Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia memang diciptakan Allah sebagai makhluk yang terbaik dari segi
penciptaannya. Manusia dianugerahi akal dan nafsu yang karenanya bisa
membawanya pada kebahagiaan termasuk juga pada kesengsaraan, baik di
dunia dan di akhirat. Namun dalam kesempurnaanya tersebut terselip juga
celah kelemahan dan kekurangan manusia yang harus dipelajari, diketahui,
dan diantisipasi. Tidak mampu memahami dan mengenali kelemahan diri
sendiri akan berakibat fatal yaitu akan menghantarkan pada kesengsaraan.
Berbicara mengenai kelemahan dan kelebihan manusia, hal ini telah dijelaskan
oleh Allah SWT pada kitab suci Al-Qur’an yang lebih mengarah pada sikap,
sifat dan perilaku manusia itu sendiri.
Mengenali diri sendiri itu tidak semudah mengenal orang lain. Oleh karena
itu, banyak orang menganggap bahwa orang lain selalu salah, kurang dan
tidak benar dan mengganggap dirinya yang paling benar. Padahal sebenarnya
diri kita sendiri sebagai manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Dijelaskan pada hadist nabi, “Man arafa nafsahu faqod arafa robbahu”.
Seseorang yang mampu mengenal dirinya secara benar, maka akan bisa
mengenal Tuhannya secara benar pula.
Dengan adanya pembahasan dalam makalah ini, kita sebagai generasi
muda Islam hendaknya lebih mengenal dan mengetahui siapa diri kita dan
bagaimana kita seharusnya, agar tidak tersesat dalam menjalani kehidupan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian manusia menurut Islam?
2. Apa kelebihan yang dimiliki manusia?
3. Apa tujuan diciptakannya manusia?
4. Apa fungsi dan tanggung jawab manusia dalam Islam?
5. Bagaimana kelemahan manusia dalam Pandangan Al-Qur’an?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian manusia menurut Islam
2. Untuk mengetahui kelebihan yang dimiliki manusia
3. Untuk mengetahui tujuan diciptakannya manusia
4. Untuk mengetahui fungsi dan tanggung jawab manusia dalam Islam
5. Untuk mengetahui kelemahan manusia dalam Pandangan Al-Qur’an.

1
BAB II
ISI PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Manusia


Secara bahasa, manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens”
(Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang mampu menguasai
makhluk lain. Secara istilah, manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah
fakta, gagasan, realitas, sebuah kelompok atau seorang individu.
2.1.1 Pengertian Manusia Menurut Islam
Dalam Al-Quran manusia ada beberapa istilah, antara lain Al-Insaan, An-
naas, Al-abd, bani adam, dan sebagainya. Al-Insaan berarti suka, senang,
jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. An-naas berarti manusia (jama’).
Al-abd berarti manusia sebagai hamba Allah. Bani adam berarti anak-anak
adam karena berasal dari keturunan nabi Adam. Di dalam Al-Quran dan As-
Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia dan
memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran dalam
menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
A. Manusia sebagai An-Naas
Kata an-naas dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 240 kali dalam
53 surat. Kata an-naas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai
makhluk hidup dan makhluk sosial, secara keseluruhan, tanpa melihat
status keimanan atau kekafirannya, atau suatu keterangan yang jelas
menunjuk kepada jenis keturunan nabi Adam. Kata an-naas dipakai al-
Qur’an untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang
mempunyai berbagai kegiatan (aktivitas) untuk mengembangkan
kehidupannya. Dalam menunjuk makna manusia, kata an-naas lebih
bersifat umum bila dibandingkan dengan kata al-Insan. Keumumannya
tersebut dapat di lihat dari penekanan makna yang dikandungnya.
B. Manusia sebagai Al-Insan
Adapun penamaan manusia dengan kata al-insan yang berasal dari
kata al-uns, dinyatakan dalam al-Qur’an sebanyak 73 kali dalam 43 surat.
Secara etimologi, al- insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut,
tampak, atau pelupa. Kata insan digunakan al-Qur’an untuk menunjukkan
kepada manusia dengan seluruh totalitas jiwa dan raga. Manusia berbeda
antara seseorang dengan yang lain, akibat perbedaan fisik, mental dan
kecerdasannya serta sebagai makhluk dinamis. Perpaduan antara aspek
fisik dan psikis telah membantu manusia untuk mengekspresikan dimensi
al-insan dan al-bayan, yaitu sebagai makhluk berbudaya yang mampu
berbicara, mengetahui baik dan buruk, dan lain sebagainya. Kata al- insan
juga digunakan dalam al-Qur’an untuk menunjukkan proses kejadian

