ILMU HADITS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR ISI
C. Tujuan........................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Fitrah Manusia ..........................................................................................................4
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Agama merupakan risalah yang disampaikan Tuhan kepada para
nabi-Nya untuk memberi peringatan kepada manusia. Memberi petunjuk sebagai
hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan
tata hidup yang nyata. Mengatur tanggung jawab kepada Allah, kepada
masyarakat dan alam Sekitarnya.1
Manusia diberikan akal oleh Tuhan sedangkan binatang tidak. Dengan akal
pikiran itulah, manusia melahirkan tingkah laku perbuatan sehari-hari dalam
rangka menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Akan tetapi, akal manusia
bersifat nisbi dan sangat terbatas. Tidak seluruh persoalan dapat diatasi dan
dirajuk hakikat kebenarannya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa manusia
membutuhkan bimbingan dan petunjuk yang benar dan bernilai untuk meraih
kebahagiaan hidup jasmani dan rohani, dunia dan akhirat.
Adapun kata religi berasa dari bahasa latin menurut satu pendapat demikian
Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata religi adalah relegre yang
1
Muhammaddin. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama, Jurnal. JIA/Juni
/Th.XIV/Nomor 1/h. 99. 2013.
2
Bin Salman, Abdul Matin. Agama dan Manusia, Al araf Jurnal Pemikiran
Islam dan Filsafat Diterbitkan oleh Jurusan Tafsir Hadis dan Akidah
Filsafat IAIN Surakarta. Vol. XI, No. 1 . 2014.
1
mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengertian demikian itu juga
sejarah dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada
Tuhan yang berkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi menurut
pendapat lain, kata itu berasal dari kata religare yang berarti mengikat. Ajaran-
ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dan terdapat pula
ikatan antara roh manusia dengan Tuhan, dan agama lebih lanjut lagi memang
mengikat manusia dengan Tuhan.
B. RUMUSAN MASALAH
A. Apa Kebutuhan Manusia Terhadap Agama?
B. Apa yang dimaksud Fitrah Manusia?
C. Apa Fungsi Agama terhadap Kehidupan?
D. Apa kelemahan dan kekurangan manusia?
E. Apa saja pendekatan dalam memahami agama?
3
Harun Nasution, Falsafah Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973
2
C. TUJUAN
A. Agar mengetahui peran agama terhadap kebutuhan manusia
B. Agar mengetahui hakikat fitrah manusia
C. Agar mengetahui Fungsi Agama terhadap Kehidupan
D. Agar mengetahui kelemahan dan kekurangan Manusia
E. Agar mengetahui berbagai pendekatan dalam memahami agama.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fitrah Manusia
Dalam buku berjudul Perpektif Manusia dan Agama Murthada
Muthahhari mengatakan bahwasannya di saat berbicara tentang para nabi,
Imam Ali R.A menyebutkan bahwa mereka diutus sebagai pengingat manusia
kepada perjanjian yang telah diikat oleh fitrah mereka, yang kelak mereka akan
dituntut untuk memenuhinya. Mengacu kepada informasi yang diberikan oleh
petunjuk umat islam yaitu Al-Qur’an, Musa Asy’ari membuat kesimpulan
bahwasannya manusia adalah insan yang menerima pembelajaran dari Tuhan
tentang apa yang belum diketahuinya. Manusia secara kodrat sebagai makhluk
Tuhan yang paling sempurna wujudnya dibandingkan dengan makhluk Tuhan
yang lainnya.4
Secara kebutuhannya manusia memiliki fitrah keagamaan, untuk pertama
kali ditegaskan dalam ajaran agama islam, yaitu bahwa agama adalah
kebutuhan fitrah manusia. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah
yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama tersebut. Seruan
tersebut memang sejalan dengan fitrahnya dalam konteks ini Al-Qur’an
menyebutkan:
َّلل ۚ َٰذَ ِلكَ ٱلدِين ٱ ْلقَ ِيم َو َٰلَ ِكن ِ علَ ْيهَا ۚ ََل ت َ ْبدِي َل ِل َخ ْل
َِ قٱ َ ّلل ٱلَتِى َف
َ ط َر ٱل َن
َ اس ِ َ ين َحنِيفًا ۚ ِف ْط َرتَ ٱ ِ َفأ َ ِق ْم َو ْج َهكَ ل
ِ ِلد
َاس ََل َي ْعلَمون ِ َأ َ ْكثَ َر ٱلن
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah(Islam) sesuai
fithrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fithrah
itu”(Q.S. Ar-Rum [30]: 30).
