Anda di halaman 1dari 19

PROGRAM PASCASARJANA

UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG


JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER

Nama : Acep Sutisna


NIM : 2. 216. 3. 094
Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan Islam
Program Studi : S-2 Pendidikan Agama Islam
Semester/Kls : II / D
Dosen : Dr. H. Hasan Basri, M. Ag.
====================================================================

1. PANDANGAN ISLAM TERHADAP MANUSIA DAN HUBUNGANNYA


DENGAN PENDIDIKAN

A. Pemahaman tentang hakekat Manusia


Ahli mantiq mendefinisikan manusia sebagai “al-insan hayawanun nathiq”
(manusia adalah hewan yang berbahasa). Namun dalam Islam manusia dipandang
sebagai manusia, bukan sebagai binatang, karena manusia memiliki derajat yang
tinggi, bertanggung jawab atas segala yang diperbuat, serta makhluk pemikul
amanah yang berat. Berikut pemahaman para pemikir Islam tentang manusia:
Al-Farabi, Al-Ghazali, dan Ibnu Rusyd menyatakan bahwa hakekat manusia
itu terdiri dari dua komponen penting, yaitu;
1. Komponen jasad. Menurut Al-Farabi, komponen ini berasal dari alam ciptaan
yang mempunyai bentuk, rupa, berkualitas, berkadar, bergerak dan diam, serta
berjasad dan terdiri atas organ. Al-Ghazali memberikan sifat jasad manusia yang
ada dalam bumi ini yaiu, dapat bergerak, memiliki rasa, berwatak gelap dan
kasar, dan ini tidak berbeda dengan benda-benda lain, sedangkan Ibnu Rusyd
berpendapat bahwa komponen jasad merupakan komponen materi. (Ahmad
Daudy, 1989:58-59).
2. Komponen jiwa. Menurut farabi, komponen jiwa berasal dari alam perintah
(alam kholiq) yang mempunyai sifat berbeda dengan jasad manusia. Hal ini

1
karena jiwa merupakan roh dari perintah Tuhan walaupun tidak menyamai Dzat-
Nya. Menurut al-Ghazali, jiwa ini dapat berfikir, mengingat, mengetahui, dan
sebagainya, sedangkan unsur jiwa merupakan unsur rohani sebagai penggerak
jasad untuk melakukan kerjanya yang termasuk alam ghaib. Bagi Ibnu Rusyd
jiwa adalah sebagai kesempurnaan awal bagi jasad alami yang organik (Ahmad
Daudy, 1989; 59)

Ibnu Miskawih, menambahkan satu unsur lagi disamping unsur jasad dan jiwa,
yaiu unsur hayah (unsur hidup). Hal ini karena pada diri manusia ketika dalam
bentuk embrio (perpaduan antara ovum dan sperma) sudah terdapat kehidupan
walaupun roh belum ditiupkan, sedangkan hayah sendiri terdapat pada sperma dan
ovum yang membuat embrio hidup dan berkembang. Jadi hayah bukan komponen
jasmanai yang berasal dari tanah dan bukan pula komponen jiwa atau rohani yang
ditiupkan oleh Allah.(Syahminan Zaini, 1984:23).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manusia pada dasarnya dapat
ditempatkan dalam tiga kategori, yaitu;
 Manusia sebagai makhluk biologis (al-Basyar) pada hakekatnya tidak berbeda
dengan makhluk-makhluk biotik lainnya walaupun struktur organnya berbeda,
karena struktur organ manusia lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk-
makhluk lain.
 Manusia sebagai makhluk psikis (al-insan) mempunyai potensi rohani seperti
fitrah, qolb, ‘aqal. Potensi tersebut menjadikan manusia sebagai makhluk yang
tertinggi martabatnya, yang berbeda dengan makhluk lainnya, artinya apabila
potensi psikis tersebut tidak digunakan, manusia tak ubahnya seperti binatang
bahkan lebih hina.
 Manusia sebagai mahluk sosial mempunyai tugas dan tanggung jawab sosial
terhadap alam semesta, ini disebabkan karena manusia tidak hanya sebagai
Abdullah tetapi juga sebagai khalifatullah untuk mewujudkan kemakmuran,
kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akherat.

2
B. Pandangan Islam terhadap Manusia
 Manusia sebagai Abdullah
Di antara hal yang memuliakan dan melebihkan manusia adalah bahwa Allah
telah meberikan kepadanya kemampuan untuk belajar dan berpengetahuan, serta
membekalinya dengan segala peralatan kemampuan ini. Tugas paling luhur manusia
ialah beribadah kepada Allah. Inti seluruh tanggung jawab ini adalah tanggung jawab
manusia terhadap ibadah kepada Allah dan pentauhidan-Nya; yakni memurnikan
ibadah hanya kepada Allah Semata.

