Anda di halaman 1dari 13

FITRAH MANUSIA DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN

Makalah kelompok
MATA KULIAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Dosen Pengampu: 1. Muh. Muttaqin, Drs., M.Pd
2. Wildatus Sholihah, S.Pd., M.Si.P

Disusun oleh:
KELOMPOK 4
Anggota :
1. Fathah Aviatul. K 1212050058
2. Fitri Winarti 1212050062
3. Hami Ahqafi 1212050068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
A. Fitrah Manusia Dan Implikasinya Dalam Pendidikan

Manusia merupakan makhluk yang sangat istimewa. karena manusia dikaruniai akal
sebagai keistimewaannya dibandingkan dengan dengan makhluk-makhluk yang lain.
Manusia merupakan makhluk yang mulia dari semua makhluk yang ada di alam bumi
ini. Allah yang memberikan manusia dengan berbagai keutamaan dengan ciri khas yang
membedakan makhluk satu dengan makhluk yang lainnya. Dalam pandangan Islam
menyatakan bahwa kemampuan dasar dan keunggulan manusia dapat dibandingkan
dengan makhluk lainnya disebut dengan fitrah.

Kata “fitrah” berasal dari kata kerja (fi’il) fathara yang berarti “menjadikan”. Secara
etimologis fitrah berarti : kejadian, sifat semula jadi, potensi dasar, kesucian. Didalam
kamus munjid ditemukan bahwa fitrah mempunyai arti yaitu sifat yang menyifati segala
yang ada pada saat selesai di ciptakan. (Ramayulis, 1994) Prof. Dr. Abdul Mujib
mengutip dari imam al-qurtubi mengartikan fitrah jika dikorelasikan dengan kalimat
lain, mempunyai banyak makna; (1). fitrah dapat berarti suci (al-thuhr). (2). Fitrah
berarti potensi ber-islam (al-din Al-islamiy), ini bermakna bahwa fitrah berarti
beragama islam. (3). Fitrah mengakui keesaan Allah (Tawhid Allah). (4). Fitrah berarti
kondisi selamat(al-salamah) dan kontinuitas (istiqomah). (5). Fitrah berarti perasaan
yang tulus (al-Iklas), manusia dilahirkan membawa potensi baik. (6). Fitrah berati
kesanggupan menerima kebenaran. (7). Fitarh berarti potensi dasar manusia atau
prasaan untuk beribadah. (Mudzakkir, 2010) Hasan Langgulung menambahkan bahwa,
makna fitrah berarti; (8) Fitrah berarti ketetapan atau taqdir asal manusia mengenai
kebahagian (al-sa’adat) atau kesensaraan (al-syaqawat) hidup. (9). Fitrah berarti tabiat
atau watak asli manusia. (10). Fitrah berarti sifat-sifat Allah, yang ditiupkan kepada
manusia sebelum lahir.

1. Fitrah Dalam Perspektif Al-Qur’an


Manusia diciptakan Allah dalam strukur yang paling baik di antara makhluk Allah
yang lain. Struktur manusia terdiri atas unsur jasmaniah (fisiologis) dan rohaniah
(psikologis). Dalam kedua struktur itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan
dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam ilmu psikologi disebut
potensialitas dan disposisi, yang menurut aliran psikologi Behaviorisme disebut

2
propetence reflexes atau kemampuan dasar yang secara otomatis dapat berkembang (M.
Arifin, 2006:42).
Makna, arti, atau pengertian Fitrah (Fitri) dapat ditinjau dari segi bahasa dan istilah.
Secara bahasa, Fitrah berasal dari akar kata f-t-r (fa-tho-ro) dalam bahasa Arab (
‫ )فطرة‬yang berarti “membuka” atau “menguak”, juga berarti perangai, tabiat, kejadian,
asli, agama, ciptaan. Fitrah juga mempunyai makna “asal kejadian”, “keadaan yang
suci”, dan “kembali ke asal”. Maka, Idul Fitri sering dimaknai sebagai "kembali ke
keadaan suci tanpa dosa". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata fitrah
diartikan dengan sifat asli, bakat, pembawaan perasaan keagamaan.
Fitrah manusia secara religius adalah beriman Islam. Tegasnya, fitrah atau keadaan
jiwa (ruh) asli umat manusia adalah mengakui ketuhanan Allah Swt (dijelaskan dalam
QS. Al-A'raf:172), meyakini syariat Islam, dan siap serta mampu mengamalkannya.
Hanya hawa nafsu dan ketidaktahuan (jahil) yang membuat seseorang tidak beriman
Islam atau merasa berat mengamalkan syariat Islam.
Dalam pandangan para mufasir, kata fitrah dalam al-Qur'an terdapat pada 19 ayat.
Namun dari sekian banyak ayat al-Qur'an, hanya surat al-Rûm ayat 30 lah yang secara
sarih menyebutkan kata fitrah, sebagai berikut :