Berdasarkan dalil tersebut terlihat sangat jelas bahwasannya manusia secara
fithrahnya merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama.
Hal demikian sejalan dengan petunjuk nabi dalam satu hadisnya yang bersabda
:
4
Abuddin Nata, Metode Studi Islam, Rajawali Press, Jakarta:2006 h.14
4
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci(fitrah) beragama Islam maka
tergantung kedua orangtuanya lah yang akan menjadikannya seorang
Yahudi, Nasrani atau Majusi.”(HR. Bukhari No 1270).
Dari keterangan hadis tersebut menunjukkan jelas bahwa setiap manusia
dilahirkan dalam kondisi beragama (Islam).
Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama
ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Melalui bukti-bukti
tersebut, kita mengetahui bahwa pada manusia primitif yang tidak pernah ada
sumber informasinya mengenai Tuhan. Mereka mempercayai itu hanya
sebatas pada daya khayal mereka misalnya mereka mempertuhankan benda-
benda yang ada di alam yang menimbulkan kesan mistis dan mengagumkan,
pohon kayu yang usianya ratusan tahun tidak tumbang dianggap mempunyai
kekuatan mistis dan misterius yang selanjutnya mereka jadikan sebagai
Tuhan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa manusia memiliki potensi
bertuhan. Namun, karena potensi mereka tidak diarahkan, mereka mengambil
bentuk bermacam-macam yang keadaannya serba relatif. Dalam keadaan
demikian, berperanlah para Nabi diutus kepada mereka untuk
memberitahukan bahwa Tuhan yang mereka cari adalah Allah SWT.5
5
Karya Abdullah Yatimin, Studi Islam Kontemporer(Jakarta=Sinar Grafika Offset, 2006) h. 115
6
M. Quraish Shihab, :1998, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudu’i atas Berbagai Persoalan Umat,
Mizan, Bandung, 1998 h.286
5
C. Berbagai Pendekatan Dalam Memahami Agama
Kehadiran Agama harus ikut terlibat secara aktif didalam memecahkan
berbagai permasalahan yang dialami oleh umat manusia. Agama tidak boleh
hanya sekedar menjadi lambang kesalehan, melainkan secara konsepsional
ada beberapa cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah tersebut.
Beberapa pendekatan yang lebih jelas dikemukakan sebagai berikut:
2. Pendekatan Antropologi
Pendekatan Antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai
salah satu cara memahami agama dengan cara melihat praktek keagamaan
yang berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak
akrab dan dekat dengan permasalahan yang dihadapi umat manusia dan
berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Jadi maksud ilmu
7
H.Abuddin Nata, Metodologi studi islam (Jakarta, Raja Grafindo,2008), h.28
6
antropologi itu adalah melihat suatu masalah digunakan pula untuk
memahami agama. Menurut Dawam Rahardjo, lebih mengutamakan
pengamatan langsung bahkan sifatnya partisipatif.8
3. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan Sosiologis adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama
dalam bermasyarakat dan menyelidiki ikatan antar manusia yang menguasai
hidupnya. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud dari hisup bersama.
Menurut Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi itu sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi
tidak menetapkan arah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti
memberi petunjuk-petunjuk tentang kebijaksanaan kemasyarakatan dari
kehidupan bersama. Dalam ilmu ini juga dijelaskan proses-proses sosial
perihal struktur masyarakat untuk memperoleh gambaran yang nyata
mengenai kehidupan bersama dari manusia.9
4. Pendekatan Filosofis
Pendekatan Filosofis secara harfiah kata filsafat berasal dari kata philo
yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu pengetahuan, dan hikmah. Kamus
Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta menjelaskan filsafat sebagai
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-
asas, hukum dan sebagainya. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa
filsafat pada intinya adalah berupaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah
mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Berfikir secara
filosofis dapat digunakan dalam memahami ajaran agama dapat dipahami dan
dimengerti secara seksama. Pendekatan Filosofis yang demikian itu
sebenernya sudah banyak dilakukan contohnya membaca kitab Hikmah Al-
Tasyri’ wa Falsafatuhu yang ditulis oleh Muhammad Al Jurjawi. Dalam buku
tersebut Al Jurjawi berusaha mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik
ajaran-ajaran Islam contohnya mengajarkan agar melaksanakan sholat
berjamaah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup
8
Abdullah dkk, Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar (Yogyakarta:Tiara Wacana,
1960.Vol 2) h.92
9
Soerjono Soekanto, 1982. Sosiologi suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2001) h.21
7
secara berdampingan dengan orang lain.10
5. Pendekatan Historis
Pendekatan Historis atau sejarah adalah suatu ilmu yang didalamnya
membahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu,
objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut.11 Menurut ilmu ini
setiap peristiwa dapat dicari dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi,
dimana, apa sebabnya dan siapa yang terlibat didalamnya. Pendekatan sejarah
juga berusaha untuk menelusuri asal usul dan perkembangan ide-ide dan
lembaga agama melalui periode tertentu dari perkembangan sejarah dan juga
usaha untuk mempengaruhi agama. Pendekatan kesejarahan ini amat
dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam
situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial manusia. Melalui
pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang
sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Maka dari sini
seseorang tidak memahami agama keluar dari konteks agamanya misalnya
seseorang yang ingin memahami Al-Qur’an secara benar,yang bersangkutan
harus memahami sejarah turunnya Al-Qur’an atau kejadian-kejadian yang
mengiringi turunnya Al-Qur’an atau biasa disebut Asbabun Nuzul yang pada
intinya berisi sejarah turunnya ayat Al-Qur’an.
6. Pendekatan Psikologis
Pengaruh agama terhadap kejiwaan/psikolog pemeluk agama. Para
psikolog religoius meyakini ada dimensi yang sakral, spiritual, transenden,
supernatural yang tidak empiris yang dapat mempengaruhi jiwa manusia.
Namun, para psikolog non religius membantah dimensi dimensi itu atau
paling tidak sangat meragukannya. Psikolog non religius biasanya akan
berupaya menerangkan fenomena keagamaan seseorang tanpa harus merujuk
kepada realitas realitas yang supernatural itu, sedangkan psikologi religius
akan tetap membuka kemungkinan realitas itu menjadi satu faktor yang
10
H.Abuddin Nata, Metodologi studi islam (Jakarta, Raja Grafindo,2008), h.43
11
Romdon, Metodologi Ilmu Perbandingan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h.77
8
berpengaruh terhadap kejiwaan seseorang.12
Interpretasi agama melalui pendekatan psikologis ini sudah berkembang
dan dijadikan sebagai cabang dari psikologis dengan nama psikologi agama.
Objek ilmu ini adalah manusia, dalam pengertian perbuatan manusia yang
beragama, gejala gejala empiris dari keagamaanya. Karena Ilmu ini tidak
harus mengamati benar tidaknya suatu agama, metodenya pum tidak berhak
untuk menilai atau mengamati masalah masalah yang tidak empiris lainnya.
PETER Connoly, ‘’Psychological Approaches’’, dalam Approaces to the study of Religion, terj,.
12
9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Tuhan menurunkan agama untuk kepentingan manusia.Agama mengandung
arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi oleh manusia. Ikatan ini mempunyai
pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Ikatan itu berasal dari kekuatan
yang lebih tinggi dari manusia, sebagai fitrah yang diberikkan oleh Tuhan kepada
hambaNya.
10
DAFTAR PUSTAKA
11