      


56. dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku. (Abdurrahman an-Nahlawi, 1996: 52-65)

 Manusia sebagai Khalifah


Peranan manusia sebagai “klhalifatullah fil ardh” ini dijelaskan oleh Qur’an suci
sebagai berikut:
        
         
   
165. dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu
Amat cepat siksaan-Nya dan Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.

 Manusia sebagai makhluk Moral


Al-Qur’an memandang manusia sebagai makhluk moral, yang mampu
membedakan antara yang baik dan yang buruk, serta memiliki kebebasan untuk
memilih ke duanya. Tidak ada petunjuk pasti tentag kebaikan dan keburukan yang
melekat pada diri manusia- al-Qur’an memperingatkan akan adanya manusia yang
berdo’a (memohon) bagi kejahatan (syarr) dan juga memohon bagi kebaikan (khair).
Apabila manusia telah dilengkapi dengan kemampuan untuk menilai baik dan buruk,
dan membedakan antara yang benar dan yang salah, tanpa bantua wahyu Ilahi, maka
lembaga kerasulan jelas akan kehilangan kegunaannya. Dengan ringkas al-Qur’an

3
menyebut kemampuan manusia untuk menjadi baik atau buruk, sebagaimana
dinyatakan-Nya seperti berikut ini.
        
        
7. dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya),
8. Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.
9. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
10. dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

Manusia, dalam pandangan Islam, adalah makhluk yang memiliki identitas


istimewa. Ia bukan malaikat, tetapi juga bukan setan. Ia dapat terjatuh sehingga
berkualitas seperti setan. Ia, dengan keluhuran rohaniannya, juga dapat mencapai
kualitas kemalaikatan. Dalam spektrumnya yang alami, yang merupakan tarikan
antara setan dan malaikat, ia mengandung sifat antara kebaikan dan kejahatan, yang
mungkin saja tidak asing bagi sifatnya atau tidak berasal dari luar.
Konsep manusia dalam Islam mengandung sifat “ganda”, yang menyatakan
bahwa manusia terbantuk dari tanah liat dan roh suci dari Tuhan. Cukup dinyatakan
bahwa manusia memiliki potensi untuk berbuat baik, dan juga untuk berbuat buruk;
yang mau menerima tuntunan (Ilahi) tetapi juga dapat menjadi pembangkang;
kemampuan untuk berbuat baik atau jahat. Maka menurut ajaran Islam, hanyalah
manusia yang merupakan makhluk yang dapat bertanggung jawab. Manusialah yang
harus mewujudkan misi Tuhan di dunia dan sekaligus menjadi kepercayaannya.
(Muhammad A. Al-Buraey, 1985: 102)

 Manusia sebagai makhluk paling mulia


Manusia adalah individu yang terdiri dari sel-sel daging, tulang, saraf, darah dan
lain-lain (materi) yang membentuk jasad.
Sejak semula, salah satu prinsip dalam Islam adalah menjunjung tinggi martabat
manusia, dan menempatkannya dalam status supremasi diantara makhluk Tuhan
lainnya. Referensi konseptual dalam masalah ini cukup meyakinkan, seperti tertera
dalam ayat-ayat al-Qur’an, seperti dalam (Q.S. Al-Isra’: 70)

4
        
      
  
70. dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka
di daratan dan di lautan (Maksudnya: Allah memudahkan bagi anak Adam
pengangkutan-pengangkutan di daratan dan di lautan untuk memperoleh
penghidupan), Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.

