Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

FITRAH MANUSIA

OLEH:

1. ANNISA FITRA LAILLA 1901020121


2. KURNIA FEBRIANI HARAHAP 1901020122
3. SULTAN ALFASYA 1901020135
4. MELISA ANGGRAINI 1901020136
5. NANDA ARIFA ALBI 1901020155
6. M. ADIMAS DJUANDA 1901020158

DOSEN PENGAMPU : ZAILANI, S.Pd,I, MA

PAI D1 PAGI SEMSTER 3


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
T.A 2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembahasan fitrah merupakan perkara yang penting, agar manusia mengetahui hakikat
dan tujuan eksistensinya. Dengan jalan ini akhirnya dia akan mengetahui Penciptanya, sebab
orang yang mengetahui dirinya, akan mengenal Tuhannya.1 Allah SWT menciptakan manusia
dalam keadaan yang paripurna. “Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya ”(QS. At-Tiin: 4). Modal manusia ketika dilahirkan ke dunia seluruhnya
sama yaitu tidak mengetahui sesuatu apapun, “ Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut
ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”. (Q.S. An Nahl: 78). Dan seluruh manusia
dilahirkan diatas fitrahnya. “Setiap anak dilahirkan di atas fitrahnya, ibu bapaknyalah yang
menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi”. Allah SWT menciptakan manusia tidak untuk
main-main, tetapi ada maksud dan tujuanya. “ Maka apakah kamu mengira, bahwa
Sesungguhnya kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami?” (Q.S. Al-Mu’minun: 115). Manusia mengemban tugas mengabdi
kepada Allah. “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz Dzariat: 56). Manusia diciptakan oleh Allah SWT. Selain
sebagai hamba juga sebagai penguasa (khalifah) di atas bumi. Sebagai hamba dan khalifah,
manusia telah dibekali kemampuan jasmaniah (fisiologis) dan rohaniah (mental psikologis)
yang dapat ditumbuhkembangkan seoptimal mungkin, sehingga menjadi alat yang berdaya
guna untuk menjalankan tugas pokoknya di atas dunia ini.
Aktivitas pendidikan berkaitan erat dengan proses pemanusiaan manusia(humanizing
of human being) atau upaya untuk membantu subjek (individu) secara normatif berkembang
lebih baik . Begitu menariknya membicarakan tentang hakikat manusia dengan segala potensi
yang dimilikinya, agar manusia tidak keluar dari fitrah kemanusiaannya.2

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian fitrah manusia ?
2. Apa saja jenis – jenis fitrah ?
3. Bagaimana fitrah manusia dalam filsafat pendidikan islam ?

C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui pengertian fitrah manusia
2. Mengetahui jenis – jenis fitrah manusia
3. Mengetahui fitrah manusia dalam filsafat pendidikan islam

1
Muḥammad ‘Abd al-Raḥmān al-Sakhāwī, al-Maqāṣīd al-Ḥasanah, (Beirut: Dār al-Kitāb al-‘Arabī, tt), h. 657.
2
Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Edisi Revisi (Cet. II; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005).

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fitrah Manusia
1. Pengertian Fitrah

Menurut Tedi Priatna, Fitrah mengandung pengertian asal kejadian, kesucian, dan
agama yang benar. Pengertian dalam konteks penciptaan manusia baik dari sisi pengakuan
bahwa penciptanya Allah, maupun dari segi uraian tentang fitrah manusia.3 Seperti yang
tersurat dalam Surat Ar-Rum ayat 30: Artinya :“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus
kepada agama Allah; (pilihlah) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S. Ar-Rum: 30)