‫َف َأِقْم َو ْج َه َك ِل لِّد ي ِن َح ِن ي ًف اۚ ِف ْط َر َت ال َّل ِه ا َّل ِت ي َفَط َر ال َّن ا َس َع َل ْي َه اۚ اَل َتْب ِد ي َل ِل َخ ْل ِق ال َّل ِه ۚ َٰذ ِل َك الِّد يُن ا ْل َق ِّي ُم‬
‫َو َٰل ِك َّن َأ ْك َث َر ال َّن ا ِس اَل َي ْع َل ُم وَن‬

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada
fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
(QS Ar-Ruum : 30 )

Kemudian menurut Imam Bukhari, fitrah manusia itu tidak lain adalah Islam,
sebagaimana sabda Rasulullah Saw :

‫ َفَأَبَو اُه ُيَهِّو َداِنِه َأْو ُيَم ِّج َس اِنِه َأْو ُيَنِّص َر اِنِه‬،‫ُك ُّل َم ْو ُلْو ٍد ُيْو َلُد َع َلى اْلِفْطَر ِة‬

"Tidak ada seorang pun yang dilahirkan, kecuali ia terlahir dalam keadaan fitrah.
Maka orangtuanyalah yang membuatnya jadi seorang Yahudi, Nashrani, atau
Majusi" (HR. Bukhari).

3
Bila diinterpretasikan lebih lanjut dari istilah fitrah sebagaimana disebutkan dalam
ayat dan hadis di atas, dapat diambil pengertian secara etimologis sebagai berikut:

a. Fitrah yang disebutkan dalam ayat di atas mengandung implikasi kependidikan


yang berkonotasi kepada paham nativisme. Oleh karena kata fitrah mengandung
makna kejadian yang didalamnya berisi potensi dasar beragama yang benar dan
lurus (al-dîn al-qayyim) yaitu Islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh
siapapun atau lingkungan apapun, karena fitrah itu merupakan ciptaan Allah
yang tidak akan mengalami perubahan baik isi maupun bentuknya dalam tiap
pribadi manusia.
b. Dalil-dalil lainnya yang dapat diinterpretasikan untuk mengartikan fitrah yang
mengandung kecenderungan yang netral ialah antara lain firman Allah dalam
QS. Al-Nahl: 78 sebagai berikut:
ۙ‫َأ ْخ َر َج ُك ْم ِم ْن ُب ُط و ِن ُأ َّم َه ا ِت ُك ْم اَل َتْع َل ُم وَن َش ْي ًئ ا َو َج َع َل َلُك ُم الَّس ْم َع َو ا َأْل ْب َص ا َر َو ا َأْلْف ِئ َد َة‬ ‫َو ال َّل ُه‬
‫َت ْش ُك ُر وَن‬ ‫َل َع َّل ُك ْم‬

Terjemahnya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam


keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”(QS An-Nahl : 78)
Dalam QS. Al- Alaq: 3-4 Allah menyatakan sebagai berikut:
‫ا ْق َر ْأ َو َر ُّبَك ا َأْل ْك َر ُم ا َّلِذ ي َع َّل َم ِب ا ْل َقَل ِم‬
Terjemahnya: “Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,Yang mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam.” (QS. Al- Alaq: 3-4)
Ayat tersebut juga menunjukkan bahwa manusia tanpa melalui upaya
belajar, niscaya tidak akan dapat mengetahui segala sesuatu yang ia butuhkan
bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan di akhirat. Pengetahuan manusia akan
berkembang jika diperoleh melalui proses belajar mengajar yang diawali dengan
kemampuan menulis dan membaca dalam arti luas. Tidak hanya dengan
membaca tulisan, melainkan juga membaca segala yang tersirat di dalam ciptaan
Allah. Fitrah dalam hadis yang disebutkan sebelumnya diartikan sebagai faktor
pembawaan sejak manusia lahir yang bisa dipengaruhi oleh lingkungan, bahkan
ia tak akan dapat berkembang sama sekali tanpa adanya pengaruh lingkungan.
Sedangkan lingkungan itu sendiri dapat diubah bila tidak favourable (tidak