C. Hubungan Manusia dengan Pendidikan


Pendidikan secara sederhana dikatakan sebagai sebuah proses “memanusiakan
manusia”, Abdurrahman Shalih (t.th;47) mengatakan “man is the core of the
educational process”, bahwa manusia adalah inti dari sebuah proses pendidikan. Hal
tersebut menunjukkan bahwa manusia adalah obyek dan sekaligus pelaku
pendidikan. Sebab itu sejauh mana pendidikan itu diformulasikan dan
diimplementasikan harus selalu disandarkan pada konsepsi tentang hakekat manusia.
Merumuskan dan mengembangkan tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode,
kurikulum, evaluasi pendidikan, dan seterusnya harus selalu dikonsultasikan pada
filsafat dan pemahaman tentang hakekat manusia itu sendiri.
Alat-alat ptensial dan berbagai potensi dasar atau fitrah manusia tersebut harus
ditumbuhkembangkan secara optimal dan terpadu melalui proses pendidikan
sepanjang hayatnya. Manusia diberi kebebasan/kemerdekaan untuk berikhtiar
mengembangkan alat-alat potensial untuk berikhtiar mengembangkan alat-alat
potensial dan potensi dasar tersebut. Namun dalam perkembangannya tidak bisa
dilepaskan dari adanya batas-batas tertentu, yaitu adanya hukum-hukum yang pasti
dan tetap menguasai alam, atau hukum-hukum yang biasa disebut dengan taqdir
(keharusan universal atau kepastian umum sebagai batas akhir dari ikhtiar manusia
dalam kehidupannya di dunia).
Disamping itu, pertumbuhan dan perkembangan alat-alat potensial dan fitrah
manusia itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor hereditas, lingkungan alam dan
geografis, lingkungan sosio-kultural, sejarah dan faktor-faktor temporal. Sebab itu

5
pendidikan yang dilakukan harus juga melihat faktor millieu (lingkungan) disamping
faktor-faktor yang lain; faktor tujuan, pendidik, peserta didik, dan alat pendidikan.
Semuanya saling berkaitan dan mempengaruhi antara satu faktor dengan faktor
lainnya.
Dalam kaitannya dengan tugas dan tujuan penciptaan manusia, yakni sebagai
‘abdullah (Qs.Adz-Dzariyat; 56), dan juga sebagai khalifatullah (al-fathir; 39, al-
An’am; 165), maka pendidikan dalam Islam antara lain adalah untuk membimbing
dan mengarahkan manusia agar mampu mengemban amanat dari Allah yaitu
menjalankan tugas-tugas hidupnya sebagai ‘abdullah (hamba Allah yang harus
tunduk dan taat terhadap segala aturan dan kehendak-Nya serta mengabdi hanya
kepada-Nya) dan juga sebagai khalifatullah.(berupa tugas terhadap diri sendiri,
keluarga/rumah tangga, dalam masyarakat dan tugas kekhalifahan terhadap alam
dengan “mengkulturkan natur dan menaturkan kultur”), Wa Allah ‘A’lam.

2. Makna Pendidikan Islam sebagai Lembaga dan Pendidikan Islam sebagai


Proses
A. Pendidikan Islam sebagai Lembaga
Pendidikan islam yang berlangsung melalui proses operasional menuju tujuannya
memerlukan model dan sistem yang konsisten yang dapat mendukung nilai-nilai
moral-spiritual yang melandasinya. Nilai-nilai tersebut diaktualisasikan berdasarkan
orientasi kebutuhan perkembangan fitrah murid (learner potensials orientation) yang
dipadu dengan pengaruh lingkungan kultural yang ada. Karena itu, manajemen
kelembagaan pendidikan islam memandang bahwa seluruh proses kependidikan
dalam institusi adalah sebagai suatu sistem yang berorientasi kepada perbuatan yang
nyata.

Kelembagaan pendidikan islam merupakan subsistem dari sistem masyarakat


atau bangsa. Dalam operasionalisasinya selalu mengacu dan tanggap kepada
kebutuhan perkembangan masyarakat. Tanpa sikap demikian, lembaga pendidikan
dapat menimbulkan kesenjangan sosial dan kultural. Kesenjangan inilah yang
menjadi salah satu sumber konflik antara pendidikan dan masyarakat. Dari sanalah
timbul krisis pendidikan yang intensitasnya berbeda-beda menurut tingkat atau taraf

6
kebutuhan masyarakat. Untuk mengetahui kesenjangan antara lembaga pendidikan
dan masyarakat yang berkenaan dengan kebutuhan yang meningkat ialah dengan
melakukan pengukuran (assessment).
Banyak usaha yang dilakukan oleh para ilmuwan dan ulama karena
memperhatikan pelaksanaan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan
formal kita, misalnya dalam forum-forum seminar, lokakarya dan berbagai forum
pertemuan ilmiah lainnya. Para ilmuan dan ulama serta kaum teknokrat sepakat
bahwa pendidikan agama di tanah air kita harus disukseskan semaksimal mungkin
sejalan dengan lajunya pembangunan nasional.
Namun, dalam pelaksanaan program pendidikan agama di berbagai sekolah kita,
belum berjalan seperti yang kita harapkan, karena berbagai kendala dalam bidang
kemampuan pelaksanaan metode, sarana fisik, dan non fsik, di samping suasana
lingkungan pendidikan yang kurang menunjang suksesnya pendidikan mental-
spiritual dan moral.

