi yang diperoleh dari lingkungannya
(Fleming dan Levi). Persepsi dianggap sebagai kegiatan awal struktur kognitif
seseorang, persepsi bersifat relatif, selektif dan teratur. Prinsip umum yang perlu
diperhatikan dalam menggunakan persepsi adalah: 1) makin baik persepsi mengenai
sesuatu makin mudah peserta didik belajar mengingat sesuatu tersebut, 2) dalam
pembelajaran perlu dihindari persepsi yang salah karena hal ini akan memberikan
pengertian yang salah pula pada peserta didik, 3) dalam pembelajaran perlu
diupayakan berbagai sumber belajar yang dapat mendekati benda sesungguhnya,
sehingga peserta didik memperoleh persepsi yang lebih akurat. (Fleming dan Levi)
5. Prinsip Retensi
Retensi adalah apa yang tertinggal dan dapat diingat kembali setelah
seseorang mempelajari sesuatu. Dengan retensi membuat apa yang dipelajari dapat
bertahan atau tertinggal lebih lama dalam struktur kognitif dan dapat diingat kembali
jika diperlukan. Dalam pembelajaran perlu diperhatikan prinsip retensi belajar
sebagaimana diungkapkan Thomburg yang menunjukkan bahwa: 1) isi pembelajaran
yang bermakna akan lebih mudah diingat dibandingkan dengan isi pembelajaran
yang tidak bermakna, 2) benda yang jelas dan kongkret akan lebih mudah diingat
dibandingkan dengan benda yang bersifat abstrak, 3) retensi akan lebih baik untuk
isi pembelajaran bersifat kontekstual atau serangkaian kata-kata yang mempunyai
kekuatan asosiatif dibandingkan dengan kata-kata yang tidak memiliki kesamaan
internal, 4) tidak ada perbedaan antara retensi dengan apa yang telah dipelajari
peserta didik yang mempunyai berbagai tingkatan IQ. Chauham menambahkan
beberapa point lain yaitu 1) usahakan agar isi pembelajaran yang dipelajari disusun
dengan baik dan bermakna, 2) pembelajaran dapat dibantu dengan jembatan keledai,
3) berikan resitasi karena hal ini akan meningkatkan aktivitas peserta didik, 4) susun

18
----------------------------------------------------------------------------------------------

dan sajikan konsep yang jelas, 5) berikan latihan pengulangan terutama untuk
pembelajaran ketrampilan motorik.
Ada 3 faktor yang dapat mempengaruhi retensi belajar, yaitu 1) apa yang
dipelajari pada permulaan, 2) belajar melebihi penguasaan, dan 3) pengulangan
dengan interval waktu.
6. Prinsip Transfer
Transfer merupakan suatu proses dimana sesuatu yang pernah dipelajari
dapat mempengaruhi proses dalam mempelajari sesuatu yang baru. Transfer belajar
atau transfer latihan berarti aplikasi atau pemindahan pengetahuan, ketrampilan,
kebiasaan, sikap, atau respon-respon lain dari suatu situasi ke dalam situasi yang
lain. Ada beberapa bentuk transfer, yaitu 1) transfer positif, terjadi apabila
pengalaman sebelumnya dapat membantu atau mempermudah pembentukan unjuk
kerja peserta didik dalam tugas-tugas selanjutnya, 2) transfer negatif, terjadi apabila
pengalaman yang diperoleh sebelumnya menghambat atau mempersulit unjuk kerja
dalam tugas-tugas baru, 3) transfer nol, terjadi apabila pengalaman yang diperoleh
sebelumnya tidak mempengaruhi unjuk kerja dalam tugas-tugas barunya.
B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran PAI
Dalam pembelajaran terdapat 3 komponen utama yang saling berpengaruh
dalam proses pembelajaran PAI, yaitu:
1. Kondisi pembelajaran pendidikan yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi
penggunaan metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran PAI yang
meliputi tujuan pembelajaran PAI, karakteristik bidang studi PAI,
karakteristik peserta didik dan kendala pembelajaran PAI.
2. Metode pembelajaran PAI, yaitu cara-cara tertentu yang paling cocok untuk
dapat digunakan dalam mencapai hasil-hasil pembelajaran PAI yang berada
dalam kondisi pembelajaran tertentu.
3. Hasil pembelajaran yaitu mencakup semua akibat yang dapat dijadikan
indaktor tentang nilai dari penggunaan metode pembelajaran PAI di bawah
kondisi pembelajaran yang berbeda.
Ketiga komponen tersebut memiliki interelasi sebagai berikut:

Kondisi Pembelajaran

1
Hasil Pembelajaran
2

Kondisi Pembelajaran
Interelasi variabel pembelajaran (Degeng)

19
----------------------------------------------------------------------------------------------