4
menenangkan karena tidak sesuai dengan cita-cita manusia). Dari interpretasi
tentang fitrah di atas, meskipun fitrah dapat dipengaruhi oleh lingkungan, namun
kondisi fitrah tersebut tidaklah netral terhadap pengaruh dari luar. Potensi yang
terkandung di dalamnya secara dinamis mengadakan reaksi atau respon
(jawaban) terhadap pengaruh tersebut. Dengan kata lain bahwa dalam proses
perkembangannya, terjadi interaksi (saling mempengaruhi) antara fitrah dan
lingkungan sekitar, sampai akhir hayat manusia.
c. Konsep al-Qur‘an yang menunjukkan tiap manusia diberi kecerdasan
nafsu untuk menjadikannya kafir bagi yang ingkar terhadap Tuhannya dan
kecenderungan untuk membawa sikap bertakwa, mentaati perintah-Nya,
sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Syams: 7-10 :
١٠ ‫ َو َقْد َخ اَب َم ن َد َّسٰى َها‬٩ ‫ َقْد َأْفَلَح َم ن َز َّك ٰى َها‬٨ ‫ َفَأْلَهَم َها ُفُجوَر َها َو َتْقَو ٰى َها‬٧ ‫َو َنْفٍۢس َو َم ا َسَّو ٰى َها‬
Terjemahnya: “Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah
mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya,.
sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya.” (QS. Al-Syams: 7-10)
Firman tersebut dapat dijadikan sumber pandangan bahwa usaha
mempengaruhi jiwa manusia melalui pendidikan dapat berperan positif untuk
mengarahkan perkembangan seseorang kepada jalan kebenaran, yaitu Islam.
Tanpa melalui usaha pendidikan, manusia akan terjerumus ke jalan yang salah
atau sesat. Firman Allah berikut ini menunjukkan bahwa manusia diberi
kebebasan untuk memilih antara dua jalan, yang benar atau yang sesat. Jalan
yang benar terbentang jelas dan begitupun sebaliknya. Dalam QS. Al-Balad: 10
dinyatakan:
‫َو َهَد ْيَنا ُه ال َّن ْج َد ْي ِن‬
Terjemahnya: “ Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (jalan yang
benar dan jalan yang sesat).” (QS. Al-Balad: 10)
Atas dasar ayat tersebut, dapat dipahami bahwa manusia telah diberi
kemampuan untuk memilih jalan yang benar dari yang salah. Kemampuan
memilih tersebut mendapatkan pengarahan dalam proses pendidikan yang
mempengaruhinya. Jelas bahwa faktor kemampuan memilih yang terdapat
dalam fitrah (human nature) manusia berpusat pada kemampuan berpikir sehat,

5
karena akal sehat mampu membedakan hal-hal yang benar dan yang salah.
Sedangkan seseorang yang mampu menjatuhkan pilihan yang benar secara tepat
hanyalah orang yang berpendidikan baik. Dengan demikian, berpikir benar dan
sehat pada manusia biasa merupakan kemampuan fitrah yang dapat dimunculkan
dan dikembangkan hanya melalui pendidikan dan latihan. Adapun seorang Nabi
atau Rasul, secara khusus, kemampuan dasarnya dibantu oleh tuntunan dan
arahan dari wahyu Tuhan.