Fitrah merupakan asal kata dari fathara yang mempunyai makna asal ‘menciptakan’.4
Sedangkan dalam Bahasa Arab fitrah dengan segala derivasinya mempunyai arti belahan,
muncul, kejadian, dan penciptaan.5 Lebih lanjut Achmad Mubarok menjelaskan bahwa jika
fitrah dihubungkan dengan manusia, maka yang dimaksud dengan fitrah manusia adalah
apa yang menjadi kejadian atau bawaannya semenjak lahir, dalam bahasa Melayu sering
disebut semula jadi (kejadian semula).
Selain itu, fitrah manusia dapat dicari rumusan karakteristiknya melalui penelitian
empirik, tetapi juga dapat dipahami melalui teks al-Qur’an. Fitrah juga mengandung arti
“kejadian”, oleh karena kata fitrah berasal dari kata fathara yang berarti “menjadikan”.6
Adapun menurut M. Quraish Shihab dari segi bahasa kata fitrah terambil dari kata fatrh
yang berarti belahan, dan dari makna ini lahirlah makna-makna yang lainnya seperti,
penciptaan atau kejadian. Selanjutnya dipahami juga bahwa fatrh adalah bagian dari khalq
(penciptaan) Allah swt. Sedangkan mengenai hal apakah fitrah yang Allah swt. Berikan
kepada manusia tersebut terbatas hanya kepada fitrah agama saja, Muhammad bin Askur
yang dikutip M. Quraish Shihab mengatakan bahwa: “fitrah adalah bentuk dan sistem yang
diwujudkan Allah swt. pada setiap makhluk. Fitrah yang berkaitan dengan manusia adalah
apa yang diciptakan Allah swt. pada manusia yang berkaitan dengan jasmani dan akalnya
(rohaninya).7
Sedangkan menurut istilah banyak para ahli memberikan interpretasi yang beragam.
Adapun secara umum fitrah adalah potensi alami yang dimiliki setiap individu manusia.8
Hal yang sama juga diungkapkan Syahminan Zaini, menurutnya fitrah adalah potensi laten
atau kekuatan terpendam yang ada dalam diri manusia yang dibawanya sejak lahir.9Dengan
kata lain fitrah adalah segala potensi yang dianugerahkan Allah swt. yang dibawa oleh
manusia semenjak ia lahir (man’s natural powers).
Fitrah juga dapat diartikan sebagai suatu dorongan keingintahuan manusia kepada
kebenaran yang dibawanya semenjak lahir. Motivasi atau dorongan keingintahuan manusia

3
Tedi Priatna, Reaktualisasi Paradigma Pendidikan Islam, Ikhtiar mewujudkan pendidikan bernilai Ilahiyah dan
Insaniah di Indonesia, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hal. 95-96.
4
Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam, Bandung, PT. AlMa’arif, 1980, hlm. 322
5
Nurwadjah Ahmad E.Q., Tafsir Ayat-ayat Pendidikan; Hati yang Selamat Hingga Kisah Luqman, Bandung,
Penerbit MARJA, 2007, hlm. 85
6
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia, 1997, hlm. 126
7
M. Quraih Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1995, hlm. 283
8
Sama’un Bakry, Menggagas Konsep IPI, Bandung Pustaka Bani Quraisy, 2004, hlm. 67
9
Syahminan Zaini, Prinsip-Prinsip Dasar Konsepsi Pendidikan Islam, Kalam Mulia, 1986, hlm. 5

3
terhadap kebenaran ini, Allah swt. anugerahkan kepada setiap individu manusia, sedangkan
digunakan atau tidaknya fitrah ini oleh manusia tergantung pada manusianya itu sendiri.10
Menurut HM. Arifin yang dikutif Sama’un Bakry, didalam diri manusia selalu terdapat
dua potensi yang sama-sama kuat, yaitu potensi yang akan membawa seseorang kepada
ketaqwaan (fitrah positif) dan potensi yang akan membawa seseorang menuju kefasikan
(fitrah negatif), oleh karena itu fitrah yang membawa seseorang kepada kecenderungan
menuju ke-hahanifan pun akan selalu mengalami sentuhan-sentuhan dari potensi lainnya.11
Adapun Muhammad Fadlil Al-Jamaly yang dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib
memberikan makna fitrah sebagai kemampuan dasar dan kecenderungan yang murni
(natural) bagi setiap individu.12 Selanjutnya ia menjelaskan bahwa fitrah ini lahir dalam
bentuk yang paling sederhana dan sangat terbatas, kemudian saling mempengaruhi dengan
lingkugan sekitarnya, sehingga tumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik atau
bahkan sebaliknya.
Imam Al-Ghazali mendefinisikan fitrah sebagai dasar manusia yang diperolehnya
semenjak ia lahir dengan memiliki berbagai keistimewaan antara lain :
a. Beriman kepada Allah
b. Memiliki kemampuan / daya untuk menerima kebaikan dan keturunan atau
dasar kemampuan untuk menerima pendidikan dan pengajaran.
c. Memiliki dorongan ingin tahu untuk mencari hakikat kebenaran yang berujud
daya untuk berpikir.
d. Memiliki dorongan biologis yang berupa syahwat (sensual pleasure), ghodob,
dan tabiat (insting).
e. Memiliki kekuatan-kekuatan lain dan sifat-sifat manusia yang dapat
dikembangkan dan dapat disempurnakan.13

Itulah beberapa pengertian fitrah sebagai potensi manusia untuk mengenal,


mengimani, dan meyakini eksistensi Allah swt. sebagai Tuhan dan Islam sebagai satu-
satunya agama yang benar-benar di ridhoi keberadaannya oleh Allah swt.