2
manusia sesudah adam. Kejadiannya mengalami proses yang bertahap
secara dinamis dan sempurna didalam rahim dan mengandung pengertian
makhluk mukallaf (yang dibebani tanggung jawab) mengemban amanah,
makhluk yang mulia sebab memiliki ilmu.

2.2 Kelebihan Manusia dari Makhluk Lain


Sudah selayaknya kita sebagai manusia pandai-pandai bersyukur atas
segala karunia Allah S.W.T termasuk dalam penciptaan manusia dengan cara dan
sifat yang istimewa. Berikut beberapa kelebihan atau keistimewaan yang patut
untuk disyukuri.
a. Makhluk paling mulia dan utama
Manusia mendapa kedudukan tinggi daripada makhluk Allah yang
lain. Ia merupakan makhluk yang paling mulia dan utama karena manusia
dianugerahkan Allah dengan akal/pikiran yang paling maju dibanding
makhluk lain.
“Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak adam (manusia) dan
Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami melebihkan mereka
atas makhluk-makhluk yang Kami ciptakan, dengan kelebihan yang
menonjol.” (Q.S Al Isra : 70)
b. Makhluk yang paling cerdas
Keistimewaan yang satu ini dikarenakan Allah SWT
mengkaruniakan kita akal/otak. Otak tersebut mampu memproses banyak
sekali data yaang masuk kemudian mengubahnya menjadi suatu tindakan
positif, kreatif, komunikatif, bahkan negatif. Namun, sekali lagi anugrah
otak itu pula yang memberikan tanggung jawab kepada manusia agar
dapat membedakan antara yang baik dan buruk.
Malaikat tidak bisa menjawab pertanyaan Allah tentang Al-asma
(nama-nama ilmu pengetahuan) sedangkan Adam mampu karena memang
diberi ilmu oleh Allah SWT.
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman:
“Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang
golongan yang benar.” Mereka menjawab, “Maha Suci Engkau, tidak ada
yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami,
sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Allah berfirman, “Wahai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-
nama benda itu”. Maka setelah diberitahukannya nama-nama benda itu,
Allah berfirman, “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa
sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang
kamu sembunyikan”.” (Q.S Al Baqarah : 31-33)

3
c. Makhluk yang paling baik
Manusia memiliki keluhuran dan kemuliaan lebih baik dari
malaikat, lebih sempurna kejadian fisiknya maupun rohaninya.
“Sungguh Kami telah menciptakan manusia, dalam bentuk yang sebaik-
baiknya.” (Q.S At Tiin: 4).
d. Manusia mempunyai kemampuan untuk memahami kausalitas.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar dilaut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang diturunkan Allah dari langit berupa
air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering) nya dan
Dia sebarkan dibumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan
awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh terdapat tanda-
tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
(Al-Baqoroh: 164)
e. Diberikan kekuatan positif untuk mengubah corak kehidupan dunia ini
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S Ar
Rad: 11)
f. Diberikan akal pikiran serta panca indra
“Dia lah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati.” (Q.S Al Mulk: 23) [1]

Dengan demikian, makna manusia dalam al-Qur’an mencerminkan


karakteristik dan kesempurnaan penciptaan Allah terhadap manusia, bukan
saja sebagai makhluk biologis dan psikologis melainkan juga sebagai makhluk
religius, makhluk social dan makhluk bermoral serta makhluk cultural yang
kesemuanya mencerminkan kelebihan dan keistimewaan manusia daripada
makhluk-makhluk lainnya. Oleh karena itu, manusia harus menggunakan
keistimewaan/ anugerah yang telah diberikan Allah ini dengan penuh rasa
tanggung jawab dan bijaksana. Karena bersyukur bukan hanya oleh kata.
Namun, juga tindakan yang nyata. Dan semoga kita termasuk golongan
manusia yang mulia. Aamiin.