d. Komponen psikologis dalam Fitrah Dari berbagai pandangan dari para ilmuwan
Islam, dapat disimpulkan bahwa fitrah adalah suatu kemampuan dasar
perkembangan manusia yang dianugerahkan Allah kepadanya. Di dalamnya
terkandung berbagai komponen psikologis yang satu sama lain saling berkaitan
dan saling menyempurnakan bagi hidup manusia. Komponen-komponen
potensial fitrah tersebut adalah:
 Kemampuan dasar untuk beragama Islam (al-dîn al-qayyim), di mana
faktor iman merupakan inti beragama manusia.
 Mawahib (bakat) dan qābiliyyat (tendensi atau kecenderungan) yang
mengacu kepada keimanan kepada Allah.
 Naluri dan kewahyuan (revilasi) bagaikan dua sisi dari mata uang
logam, keduanya saling terpadu dalam perkembangan manusia.
Menurut Hasan Langgulung (1979: 22), fitrah dapat dilihat dari dua
segi, yakni: Pertama, segi naluri pembawaan manusia atau sifat-sifat
Tuhan yang menjadi potensi manusia sejak lahir. Kedua, dapat dilihat
dari segi wahyu Tuhan yang diturunkan kepada nabi-nabi-Nya.
 Kemampuan dasar untuk beragama secara umum, tidak hanya terbatas
pada agama Islam. Dengan kemampuan ini manusia dapat dididik
menjadi beragama Yahudi, Nasrani, atau Majusi, namun tidak dapat
dididik menjadi atheis (anti Tuhan).
 Dalam fitrah, tidak terdapat komponen psikologis apapun, karena
fitrah diartikan sebagai kondisi jiwa yang suci, bersih yang reseptif
terbuka kepada pengaruh eksternal, termasuk pendidikan.

6
7
B. Implikasi Fitrah Dalam Proses Pendidikan
Apabila program pendidikan dilihat sebagai usaha untuk menumbuhkan
daya kreativitas anak, melestarikan nilai-nilai ilahi dan insan serta membekali
peserta didik dengan kemampuan produktif, dapat dikatakan bahwa fitrah
merupakan potensi dasar yang dapat menghantarkan pada tumbuhnya daya
kreativitas dan produktivitas serta komitmen terhadap nilai-nilai di atas. Hal
tersebut dapat dilakukan melalui pembekalan berbagai kemampuan dari
lingkungan sekolah dan luar sekolah yang terencana dan terpola dalam program
pendidikan. Seorang pendidik tidak dituntut untuk mencetak peserta didik
menjadi orang begini dan begitu, tetapi cukup dengan menumbuhkan dan
mengembangkan potensi dasarnya serta kecenderungan-kecenderungan terhadap
sesuatu yang diminati sesuai dengan kemampuan dan bakat yang dimilikinya.
Inilah yang kadang kurang dipahami oleh sebagian guru di sekolah yang
memaksakan kemauannya kepada siswa, yang mungkin saja bertolak belakang
dengan kondisi sosio-psikologis siswa tersebut. Konsep fitrah menuntut agar
pendidikan Islam diarahkan agar senantiasa bertumpu pada tauhid. Hal ini
dimaksudkan untuk memperkuat hubungan yang mengikat manusia dengan
Allah SWT. Apa pun yang dipelajari peserta didik semestinya tidak
bertentangan dengan prinsip tauhid. Konsep tauhid inilah yang menekankan
keagungan Allah dan harus dipatuhi dan diperhatikan dalam kurikulum
pendidikan Islam. Dengan demikian prinsip fitrah dalam Islam akan
menimbulkan banyak karakter ideal, antara lain:
1. Karakter atau kepribadian Rabbani, yaitu kepribadian seorang muslim yang
mampu mentrans-internalisasikan (mengamalkan) sifat-sifat asma Allah ke
dalam tingkah laku nyata. Proses pembentukan kepribadian ini dapat
dilakukan tiga tahap:
a. Proses ta‟alluq adalah menggantungkan kesadaran diri dan
pikiran kepada Allah dengan cara berpikir dan berzikir kepada-
Nya.
b. Proses takhalluq yaitu adanya kesadaran diri untuk
mengamalkan sifat-sifat dan asma Allah sebatas kemampuan
manusiawi.

