Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP AGAMA

Disusun Oleh Kelompok 2:

1.Ahmad Fathurriziq (11230360000075)


2.Ahmad Raihan Mumtaz (11230360000076)
3.Fajridho Razak (11230360000102)

ILMU HADITS
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................... i


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan........................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Fitrah Manusia ..........................................................................................................4

B. Kelemahan dan Kekurangan Manusia........................................................... 5

C. Berbagai Pendekatan dalam memahami agama ............................................ 6


BAB III PENUTUP
Kesimpulan ...................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 11

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Agama merupakan risalah yang disampaikan Tuhan kepada para
nabi-Nya untuk memberi peringatan kepada manusia. Memberi petunjuk sebagai
hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan
tata hidup yang nyata. Mengatur tanggung jawab kepada Allah, kepada
masyarakat dan alam Sekitarnya.1

Bersamaan dengan banyaknya kajian tentang manusia, pada bagian


ini akan dibahas suatu kajian tentang Manusia Membutuhkan Agama. Dewasa
ini kebutuhan mausia itu beragam. Macam-macam kebutuhan ada kebutuhan
primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer adalah suatu kebutuhan yang
harus dipenuhi sekarang juga dan harus ada tidak boleh diabaikan. Dengan
demikian juga termasuk kedalam agama sebagai kebutuhan mutlak yang harus
ada dalam kehidupan manusia, agama sebagai kebutuhan primer adalah
kebutuhan yang harus ada, kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan, sehingga
kebutuhan itu harus dipenuhi, maka selalu melekat dalam kehidupan manusia2.

Manusia diberikan akal oleh Tuhan sedangkan binatang tidak. Dengan akal
pikiran itulah, manusia melahirkan tingkah laku perbuatan sehari-hari dalam
rangka menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Akan tetapi, akal manusia
bersifat nisbi dan sangat terbatas. Tidak seluruh persoalan dapat diatasi dan
dirajuk hakikat kebenarannya. Oleh karena itu, jelaslah bahwa manusia
membutuhkan bimbingan dan petunjuk yang benar dan bernilai untuk meraih
kebahagiaan hidup jasmani dan rohani, dunia dan akhirat.
Adapun kata religi berasa dari bahasa latin menurut satu pendapat demikian
Harun Nasution mengatakan, bahwa asal kata religi adalah relegre yang

1
Muhammaddin. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama, Jurnal. JIA/Juni
/Th.XIV/Nomor 1/h. 99. 2013.
2
Bin Salman, Abdul Matin. Agama dan Manusia, Al araf Jurnal Pemikiran
Islam dan Filsafat Diterbitkan oleh Jurusan Tafsir Hadis dan Akidah
Filsafat IAIN Surakarta. Vol. XI, No. 1 . 2014.

1
mengandung arti mengumpulkan dan membaca. Pengertian demikian itu juga
sejarah dengan isi agama yang mengandung kumpulan cara-cara mengabdi kepada
Tuhan yang berkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Tetapi menurut
pendapat lain, kata itu berasal dari kata religare yang berarti mengikat. Ajaran-
ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia. Dan terdapat pula
ikatan antara roh manusia dengan Tuhan, dan agama lebih lanjut lagi memang
mengikat manusia dengan Tuhan.

Dari beberapa defenisi tersebut, akhirnya Harun Nasution mengumpulkan


bahwa inti sari yang terkandung dalam istilah-istilah diatas ialah ikatan agama
memang mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia
manusia. Ikatan ini mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupannya
sehari-hari. Ikatan itu berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia,
ikatan ghaib yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindra.3

Berdasarkan uraian tersebut kita dapat memperoleh sesuatu menyimpulkan


bahwa agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau Hasil pemikiran manusia
tertuang dalam kitab suci yang diwahyukan diwariskan dari generasi ke generasi
untuk suatu tujuan Memberikan nasihat dan bimbingan hidup untuk dicapai orang
Kebahagiaan dalam hidup ini dan akhirat, termasuk faktornya menyentuh dan
fakta bahwa kebahagiaan hidup bergantung padanya tentang adanya hubungan
baik dengan Alam Ghaib.

B. RUMUSAN MASALAH
A. Apa Kebutuhan Manusia Terhadap Agama?
B. Apa yang dimaksud Fitrah Manusia?
C. Apa Fungsi Agama terhadap Kehidupan?
D. Apa kelemahan dan kekurangan manusia?
E. Apa saja pendekatan dalam memahami agama?