B. Pendidikan Islam sebagai Proses


Para ahli pendidikan telah mencoba merumuskan batasan pengertian tentang
proses pendidikan (pengajaran), diantaranya seperti yang dikatakan oleh Hasan
Langgulung bahwa pengajaran adalah pemindahan pengetahuan dari seseorang yang
mempunyai pengetahuan kepada orang lain yang belum mengetahui. Dari
terminologi di atas, terdapat unsur-unsur substansial kegiatan pengajaran yang
meliputi:
 Pengajaran adalah upaya pemindahan pengetahuan.
 Pemindahan pengetahuan dilakukan oleh seseorang yang mempunyai
pengetahuan (pengajar) kepada orang lain yang belum mengetahui (pelajar)
melalui suatu proses belajar mengajar.
Selain pengertian tersebut di atas, Triyo Supriyatno berpendapat bahwa
pembelajaran mengandung dua segi kegiatan, yaitu kegiatan guru melakukan suatu
proses atau menjadikan orang lain (siswa) belajar dan kegiatan siswa melakukan
kegiatan belajar. Dari pengertian ini, pembelajaran dapat disepadankan dengan istilah
teaching-leraning atau traching and learning. Dengan kata lain, pembelajaran adalah
salah satu proses untuk memperoleh pengetahuan, sedangkan pengetahuan adalah
salah satu cara untuk memperoleh kebenaran atau nilai, sementara kebenaran adalah

7
pernyataan tanpa keragu-raguan yang dimulai dengan adanya sikap keraguan terlebih
dahulu. Dalam setiap kegiatan pembelajaran dan atau pengajaran ada empat
komponen yang melingkupinya, antara lain Tujuan Pembelajaran, Materi,
Strategi (Metode), dan Evaluasi.
Menurut Drs. H.M. Arifin, M.Ed., mengatakan bahwa belajar adalah suatu
kegiatan anak didik dalam menerima, menanggapi serta menganalisa bahan-bahan
pelajaran yang disajikan oleh pengajar, yang berakhir pada kemampuan untuk
menguasai bahan pelajaran yang disajikan itu.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu rangkaian proses
kegiatan respons yang terjadi dalam proses belajar-mengajar, yang menimbulkan
perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman dan pengetahuan yang
diperoleh.
Belajar adalah proses perumbuhan yang tidak disebabkan oleh proses
pendewasaan biologis. Karena belajar merupakan proses perubahan tingkah laku
(baik yang bisa dilihat maupun yang tidak), maka keberhasilan belajar terletak pada
adanya perubahan tingkah laku yang secara relative bersifat permanen.
Belajar yang merupakan bagian integral dalam proses belajar mengajar dalam
Islam. Ajaran Islam mempunyai perhatian yang sangat besar terhadap belajar. Nabi
Muhammad saw sebagai pendidik agung dari lahir sampai meninggal, dan
menjadikan belajar itu sebagai kewajiban utama bagi setiap muslim, dan bahkan ayat
pertama turun kepada rasulullah adalah suatu perintah untuk membaca.

C. ANALISA
Setelah menela’ah makna dari pendidikan Islam sebagai lembaga dan pendidikan
Islam sebagai proses, maka kami berpendapat bahwa kedua istilah diatas tidak dapat
dipisahkan, artinya ketika berbicara keberhasilan pendidikan khususnya dalam
pendidikan Islam, umpamanya ketika lembaga pendidikan sudah tertata dengan rapi
namun proses di dalam pembelajarannya tidak tertata dengan baik demikian
sebaliknya, maka mustahil pendidikan akan terlaksana dengan optimal. Baik lembaga
pendidikan maupun proses pendidikan harus berjalan dengan seimbang (balance).