[1] Shihab, M. Quraish. 2007. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan Media Utama

4
2.3 Tujuan Diciptakan Manusia
Sebagian ayat Al-Qur'an mengungkapkan rahasia penciptaan secara lebih
detil dan terperinci, antara lain:
a. Ilmu dan makrifat.
Allah s.w t berfirman:
”Allah-lah yang telah menciptakan tujuh langit dan bumi seperti itu pula,
perintah Allah berlaku padanya supaya kalian ketahui bahwa Allah itu
Maha kuasa atas tiap-tiap sesuatu. Dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya
meliputi segala sesuatu” (QS. Ath-Thalaq [65]: 12).
Ayat ini menyebutkan kesadaran manusia akan ilmu dan kekuasaan
Tuhan yang tidak terbatas (yakni, makrifat tentang Tuhan yang akan
membentuk dimensi ilmu kesempurnaan manusia) sebagai tujuan dari
penciptaan.

b. Ujian.
Allah s.w.t berfirman:
“Yang menciptakan kematian dan kehidupan supaya Dia menguji kalian
siapakah yang lebih di antara kalian amalnya? Dan Dia Maha Perkasa
Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk [67]: 2).
Maksud dari ujian Tuhan bukanlah penyingkapan rahasia-rahasia
yang tersembunyi, melainkan adalah menyediakan sarana dan prasarana
untuk mengembangkan potensi serta mengantarkannya kepada realitas.
Hal itu karena manusia adalah makhluk yang berikhtiar dan
kesempurnaannya bersifat pilihan intensional. Tuhan menguji manusia
dengan menyediakan semua syarat dan prasyarat untuk memilih jalan yang
baik atau buruk baginya, agar dengan itu potensi-potensi dirinya terealisasi
dan dia dapat memilih jalan yang benar.
c. Ibadah.
Allah s.w.t berfirman:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56).
Ibadah mempunyai dampak-dampak yang positif bagi kehidupan
manusia, baik di alam sini maupun sana. Hikmah-hikmah ibadah antara
lain adalah: tuntutan fitrah, Jalan menuju penyingkapan diri dan
kebebasannya dari kehampaan, terbang ke angkasa metafisik dan
meninggalkan sangkar fisik, mencapai keyakinan, kemenangan ruh atas
badan, kesehatan dan ketenangan jiwa, kekuasaan atas diri dan potensi-
potensinya, pendekatan diri kepadaTuhan, basis etika, keimanan, undang-
undang dan sosial, pembinaan naluri cinta kebaikan, pembangunan,
pendidikan, dan lain sebagainya.

5
d. Rahmat Ilah
Allah s.w.t berfirman:
“Dan jika Tuhanmu menghendaki, niscaya Dia menjadikan manusia satu
umat, tetapi mereka senantiasa berselisih. Kecuali orang-orang yang
memperoleh rahmat dari Tuhanmu dan untuk itulah Allah menciptakan
mereka.” (QS. Hud [11]: 118 – 119).
Jika diteliti lebih dalam, tujuan-tujuan itu tidak saling
bertentangan, sebagian darinya merupakan tujuan pengantar bagi tujuan
yang selanjutnya, yakni ada tujuan awal, tujuan menengah, dan tujuan
akhir. Karena itu, berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an tersebut, tujuan
diciptakannya manusia adalah pengejawantahan rahmat Ilahi dan
penetapan manusia di arah kesempurnaan dan kebahagiaan yang abadi.
Dan hal itu hanya bias dicapai melalui pilihan intensional dia sendiri
terhadap jalan yang terbaik dan menempuh cara ibadah kepada-Nya.