8
c. Proses tahaqquq yaitu kesadaran diri akan adanya kebenaran,
kemuliaan dan keagungan Allah SWT sehingga tingkah lakunya
didominasi oleh-Nya.
2. Karakter atau kepribadian malaki: kepribadian muslim yang mampu
mentrans-internalisasikan sifat-sifat malaikat yang agung dan mulia, yaitu
dengan cara menjalankan perintah Allah (tidak melakukan perbuatan
maksiat) serta selalu bertasbih kepada-Nya.
3. Karakter atau kepribadian Qur‘ani: kepribadian muslim yang mampu
mentrans-internalisasikan ajaran al-Qur‘an, sehingga segala ucapan dan
perbuatannya menjadi petunjuk (hudan) dan paternalisasi (uswah hasanah)
padanya.
4. Karakter atau kepribadian rasuli; kepribadian muslim yang mampu
mentrans-internalisasikan sifat-sifat rasul yang mulia, antara lain jujur
(shidq), dapat dipercaya (amanah), menyampaikan informasi ayau wahyu
(tabligh) dan cerdas (fathonah).
5. Karakter atau kepribadian yang berwawasan masa depan (Akhirat).
Kepribadian ini menghendaki adanya karakter yang mementingkan masa
depan dari pada masa kini, bertanggung jawab, dan memiliki konsistensi
yang tinggi dalam melaksanakan ibadah kepada Allah.
6. Karakter atau kepribadian taqdiri, suatu kepribadian yang menghendaki
adanya penyerahan dan kepatuhan pada hukum-hukum Allah (termasuk
sunnatullah) dan aturanaturan-Nya.

. Fitrah adalah sifat-sifat Tuhan yang ditiupkan Tuhan kepada semua manusia
sebelum lahir, dan pengembangan sifat-sifat itu setinggi-tingginya. Senada dengan hal
ini, menurut Dr. Jalaluddin, manusia memiliki beberapa potensi utama yang secara
fitrah dianugerahkan Allah kepadanya, yaitu :

a) Hidayat al-Ghariziyat (potensi naluriah)


Hidayat al-Ghariziyat (potensi naluriah) Yaitu dorongan primer yang berfungsi
untuk memelihara keutuhan dan kelanjutan setiap manusia. Diantara dorongan
tersebut berupa instink untuk memelihara diri, seperti makan, minum,
penyesuaian tubuh terhadap lingkungan dan sebagainya.
b) Hidayatu al-Hassiyat (potensi inderawi)

9
Hidayatu al-Hassiyat (potensi inderawi) Potensi inderawi erat kaitannya dengan
peluang manusia untuk saling mengenal sesuatu diluar dari dirinya. Melaui alat
indera penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa, peraba dan lain-lain
c) Hidayat al-Aqliyyat (potensi akal)
Potensi akal memberi kemampuan pada manusia untuk memahami simbol-
simbol, hal-hal yang abstrak, menganalisa, membandingkan maupun membuat
kesimpulan dan dapat memilih hal yang benar atau salah. Akal juga dapat
mendorong manusia berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan kebudayaan
serta peradaban.
d) Hidayat al-Diniyyat (potensi keagamaan)
Pada diri manusia sudah ada dorongan keagamaan yaitu dorongan untuk
mengabdi kepada sesuatu yang lebih tinggi, yaitu Tuhan yang menciptakan alam
semesta beserta isinya.

Implikasi lainnya adalah pendidikan Islam diarahkan untuk bertumpu pada tauhid.
Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan hubungan yang mengikat manusia dengan
Allah Swt. Apasaja yang dipelajari anak didik seharusnya tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip tauhid. Untuk itu kurikulum pendidikan Islam harus menekankan pada
konsep tauhid ini. Bagaimana cara mengembangkan potensi-potensi (fitrah) ini dalam
pendidikan Islam, menurut Dr. Jalaluddin dapat dilakukan dengan berbagai cara dan
pendekatan yaitu :

1) Pendekatan Filosofis
Pendekatan ini mengacu pada hakikat penciptaan manusia itu sendiri yaitu
sebagai makhluk ciptaan Allah (Q.S. 51:56). Dalam filsafat pendidikan Islam
nilai-nilai ilahiyat merupakan nilai-nilai yang mengandung kebenaran hakiki.
Berasarkan hal ini, pengembangan potensi manusia diarahkan untuk memenuhi
jawaban yang mengacu pada permasalahan yang menyangkut pengabdian
kepada Allah. Sedangkan ungkapan rasa syukur digambarkan dalam bentuk
penghayatan terhadap nilai-nilai akhlak yang terkandung didalamnya serta
mampu diimplementasikan dalam sikap dan prilaku, lahiriah maupun batiniah.
Kesadaran seperti ini timbul atas dorongan dari dalam bukan atas pengaruh luar.
2) Pendekatan Kronologi Al-Tadzkiyyah