3. HAKIKAT KURIKULUM
A. Definisi Kurikulum

8
Secara etimologis, kurikulum berasal dari kata dalam Bahasa Latin “curir” yang
artinya pelari, dan “currere” yang artinya tempat berlari. Pengertian awal kurikulum
adalah suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari mulai dari garis start sampai garis
finish. Dengan demikian, istilah awal kurikulum diadopsi dari bidang olahraga pada
zaman romawi kuno di Yunani, baru kemudian diadopsi ke dalam dunia pendidikan.
Yang diartikan sebagai rencana dan pengaturan tentang belajar peserta didik di suatu
lembaga pendidikan. Sedangkan dalam bahasa Arab diterjemahkan dengan kata
Manhaj (kurikulum) yang bermakna jalan yang terang yang dilalui manusia di
berbagai bidang kehidupannya.
Definisi kurikulum menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional tertuang dalam pasal 1 butir 19 sebagai berikut: “Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”
Secara terminologis, istilah kurikulum yang digunakan dalam dunia pendidikan
mengandung pengertian sebagai sejumlah pengetahuan atau mata pelajaran yang
harus ditempuh atau diselesaikan siswa untuk mencapai satu tujuan pendidikan atau
kompetensi yang telah ditetapkan.
Secara operasional kurikulum dapat didefinisikan sebagai berikut:
1) Suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu
sekolah yang dilaksanakan dari tahun ke tahun.
2) Bahan tertulis yang dimaksudkan digunakan oleh guru dalam melaksanakan
pengajaran untuk siswa-siswanya.
3) Suatu usaha untuk menyampaikan asas dan ciri terpenting dari suatu rencana
pendidikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan guru
di sekolah.
4) Tujuan-tujuan pengajaran,pengalaman belajar, alat-alat belajar dan cara-cara
penilaian yang direncanakan dan digunakan dalam pendidikan.
5) Suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.

B. Komponen Kurikulum

9
Komponen kurikulum adalah bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat
menunjang tercapainya tujuan dari kurikulum. Diantara komponen tersebut adalah:
 Komponen Tujuan
Tujuan merupakan hal yang ingin dicapai oleh sekolah secara keseluruhan.
 Komponen Isi/Materi
Komponen isi berupa materi yang diprogramkan untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan.
 Komponen Media
Komponen media atau sarana prasarana merupakan perantara untuk menjabarkan
isi kurikulum.
 Komponen Strategi
Komponen strategi merupakan cara yang ditempuh dalam melaksanakan
pengajaran agar efektif dan efisien.
 Komponen Proses Belajar-Mengajar
Pengkondisian suasana lingkungan pembelajaran yang kondusif yang mendorong
peserta didik mengembangkan kreatifitasnya.

C. Peranan Kurikulum
Kurikulum sebagai program pendidikan yang telah direncanakan mengemban
peranan yang sangat penting bagi pendidikan. Apabila dianalisis secara sederhana,
paling tidak terdapat tiga jenis peranan kurikulum yang dinilai sangat pokok, yaitu:
Peranan Konservatif, Peranan Kreatif, Peranan kritis dan evaluatif.

1) Peranan Konservatif
Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum dapat diajadikan sebagai
sarana untuk mentransmisikan niali-nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap
masih relevan dengan masa kini kepada anak didik selaku generasi penerus.

2) Peranan kreatif
Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek-aspek lainnya senantiasa terjadi
setiap saat. Kurikulum melakukan kegiatan-kegiatan kreatif dan konstruktif, dalam
arti menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesuatu yang

10
baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat
pada masa sekarang dan masa mendatang.

3) Peranan Kritis dan Evaluatif


Peranan ini dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa niali-nilai dan budaya
yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan
nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada anak didik perlu disesuaikan dengan kondisi
yang terjadi pada masa sekarang. Selai itu perkembangan yang terjadi masa sekarang
dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena
itu peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya yang ada atau
menerapkan hasil perkembangan baru yang terjadi, melainkan juga memiliki peranan
untul menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan
diwariskan tersebut.

D. Fungsi Kurikulum
Berkaitan dengan fungsi kurikulum bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat
enam fungsi kurikulum sebagaimana yang dikemukakan Alexander Inglis dalam
bukunya Principle of secondary Education (1981), yaitu:
1) Fungsi Penyesuaian (The adjust fine of adaptive function)
2) Fungsi Pengintegrasian (The integrating function)
3) Fungsi Perbedaan (The differentiating function)
4) Fungsi Persiapan (The Propaedeutic Function)
5) Fungsi Pemilihan (The selective function)
6) Fungsi Diagnostik (The diacnostic function)

E. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum


 Prinsip Relevansi
 Prinsip Fleksibilitas
 Prinsip Kontinuitas
 Prinsip Praktis atau Efesiensi
 Prinsip Efektifitas