2. Jenis – Jenis Fitrah


Fitrah memiliki banyak dimensi, Muhaimin14 menyebutkan setidaknya ada
beberapa jenis fitrah manusia, yaitu:
a. Fitrah beragama; fitrah ini merupakan potensi bawaan yang memberikan
kemampuan kepada manusia untuk tunduk, taat melaksanakan perintah Tuhan
sebagai pencipta, penguasa dan pemelihara alam semesta.
b. Fitrah berakal budi; fitrah ini adalah potensi yang dimiliki manusia untuk
selalu berpikir sambil mengingat Allah untuk memahami persoalan kekuasaan
dan keagungan Allah yang terlihat dari keserasian, keseimbangan dan
kehebatan di alam semesta.
c. Fitrah bermoral dan berakhlak; fitrah ini adalah potensi yang dimiliki oleh
manusia untuk melaksanakan dengan penuh komitmen nilai-nilai moral dan
akhlak dalam kehidupan sehari-hari.

10
Zainuddin, dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta, Bumi Aksara, 1991, hlm. 65.
11
Sama’un Bakry, Menggagas Konsep IPI, Bandung, Pustaka Bani Quraisy, 2004, hlm. 67 1
12
Muhaimin & A. Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung, Trigenda Karya, 1993, hlm. 27
13
Zainuddin dkk, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazaly, Jakarta, Bumi Aksara, 1991, hlm. 66-67
14
Muhaimin et.al., Paradigma Pendidikan Islam, Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah
(Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 18-19.

4
d. Fitrah kebersihan dan kesucian; fitrah ini memberikan potensi kepada
manusia untuk mencintai kebersihan dan kesucian.
e. Fitrah kebenaran; fitrah ini merupakan kecenderungan manusia untuk selalu
mencari kebenaran.
f. Fitrah kemerdekaan; fitrah ini memberikan kecenderungan kepada manusia
untuk mempunyai kebebasan dan kemerdekaan, tidak terbelenggu dan
diperbudak oleh orang lain kecuali berdasarkan kemauan sendiri
g. Fitrah keadilan; fitrah ini mendorong manusia untuk mencari keadilan di muka
bumi ini.
h. Fitrah persamaan dan persatuan; fitrah ini merupakan potensi manusia untuk
mempersamakan hak dan perlakuan dan menentang diskriminasi berdasarkan
ras, suku, bahasa, warna kulit serta berusaha menjalin persatuan dan kesatuan
antara sesamanya..
i. Fitrah sosial; fitrah ini mendorong manusia untuk melakukan hubungan
dengan manusia sekitarnya, dalam bentuk saling bekerja sama, bergotong
royong dan saling membantu.
j. Fitrah individu; fitrah ini mendorong manusia untuk melakukan tindakan
dengan penuh tanggung jawab, menyelesaikan persoalannya dangan
kemandirian, menjaga harga diri dan kehormatannya dan mempertahankan
keselamatan diri dan keluarganya.
k. Fitrah seksual; fitrah ini memberikan dorongan kepada manusia untuk
berhubungan dengan lain jenis, membentuk keluarga dan menghasilkan
keturunan. Kepada keturunannya itulah, manusia menurunkan dan mewariskan
nilai-nilai yang diyakininya benar.
l. Fitrah ekonomi; fitrah ini mendorong manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya melalui aktivitas ekonomi.
m. Fitrah politik; fitrah ini memberikan dorongan kepada manusia untuk memiliki
dan menyusun kekuasaan dan melindungi kehidupan dan kesejahteraan
bersama.
n. Fitrah seni; adalah kecenderungan manusia untuk mencintai seni dan
mengembangkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa macam fitrah sebagaimana dijelaskan di atas didasarkan pada sifat dasar
manusia dalam kehidupan pribadinya dan kehidupan sosialnya. Namun demikian Muhaimin
belum menjelaskan konsep fitrah berdasarkan perspektif psikologis manusia sejak dilahirkan
sampai ia mencapai kesempurnaan hidup.