3
Harun Nasution, Falsafah Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1973

2
C. TUJUAN
A. Agar mengetahui peran agama terhadap kebutuhan manusia
B. Agar mengetahui hakikat fitrah manusia
C. Agar mengetahui Fungsi Agama terhadap Kehidupan
D. Agar mengetahui kelemahan dan kekurangan Manusia
E. Agar mengetahui berbagai pendekatan dalam memahami agama.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fitrah Manusia
Dalam buku berjudul Perpektif Manusia dan Agama Murthada
Muthahhari mengatakan bahwasannya di saat berbicara tentang para nabi,
Imam Ali R.A menyebutkan bahwa mereka diutus sebagai pengingat manusia
kepada perjanjian yang telah diikat oleh fitrah mereka, yang kelak mereka akan
dituntut untuk memenuhinya. Mengacu kepada informasi yang diberikan oleh
petunjuk umat islam yaitu Al-Qur’an, Musa Asy’ari membuat kesimpulan
bahwasannya manusia adalah insan yang menerima pembelajaran dari Tuhan
tentang apa yang belum diketahuinya. Manusia secara kodrat sebagai makhluk
Tuhan yang paling sempurna wujudnya dibandingkan dengan makhluk Tuhan
yang lainnya.4
Secara kebutuhannya manusia memiliki fitrah keagamaan, untuk pertama
kali ditegaskan dalam ajaran agama islam, yaitu bahwa agama adalah
kebutuhan fitrah manusia. Fitrah keagamaan yang ada dalam diri manusia inilah
yang melatarbelakangi perlunya manusia terhadap agama tersebut. Seruan
tersebut memang sejalan dengan fitrahnya dalam konteks ini Al-Qur’an
menyebutkan:
َ‫ّلل ۚ َٰذَ ِلكَ ٱلدِين ٱ ْلقَ ِيم َو َٰلَ ِكن‬ ِ ‫علَ ْيهَا ۚ ََل ت َ ْبدِي َل ِل َخ ْل‬
َِ ‫قٱ‬ َ ‫ّلل ٱلَتِى َف‬
َ ‫ط َر ٱل َن‬
َ ‫اس‬ ِ َ ‫ين َحنِيفًا ۚ ِف ْط َرتَ ٱ‬ ِ ‫َفأ َ ِق ْم َو ْج َهكَ ل‬
ِ ‫ِلد‬
َ‫اس ََل َي ْعلَمون‬ ِ َ‫أ َ ْكثَ َر ٱلن‬
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah(Islam) sesuai
fithrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fithrah
itu”(Q.S. Ar-Rum [30]: 30).
Berdasarkan dalil tersebut terlihat sangat jelas bahwasannya manusia secara
fithrahnya merupakan makhluk yang memiliki kemampuan untuk beragama.
Hal demikian sejalan dengan petunjuk nabi dalam satu hadisnya yang bersabda
:

َ ‫علَى ا ْل ِف ْط َر ِة َفأَبَ َواه يه َِودَانِ ِه أ َ ْو ينَ ِص َرانِ ِه أ َ ْو ي َم ِج‬


‫سانِ ِه‬ َ ‫َما مِ ْن َم ْولو ٍد إِ ََل يولَد‬

4
Abuddin Nata, Metode Studi Islam, Rajawali Press, Jakarta:2006 h.14

4
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci(fitrah) beragama Islam maka
tergantung kedua orangtuanya lah yang akan menjadikannya seorang
Yahudi, Nasrani atau Majusi.”(HR. Bukhari No 1270).
Dari keterangan hadis tersebut menunjukkan jelas bahwa setiap manusia
dilahirkan dalam kondisi beragama (Islam).
Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama
ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Melalui bukti-bukti
tersebut, kita mengetahui bahwa pada manusia primitif yang tidak pernah ada
sumber informasinya mengenai Tuhan. Mereka mempercayai itu hanya
sebatas pada daya khayal mereka misalnya mereka mempertuhankan benda-
benda yang ada di alam yang menimbulkan kesan mistis dan mengagumkan,
pohon kayu yang usianya ratusan tahun tidak tumbang dianggap mempunyai
kekuatan mistis dan misterius yang selanjutnya mereka jadikan sebagai
Tuhan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa manusia memiliki potensi
bertuhan. Namun, karena potensi mereka tidak diarahkan, mereka mengambil
bentuk bermacam-macam yang keadaannya serba relatif. Dalam keadaan
demikian, berperanlah para Nabi diutus kepada mereka untuk
memberitahukan bahwa Tuhan yang mereka cari adalah Allah SWT.5

B. Kelemahan dan Kekurangan Manusia


Quraish Shihab mengatakan, Walaupun Al-Qur’an menjelaskan bahwa
nafs berpotensi positif dan negatif, namun diperoleh pula isyarat bahwa pada
hakikatnya potensi positif atau kebaikan manusia lebih kuat daripada potensi
negatif atau keburukannya, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat
daripada daya tarik kebaikan. Sifat-sifat yang cenderung kepada hal negatif
dan keburukan yang ada pada diri manusia itu antara lain berlaku suka
melampaui batas, sombong, ingkar, zhalim, keadaan susah payah, dan sifat
buruk yang lainnya.6

5
Karya Abdullah Yatimin, Studi Islam Kontemporer(Jakarta=Sinar Grafika Offset, 2006) h. 115
6
M. Quraish Shihab, :1998, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudu’i atas Berbagai Persoalan Umat,
Mizan, Bandung, 1998 h.286

5
C. Berbagai Pendekatan Dalam Memahami Agama
Kehadiran Agama harus ikut terlibat secara aktif didalam memecahkan
berbagai permasalahan yang dialami oleh umat manusia. Agama tidak boleh
hanya sekedar menjadi lambang kesalehan, melainkan secara konsepsional
ada beberapa cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah tersebut.
Beberapa pendekatan yang lebih jelas dikemukakan sebagai berikut:

1. Pendekatan Teologis Normatif


Pendekatan Teologis dan Normatif dalam menjelaskan agama secara
harfiah dapat diartikan sebagai upaya menjelaskan agama dengan
menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan
bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling
benar dibandingkan dengan yang lainnya. Amin Abdullah mengungkapkan,
bahwa teologi sebagaimana diketahui tidak bisa tidak pasti mengacu kepada
agama tersebut. Ciri yang melekat pada pemikiran teologis adalah sebagai
berikut : Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang
tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, atau bahasa sebagai
pelaku bukan sebagai pengamat. Dari pengamatan tersebut dapat diketahui
bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman agama adalah pendekatan
teologi dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan
pada bentuk simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma
atau simbol-simbol keagamaan tersebut dan mengklaim dirinya sebagai yang
paling benar sedangkan yang lainnya dianggap salah.7

2. Pendekatan Antropologi
Pendekatan Antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai
salah satu cara memahami agama dengan cara melihat praktek keagamaan
yang berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak
akrab dan dekat dengan permasalahan yang dihadapi umat manusia dan
berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Jadi maksud ilmu

7
H.Abuddin Nata, Metodologi studi islam (Jakarta, Raja Grafindo,2008), h.28

6
antropologi itu adalah melihat suatu masalah digunakan pula untuk
memahami agama. Menurut Dawam Rahardjo, lebih mengutamakan
pengamatan langsung bahkan sifatnya partisipatif.8

3. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan Sosiologis adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama
dalam bermasyarakat dan menyelidiki ikatan antar manusia yang menguasai
hidupnya. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud dari hisup bersama.
Menurut Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi itu sebagai suatu ilmu
pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi
tidak menetapkan arah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti
memberi petunjuk-petunjuk tentang kebijaksanaan kemasyarakatan dari
kehidupan bersama. Dalam ilmu ini juga dijelaskan proses-proses sosial
perihal struktur masyarakat untuk memperoleh gambaran yang nyata
mengenai kehidupan bersama dari manusia.9

4. Pendekatan Filosofis
Pendekatan Filosofis secara harfiah kata filsafat berasal dari kata philo
yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu pengetahuan, dan hikmah. Kamus
Umum Bahasa Indonesia, Poerwadarminta menjelaskan filsafat sebagai
pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-
asas, hukum dan sebagainya. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa
filsafat pada intinya adalah berupaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah
mengenai sesuatu yang berada di balik objek formanya. Berfikir secara
filosofis dapat digunakan dalam memahami ajaran agama dapat dipahami dan
dimengerti secara seksama. Pendekatan Filosofis yang demikian itu
sebenernya sudah banyak dilakukan contohnya membaca kitab Hikmah Al-
Tasyri’ wa Falsafatuhu yang ditulis oleh Muhammad Al Jurjawi. Dalam buku
tersebut Al Jurjawi berusaha mengungkapkan hikmah yang terdapat di balik
ajaran-ajaran Islam contohnya mengajarkan agar melaksanakan sholat
berjamaah. Tujuannya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup

8
Abdullah dkk, Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar (Yogyakarta:Tiara Wacana,
1960.Vol 2) h.92
9
Soerjono Soekanto, 1982. Sosiologi suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2001) h.21

7
secara berdampingan dengan orang lain.10

5. Pendekatan Historis
Pendekatan Historis atau sejarah adalah suatu ilmu yang didalamnya
membahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu,
objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut.11 Menurut ilmu ini
setiap peristiwa dapat dicari dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi,
dimana, apa sebabnya dan siapa yang terlibat didalamnya. Pendekatan sejarah
juga berusaha untuk menelusuri asal usul dan perkembangan ide-ide dan
lembaga agama melalui periode tertentu dari perkembangan sejarah dan juga
usaha untuk mempengaruhi agama. Pendekatan kesejarahan ini amat
dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam
situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial manusia. Melalui
pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang
sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Maka dari sini
seseorang tidak memahami agama keluar dari konteks agamanya misalnya
seseorang yang ingin memahami Al-Qur’an secara benar,yang bersangkutan
harus memahami sejarah turunnya Al-Qur’an atau kejadian-kejadian yang
mengiringi turunnya Al-Qur’an atau biasa disebut Asbabun Nuzul yang pada
intinya berisi sejarah turunnya ayat Al-Qur’an.

6. Pendekatan Psikologis
Pengaruh agama terhadap kejiwaan/psikolog pemeluk agama. Para
psikolog religoius meyakini ada dimensi yang sakral, spiritual, transenden,
supernatural yang tidak empiris yang dapat mempengaruhi jiwa manusia.
Namun, para psikolog non religius membantah dimensi dimensi itu atau
paling tidak sangat meragukannya. Psikolog non religius biasanya akan
berupaya menerangkan fenomena keagamaan seseorang tanpa harus merujuk
kepada realitas realitas yang supernatural itu, sedangkan psikologi religius
akan tetap membuka kemungkinan realitas itu menjadi satu faktor yang

10
H.Abuddin Nata, Metodologi studi islam (Jakarta, Raja Grafindo,2008), h.43
11
Romdon, Metodologi Ilmu Perbandingan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h.77

8
berpengaruh terhadap kejiwaan seseorang.12
Interpretasi agama melalui pendekatan psikologis ini sudah berkembang
dan dijadikan sebagai cabang dari psikologis dengan nama psikologi agama.
Objek ilmu ini adalah manusia, dalam pengertian perbuatan manusia yang
beragama, gejala gejala empiris dari keagamaanya. Karena Ilmu ini tidak
harus mengamati benar tidaknya suatu agama, metodenya pum tidak berhak
untuk menilai atau mengamati masalah masalah yang tidak empiris lainnya.

PETER Connoly, ‘’Psychological Approaches’’, dalam Approaces to the study of Religion, terj,.
12

Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta:LkiS,1999), h.136

9
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Tuhan menurunkan agama untuk kepentingan manusia.Agama mengandung
arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi oleh manusia. Ikatan ini mempunyai
pengaruh besar terhadap kehidupan manusia. Ikatan itu berasal dari kekuatan
yang lebih tinggi dari manusia, sebagai fitrah yang diberikkan oleh Tuhan kepada
hambaNya.

Agama sangat berguna dan mempunyai fungsi yang penting dalam


kehidupan manusia, yaitu agama merupakan unsur mutlak dalam pembinaan
karakter pribadi dan membangun kehidupan sosial yang rukun dan damai,
mendidik agar memiliki jiwa yang tenang, membebaskan dari belenggu
perbudakan, berani menegakkan kebenaran, memiliki moral yang terpuji dan
agama dapat mengangkat derajat manusia lebih tinggi dari makhluk tuhan yang
lain.

Kebutuhan Manusia terhadap Agama didasari oleh beberapa faktor


dominan, yaitu fitrah manusia, kekurangan dan kelemahan manusia dan berbagai
pendekata dalam memahami agama. Oleh karena itu agama adalah paket yang
sangat dibutukan oleh manusia.

10
DAFTAR PUSTAKA

Muhammaddin, 2013. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama, (Jurnal. JIA) No. 1


Abdul Matin bin Salman, Agama dan Manusia, (Al araf Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat
Jurusan Tafsir Hadis dan Akidah Filsafat IAIN Surakarta) Vol. XI, No. 1. (2014)
Harun Nasution, Falsafah Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1973)
Abuddin Nata, Metode Studi Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2006)
Abdullah Yatimin, Studi Islam Kontemporer (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2006)
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudu’i atas Berbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 1998)
Abuddin Nata, Metodologi studi islam (Jakarta: Raja Grafindo, 2008)
Abdullah, Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar (Yogyakarta:Tiara Wacana, 1960)
Vol 2
Soerjono Soekanto, 1982. Sosiologi suatu Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2001)
Abuddin Nata, Metodologi studi islam (Jakarta: Raja Grafindo, 2008)
Romdon, Metodologi Ilmu Perbandingan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)
Peter Connoly, “Psychological Approaches” Approaces to the study of Religion (Yogyakarta:
LkiS, 1999)

11

Anda mungkin juga menyukai