C. Pola Pengembangan Pembelajaran PAI


Pembelajaran terus mengalami perkembangan dengan kemajuan Iptek, maka
perlu dipersiapkan sumber belajar secara khusus yang memungkinkan dipergunakan
pelajar secara langsung yang umumnya berbentu media yang dipersiapkan kelompok
guru dan tenaga ahli media yang hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran.
Dalam praktiknya tidak ada pola pembelajaran yang baku dan dapat
digunakan dalam berbagai kondisi pembelajaran. Berbagai pola tersebut saling
berbabur dan melengkapi satu dengan yang lain. Secara operasional, penerapan pola
pembelajaran tersebut mempunyai ciri pokok sebagai berikut:
1. Fasilitas fisik sebagai perantara penyajian informasi.
2. Sistem pembelajaran dan pemanfaatn fasilitas yang merupakan komponen
terpadu.
3. Adanya pilihan yang memungkinkan terjadinya, 1) perubahan fisik tempat
belajar, 2) hubungan guru dan pelajar dibantu media, 3) aktivitas peserta
didik lebih mandiri, 4) perlunya kerjasama lintas disiplin ilmu seperti ahli
instruksional, ahli media pembelajaran, 5) perubahan peranan dan
kecakapan mengajar, 6) keluwesan waktu dan tempat belajar.
D. Pendekatan Sistem dalam Pengembangan Pembelajaran PAI
1. Pengertian Sistem
Dalam pembelajaran, sistem didefinisikan sebagai keseluruhan komponen
terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan untuk bekerjasama mencapai hasil atau
tujuan yang diharapkan.
2. Ciri-Ciri Sistem
1) memiliki tujuan, 2) fungsi masing-masing komponen, 3) keterkaitan
komponen yang satu dengan komponen lainnya, 4) ada keterpautan atau kerjasama,
proses transformasi, umpan balik, 5) ada kawasan.
Secara sederhana proses kerja sistem digambarkan sebagai berikut:

Masukan Hasil
Proses Transformasi

3. Manfaat Sistem
Manfaat perencanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
sistem antara lain bahwa manusia memiliki kelemahan-kelemahan yang kadang
tidak disadari, maka diperlukan: 1) penyusunan perencanaan pembelajaran yang
sistematis sebagai alat untuk menganalisis, mengidentifikasi dan memecahkan
masalah sesuai dengan yang dibutuhkan, 2) perencanaan yang sistematis mempunyai
daya ramal dan daya kontrol yang baik sehingga hasil yang diinginkan dicapai
optimal.
4. Pendekatan Sistem Pembelajaran
a. Pengertian Pendekatan Sistem

20
----------------------------------------------------------------------------------------------

Pendekatan sistem adalah suatu proses kegiatan mengidentifikasi kebutuhan,


memilih problem, mengidentifikasi syarat pemerolehan problem, memilih alternatif
pemecamahan problem yang paling tepat, memilih, menetapkan dan menggunakan
alat yang tepat, mengevaluasi hasil dan merevisi sebagian atau seluruh sistem yang
dilaksanakan sehingga memenuhi kebutuhan dalam memecahkan masalah secara
lebih baik.
b. Aplikasi Perencanaan Pendekatan Sistem
Salah satu model perencanaan pembelajaran sistematis dikemukakan
Kaufman sebagai berikut:
Revisi

Identifikasi Menentukan Syarat- Memilih strategi Melaksanakan Menentukan


Masalah syarat Pemecahan pemecahan Strategi pemecahan efektifitas hasil

E. Pengembangan Pembelajaran PAI yang Berorientasi pada Pendidikan Nilai


(Afektif)
Pembelajaran PAI selama ini kurang terkait dengan bagaimana mengubah
pengetahuan agama yang bersifat kognitif menjadi makna dan nilai yang perlu
diinternalisasikan dalam diri peserta didik, dan selanjutnya menjadi motivasi peserta
didik bergerak, berbuat dan berperilaku secara kongkret agamis dalam kehidupan
sehari-hari.
1. Tahap-tahap Perkembangan Nilai Moral
Piaget dan Kohelberg membagi perkembangan nilai moral ke dalam 4 tahap
yang berhubungan dengan perkembangan kognitif yaitu:
1. Usia 0-3 tahun (pra-moral). Fase ini anak tidak mempunyai bekal
pengertian tentang baik dan buruk, tingkah lakunya dikuasai oleh dorongan
naluriah saja, tidak ada aturan yang mengendalikan aktivitasnya, aktivitas
motoriknya tidak dikendalikan oleh tujuan yang berakal.
2. Usia 3-6 (tahap egosentris). Fase ini anak hanya mempunyai pikirann yang
samar-samar dan umum tentang aturan-aturan, sering mengubah aturan
untuk memuaskan kebutuhan pribadi dan gagasannya yang timbul
mendadak, bereaksi terhadap lingkungannya dengan sedikit kesadaran
moral.
3. Usia 7-12 (tahap heteronom). Fase ini ditandai dengan paksaan, di bawah
tekanan orang dewasa atau berkuasa, anak menggunakan sedikit kontrol
moral dan logika terhadap perilakunya; moral dilihat dalam arti hitam putih,
boleh tidak, otoritas dari luar sebagai faktor utama dalam menentukan apa
yang baik dan buruk.