Dalam perspektif psikologis, fitrah manusia sebagai potensi dasar, menurut Ibnu
Taimiyah, dibagi dalam tiga macam daya. Ketiga daya tersebut--sebagaimana dikutip oleh
Juhaja S.Praja—adalah :

a. Daya intelektual (quwwah al-‘aql), yaitu potensi dasar yang memberikan


kemampuan kepada manusia untuk membedakan sesuatu itu baik atau buruk.
Dengan daya intelektualnya manusia dapat mengetahui dan mempercayai ke-
Esa-an Allah.
b. Daya ofensif (quwwah al-syahwah) yaitu potesi dasar yang dimiliki manusia
untuk mampu menerima obyek-obyek yang menguntungkan dan bermanfaat
bagi kehidupannya, baik jasmaniah maupun rohaniah secara serasi dan
seimbang.

5
c. Daya defensif (quwwah al-ghadlb) yaitu potensi dasar manusia untuk mampu
menghindarkan diri dari obyek-obyek dan keadaan yang membahayakan dan
merugikan dirinya.15

Dalam perspektif keberadaan fitrah, maka fitrah dibagi menjadi dua sebagaimana
disebutkan oleh Nurcholish Madjid, yaitu:

a. Fitrah al-Ghârizah, yaitu fitrah yang diterima manusia sejak ia dilahirkan.


Bentuk fitrah ini dapat berbentuk nafsu, akal dan hati nurani.
b. Fitrah al-Munazzalah, yaitu fitrah (potensi) luar manusia yang merupakan
petunjuk Tuhan yang ditujukan untuk membimbing dan mengarahkan manusia
dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari.16

B. Fitrah Manusia Dalam Filsafat Pendidikan Islam

Pendidikan Islam adalah proses pembentukan individu untuk mengembangkan fitrah


keagamaannya, yang secara konseptual dipahami, dianalisis serta dikembangkan dari ajaran Al-
Qur’ân dan al-Sunnah melalui proses pembudayaan dan pewarisan serta pengembangan kedua
sumber Islam tersebut pada setiap generasi dalam sejarah umat Islam dalam mencapai
kebahagiaan dan kebaikan di dunia dan akhirat. Dengan demikian, pendidikan Islam harus
dapat menumbuhkembangkan seluruh potensi dasar (fitrah) manusia terutama potensi psikis
dengan tidak mengabaikan potensi fisiknya. Hal ini sejalan dengan pendapat al-Ghazâli yang
menyatakan bahwa pendidikan Islam harus dapat mengaktifkan dan mengoptimalkan potensi
rohaniah peserta didik dengan tidak mengabaikan potensi jasmaniahnya.17

Fitrah yang dimiliki oleh setiap manusia memiliki kebutuhan . Menurut Zakiyah Drajat
ada dua kebutuhan peserta didik.18 yaitu:

1. Kebutuhan psikis yaitu kebutuhan akan kasih sayang, rasa aman, rasa harga diri,
bebas, mengenal, dan rasa sukses;
2. Kebutuhan fisik yaitu pemenuhan sandang, pangan, papan, dan pangan. Dalam
pendidikan berupaya mengembangkan dan memenuhi kebutuhan tersebut secara
integral agar berkembang.
Dalam buku lain ditemukan bahwa pendidikan merupakan gejala dan kebutuhan
manusia. Dalam artian bahwa bilamana anak tidak mendapatkan pendidikan, maka mereka
tidak akan menjadi manusia sesungguhnya, dalam artian tidak sempurna hidupnya dan tidak
akan dapat memenuhi fungsinya sebagai manusia yang berguna dalam hidup dan
kehidupannya. Hanya pendidikanlah yang dapat memanusiakan dan membudayakan manusia19
Untuk mengembangkan potensi atau kemampuan dasar, maka manusia membutuhkan
adanya bantuan dari orang lain untuk membimbing, mendorong, dan mengarahkan agar
berbagai potensi tersebut dapat bertumbuh dan berkembang secara wajar dan secara optimal,
sehingga kehidupannya kelak dapat berdaya guna dan berhasil guna. Dengan begitu mereka

15
Juhaja S. Praja, “Epistemologi Ibn Taimiyah”, Jurnal Ulumul Qur’an , (Vol. II, No. 7, 1990/1411 H).
16
Nurcholish Majid, Islam Kemoderenan dan Keindonesiaan (Bandung: Mizan, 1991), hlm. 8.
17
Muhammad bin Muhammad al-Ghazâli, Ihya’ Ulûmuddîn, Juz 8 (Beirut: Dâr alFikr, 1980), hlm. 4-5
18
Samsul Nizar, 2001, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Gaya Media Pratama: Jakarta, hal:
135-138
19
Zuhairini, Metodik pendidikan......,hal: 92-95.

6
akan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.

Ada tiga alasan penyebab awal kenapa manusia memerlukan pendidikan, yaitu:
1. Dalam tatanan kehidupan masyarakat, ada upaya pewarisan nilai kebudayaan
antara generasi tua kepada generasi muda, dengan tujuan agar nilai hidup
masyarakat tetap berlanjut dan terpelihara. Nilai-nilai tersebut meliputi nilai
intelektual, seni, politik, ekonomi, dan sebagainya.
2. Alam kehidupan manusia sebagai individu, memiliki kecenderungan untuk dapat
mengembangkan potensi- potensi yang ada dalam dirinya seoptimal mungkin.
Untuk maksud tersebut, manusia perlu suatu sarana, saran itu adalah pendidikan.
3. Konvergensi dari kedua tuntutan di atas yang pengaplikasiannya adalah lewat
pendidikan.20

Para ahli pendidikan Muslim pada umumnya sependapat bahwa teori dan praktek
kependidikan Islam harus didasarkan pada konsepsi dasar tentang manusia. Ada dua implikasi
penting dalam hubungannya dengan pendidikan Islam21 yaitu:
1. Karena manusia adalah makhluk yang merupakan resultan dari dua komponen
(materi dan immateri), maka konsepsi itu menghendaki proses pembinaan yang
mengacu kearah realisasi dan pengembangan komponen-komponen tersebut.
Sistim pendidikan Islam harus dibangun diatas konsep kesatuan (integrasi) antara
pendidikan qalbiyah dan aqliyah sehingga mampu menghasilkan manusia Muslim
yang pintar secara intelektual dan terpuji secara moral.
2. Al- Quran menjelaskan bahwa fungsi penciptaan manusia di alam ini adalah
sebagai khalifah dan ‘abd. Untuk melaksanakan tugas ini Allah membekali dengan
seperangkat potensi. Dalam konteks ini, maka pendidikan harus merupakan upaya
yang ditujukan ke arah pengembangan potensi yang dimiliki manusia secara
maksimal sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk konkrit, dalam arti
berkemampuan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi diri, masyarakat dan
lingkungannya sebagai realisasi fungsi dan tujuan penciptaannya, baik sebagai
khalifah maupun ‘abd.

Kedua hal di atas harus menjadi acuan dasar dalam menciptakan dan mengembangkan
sistem pendidikan Islam masa kini dan masa depan.

Dalam konteks pengembangan potensi inilah, pendidikan Islam harus dapat memenuhi
beberapa keinginan, harapan dan kebutuhan anak didik, baik secara rohaniah maupun
jasmaniah. Di sisi inilah letak pentingnya pembelajaran dalam pendidikan Islam dengan
menggunakan pendekatan konstruktivistik, yaitu bagaimana mengkonstruksikan pembelajaran
pendidikan Islam sesuai dengan keinginan dan kebutuhan potensi dasar anak didik. Lebih jauh
pembelajaran pendidikan Islam berparadigma humanistik - konstruktivistik, yaitu pembelajaran
yang menekankan pada pengembangan potensi anak didik sesuai keinginan dan kebutuhannya
dalam upaya melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah
Allah di muka bumi.

20
Ibid, hal: 85
21
Al-Rasyidin & H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan......, hal: 21-23

7
Sebagai hamba Allah, pendidikan Islam dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan,
pemahaman, dan pengamalan yang benar dalam melaksanakan ajaran Islam sebuah kebutuhan
emosional spiritual. Pada tataran praktis pembelajaran agama Islam dengan menggunakan
pendekatan ini menekankan pada pembelajaran kepercayaan/keyakinan yang benar (‘aqîdah),
pengamalan ibadah secara istiqâmah (syarî’ah) serta pembiasan etika-moral Islam (akhlâq).

Dalam konteks pembelajaran modern, materi, kurikulum, metode dan evaluasi


pendidikan Islam harus ditekankan pada proses pembelajaran afektif melalui penanaman
pengetahuan moral (moral knowing) yang dilanjutkan dengan kesadaran moral (moral
understanding) dan yang terpenting adalah perilaku moral (moral action), di samping juga tidak
dapat dikesampingkan pembelajaran kognitif dan psikomotorik Sedangkan dalam konteks
manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, pendidikan Islam harus dapat
menumbuhkembangkan potensi dasar anak didik dalam upayanya melaksanakan tugas-tugas
kekhalifahannya. Potensi-potensi itu barangkali dapat mengacu berbagai fitrah yang dimiliki
manusia dalam upaya memakmurkan bumi.

Pada tataran praktis, dalam perspektif di atas pendidikan Islam harus dapat
mempersiapkan anak didik dengan berbagai ilmu pengetahuan, keahlian, dan skill untuk dapat
mengelola, merawat, mengatur bumi untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran manusia.
Pada sisi inilah letak pentingnya pengembangan potensi pikir manusia dengan melalui
pengembangan berbagai disiplin ilmu pengetahuan sehingga menghasilkan berbagai keahlian
dan profesionalisme sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Secara lebih terperinci, M. Arifin menjelaskan bahwa secara psikis, potensi-potensi


manusia yang harus dikembangkan dalam pendidikan Islam berupa:

1) Potensi dasar yang merupakan kemampuan dasar yang dimiliki manusia yang
bersifat dinamis dan berkembang secara aktif,
2) Bakat dan kecerdasan yang berupa kemampuan daya kognisi, daya konasi, dan
emosi. Dengan mengembangkan kemampuan ini manusia menjadi ahli dan
profesional dalam bidangnya,
3) Instink (ghârizah), kemampuan untuk berbuat,
4) Intuisi, kemampuan psikologis manusia untuk mengadakan kontak dengan
Tuhan,
5) Karakter, yaitu kemampuan psikologis untuk memiliki moral dan etika dalam
interaksinya dengan sesama manusia. Karakter ini berkaitan erat dengan
kepribadian seseorang yang terbentuk dari kekuatan dari dalam diri manusia,
6) Nafsu/dorongan yang mempengaruhi motif perbuatan seseorang,
7) Keturunan/hereditas, suatu faktor kemampuan dasar manusia psikologis dan
fisiologis yang diturunkan oleh orang tua.22

Pengembangan potensi asli sebagaimana di atas juga diungkapkan oleh Conny R.


Semiawan yang menegaskan bahwa pendidikan Islam dalam kerangka pengembangan fitrah
harus dilaksanakan dengan berlandaskan nilai-nilai Ilahiyah. Proses pendidikan yang demikian
tidak hanya menuntut transfer ilmu pengetahuan dan nilai sikap kepada peserta didik, akan

22
5M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), hlm. 100-103

8
tetapi juga kemampuan pendidik yang profesional di bidangnya dengan tidak
mengesampingkan aspek sosio-kultural di mana manusia itu dibesarkan. 23

Untuk itu, proses pendidikan Islam harus mampu menyentuh totalitas potensi yang
dimiliki peserta didik yang meliputi pertumbuhan fisik, intelektual, emosional, sosial, moral,
dan keimanan Ilahiyah yang merupakan fitrah manusia yang hanîf, sebagai upaya mewujudkan
tingkat kematangan optimal dalam totalitas struktur individual peserta didik.

Konsep fitrah memiliki tuntutan agar pendidikan Islam diarahkan pada landasan al -
Tauhid. Apa saja yang dipelajari oleh anak hendaknya tidak bertentangan dengan konsep al-
Tauhid. Sebab al-Tauhid merupakan inti semua ajaran agama yang dianugerahkan Allah kepada
manusia.Oleh karena itu, kurikulum pendidikan Islam hendaknya berisikan nilai-nilai
keislaman yang pada akhirnya mengarah pada konsep al -Tauhid ini.

Potensi dasar fitrah manusia harus ditumbuh kembangkan secara optimal dan terpadu
melalui proses pendidikan sepanjang hayat. Manusia diberi kebebasan untuk berikhtiar
mengembangkan potensi-potensi dasar fitrah yang dimilikinya. Namun dalam pertumbuhan
dan perkembangannya tidak bias dilepaskan dari adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya
hukum-hukum tertentu yang menguasai alam, hukum- hukum yang menguasai benda-benda
maupun manusia, yang tidak tunduk dan tidak tergantung pada kemauan manusia. Di samping
itu, pertumbuhan dan perkembangan potensi dasar fitrah manusia juga dipengaruhi oleh faktor-
faktor hereditas, lingkungan alam dan geografis, lingkungan sosio kultural dan sejarah. Oleh
karena itu maka minat, bakat dan kemampuan skill dan sikap manusia yang diwujudkan dalam
kegiatan ikhtiarnya dan hasil yang dicapinya bermacam-macam24

Proses kependidikan yang terjadi pada manusia menurut ajaran Islam dipandang
sebagai perkembangan alamiah pada diri manusia yang sudah ditetapkan oleh Allah
berdasarkan sunnatullah. Proses kependidikan yang ada pada akhirnya diharapkan mampu
membina kepribadian manusia, baik demi tujuan utama maupun tujuan-tujuan yang terdekat.
Tujuan akhir pendidikan adalah kesempurnaan pribadi yang didasarkan pada asas self-realisasi,
yakni merealisasikan potensi-potensi yang sudah ada pada diri manusia baik berupa potensi
moral, keterampilan maupun perkembangan jasmani.25

Pendidikan memikul beban amanah yang sangat berat, yakni memberdayakan potensi
fitrah manusia yang condong kepada nilai-nilai kebenaran dan kebajikan agar ia dapat
memfungsikan dirinya sebagai hamba, yang siap menjalankan risalah yang dibebankan
kepadanya yakni “khalifah fil ardl”. Oleh karena itu, pendidikan berarti merupakan suatu proses
membina seluruh potensi manusia sebagai: makhluk yang beriman, berpikir dan berkarya untuk
kemaslahatan diri dan lingkungannya. Membangun sekolah berkualitas berarti
menyelenggarakan proses pendidikan yang membentuk kepribadian peserta didik agar sesuai
dengan fitrahnya.

23
6Musa Asy’ari, et. al.(ed.) Agama, Kebudayaan dan Pembangunan, Menyongsong Era Industrialisasi
(Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijogo Press, 1988), hlm. 98.
24
Muhaimin, ibid. Hal. 12-19
25
Mohammad Noor Syam, ibid, hal. 179

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kata fitrah merupakan asal kata dari fathara yang mempunyai makna asal
‘menciptakan’. Sedangkan dalam Bahasa Arab fitrah dengan segala derivasinya mempunyai
arti belahan, muncul, kejadian, dan penciptaan”. secara umum fitrah adalah potensi alami yang
dimiliki setiap individu manusia yang dibawa sejak lahir.
Manusia dalam perspektif Islam akan tetap dilahirkan dalam keadaan fithrah, yaitu
suci, bersih, bebas dari segala dosa, dan memiliki kecenderungan sikap menerima agama, iman,
dan tauhid. Manusia menjadi baik atau buruknya adalah akibat faktor pendidikan dan
lingkungan, bukan kepada tabiat aslinya. Tugas pendidikan islam adalah menjaga dan
memelihara fitrah peserta didik, kemudian mengembangkan dan mempersiapkan semua potensi
yang dimiliki, dengan mengarahkan fitrah dan potensi yang ada dan menuju kebaikan dan
kesempurnaan, serta merealisasikan suatu program tersebut secara lebih bertahap.
Pengembangan fitrah manusia dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan belajar. Yaitu
melalui sebuah institusi. Pengembangan fitrah manusia dapat dilakukan dengan kegiatan
belajar. Yaitu melalui berbagai institusi. Belajar yang dimaksud dengan tidak terfokus yakni
melalui pendidikan disekolah saja, tetapi juga dapat dilakukan diluar sekolah, baik dalam
keluarga, masyarakat, maupun lewat isnstitusi sosial keagamaan yang ada.

Pendidikan Islam dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan, pemahaman, dan


pengamalan yang benar dalam melaksanakan ajaran Islam sebuah kebutuhan emosional
spiritual. Pada tataran praktis pembelajaran agama Islam dengan menggunakan pendekatan ini
menekankan pada pembelajaran kepercayaan/keyakinan yang benar (‘aqîdah), pengamalan
ibadah secara istiqâmah (syarî’ah) serta pembiasan etika-moral Islam (akhlâq).

10

Anda mungkin juga menyukai