2.4 Fungsi, Peran, dan Tanggung Jawab Manusia Menurut Islam


Manusia sebagai salah satu makhluk hidup di Bumi ini mempunyai
berbagai fungsi, peran dan tanggung jawab, dan Islam sebagai agama dengan
jumlah pemeluknya terbesar dibanding agama-agama yang lain, sudah tentu
mempunyai pandangan tersendiri akan fungsi, peran dan tanggung jawab
manusia di Bumi.
2.4.1 Peran Manusia Menurut Islam
Berpedoman pada Q.S Al Baqarah : 30-36, maka peran yang dilakukan
adalah sebagai pelaku ajaran Allah dan sekaligus pelopor dalam
membudayakan ajaran Allah. Untuk menjadi pelaku ajaran allah, apalagi
menjadi pelopor pembudayaan ajaran Allah, seseorang dituntut memulai dari
diri sendiri dan keluarganya, baru setelah itu kepada orang lain.
Peran yang hendaknya dilakukan oleh manusia sebagaimana yang telah
ditetapkan Allah, diantaranya adalah :
1. Belajar
(Q.S An Naml : 15-16)
(Q.S Al Mukmin : 54)
2. Mengajarkan ilmu
(Q.S Al Baqarah : 31-39)
3. Membudayakan ilmu
(Q.S Al Mukmin : 35)

6
2.4.2 Tanggung Jawab Manusia Menurut Islam
Manusia diserahi tugas hidup yang merupakan amanat Allah dan harus
dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia
di muka bumi adalah tugas kekhalifahan. Setiap manusia menurut pandangan
Islam adalah pemimpin, sesuai dengan tingkatan dan kemampuan masing-
masing. Minimal sebagai pemimpin untuk dirinya sendiri. dan setiap
pemimpin bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya, baik lahir
maupun batin, di dunia maupun di akhirat.
“Dan Dia-lah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi
dan Dia mengangkat derajat sebagian kamu di atas yang lain, untuk
mengujimu atas karunia yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya
Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh Dia Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S Al An’am: 165)
Khalifah berarti wakil atau pengganti yang memegang mandat Allah untuk
mewujudkan kemakmuran di muka bumi. Sebagai khalifah, manusia diberi
wewenang berupa kebebasan memilih dan menentukan, sehingga
kebebasannya melahirkan kreatifitas yang dinamis. Kebebasan manusia
sebagai khalifah bertumpu pada landasan tauhidullah, sehingga kebebasan
yang dimiliki tidak menjadikan manusia bertindak sewenang-wenang.
Kekuasaan manusia sebagai wakil Allah dibatasi oleh aturan-aturan dan
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh yang diwakilinya, yaitu
hukum-hukum Allah yan tertulis dalam Al Quran dan Al Hadist, maupun yang
tersirat dalam kandungan alam semesta (Al-Kaun). Seorang wakil yang
melanggar batas ketentuan yang diwakili adalah wakil yang mengingkari
kedudukan dan peranannya, serta mengkhianati kepercayaan yang
diwakilinya. Oleh karena itu, ia diminta pertanggungjawaban terhadap
penggunaan kewenangannya di hadapan yang diwakilinya, sebagaimana
firman Allah:
“Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah dimuka bumi. Barang
siapa yang kafir, maka (akibat) kekhafiran orang-orang kafir itu tidak lain
hanyalah akan menambah kemurkaan pada sisi Tuhannya dan kekafiran
orang-orang yang kafir itu tidak lain hanyalah akan menambah kerugian
mereka belaka.” (Q.S Faathir : 39)
Didalam Al Qur’an sudah begitu lengkap semua hal mengenai fungsi,
peran dan tanggung jawab manusia. Oleh karena itu, kita wajib membaca dan
memahami Al Quran agar dapat memahami apa fungsi dan tanggung jawab
manusia sehingga dapat menjalani kehidupan ini sesuai dengan aturan yang
ditetapkan Allah.

7
2.5 Kelemahan Dalam Diri Manusia
Seseorang yang beriman sekali pun tentu mempunyai kesalahan dan
memiliki sifat buruk yang terkadang sukar dihilangkan. Tiada seorang
Mukmin pun yang murni atau sempurna. Sebagai contoh, Nabi Muhammad
Saw pernah bersabda kepada Abu Dzarr ra, beliau bersabda, “Engkau seorang
yang masih ada padamu sifat jahiliyah.” Dalam siroh para sahabat Nabi,
sahabat Abu Dzar adalah seorang sahabat utama, termasuk dari orang-orang
pertama yang beriman dan berjihad, namun ternyata masih ada
kekurangannya. Kelemahan Abu Dzarr adalah terlalu zuhud sehingga selalu
merasa diri sempurna karenanya dia reaktif terhadap sahabat Bilal.
Namun kelemahan ini langsung dikoreksi Nabi Muhammad
Saw. “Wahai Abu Dzar, kamu pergi mengajarkan ayat dari Kitabullah lebih
baik bagimu daripada shalat (sunnah) seratus rakaat, dan pergi mengajarkan
satu bab ilmu pengetahuan baik dilaksanakan atau tidak, itu lebih baik
daripada shalat seribu rakaat.” (HR. Ibnu Majah). [2]
Adapun ayat-ayat yang menjelaskan tentang kelemahan manusia akan
dijelaskan sebagai berikut
1. QS. Al-Ma’arij:ayat 19-26
Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh, dan apabila ia
mendapat kebaikan ia Amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan
shalat, yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,   dan orang-orang yang
dalam hartanya tersedia bagian tertentu,bagi orang (miskin) yang meminta
dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta), dan
orang-orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang-orang yang
takut terhadap azab Tuhannya. dan orang-orang yang takut terhadap azab
Tuhannya.
Maksudnya: orang yang menyimpan hartanya dan tidak mau
mengeluarkan zakat dan tidak pula menafkahkannya ke jalan yang benar.
Tafsir dan Penjelasan:
”Sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan keluh kesah”.
Maksud dari  kata “Halu’a”  (Keluh Kesah) yaitu, menurut Ibnu Kisan
menafsirkan ayat ini dengan ; “Allah menciptakan manusia dengan sifat selalu
menyukai perkara-perkara yang menyenangkan, dan selalau tidak menyukai
perkara-perkara yang tidak menyenangkan. Tidak mau memberikan sesuatu
yang disenanginya dan tidak sabar atas sesuatu yang dibencinya.”

[2] Dr. H. Abuddin Nata, MA. 2008. Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada

8
”Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, Yang mereka itu tetap
mengerjakan shalatnya”. Artinya, bahwa orang-orang yang tetap mengerjakan
sholat tidak termasuk manusia yang menolak kebaikan dengan tidak
mensyukurinya dan menyesali kejelekan dengan tidak sanggup bersikap sabar
menghadapinya. Orang yang selalu mendirikan sholat memiliki hubungan dan
ketergantungan vertikal yang sangat kuat kepada Allah SWT. dan akan selalu
memposisikan kebaikan dan keburukan yang menimpanya sebagai batu ujian
keimanan, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Anbiyaa ayat 35
”Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati. kami akan menguji
kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-
benarnya). dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.”
Shalat yang akan menetralisir manusia sebagai mahluk yang berkeluh
kesah adalah sholat yang dilakukan secara terus menerus. Dalam bahasa Arab,
berarti mengerjakan sesuatau secara terus menerus dan tidak pernah berhenti.
Orang yang setia melaksanakan shalat dan berusaha menerapkan nilai-nilainya
dalam kehidupan sehari-hari adalah orang yang tidak akan berkeluh kesah
menghadapi sesulit apapun kehidupan ini.
Kelompok orang yang tidak akan mengalami keluh kesah, yaitu
1. orang-orang yang memberikan sebagian hak kekayaannya kepada
fakir miskin
2. orang-orang yang membenarkan akan datangnya hari pembalasan,
3. orang-orang yang merasa takut akan siksaaan Allah,
4. orang-orang yang memelihara kemaluannya selain kepada istri-
istrinya,
5. orang-orang yang memelihara amanat,
6. orang-orang yang selalu memberikan kesaksian yang benar. [3]

2. QS. Al-Rum: ayat 54.


“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari Keadaan lemah, kemudian
Dia menjadikan (kamu) sesudah Keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian
Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui
lagi Maha Kuasa” (QS.Al-Rum:54)

[3] Kholil, Moenawar. 1985. Al-Qur’an Dari Masa ke Masa. Solo; C.V Ramadhani.

9
Tafsir / Penjelasan :
Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna dan
melengkapinya dengan sifat yang unggul. Keunggulannya dibandingkan
seluruh makhluk sebagaimana ditunjukkan oleh kemampuan intelektualnya
yang khas dalam berpikir dan memahami, dan kesiapannya untuk belajar dan
mengembangkan budaya tidak perlu dipertanyakan lagi. Pernahkah kita
berpikir, mengapa meski memiliki seluruh sifat yang unggul ini manusia
memiliki tubuh yang sangat rentan, yang selalu lemah terhadap ancaman dari
luar dan dalam? Mengapa begitu mudah terserang mikroba atau bakteri, yang
begitu kecil bahkan tidak tertangkap oleh mata telanjang? Mengapa ia harus
menghabiskan waktu tertentu setiap harinya untuk menjaga dirinya bersih?
Mengapa ia membutuhkan perawatan tubuh setiap hari? Dan mengapa ia
bertambah usia sepanjang waktu?
Manusia bukan makhluk super, walaupun manusia makhluk yang
diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna, tetapi manusia adalah
makhluk yang paling lemah diantara makhluk-makhluk lainnya. Dengan
makhluk yang tidak bernyawa seperti angin,air,tanah dan api pun manusia
tidak bisa melawannya. Angin jika telah menjadi angin puting beliung akan
mengancam jiwa manusia. Air jika menjadi air bah dan tsunami akan
melenyapkan peradaban manusia. Tanah jika bergunjang dan longsor akan
mengubur manusia. dan api jika telah berkobar membara akan
menghanguskan manusia. Tak ada yang patut disombongkan pada diri
manusia. La haula wala quwata illah Billah. Tiada daya dan upaya melainkan
dari Allah.
3. QS. AL-Ahzab: 72.
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi
dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh
manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh. Sehingga
Allah mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-
orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima
taubat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan Allah
Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS. Al-Ahzab: 72-73)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah telah melakukan komunikasi dengan
menawarkan al-Amanat kepada langit, bumi dan gunung sebelum kemudian
diterima oleh manusia.

10
Setiap alam semesta selain manusia, berjalan dengan hukum alamnya
secara terpaksa dan penuh kepatuhan, tanpa harus menanggung resiko dari apa
yang telah diperbuatnya. Hanya manusialah yang bertanggung jawab atas
perbuatannya sendiri, yang menghasilkan pahala atau siksa. Tak seorang pun
yang menanggung akibat perbuatan orang lain. Dan tidak satupun perbuatan
yang tanpa balasan. In khairan fa khairan wa in syarran fa syarrun. [4]

4. QS. Al-Nisa’:28-29.:
“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan
bersifat lemah. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu dan
janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”

Tafsir / Penjelasan :
Manusia menganggap semua kebutuhan ini adalah fenomena alami.
Namun, sebagai manusia, keperluan perawatan tersebut memiliki tujuan
tersendiri. Setiap detail kebutuhan manusia diciptakan secara khusus.
Kebutuhan manusia yang tanpa batas diciptakan dengan sengaja, agar ia
mengerti bahwa dirinya adalah hamba Allah dan bahwa dunia ini adalah
tempat tinggalnya yang sementara.
Manusia tidak memiliki kekuasaan apa pun terhadap tanggal dan tempat
kelahirannya. Sebagaimana halnya, ia tidak pernah mengetahui di mana atau
bagaimana ia akan meninggal. Lebih lanjut lagi, seluruh usahanya untuk
membatasi faktor-faktor yang berpengaruh negatif bagi hidupnya adalah sia-
sia dan tanpa harapan.
Manusia memang memiliki sifat rentan yang membutuhkan banyak
perawatan untuk tetap bertahan. Ia pada hakikatnya tidak terlindungi dan
lemah terhadap kecelakaan tiba-tiba dan tak terduga yang terjadi di dunia.
Sama halnya, ia tidak terlindungi dari risiko kesehatan yang tidak dapat
diperkirakan, tak peduli apakah ia penghuni peradaban yang tinggi atau
pedesaan di gunung yang terpencil dan belum maju. Sepertinya setiap saat
manusia dapat mengalami penyakit yang tak tersembuhkan atau mematikan.

[4] Anwar, Rosihon. 2006. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia

11
5. Mudah terjerumus ke dalam godaan hawa nafsu/setan
Seperti yang digambarkan ketika Adam dan Hawa tergoda oleh
hawa nafsu da godaan setan, sehingga mereka memakan buah khuldi dan
melupakan peringatan Allah untuk tidak mendekati pohon yang terlarang.
“Kemudian setan membisikan (pikiran jahat) kepadanya, dengan
berkata, “Wahai Adam, maukah aku tunjukan kepadamu pohon
keabadian(khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa?”, Lalu keduanya
memakannya, lalu tampaklah oleh keduanya aurat mereka dan mulailah
keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan telah
durhakalah Adam kepada Tuhannya, dan sesaatlah dia.”
(Q.S Thahaa : 120-121)

6. Sifat manusia yang sukamenganiaya dan mengingkari nikmat


“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala
apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikhmat
Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia
itu sangat dzalim dan mengingkari (nikmat Allah)” (Q.S Ibrahim: 34)

7. Suka membantah perintah dan larangan Allah Swt.


“Dan Sesungguhnya Kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam
Al-Qur’an ini bermacam-macam perumpamaan. Dan manusia adalah
makhluk yang paling banyak membantah” (Q.S Al Kahfi: 54)

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manusia adalah makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai
potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan
di dunia dan akhirat. Kita sebagai manusia pandai-pandai bersyukur atas
segala karunia Allah S.W.T termasuk dalam penciptaan manusia dengan
cara dan sifat yang istimewa. Manusia sebagai An-Naas dan Al-Insan
diciptakan agar senantiasa mencari ilmu, makrifat, dan menjalankan
ibadah agar memperoleh Rahmat-Nya. Manusia diserahi tugas hidup yakni
tugas kekhalifahan. Manusia sebagai pemimpin untuk dirinya sendiri, dan
setiap pemimpin bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya, baik
lahir maupun batin, di dunia maupun di akhirat. Namun diantara itu, kita
mempunyai kesalahan dan memiliki sifat buruk yang terkadang sukar
dihilangkan.

3.2 Saran
Dengan segala yang telah melekat pada manusia, mulai dari proses
penciptaan sampai dengan keistimewan/ kelebihan yang dimiliki olehnya,
juga kelemahan dan sifat buruk yang ada pada diri kita masing-masing,
hendaknya kita lebih bisa mengetahui apa sebenarnya tujuan dari hidup,
untuk apa dan siapa kita hidup. Kita harus senantiasa berusaha menahan
hawa nafsu dan godaan setan agar tidak terjerumus ke dalam hal yang
tidak baik. Hingga dapat mencapai titik kemuliaan yang sesungguhnya di
sisi Tuhan Yang Maha Kuasa.

13

Anda mungkin juga menyukai