21
----------------------------------------------------------------------------------------------

4. 12- dan seterusnya (tahap otonom). Fase ini seseorang mulai mengerti nilai
dan mulai memaknainya dengan cara sendiri. Moralitasnya ditandai dengan
kooperatif, bukan paksaan. Interaksi dengan teman sebaya, diskusi, kritik
diri, rasa persamaan dan menghormati orang lain merupakan faktor utama
dalam tahap ini.
Selanjutnya, Kohelberg mengembangkan konsep tingkat perkembangan
moral Piaget tersebut menjadi 6 tingkatan yaitu:
1. Tingkat pra konvensional (preconventional level) yang dibagi menjadi 2
bagian, 1) orientasi pada kepatuhan dan hukuman, yakni anak patuh agar
tidak dihukum, 2) orientasi relativistik hedonism, yakni anak melalukan
sejauh menyenangkan atau perbuatan baik dilakukan bila ada imbalan.
2. Tingkat konvensional (conventional level) yang dibagi menjadi dua bagian:
3) orientasi anak manis, yakni perbuatan itu baik kalau diterima masyarakat
agar tidak disalahkan, 4) orientasi hukum dan ketertiban, yakni perbuatan
baik adalah yang diterima oleh masyarakat dan turut mempertahankan
norma yang ada di dalamnya dan menghormati otoritas.
3. Tingkat pasca kovensional, otonomi atau berprinsip (post conventional,
autonomious, or principled level) yang dibagi menjadi dua bagian: 5)
orientasi terhadap perjanjian diri dengan lingkungan, dalam arti anak
berbuat baik karena lingkungan juga baik terhadapnya; pada tingkat ini anak
menyadari hak dan kewajibannya, 6) orientasi prinsip etika universal, yakni
perilaku yang baik adalah sesuatu yang cocok dengan hati nurani yang
sesuai dengan prinsip etika yang dipilih sendiri dengan berpedoman kepada
pemahaman moralitas yang logis, universal dan konsisten.
2. Pengembangan Pembelajaran PAI yang Berorientasi pada Nilai (Afektif)
Menurut Noeng Muhadjir ada beberapa strategi yang bisa digunakan dalam
pembelajaran nilai yaitu:
1. Strategi Tradisional. Yakni dengan jalan memberikan nasihat atau
indoktrinasi, dengan strategi ini guru memiliki peran penting karena
kebaikan datang dari atas dan siswa menerima tanpa mempersoalkan
hakikatnya. Kelemahan aspek ini, pengertian peserta didik terhadap nilai
bersifat paksaan.
2. Strategi Bebas. Guru tidak memberitahukan kepada peserta didik mengenai
nilai baik dan buruk, tetapi peserta didik diberi kebebasan sepenuhnya untuk
memilih dan menentukan nilai mana yang akan diambilnya. Kelemanahan
aspek ini, peserta didik belum mampu memilih nilai mana yang baik dan
buruk karena masih memerlukan bimbingan dari pendidik.
3. Strategi Reflektif. Dengan begantian antara pendekatan teoritik. Pendekatan
ini lebih relevan dengan tuntutan perkembangan berpikir peserta didik dan

22
----------------------------------------------------------------------------------------------