F. Desain Kurikulum dalam Pendidikan Islam

11
Pada dasarnya desain kurikulum secara teori dapat dikatakan sama antara
kurikulum pendidikan Islam dengan kurikulum secara Umum. Kemudian yang
membedakan hanyalah pada tujuan yang hendak dicapai masing-masing lembaga.
Dalam kurikulum nasional (PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan), semua program belajar sudah baku dan siap untuk digunakan oleh
pendidik atau guru. Kurikulum yang demikian sering bersifat resmi dan dikenal
dengan nama ideal curriculum, yakni kurikulum yang masih berbentuk cita-cita.
Kurikulum yang masih berbentuk cita-cita tersebut masih perlu dikembangkan
menjadi kurikulum yang berbentuk pelaksanaan, atau sering dikenal dengan actual
curriculum, yakni kurikulum yang dilaksanakan oleh pendidik dalam proses belajar
mengajar. Dalam menyusun atau mendesain kurikulum (dalam rangka
mengembangkan kurikulum) sangatlah tergantung pada asas organisatoris, yakni
bentuk penyajian atau pengimplementasian bahan pelajaran (organisasi kurikulum).
Oleh karena itu, desain pengembangan kurikulum dalam pendidikan Islam diarahkan
bagaimana kurikulum dirancang sesuai dengan prinsip-prinsip kurikulum perspektif
Islam.
Seperti pernyataan Muhaimin yang dikutip oleh Mujamil, bahwa kurikulum
madrasah perlu dikembangkan secara terpadu dengan menjadikan ajaran dan nilai-
nilai agama sebagai petunjuk dan sumber konsultasi bagi pengembangan berbagai
mata pelajaran umum, yang operasionalnya dapat dikembangkan dengan cara
mengimplisitkan ajaran dan nilai-nilai Islam ke dalam bidang studi IPA, IPS dan
sebagainya, sehingga kesan dikotomis tidak terjadi. Kemudian model pembelajaran
bisa dilaksanakan melalui team teaching, yakni guru bidang studi IPS, IPA dan
lainnya bekerja sama dengan guru PAI dalam menyusun desain pembelajaran secara
konkrit dan detail, untuk diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran.

1. Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan Agama Islam


Sedangkan menurut Al-Syaibani yang dikutip oleh Tafsir, bahwa kurikulum
pendidikan Islam seharusnya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Kurikulum pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajaran agama dan
akhlak.

12
b) Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan
menyeluruh aspek pribadi siswa, yaitu aspek jasmani, akal dan rohani.
c) Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi
dan masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani dan akal dan rohani manusia.
d) Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus, yaitu ukir,
pahat, tulis indah, gambar dan sejenisnya.
e) Kurikulum pendidikan Islam mempertimbangkan perbedaan-perbedaan
kebudayaan yang sering terdapat di tengah manusia karena perbedaan tempat
dan juga perbedaan zaman, kurikulum dirancang sesuai dengan kebudayaan
itu.

2. Prinsip-Prinsip dalam Mendesain Kurikulum


Saylor dalam buku Oemar Hamalik mengajukan delapan prinsip ketika akan
mendesain kurikulum, prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a) Desain kurikulum harus memudahkan dan mendorong seleksi serta
pengembangan semua jenis pengalaman belajar yang esensial bagi
pencapaian prestasi belajar, sesuai dengan hasil yang diharapkan.
b) Desain memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna dalam rangka
merealisasikan tujuan–tujuan pendidikan, khususnya bagi kelompok siswa
yang belajar dengan bimbingan guru.
c) Desain harus memungkinkan dan menyediakan peluang bagi guru untuk
menggunakan prinsip-prinsip belajar dalam memilih, membimbing, dan
mengembangkan berbagai kegiatan belajar di sekolah.
d) Desain harus memungkinkan guru untuk menyesuaikan pengalaman dengan
kebutuhan, kapasitas, dan tingkat kematangan siswa.
e) Desain harus mendorong guru mempertimbangkan berbagai pengalaman
belajar anak yang diperoleh diluar sekolah dan mengaitkannya dengan
kegiatan belajar di sekolah.
f) Desain harus menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan, agar
kegiatan belajar siswa berkembang sejalan dengan pengalaman terdahulu dan
terus berlanjut pada pengalaman berikutnya.

13
g) Kurikulum harus di desain agar dapat membantu siswa mengembangkan
watak, kepribadian, pengalaman, dan nilai-nilai demokrasi yang menjiwai
kultur; dan
h) Desain kurikulum harus realistis, layak, dan dapat diterima.