10
Pendekatan kronologis yaitu pendekatan yang didasarkan atas proses
perkembangan melalui tahapan-tahapan. Manusia dipandang sebagai makhluk
yang evolutif. Disadari bahwa manusia bukan makhluk siap jadi, yakni setelah
lahir langsung menjadi dewasa. Manusia adalah makhluk yang berkembang
secara evolusi. Namun bukan dalam arti evolusi dari teori Darwin yang
mengidentifikasikan manusia berasal dari genus yang sama dengan simpanse.
Dalam hal ini adalah manusia sejak lahir menginjak dewasa, perkembangan
manusia melalui periodisasi.
3) Pendekatan Fungsional
Setiap potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia tentunya diarahkan
untuk dimanfaatkan. Tuhan sebagai Pencipta, mustahil menciptakan sesuatu
tanpa tujuan, hingga terkesan mengadakan sesuatu yang sia-sia. Semua yang
diciptakannya mempunyai tujuan, termasuk yang berkaitan dengan penciptaan
potensi manusia. Melalui pendekatan fungsional, dimaksudkan bahwa
pengembangan potensi manusia dilihat dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi
potensi itu masing-masing. Dorongan naluriah, seperti makan dan minum
dikembangkan dengan tujuan agar manusia dapat memlihara kelanjutan hidup
manusia. Dengan menggunakan pendekatan ini diharapkan agar arah
perkembangan potensi yang ada pada manusia tidak menjadi sia-sia. Dan
kaitannya dengan fungsi manusia sebagai mengabdi (menyembah) Allah dengan
setia dan ikhlas.
4) Pendekatan Sosial
Manusia pada konsep al-Nas lebih ditekankan pada statusnya sebagai makhluk
sosial. Berdasarkan pendekatan ini, manusia dilihat sebagai makhluk yang
memiliki dorongan untuk hidup berkelompok dan bermasyarakat. Melalui
pendekatan sosial, peserta didik dibina dan dibimbing sehingga potensi yang
dimilikinya, yaitu sebagai makhluk sosial, dapat tersalur dan sekaligus terarah
pada nilai-nilai yang positif.

C. Tugas Pendidikan Dalam Menjaga Fitrah Manusia


Menurut Abd al-Rahman al-Bani yang dikutip an-Nahlawi menyatakan
ugas pendidikan islam menjaga dan memelihara fitrah peserta didik,

11
mengembangkan dan mempersiapkan segala potensi yang dimiliki, dan
mengarahkan futrah dan potensi tersebut menuju kebaikan dan kesempurnaan,
serta merealisasikan program tersebut secara bertahap. (Nahlawi, 1996).
Pengembangan fitrah manusia dapat dilakukan dengan kegiatan belajar.
Yaitu melalui berbagai institusi. Belajar yang dimaksud tidak terfokus melalui
pendidikan disekolah saja, tetapi juga dapat dilakukan diluar sekolah, baik dalam
keluarga, masyarakat, maupun lewat isnstitusi sosial keagamaan yang ada.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anak Lahir di Atas Fitrah - Majalah Islam Asy-Syariah (asysyariah.com)

Basyit, A. (2017). Memahami Fitrah Manusia Dan Implikasinya Dalam


Pendidikan Islam. Rausyan Fikr: Jurnal Pemikiran dan Pencerahan, 13(1). Halaman :
250, 257, 260-262

Harisah, A. (2018). Filsafat Pendidikan Islam Prinsip dan Dasar


Pengembangan. Deepublish. Halaman : 45-50 dan 54-56

Islam, D. I. D. P. Konsep Fitrah Manusia Dan Implikasinya Dalam Pendidikan


Islam. 261-262

Mualimin, M. (2017). Konsep Fitrah Manusia Dan Implikasinya Dalam


Pendidikan Islam. KONSEP FITRAH MANUSIA DAN IMPLIKASINYA DALAM
PENDIDIKAN ISLAM, 8(2), 249-266.

Nahlawi, A. A. (1996). Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat.


Jakarta: Gema Insani Press

Surat Ar-Rum Ayat 30 | Tafsirq.com

Surah Ash-Shams - 7-10 - Quran.com

Pengertian Fitrah | Risalah Islam

Anda mungkin juga menyukai