tujuan pembelajaran nilai untuk menumbuhkembangkan rasional dan


keluasan wawasan terhadao nilai tersebut.
4. Strategi Transinternal. Cara membelajarkan nilai dengan jalan melakukan
transformasi nilai, dilanjutkan dengan transaksi dan transinternalisasi. Guru
dan peserta didik terlibat dalam proses komunikasi aktif, tidak hanya
melibatkan komunikasi verbal dan fisik, juga melibatkan komunikasi batin
antara keduanya. Strategi inilah yang sesuai dengan nilai ketuhanan dan
kemanusiaan. (M. Chabib Thaha, 1988).
Berbagai pendekatan tersebut perlu dikembangkan secara rinci ke dalam
teknik atau prosedur pembelajarannya. Teknik pembelajaran PAI ada beberapa
macam yaitu:
1. Teknik Indoktrinasi. Prosedurnya dilakukan melalui beberapa tahap, 1)
tahap brainwashing: pendidik memulai pendidikan dengan jalan merusak
tata nilai yang sudah mapan dalam pribadi siswa untuk dikacaukan sehingga
mereka tidak mempunyai pendirian lagi. 2) tahap menanamkan fanatisme:
pendidik berkewajiban menanamkan ide-ide baru yang dianggap benar
sehingga nilai-nilai yang ditanamkannya masuk kepada anak tanpa melalui
pertimbangan rasional yang mapan. 3) tahap penanaman doktrin. Pendidik
dapat menggunakan pendekatan emosional dan keteladanan.
2. Teknik moral reasioning. Prosedurnya dilakukan melalui beberapa tahap, 1)
penyajian dilema moral. Pada tahap ini siswa dihadapkan dengan
problematik nilai yang bersifat kontradiktif, dari yang sederhana sampai
kompleks. 2) pembagian kelompok diskusi setelah disajikan problematik
dilema moral tersebut. 3) hasil diskusi kelompok kemudian dibawa dalam
diskusi kelas untuk klarifikasi nilai, alternatif dan konsekuensinya. 4)
setelah siswa mendiskusikan secara intensif dan melakukan seleksi nilai,
siswa mengorganisasi nilai tersebut dalam dirinya.
3. Teknik meramalkan konsekuensi. Yaitu mengandalkan kemampuan berpikir
ke depan bagi siswa untuk membuat proyeksi tentang hal-hal yang akan
terjadi dari penerapan suatu nilai. Prosedurnya dilakukan melalui beberapa
tahap, 1) siswa diberikan suatu kasus cerita, 2) siswa diberi beberapa
pertanyaan yang berhubungan dengan nilai yang ia ketahui, 3)
membandingkan nilai dalam kasus itu dengan nilai yang bersifat
kontraadiktif, 4) kemampuan meramalkan konsekuensi yang akan terjadi
dari pemilihan dan penerapan suatu nilai.
4. Teknik klarifikasi. Cara membantu anak dalam menentukan nilai-nilai yang
akan dipilihnya. Prosedurnya dilakukan melalui beberapa tahap, 1) tahap
pemberian contoh, 2) tahap mengenal kelebihan dan kekurangan nilai yang

23
----------------------------------------------------------------------------------------------

telah diketahui oleh siswa lewat contoh, 3) tahap pengorganisasian tata nilai
pada siswa.
5. Teknik Internalisasi. Tahap ini sampai pada pemilihan nilai yang menyatu
dalam kepribadian siswa atau karakterisasi/watak. Prosedurnya dilakukan
melalui beberapa tahap, 1) tahap transformasi nilai, 2) tahap transaksi nilai
dan 3) tahap transinternalisasi. Prosedurnya dilakukan melalui beberapa
tahap dari yang sederhana sampai kompleks 1) menyimak, 2) menaggapi, 3)
memberi nilai, 4) mengorganisasi nilai, 5) karakteristik nilai. (Noeng
Muhadjir, 1988)

Bab V. Desain Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Agama


Islam
A. Urgensi dan Asumsi Desain Pengembangan Pembelajaran PAI
Pembelajaran PAI adalah suatu upaya membuat peserta didik dapat belajar,
butuh belajar, terdorong belajar, mau belajar dan tertarik untuk terus-menerus
mempelajari agama Islam, baik untuk kepentingan mengetahui bagaimana cara
beragama yang benar maupun mempelajari Islam sebagai pengetahuan.
KBM dapat terjadi dengan direncanaka atau tidak direncanakan. PAI yang
direncanakan adalah aktivitas pendidikan yang secara sadar dirancang untuk
membantu peserta didik dalam mengembangkan pandangan hidup Islami yang
selanjutnya diwujudkan dalam sikap hidup, dan ketrampilan hidup, baik yang
bersifat manual maupun mental dan spiritual. Sedangkan belajar yang tidak
direncanakan adalah fenomena pendidikan yang berupa peristiwa kehidupan yang
tanpa sengaja atau direncanakan, namun dampaknya dapat mempengaruhi,
mengubah atau mengembangkan pandangan hidup seorang muslim. Fenomena
pendidikan berupa peristiwa kehidupan sehari-hari akan senantiasa dihadapi oleh
setiap orang, baik dalam lingkungan keluarga, pekerjaan, masyarakat maupun
global.
Dalam PAI, tidak ada yang mampu membuat seseorang menjadi muslim,
mukmin, muttaqin dan sebagainya, tetapi peserta didik sendiri yang akan memilih
dan menentukan jalan hidupnya dengan izin Allah. PAI merupakan suatu jalan yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan peserta didik menuju jalan
kehidupan yang disediakan Allah. Fungsi GPAI adalah memilih, menetapkan dan
mengembangkan metode pembelajaran yang memungkinkan dapat membantu
peserta didik mempelajari Islam untuk dijadikan pedoman dan petunjuk hidup dan
kehidupannya. Dan salah satu yang harus dimiliki GPAI adalah kemampuan
merencanakan untuk mengembangkan metode pembelajarannya secara profesional.
Perencanaan pembelajaran PAI hendaknya mengikuti acuan sebagai berikut:
1. Mengacu pada kualitas pembelajaran PAI