3. Macam-macam Desain Kurikulum


Berdasarkan pada apa yang menjadi fokus pengajaran, dikenal beberapa desain
kurikulum, yaitu:
a) Subject Centered Design
Suatu desain kurikulum yang berpusat pada bahan ajar. Subject centered design
merupakan bentuk desain yang paling tua dan paling banyak digunakan sampai
sekarang. Kurikulum dipustkan pada isi atau materi yang diajarkan, kurikulum
disusun atas sejumlah mata pelajaran dan diajarkan secara terpisah-pisah (Sapared
subject curriculum). Desain kurikulum ini menekankan pada penguasaan
pengetahuan, isi, nilai-nilai dan warisan budaya masa lalu dan berupaya untuk
diwariskan kepada generasi berikutnya, maka desain ini disebut juga “Subject
Academic Curriculum”.
b) Learner Centered Design
Suatu desain kurikulum yang mengutamakan peranan siswa. Learner centered,
memberi tempat utama kepada peserta didik. Di dalam pendidikan atau pengajaran
yang belajar dan berkembang adalah peserta didik sendiri. Guru atau pendidik hanya
berperan menciptakan situasi belajar-mengajar, mendorong dan memberikan
bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
c) Problem Centered Design
Desain kurikulum yang berpusat pada masalah-masalah yang dihadapi
masyarakat. Problem centered design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan
peranan manusia (man centered). Desain kurikulum ini berangkat dari asumsi bahwa
manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup bersama. Konsep ini menjadi
landasan dalam pendidikan dan pengembangan kurikulum, dan isi kurikulum berupa
masalah-masalah sosial yang dihadapi peserta didik sekarang dan akan datang,
sedangkan tujuan disusun berdasarkan kebutuhan, kepentingan dan kemampuan
peserta didik.

4. Komponen Kurikulum

14
Menurut Nurgiantoro (2004: 16), bahwa komponen-komponen kurikulum, yaitu:
a) Komponen tujuan
 Tujuan jangka panjang
 Tujuan jangka menengah
 Tujuan jangka dekat
b) Komponen isi/materi
c) Komponen Media (sarana dan prasarana)
d) Komponen Strategi
e) Komponen proses belajar mengajar.
f) Komponen Evaluasi

5. Upaya Guru dalam Mengembangkan Desain Kurikulum PAI


Kurikulum memiliki dua sisi yang sama pentingnya yakni kurikulum sebagai
dokumen dan kurikulum sebagai implementasinya. Sebagai sebuah dokumen
kurikulum berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan kurikulum sebagai
implementasi adalah realisasi dari pedoman tersebut dalam kegiatan pembelajaran.
Guru merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi kurikulum. Dengan
demikian peran guru dalam hal ini adalah sebagai posisi kunci dan dalam
pengembangannya guru lebih berperan banyak dalam tataran kelas.
Pertama, sebagai implementers guru berperan untuk mengaplikasikan kurikulum
yang sudah ada. Dalam melaksanakan perannya guru hanya menerima berbagai
kebijakan perumus kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum guru dianggap
sebagai tenaga teknis yang hanya bertanggungjawab dalam mengimplementasikan
berbagai ketentuan yang ada. Akibatnya kurikulum bersifat seragam antar daerah
yang satu dengan daerah yang lain. Oleh karena guru hanya sekedar pelaksana
kurikulum, maka tingkat kreatifitas dan inovasi guru dalam merekayasa
pembelajaran sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai
pembaharuan. Mengajar dianggapnya bukan sebagai pekerjaan profesional, tetapi
sebagai tugas rutin atau tugas keseharian.
Kedua, peran guru sebagai adapters, lebih dari hanya sebagai pelaksana
kurikulum, akan tetapi juga sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik dan
kebutuhan siswa juga kebutuhan daerah. Guru diberi kewenangan untuk
menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan

15
kebutuhan lokal. Hal ini sangat tepat dengan kebijakan KTSP di mana para
perancang kurikulum hanya menentukan standar isi sebagai standar minimal yang
harus dicapai, bagaimana implementasinya, kapan waktu pelaksanaannya, dan hal-
hal teknis lainnya seluruhnya ditentukan oleh guru. Dengan demikian peran guru
sebagai adapters lebih luas dibandingkan dengan peran guru sebagai implementers.
Ketiga, peran guru sebagai pengembang kurikulum, guru memiliki kewenangan
dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan
isi pelajaran yang disampaikan, akan tetapi juga dapat menentukan tujuan dan isi
pelajaran yang disampaikan, strategi apa yang harus dikembangkan serta bagaimana
mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang kurikulum sepenuhnya guru dapat
menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik, visi dan misi sekolah, serta sesuai
dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa.
Keempat, adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum (curriculum researcher).
Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki
tanggungjawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam melaksanakan
perannya sebagi peneliti, guru memiliki tanggungjawab untuk menguji berbagai
komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektifitas
program, menguji strategi dan model pembelajaran dan lain sebagainya termasuk
mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum.

4. HAKIKAT EVALUASI
Evaluasi berasal dari kata “to evaluate” yang berarti menilai. Disamping kata
evaluasi terdapat pula istilah measurement yang berarti mengukur. Pengukuran
dalam pendidikan adalah usaha untuk memahami kondisi-kondisi objektif tentang
sesuatu yang akan dinilai. Penilaian dalam pendidikan islam akan objektif apabila
disandarkan pada nilai-nilai Al-Quran dan Al-Hadits.

Suharsimi Arikunto mengajukan tiga istilah dalam pembahasan evaluasi


yaitu, pengukuran, penilaian dan evaluasi. Pengukuran (measurement) adalah
membandingkan sesuatu dengan suatu ukuran. Pengukuran ini bersifat kuantitatif.
Penilaian adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik

16
dan buruk penilaian ini bersifat kualitatif, sedangkan evaluasi mencakup pengukuran
dan penilaian.
Berdasarkan pengertian di atas menunujukan bahwa pengukuran dalam
pendidikan bersifat kongkrit, objektif serta didasarkan pada ukuran-ukuran umum
yang dapat dipahami. Misalnya pelaksanaan shalat. Shalat seseorang itu bisa diukur
dan juga dinilai. Pengukuran shalat didasrkan pada pelaksanaan syarat dan rukun-
rukunnya maka shalatnya dianggap sah apabila telah terpenuhi syarat dan rukunnya
yang menjadi patokan dan dasar dalam pengukuran tersebut.
Sedangkan penilaian shalat berkaitan dengan adab-adab dalam pelaksanaan
shalat seperti keikhlasan, kekhusuan, dan sebagainya. Penilaian biasanya lebih sulit
daripada pengukuran apabila dikaitkan dengan nilai-nilai keagamaan, dimana yang
berhak menilai sesuatu yang batiniah adalah wewenang Allah. Dalam Al-Quran dan
Al-Hadits banyak kita temui tolak ukur dalam pendidikan islam. Misalnya tolak ukur
shalat yang sempurna adalah dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan
mungkar.

A. Terma Al-Bala
Memiliki makna cobaan ujian. Misalnya dalam al-quran(QS: Al-Mulk 67:2)
        
   
2. yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

B. Terma Al-Imtihan
Definisi dan letak kata Al-Imtihan dalam al-Qur’an.
Terma kata “al-imtihan” ini dalam al-Qur`an terulang sebanyak 2 kali, yaitu dalam
Quran Surat al-Hujurat ayat 3 dan Quran Surat al-Mumtahanah ayat 10.
Seperti dalam (QS. Al-Hujurat:3)
        
         
3. Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka Itulah
orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. bagi mereka
ampunan dan pahala yang besar.

17
Jadi, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa bentuk ujian adalah model yang
dilakukan oleh Alloh ta’ala didalam mengevaluasi setiap hamba-Nya. hal itu di
contohkan oleh Alloh ta’ala kepada para shohabat rodhiallohu anhum, Alloh ingin
menguji mereka siapakah diantara mereka yang benar ke imanannya dan siapa
diantara mereka yang berbohong atas keimannya. Melihat tafsir ayat di atas, hal ini
menunjukan bahwa evaluasi dan ujian akan senantiasa ada dan sangat baik untuk
dilakukan untuk melihat pencapaian yang ingin diraih apakah sudah sesuai dengan
yang diinginkan ataukah telah keluar dari jalur yang ingin dicapai, karena evaluasi
adalah suatu bentuk pengukuran ketercapaian. Jadi keterkaitan ayat diatas adalah
kesamaan makna dari term evaluasi dan ujian, hal itu disebabkan karena evaluasi dan
ujian adalah dua term yang saling berkaitan didalam dunia pendidikan.

C. Terma Al-Fitnah
Terma Al-fitnah adalah istilah yang ada pada al-quran yang memiliki pengertian
menguji. Ayat yang menujukan bahwa kata al-fitnah memiliki arti menguji adalah
Quran Surat al-Ankabut ayat 2-3.
        
         
    
2. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami
telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?
3. dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka
Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia
mengetahui orang-orang yang dusta.
Ayat tersebut terdapat shigot ‫ َفَتَّن ا‬yang memiliki arti menguji. Sedangkan
kaitannya dengan evaluasi adalah sama halnya dengan kata al-Imtihan bahwa
evaluasi dan ujian (bentuk kerjanya menguji) adalah dua term yang saling berkaitan
didalam dunia pendidikan.

D. Terma Hisab
Al-Hisab
Memiliki makna mengira, menafsirkan menghitung, dan menganggap, misalnya
dalam Al-Quran (QS.Al-Baqoroh : 284) :

18
            
          
       
284. kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu
menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan
menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

19

Anda mungkin juga menyukai