Jakarta, Badan Pengawas Pemilihan Umum – Tahapan Kampanye Pemilihan 2020 telah berjalan
10 hari. Data pengawasan Bawaslu menunjukkan, kampanye tatap muka dengan pertemuan
terbatas masih menjadi metode yang paling diminati peserta Pemilihan. Bawaslu menemukan,
dugaan pelanggaran paling banyak adalah pelanggaran protokol kesehatan.
Berdasarkan data dari 270 daerah yang melaksanakan pemilihan, Bawaslu mendapati kampanye
tatap muka masih diselenggarakan di 256 kabupaten/kota (95 persen). Hanya 14 kabupaten/kota
(5 persen) yang tidak terdapat kampanye tatap muka pada 10 hari pertama tahapan Kampanye.
14
256
Daerah Menyelenggarakan Kampanye Tatap Muka Daerah Tanpa Kampanye Tatap Muka
Di 256 kabupaten/kota tersebut, terdapat 9.189 kegiatan kampanye dengan metode tatap muka
(pertemuan terbatas). Dalam pengawasannya terhadap ribuan kampanye itu, Bawaslu menemukan
237 dugaan pelanggaran protokol kesehatan di 59 kabupaten/kota. Atas pelanggaran tersebut,
dilakukan tindakan pembubaran terhadap sebanyak 48 kegiatan. Selain itu, Bawaslu juga
melayangkan sebanyak 70 surat peringatan tertulis.
Bawaslu juga memetakan peningkatan pasien positif terinfeksi Covid-19 di daerah-daerah yang
masih terdapat kampanye tatap muka. Meski ada penambahan jumlah pasien di daerah yang
terdapat kampanye tatap muka, di beberapa daerah lain, terjadi pengurangan jumlah pasien. Hal
tersebut seperti yang tampak di table berikut:
Sebaliknya, metode kampanye yang paling didorong untuk dilakukan di masa pandemi, yaitu
kampanye dalam jaringan (daring) justru paling sedikit dilakukan. Kampanye daring, yaitu dengan
pembuata laman resmi pasangan calon, menyebarkan konten di akun resmi media sosial,
konferensi (pertemuan) virtual, dan penayangan siaran langsung kegiatan kampanye hanya
ditemukan dilakukan di 37 kabupaten/kota dari 270 daerah (14 persen). Sisanya, 233
kabupaten/kota (86 persen) tidak didapati terlaksana kampanye dengan metode daring.
Analisis Bawaslu, kampanye dalam jaringan masih minim diselenggarakan karena beberapa
kendala. Di antara kendala itu adalah jaringan internet di daerah yang kurang mendukung,
keterbatasan kuota peserta dan penyelenggara kampanye, keterbatasan kemampuan penggunaan
gawai peserta dan penyelenggara kampanye, keterbatasan fitur dalam gawai, dan kurang diminati
sehingga diikuti poleh sedikit peserta kampanye.
Kampanye Daring
37
233
Metode kampanye lainnnya adalah pemasangan alat peraga kampanye (APK). Metode ini
dilakukan di 178 kabupaten/kota (66 persen). Sedangkan di 92 kabupaten/kota (34 persen),
Bawaslu tidak menemukan alat peraga kampanye pada 10 hari pertama tahapan Kampanye.
Adapun, APK yang Bawaslu temukan adalah 167 unit baliho, 159 unit spanduk, dan 50 unit
umbul-umbul. Bawaslu menganalisis, baliho dan spanduk paling banyak dipasang karena
merupakan APK yang paling kecil berpotensi dirusak.
Dalam metode penyebaran bahan kampanye, Bawaslu mendapati, metode tersebut dilaksanakan
di 169 kabupaten/kota (63 persen) dan di 101 kabupaten/kota (37 persen) belum didapati
penyebaran bahan kampanye.
Bahan kampanye yang paling banyak adalah masker (di 159 kabupaten/kota), stiker (di 121
kabupaten/kota), pakaian (di 49 kabupaten/kota), penyanitasi tangan/hand sanitizer (di 21
kabupaten/kota), penutup kepala (di 19 kabupaten/kota), alat makan/minum (di 10
kabupaten/kota), sarung tangan (di 5 kabupaten/kota), dan perisai wajah/face shield (di 5
kabupaten/kota).
Berdasarkan amatan Bawaslu, masker paling banyak digunakan sebagai bahan kampanye karena
beririsan dengan metode kampanye pertemuan terbatas yang juga paling banyak diselenggarakan.
Selain itu, pada penyebaran stiker juga berpotensi terjadinya pelanggaran protokol kesehatan. Hal
itu karena pemberian bahan kampanye itu memungkinkan orang bertemu antarmuka dan
bersentuhan tangan.
200 178
169
150
101
92
100
50 37
14
0
Pertemuan Terbatas Pemasangan APK Penyebaran Bahan Kampanye Daring
(Tatap Muka) Kampanye
Jumlah Daerah Ditemukan Metode Kampanye Jumlah Daerah Tidak Ditemukan Metode Kampanye
Selain soal protokol kesehatan, Bawaslu juga menemukan beberapa dugaan pelanggaran lain, yaitu
17 kasus dugaan pelanggaran di media sosial; 8 kasus dugaan politik uang, dan 9 kasus dugaan
penyalahgunaan fasilitas pemerintah.
Adapun dugaan pelanggaran di media sosial berbentuk di antaranya, ASN dan/atau kepala desa
ikut berkampanye, kampanye di akun media sosial yang tidak didaftarkan di KPU, penyebaran
konten hoaks, dan konten berbayar (sponsor).
Tehadap dugaan pelanggaran tersebut, Bawaslu telah menindaklanjutinya sesuai dengan prosedur
terhadap bentuk pelanggaran. Di antaranya adalah, penyampaian surat peringatan, pembubaran
kegiatan kampanye dengan melibatkan kepolisian dan Satpol PP serta menyampaikan ke
kepolisian jika ada dugaan tindak pidana.