24
----------------------------------------------------------------------------------------------

Perbaikan kualitas PAI dimulai dari desain pembelajaran yang baik,


sebagaimana hasil penelitian Chair (1998) bahwa kegiatan pembelajaran yang
diawali dengan melakukan kegiatan penyusunan perencanaan pembelajaran akan
meningkatkan kualitas pembelajaran dan meningkatkan perolehan hasil belajar.
2. Mengacu pada pendekatan sistem
Memandang PAI bukan secara terpisah-pisah, melainkan sebagai suatu
sistem yang memiliki unsur input, proses dan keluaran, komponen atau variabel
yang memiliki fungsi yang berbeda-beda, namun antar komponen satu dan lainnya
memiliki interelasi dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
3. Mengacu pada teori belajar dan pembelajaran
Teori belajar dan pembelajaran yang banyak dijadikan dasar pada saat ini
adalah behavioristik, cognitivistic, humanistic dan contructivistic.
4. Mengacu pada belajar perseorangan (individual)
Jika PAI tidak dirancang dengan mengacu pada karakteristik perseorangan
maka peserta didik yang lambat akan selalu kekurangan waktu untuk menyelesaikan
tugas belajar, dan sebaliknya peserta didik yang cepat akan selalu kelebihan waktu.
5. Mengacu pada hasil belajar
Hasil PAI mencakup hasil langsung dan hasil pengiring dan hasil
pembelajaran terbentuk secara kumulatif yang merupakan ramuan dari sejumlah
peristiwa pembelajaran PAI.
6. Mengacu pada kemudahan belajar
GPAI tidak hanya sebagai sumber belajar dan sumber nilai, tetapi juga
menampilkan diri sebagai orang ahli dalam menata sumber belajar PAI dan mampu
mengintegrasikan ke dalam tampilan dirinya, menampilkan diri sebagai satu
komponen terintegrasi dari seluruh sumber belajar PAI. Maka tidak RPP mengacu
pada upaya membuat peserta didik belajar dengan mudah, cepat, menyenangkan,
mengesankan dan menarik hati nurainya.
7. Mengacu pada interelasi variabel pembelajaran
Hasil pembelajaran mencakup semua akibat yang muncul dari penggunaan
metode pembelajaran PAI tertentu pada kondisi tertentu. Hasil RPP PAI yang baik
mampu meningkatkan keefektifan, keefisienan dan daya tarik pembelajaran PAI.
8. Mengacu pada kualitas metode pembelajaran PAI
3 prinsip dalam penetapan metode pembelajaran PAI yang optimal yaitu 1)
tidak satu metode pembelajaran PAI yang unggul untuk pencapaian semua tujuan
dalam semua kondisi pembelajaran, 2) strategi dan metode pembelajaran yang
berbeda memiliki pengaruh yang berbeda dan konsisten pada hasil pembelajaran
PAI, 3) kondisi pembelajaran yang berbeda bisa berpengaruh secara konsisten pada
hasil pembelajaran PAI.
B. Landasan Desain Pengembangan PAI

25
----------------------------------------------------------------------------------------------

1. Teoti Belajar dan Pembelajaran


a. Teori Behaviorisme
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Torndike, menurut teori ini bahwa
segala kejadian di lingkungan sangat mempengaruhi perilaku seseorang dan akan
memberikan pengalaman tertentu dalam dirinya, maka belajar adalah perubahan
tingkah laku berdasarkan paradigma S-R (stimulus-respon), yaitu proses yang
memberikan respon tertentu terhadap apa yang datang dari luar diri individu.
Seseorang dianggap telah belajar jika ia mampu menunjukkan perubahan tingkah
laku dari stimulus yang diterimanya.
Ada beberapa teori behaviorisme, antara lain:
1. Classical Conditioning (Pavlov)
Teori ini didasari reaksi sistem tak terkontrol di dalam diri individu dan
reaksi emosional yang dikontrol oleh sistem urat saraf otonom serta gerak reflek
menerima stimulus dari luar. Stimulus yang tidak terkontrol (US) merupakan
stimulus yang secara biologis dapat menyebabkan adanya respon dalam bentuk
refleks (UR), maka respon dapat terbentuk tanpa ada proses belajar.
Kondisi dapat diamati pada gambar berikut:

Stimulus tidak Respon tidak


terkontrol (US) terkontrol (UR)
2. Operant Conditioning (Skinner)
Menurut teori ini, setiap kali memperoleh stimulus seseorang akan
memberikan respon berdasarkan S-R. Respon yang diberikan beragam, bisa benar
atau tidak sesuai yang diharapkan. Respon yang benar perlu diberikan penguatan
agar pelajar mau melakukan kembali. Menurut Hill, pemberian penguatan terhadap
respon dapat diberikan secara kontinyu dan atau selang-seling.
b. Teori Cognitivisme
Menurut teori ini belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus
dan respon, tetapi lebih dari itu bahwa belajar pada hakikatnya melibatkan proses
berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah usaha mengaitkan pengetahuan baru
ke dalam struktur berpikir yang sudah dimiliki pelajar sehingga membentuk suatu
struktur kognitif baru yang lebih mantap sebagai hasil belajar. Menurut Galloway,
belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi,
pengelolaan informasi, emosi dan faktor lain. Hubungan S-R menurut teori kognitif
dapat diamati sebagai berikut:
menyebabkan menyebabkan R
S

Adanya stimulus Perubahan internal Adanya respon yang


yang dapat dilihat di dalam individu dapat dilihat

26
----------------------------------------------------------------------------------------------

Beberapa teori kognitif dalam pembelajaran antara lain:


1. Teori Perkembangan (Piaget)
Menurut Piaget, perkemnangan kognitif merupakan suatu proses genetik,
artinya proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dari perkembangan sistem
saraf. Semakin bertambah umur, makin kompleks susunan sel sarafnya dan makin
meningkat pula kemampuannya. (Travers, 1976).
2. Teori Kognitif (Bruner)
Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku
seseorang. Sementara Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif
menyebabkan perkembangan bahasa seseorang. Sebaliknya, Bruner menyatakan
bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif.
(Hilgard dan Bower, 1981)
Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui 3 tahap
yang ditentukan caranya dengan melihat lingkungan yaitu, 1) tahap enaktif, dimana
individu melakukan aktivitas dalam upaya memahami lingkungannya, 2) tahap
enokit, dimana individu melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi
verbal, 3) tahap simbolik, dimana individu mempunyai gagasan abstrak yang
banyak dipengaruhi bahasa dan logika berpikirnya. Komunikasi dalam hal ini
dilakukan dengan pertolongan sistem simbol. Makin dewasa seseorang, makin
dominan sistem simbolnya. Hal ini tidak berarti bahwa orang dewasa tidak lagi
memakai sistem enaktif dan enokit. Keduanya tetap digunakan, hanya saja
penggunaan simbol lebih dominan. Penggunaan simbol bagi orang dewasa
menunjukkan bertambahnya kematangan tingkat berpikir.
3. Teori Belajar Bermakna (Ausubel)
Menurut Ausubel (1963), pengetahuan yang lebih umum, inklusif, dan
abstrak membawahi pengetahuan yang lebih spesifik dan kongkret, karena
pengetahuan didiagnosis dalam ingatan seseorang dalam struktur yang hirarkis.
4. Teori Gagne
Menurut Gagne, cara berpikir seseorang bergantung pada keterampilan yang
dimilikinya serta hirarki prasyarat belajar apa yang diperlukan untuk mempelajari
suatu tugas (Warrel dan Stilwell, 1981)
Belajar menurut Gagne hanya akan terjadi kalau ada kondisi tertentu, yaitu:
1) kondisi internal, yakni kesiapan peserta didik dalam memperoleh dan menyimpan
kapabilitas yang telah dipelajari sebelumnya untuk mendukung kapabilitas belajar
lainnya, 2) kondisi eksternal, yakni berbagai cara dan situasi belajar yang dirancang
secara sengaja untuk memudahkan dan memperlancar peserta didik dalam proses
internal.
c. Teori Contructivisme

27
----------------------------------------------------------------------------------------------

Menurut teori ini, pengetahuan dan proses belajar pada dasarnya berakar
dari interpretasi unik peserta didik terhadap dunianya atau lingkungan sekitarnya
(Duffy dan Jonassen, 1992). Pandangan ini lebih menekankan pada upaya penataan
pembelajaran setiap individu dengan karakteristiknya terhadap interpretasi
pengalaman dan lingkungannya. Karena itu, orientasi teori ini menekankan pada
konteks pembelajaran dan situasi transfernya.
Belajar dapat terjadi dalam keadaan sendiri atau melalui interaksi dengan
sumber-sumber belajar. interaksi dapat terjadi satu arah, yaitu ada stimuli dari luar
lalu menimbulkan respon, atau belajar bisa terjadi dua arah, yaitu apabila tingkah
laku yang terjadi merupakan hasil interaksi antara peserta didik dengan lingkungan
atau sebaliknya. Interaksi respirocal terjadi apabila beberapa faktor saling memiliki
kebergantungan, seperti faktor pribadi, faktor lingkungan, yang berinteraksi
menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku (Briggs, 1982).
2. Teori Perkembangan Kepercayaan
Menurut Fowler dalam bukunya Faith Development Theory bahwa manusia
merupakan meaning maker atau pencipta arti yang memikul tugas berat mengolah
sejumlah masalah eksistensial yang menganggunya dan mengangkat semuanya
menjadi suatu susunan dunia hidup yang berarti. Dengan pengertian ini, segala fakta
hidup yang kasar dan belum diolah menampilkan sifat saling terkait dan memiliki
tatanan. Dalam bahasa Agama, bisa dipahami bahwa manusia sebagai khalifah Allah
mempunyai tugas dan tanggung jawab memakmurkan bumi untuk kemaslahatan
manusia dan menjadi bekal kehidupan di akhirat.
Fowler mengidentifikasi tahap-tahap perkembangan kepercayaan sebagai
berikut:
1. Kepercayaan Awal dan Elementer (0-2 tahun) ditandai oleh cita rasa yang
bersifat praverbal terhadap kondisi-kondisi eksistensi, yaitu rasa percaya dan
setia yang elementer pada semua orang dan lingkungan yang mengasuh
bayi, serta rasa percaya pada gambaran kenyataan yang paling akhir dan
mendasar.
2. Kepercayaan Intuitif-Projektif (masa kanak-kanak usia 2-6 tahun) anak
didorong oleh rasa percaya diri yang terbagi antara keinginan untuk
mengekspresikan dorongan hatinya dan ketakutan akan ancaman hukuman
karena kebebasannya yang tanpa batas dan tanpa kekang.
3. Kepercayaan Mitis-Harfiah (masa kanak-kanak selanjutnya usia 6-11 tahun)
anak mulai berpikir secara logis dan mengatur dunianya dengan kategori-
kategori baru seperti kausalitas, ruang waktu dan sebagainya.
4. Kepercayaan Sintesis-Konvensional (masa remaja dan seterusnya usia 12-
dewasa). Muncul berbagai kemampuan kognitif yang berpola operasi formal
dini sehingga anak secara terpaksa harus meninjau kembali pandangan

28
----------------------------------------------------------------------------------------------

hidupnya, gaya kognitif baru ini memungkinkan terjadinya interaksi sosial


baru dan remaja dapat menyusun gambaran diri yang baru pula.
5. Kepercayaan Individuatif-Reflektif (masa dewasa awal, usia 18 tahun dan
seterusnya). Pada usia ini orang akan mengalami perubahan mendalam dan
menyeluruh dalam hidupnya, semakin tajam melihat perbedaan antara
sekian banyak yang dipersoalkan, dan bersikap reflektif diri yang tinggi dan
mulai mengajukan pertanyaan kritis mengenai keseluruhan nilai, pandangan
hidup dan keyakinan.
6. Kepercayaan Konjungtif (Usia tengah baya, umur 45/40 tahun). gambaran
diri yang disusun orang dewasa muda biasanya ditinjau kembali secara
radikal.
7. Dalam konteks keberagamaan, kepercayaan yang mengacu pada
universalitas (usia pertengahan atau sekitar 80 tahun).
3. Teori Perkembangan Moral
Nilai moral merupakan penilaian terhadap tindakan yang umumnya diyakini
oleh anggota masyarakat tertentu sebagai yang salah atau yang benar (Berkowitz,
1964).
C. Syarat-Syarat Perancang Pengembangan Pembelajaran PAI
Menjadi perancang pengembangan pembelajaran PAI, diperlukan beberapa
syarat: 1) memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam, 2)
memiliki kemampuan analitik, 3) memiliki kemampuan pengembangan, 4) memiliki
kemampuan pengukuran.
D. Model-Model Desain Pengembangan Pembelajaran PAI
Ada beberapa model desain pengembangan pembelajaran PAI yang
mengacu pada pendekatan sistem, antara lain: 1) model Jerrold E. Kemp, 2) model
Walter Dick & Lou Carey, 3) model I Nyoman Sudana Degeng dan masih banyak
lagi.

Bab VI. Penciptaan Suasana Religius di Sekolah


A. Sikap Religius Manusia
Fitrah dan Hanifiah yang dimiliki manusia merupakan kelanjutan dari
perjanjian antara manusia dan Tuhan, yaitu perjanjian manusia telah menyatakan
bahwa ia akan mengakui Allah sebagai pelindung dan pemelihara sau-satunya bagi
dirinya sebagaimana disebutkan dalam Qs. Al-A‟raf ayat 172.
Berdasarkan Al-Quran dan Hadits, dalam diri manusia terdapat berbagai
macam fitrah yaitu:
1. Firah Agama

29
----------------------------------------------------------------------------------------------

Sebagaimana disebutkan dalam Qs. Al-A‟raf ayat 172 dan sabda Nabi
bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan beragama Islam, agama yang diridhai
Allah adalah Islam dan bahwa semua para Nabi dan Rasul adalah beragama Islam.
2. Fitrah Suci
Al-Quran menyebutkan bahwa yang membuat manusia kotor adalah dosa
dan manusia yang belum atau tidak berdosa adalah suci.
3. Fitrah Berakhlak
Pada mulanya manusia sudah mengenal fitrah akhlak, dan Nabi Muhammad
diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia.
4. Fitrah Kebenaran
Al-Quran menyebutkan bahwa manusia mempunyai kemapuan untuk
mengetahui kebenaran sebagaimana firman Allah Qs. Al-Baqarah: 144. Karena
manusia memiliki fitrah kebenaran maka Allah memerintahkan kepada manusia
menyelesaikan semua proses yang timbul di antara mereka dengan kebenaran,
sebagaimana firman Allah Qs. Shad: 26.
5. Fitrah Kasih Sayang
Al-Quran menyebutkan bahwa manusia memiliki fitrah kasih sayang (Qs.
Ar-Rum: 21, Mumtahanah: 7). Karena manusia memiliki fitrah kasih sayang, maka
Allah memerintahkan kepada manusia supaya saling berpesan dengan kasih sayang
(Qs. Al-Balad: 17).
B. Suasana Religius dan/atau Agamis
Ada dua tipe masyarakat dalam religiusitas yaitu:
1. Tipe Masyarakat Orde Moral
Dalam tipe ini, komunitas kehidupan dan mekanismenya masih sangat
terikat oleh berbagai norma baik-buruk yang bersumber dari tradisi sehingga banyak
dijumpai sejumlah pantangan yang mengganggu proses penciptaan suasana religius.
Dalam tipe ini, pola dasar mekanisme kehidupan dan kepemimpinannya
ditentukan oleh sistem kekerabatan yang ada semata-mata, tanpa ada alternatif lain
dan juga tidak mempertimbangkan segi yang lain. Dalam hal menjadi pengganti
pemimpin, berlaku prinsip keturunan yang ketat.
2. Tipe Masyarakat Kerabat Sentris
C. Urgensi Penciptaan Suasana Religius di Sekolah
Menurut Clock dan Stark, ada lima macam dimensi keberagamaan yaitu:
1. Dimensi keyakinan,
2. Dimensi praktik agama,
3. Dimensi pengalaman,
4. Dimensi pengetahuan agama, dan
5. Dimensi pengamalan.

30
----------------------------------------------------------------------------------------------

D. Model-Model Penciptaan Suasana Religius di Sekolah


1. Model Struktural
Penciptaan susana religius yang disemangati oleh adanya peraturan,
pembangunan kesan, baik dari dunia luar atas kepemimpinan atau kebijakan suatu
lembaga pendidikan suatu organisasi.
2. Model Formal
Penciptaan suasana religius yang didasari pemahaman bahwa pendidikan
agama adalah upaya manusia untuk mengajarkan masalah kehidupan akhirat saja
atau ruhani saja. Implikasinya terhadap pengembangan PAI, lebih berorientasi pada
keakhiratan, dan masalah dunia dianggap tidak penting, menekankan pendalaman
ilmu keagamaan sementara iptek dianggap terpisah dari agama.
3. Model Mekanik
Penciptaan suasana religius yang didasari pemahaman bahwa kehidupan
terdiri atas berbagai aspek, dan pendidikan dipandang sebagai penamana
seperangkat nilai kehidupan, yang masing-masing bergerak menurut fungsinya.
Model mekanin berimplikasi pada pengembangan PAI yang lebih
menonjolkan fungsi moral atau afektif daripada kognitif dan psikomotor.
4. Model Organik
Penciptaan suasana religius yang disemangati oleh pandangan bahwa PAI
adalah kesatuan atau sistem yang terdiri atas komponen rumit yang berusaha
mengembangkan pandangan hidup agamis yang dimanifestasikan dalam sikap hidup
dan ketrampilan hidup yang religius.
Model ini berimplikasi pada pengembangan PAI yang dibangun dari
fundamental doctrins dan fundamental values yang tertuan dalam Al-Quran dan
Hadits sebagai sumber pokok. Kemudian bersedia menerima kontribusi pemikiran
pada ahli dan mempertimbangkan konteks historitasnya.

Selesai.

Terima kasih saya ucapkan kepada segenap dosen mata kuliah Islamic Education
Policy atas ilmu dan wawasan yang disampaikan selama satu semester ini, semoga
Allah membalas ilmu anda sekalian dengan pahala yang layak disisi-Nya.
Jazakumullah khairul jaza‟.

31

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai