Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KONSEP TAUHID, DAN KHALIFAH FIL ARDH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Makalah pada mata kuliah

Pendekatan Dalam Kajian Islam

Dosen Pengampu:
Dr. Kholilurrohman, Lc. MA

Oleh:

Ahmad Cahyo (192520003)

Siti ‘Aisyatunnadiya (192520124)

PROGRAM STUDI MAGISTER


MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PTIQ JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik ciptaan.
salawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang
telah membimbing manusia kepada cahaya Illahi, dan kepada keluarga, shahabat, dan
orang-orang yang mengikuti ajarannya.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang sekaligus pengamalan ilmu
tentang Konsep Tauhid, Khalifah Di Fil Ardh. Meskipun dalam penyelesaian hasil
makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan oleh kurangnya
ilmu pengetahuan yang menunjang. Alhamdulillah berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia
Allah SWT serta do‟a dan dorongan semua pihak, kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan cukup baik. Dari itu kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Penulis sadar, sebagai seorang mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran,
penulisan tugas ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna pengajaran tugas yang
lebih baik lagi di masa yang akan datang.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
A. Pengertian Tauhid .................................................................................................................. 3
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tauhid Manusia ......................................................... 4
C. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Tauhid ................................................................................ 5
D. Pengertian Khalifah ................................................................................................................ 7
E. Fungsi Khalifah ...................................................................................................................... 7
F. Esensi Penciptaan Manusia Sebagai Khalifah Fil Ardh ..................................................... 9
G. Kehidupan Manusia Sebagai Khalifah Fil Ardh ............................................................... 11
H. Manusia Sebagai Khalifah Fil Ardh Dalam Implementasi Kehidupan Sosial
Bermasyarakat Dalam Kajian Islam .................................................................................. 12
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 16
A. Kesimpulan ........................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada zaman modern ini banyak krisis yang harus dihadapi manusia, seperti krisis
moneter, krisis pangan, krisis bahan bakar, dan yang patut kita renungkan adalah krisis
iman.
Krisis iman dikarenakan kurangnya nutrisi rohani serta kurangnya
fungsi tauhid dalam kehidupan sehari-hari manusia saat ini. Kebanyakan manusia hanya
mementingkan kepentingan dunia dibanding kepentingan akhirat. Sehingga yang
terealisasi hanyalah sifat-sifat manusia yang berbau duniawi, seperti hedonism,
fashionism, kepuasan hawa nafsu, dan lain-lain.
Hanya sedikit manusia yang dapat memanfaatkan fungsi dan menempatkan
peran tauhid secara benar dan sesuai dengan keadaan zaman manusia sekarang ini.
Padahal, jika masyarakat modern saat ini menempatkan tauhid dalam kehidupan
sehari-harinya, insyaallah, akan tercipta masyarakat yang damai, aman, dan terjauh dari
sifat-sifat tercela, seperti korupsi, kolusi, nepotisme, penipuan, dan tindakan-tindakan
yang melanggar hkum agama, maupun hokum perdata dan pidana Negara.
Ada sebuah potensi dalam diri manusia, sebagai unsur dominan yang sangat
berpengaruh bagi kehidupan manusia dalam menjalankan tugas dan kedudukannya
sebagai „Abdullah dan Khalifatullah di muka bumi ini. Potensi tersebut secara sederhana
disebut dengan fitrah.1
Dan sesuai dengan fitrahnya itu, Allah menciptakan manusia, yang
dilengkapi dengan naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada seseorang yang tidak
beragama atau ingkar adanya Allah, berarti dia mengingkari fitrahnya atau nalurinya.
Kemudian hal tersebut yang disebut dengan Fitrah tauhid.2
Manusia sebagai makhluk Allah yang diberi akal dan memiliki kebijaksanaan,
merupakan pula bagian dari ekosistem di tempat hidupnya. Di dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari, manusia bukan saja mempengaruhi lingkungan hidup, tetapi dipengaruhi pula
oleh lingkungan hidupnya.

1
Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam; sebuah Pendekatan Psikologis, ( Jakarta: Darul Falah,
1999), hal. 1
2
Abdul Majid, Pendidikan berbasis Tauhid: Khutbah „Idul Fitri 1 Syawal 1423 H./2002 M.

1
Oleh karena itu, bila aktivitas kehidupan manusia tidak menyebabkan terputusnya
rantai interaksi di antara komponen ekosistem lingkungan, maka keadaan ini akan
menguntungkan kehidupan manusia dan makhluk lain yang hidup bersama dalam satu
lingkungan, terdapat kehidupan yang sifatnya saling membutuhkan. Apabila keadaan ini
terjadi pada suatu komunitas, maka komunitas tersebut akan memiliki ekosistem yang
stabil dan hubungan timbal balik antara makhluk-makhluk Allah berlangsung secara
harmonis.3
Suatu hal yang patut dicatat bahwa manusia menerima penugasan itu setelah
dilangsungkan kompetisi dengan malaikat. Ternyata manusia mempunyai kelebihan, para
malaikat merasakan dan menyadari keunggulan manusia, kecuali segolongan jin yang
tidak mengakui hal itu. Mereka yang terakhir ini menjadi syaitan yang senantiasa menjadi
tantangan. Para malaikat menyadari bahwa manusia tidak tercipta sekedar untuk mainan,
melainkan untuk melaksanakan sebuah tugas yang kuat.
Karakteristik manusia sebagai makhluk ciptaan Allah paling sempurna, yang
membedakan makhluk lainnya adalah roh manusia yang mempunyai dua daya, yaitu daya
pikir yang disebut akal dan daya rasa yang disebut kalbu (dalam bahasa Arab disebut
qalbu). Kedua daya itu dapat dikembangkan dan dipertajam melalui prosedur hukum yang
telah ditetapkan oleh Allah dalam Al Quran dan Al-hadis sebagai kewajiban yang mesti
dilaksanakan oleh manusia.

B. Rumusan Masalah
1.Apa yang dimaksud dengan Tauhid?
2.Apa yang dimaksud dengan Khalifah Fil Ardh?
3.Bagaimana Pandangan Islam Tentang Konsep Tauhid dan Khalifah Fil Ardh?

3
Zainuddin Ali, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Jakarta : PT Bumi Aksara 2016) cet. 8 h.16

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PengertianTauhid
Tauhid, dilihat dari segi Etimologis yaitu berarti ”Keesaan Allah”, mentauhidkan
berarti mengakui keesaan Allah, mengesakan Allah.4 Mempercayai bahwa Allah SWT
adalah satu-satunya pencipta, pemelihara, penguasa, dan pengatur Alam Semesta.5

Tauhid adalah keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha Esa, yang tidak ada satu
pun yang menyamai-Nya dalam Zat, Sifat atau perbuatan-perbuatan-Nya.6 Tauhid adalah
mengesakan Allah SWT dari semua makhluk-Nya dengan penuh penghayatan, dan
keikhlasan beribadah kepada-Nya, meninggalkan peribadatan selain kepada-Nya, serta
membenarkan nama-nama-Nya yang Mulia (asma‟ul husna), dan sifat-sifat-Nya yang
Maha Sempurna, dan menafikan sifat kurang dan cela dari-Nya.7

Demikianlah pengertian Tauhid menurut para ulama ternama, yang intinya adalah
keyakinan akan Esa-nya ketuhanan Allah SWT, dan ikhlasnya peribadatan hanya kepada-
Nya, dan keyakinan atas nama-nama serta sifat-sifat-Nya.

Tauhid merupakan landasan Islam yang paling penting. Seseorang yang benar
tauhidnya, maka dia akan mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat. Tauhid yang
tidak benar, akan menjatuhkan seseorang ke dalam kesyirikan. Kesyirikan merupakan
dosa yang akan membawa kecelakaan di dunia serta kekekalan di dalam azab neraka.
Allah SWT berfirman dalam Al Quran surat An-Nisa ayat 48:
َ َْ ََ ْ ْ ُ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ َ ُ ْ َ َ َ َ ْ ُ َ ُ ْ َ َ َ َّ
‫ْشك ةِاهللِ فق ِد افَتى‬
ِ ‫إِن اهلل اليغفِر أن يْشك ةِهِ ويغفِر مادون ذل ِك ل ِمن يشآء ومن ي‬
ً ‫إثْ ًما َع ِظ‬
48{ ‫يما‬ ِ
Artinya :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan mengampuni yang lebih
ringan daripada itu bagi orang-orang yang Allah kehendaki.

4
Tim Penyusun Kamus. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1989) hal. 907.
5
Abdul Latief, M. Alu, DR. Abdul Aziz. Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan, (Jakarta: Darul Haq,
1998) hal. 9.
6
Musa, Yusuf. Islam suatu kajian komprehensif (Terj.) (Jakarta: Rajawali Press, 1961) Hal. 45.
7
Fauzan, Abd. Fauzan. at-Ta‟liq al-mukhtashar al-Mufid 'ala kitabi at-Tauhid lissyaikh muhammad ibn
'abdul Wahhab. (Ponorogo : Darussalam Press, 1998) Hal. 15

3
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tauhid Manusia
Berikut Beberapa Faktor yang Mempengaruhi ketauhidan manusia, antara lain :

1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam, yaitu berasal dari al-
Qur‟an dan al-Hadist. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi munculnya ilmu
kalam tersebut antara lain :
a. Dorongan dan pemahaman Al- Qur‟an.
Al- Qur‟an dalam konteks ayat-ayat yang menjelaskan bahwa orang orang-
orang yang beriman kepada Allah adalah orang-orang yang berakal yang selalu
merenungi ayat-ayatNya. Dengan demikian, orang-orang yang sesat adalah
mereka yang tidak menggunakan akalnya. Harun Nasuton memberikan beberapa
contoh dari rincian ayat-ayat yang menganjurkan manusia untuk menggunakan
akalnya.
b. Persoalan Politik
Perselisihan dalam masalah politik menjadi sebab di dalam perselisihan
mereka mengenai soal - soal keagamaan. Partai - partai politik
tersebut menjadi salah satu aliran keagamaan yang mempunyai pandangannya
sendiri.
Partai (kelompok) Imam Ali r.a. membentuk golongan Syiah, dan mereka
yang tidak bersetuju dengan Tahkim dari kalangan Syiah telam membentuk
kelompok Khawarij. Dan mereka yang membenci perselisihan yang berlaku di
kalangan umat Islam telah membentuk golongan Murji'ah.
c. Pemikiran para cendekiawan
Pada masa pemerintahan bani Umaiyah, Setelah kaum muslimin
dapatmenaklukkan negeri-negeri baru di sekitar jazirah arab dan keadaan mulai
stabil serta melimpah ruah rezekinya ,disinilah akal pikiran mereka mulai
memfilsafatkan agama, sehingga menyebabkan berlaku perselisihan pendapat di
kalangan mereka.8
2. Faktor Eksternal
Yaitu faktor luar yang menyebabkan munculnya berbagai pembahasan ilmu
tauhid. Antara lain:.
Pada daerah-daerah yang didatangi oleh kaum muslimin terutama di Irak pada
pertengahan abad hijriah terdapat bermacam-macam agama dan peradaban, antara
lain agama Zoroaster, Brahmana, Sabiah, Atheisme, peradaban Persia dan India
yang kemudian masuk islam.

8
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam Untuk UIN, STAI, PTAIS, (Bandung:Pustaka Setia,
2010), hal. 4-6

4
Peradaban Yunani yang dibawa oleh orang-orang Suriani dan buku-buku
Yunani yang telah diterjemahkan dalam bahasa Arab, peradaban yang dibawa oleh
orang-orang Masehi yang telah memfilsafatkan agamanya dan memakai filsafat
Yunani sebagai alat untuk memperkuat kepercayaan mereka. Sebagai akibat
pertemuan agama islam dengan peradaban-peradaban tersebut, maka sebagian kaum
muslimin mulai mencetuskan fikiran-fikiran yang bercorak filsafat dalam soal-soal
agama yang tidak dikenal sebelumnya, serta mereka mulai memberikan pembuktian
pembenarannya dengan alasan-alasan logika.9

C. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Tauhid


Dalam konteks pengembangan umat, tauhid berfungsi mentransformasikan setiap
individu yang meyakininya menjadi manusia yang lebih ideal dalam arti memiliki sifat-
sifat mulia yang membebaskan dirinya dari setiap belenggu sosial, politik, ekonomi, dan
budaya.

1. Membebaskan Manusia Dari Perbudakan Mental dan Penyembahan Kepada Semua


Makhluk

Sampai sekarang masih banyak manusia, termasuk umat muslim yang cenderung
mengikuti tradisi dan keyakinan nenek moyangnya. Tidak hanya itu, mereka juga
banyak yang menyerah dan tunduk begitu saja kepada para pemimpin mereka, tanpa
daya fikirr kritis serta keberanian untuk mengkritik. Padahal Al- Qur‟an telah
mengingatkan bahwa orang- orang yang tidak bersikap kritis terhadap para pemimpin
mereka akan kecewa dan mengeluh di hari akhir.

Fungsi ini dirujukkan pada kalimat “LailaahaillAllah SWT” ( tidak ada Tuhan
selain Allah). Kalimat ini merupakan kalimat pembebasan bagi manusia. Dengan
mengucapkan “ tidak ada Tuhan selain Allah” berarti seorang muslim telah
memutlakkan Allah SWT Yang Maha Esa sebagai Kholiq, maka umat muslim
mengemban tugas untuk melaksanakan “tahrirunnasi min „ibadatil „ibad ila
„ibadatillahi ” atau membebaskan manusia dari menyembah sesama manusia kepada
menyembah Allah SWT semata.

2. Menjaga manusia dari nilai- nilai palsu yang bersumber pada hawa nafsu, gila
kekuasaan, dan kesenangan- kesenangan sensual belaka

9
Abdul Rozak, Rosihon Anwar,….h.7

5
Suatu kehidupan yang didedikasikan pada kelezatan sensual, kekuasaan, dan
penumpukan kekayaan dapat mengeruhkan akal sehat dan menghilangkan pikiran
jernih.

Maksudnya ialah bahwa tauhid menjadi kerangka pemikiran dalam menemukan


hakikat kebenaran mengenai segala yang ada di alam semesta ini pada seginya yang
abstrak, potensial, maupun yang konkret. Sehingga manusia tidak melampaui batas
dalam pemahaman suatu keilmuan yang membuat dirinya lalai dan merasa benar
hingga akhirnya membawa mereka kepada kesombongan yang pasti berakhir dengan
kehancuran. Contoh Hitler dengan tentara Nazinya, dengan ilmunya Hitler merasa
bahwa gagasan yang dia miliki mampu membawa umat manusia menuju peradaban
yang lebih maju, namun karena ilmu tersebut tidak dilandasi dengan Aqidah, maka
yang terjadi adalah kehancuran rezim yang dimilikinya.

3. Sebagai pondasi keimanan yang juga menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan hidup
seluruh umat manusia, ketika seluruh ajaran- ajarannya dilaksanakan secara konsisten

Dengan menjadikan tauhid sebagai pegangan dalam hidup, serta merealisasikan


perintah yang ada, maka akan terwujud suatu kebahagiaan serta kedamaian hidup
yang tak terhingga. Karena telah di tancapkan dalam hati bahwa tidak ada yang
memiliki kekuatan maupun kekuasaan selain Ilahirabbi.

4. Mengajarkan kepada umat islam supaya menjadikan Allah SWT sebagai pusat
kesadaran intelektual mereka

Dengan kata lain, kita meyakini bahwa semua aktivitas yang kita lakukan
maupun kejadian yang terjadi merupakan atas kehendak Allah SWT, semua itu telah
diatur dengan sempurna oleh-Nya. Karena Dia lah pemilik seluruh isi alam ini, Dia
mengetahui segala hal yang ghoib ( abstrak) maupun yang dzohir, yang tersembunyi
maupun yang tampak, Dia lah Tuhan yang patut untuk disembah dan tiada Tuhan
selain Dia. Dengan demikina akan terwujud keyakinan yang kukuh dan konsekuen,
sehingga tidak mudah terombang ambing oleh perkembangan zaman dan tidak
terpenaruh keyakinan yang menyesatkan.

Dengan Tauhid, manusia tidak saja akan bebas dan merdeka, tetapi juga akan
sadar bahwa kedudukannya sama dengan manusia manapun. Tidak ada manusia yang
lebih superior atau inferior terhadap manusia lainnya. Setiap manusia adalah hamba
Allah yang berstatus sama. Jika tidak ada manusia yang lebih tinggi atau lebih rendah

6
daripada mnusia lainnya di hadapan Allah, maka juga tidak ada kolektivitas manusia,
baik sebagai suatu suku bangsa ataupun suatu bangsa , yang lebih tinggi atau lebih
rendah daripada suku bangsa atau bangsa lainnya. Semuanya berkedudukan sama di
hadapan Allah SWT. Yang membedakan hanyalah tingkat ketakwaan pada Allah
SWT.10

D. Pengertian Khalifah
Pada dasarnya, berdasarkan QS. Al-Baqarah : 30, kekhalifahan manusia mempunyai
tiga unsur yang saling berhubungan satu sama lain, dan ditambahkan unsur keempat yang
berada di luar namun sangat menentukan arti kekhalifahan menurut Al-Qur‟an. 1)
manusia, yang kemudian dinamai khalifah; 2) alam raya; 3) hubungan antara manusia
11
dengan alam dan segala isinya, termasuk dengan manusia
Pengertian khalifah jika dilihat dari akar katanya berasal dari kata khalafa, yang
berarti di belakang atau menggantikan tempat seseorang sepeninggalnya (karena yang
menggantikan selalu berada atau datang di belakang, sesudah yang digantikannya),
karena itu kata khalif atau khalifah berarti seorang pengganti. Al-Raghib al-Isfahani
menjelaskan bahwa menggantikan yang lain berarti melaksanakan sesuatu atas nama yang
digantikan, baik bersama yang digantikannya maupun sesudahnya.12
Lebih lanjut, Al-Isfahani menjelaskan bahwa kekhalifahan tersebut dapat terlaksana
akibat ketiadaan di tempat, kematian, atau ketidakmampuan orang yang digantikan, dan
dapat juga akibat penghormatan yang diberikan kepada yang menggantikan. Kata al-
khalifah juga memiliki arti al-imârat yaitu kepemimpinan, atau alsulthân yaitu
kekuasaan.13

E. Fungsi Khalifah
Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Alquran terhadap lingkungan bersumber
dari fungi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara
manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti
pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan
penciptaannya. Dalam pandangan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan

10
Akademik Pokja.. Tauhid.( Yogyakarta: Pokja Akademik UIN SUKA 2005) h. 78.
11
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsîr al-Manâr, (Beirut: Dar al- Ma‟rifah, tth.), Jilid 1, h. 251
12
Al-Raghib al-Isfahani, Mufradat Gharîb al-Qur‟ân, (Mesir: Al-Halabi, 1961), h. 156-157
13
Ibn Manzur, Lisân al-‟Arab, (Kairo: Dar al-Ma‟arif, 1969), Juz X, h. 430

7
mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini
berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
Ini berarti manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang
berjalan, dan terhadap semua proses yang sedang terjadi. Yang demikian mengantarkan
manusia bertanggung jawab, sehingga ia tidak melakukan perusakan, bahkan dengan
kata lain, “Setiap perusakan terhadap lingkungan harus dinilai sebagai perusakan pada
diri manusia sendiri.” Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya
diciptakan oleh Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan
kepada-Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk menyadari bahwa
semuanya adalah “umat” Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
Karena itu dalam Alquran ditegaskan bahwa :
“Dan tidaklah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang
dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti manusia...” (QS. Al-
An‟am : 38).
Bahwa semuanya adalah milik Allah, mengantarkan manusia kepada
kesadaran bahwa apapun yang berada di dalam genggaman tangannya, tidak
lain kecuali amanat yang harus dipertanggungjawabkan. “Setiap jengkal tanah
yang terhampar di bumi, setiap angin yang berhembus di udara, dan setiap tetes hujan
yang tercurah dari langit akan dimintakan pertanggung jawabannya, manusia
menyangkut pemeliharaan dan pemanfaatannya”,
demikian kandungan penjelasan Nabi Saw. tentang firman-Nya dalam Alquran
“Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kemikmatan
(yang kamu peroleh).” (At-Takatsur : 8)
Dengan demikian manusia bukan saja dituntut agar tidak alpa dan angkuh
terhadap sumber daya yang dimilikinya, melainkan juga dituntut untuk memperhatikan
apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Pemilik (Tuhan) menyangkut apa yang berada di
sekitar manusia.
“Kami tidak menciptakan langit dan bumi serta yang berada di antara keduanya, kecuali
dengan (tujuan) yang hak dan pada waktu yang ditentukan” (QS Al-Ahqaf [46]: 3).
Pernyataan Allah ini mengundang seluruh manusia untuk tidak hanya
memikirkan kepentingan diri sendiri, kelompok, atau bangsa, dan jenisnya saja,
melainkan juga harus berpikir dan bersikap demi kemaslahatan semua
pihak. Ia tidak boleh bersikap sebagai penakluk alam atau berlaku sewenang-wenang
terhadapnya.

8
Memang, istilah penaklukan alam tidak dikenal dalam ajaran Islam. Istilah itu
muncul dari pandangan mitos Yunani yang beranggapan bahwa benda-
benda alam merupakan dewa-dewa yang memusuhi manusia sehingga harus
ditaklukkan.
Yang menundukkan alam menurut Alquran adalah Allah. Manusia tidak sedikit pun
mempunyai kemampuan kecuali berkat kemampuan yang dianugerahkan Tuhan
kepadanya.
“Mahasuci Allah yang menjadikan (binatang) ini mudah bagi kami, sedangkan kami
sendiri tidak mempunyai kemampuan untuk itu.” (QS. Az-Zukhruf [43]: 13)
Jika demikian, manusia tidak mencari kemenangan, tetapi keselarasan dengan alam.
Keduanya tunduk kepada Allah, sehingga mereka harus dapat bersahabat. Aquran
menekankan agar umat Islam meneladani Nabi Muhammad Saw. yang membawa rahmat
untuk seluruh alam (segala sesuatu). Untuk menyebarkan rahmat itu, Nabi Muhammad
Saw. bahkan memberi nama semua yang menjadi milik pribadinya, sekalipun benda-
benda itu tak bernyawa. “Nama” memberikan kesan adanya kepribadian, sedangkan
kesan itu mengantarkan kepada kesadaran untuk bersahabat dengan pemilik nama.
Ini berarti bahwa manusia dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Namun
pada saat yang sama, manusia tidak boleh tunduk dan merendahkan diri kepada segala
sesuatu yang telah direndahkan Allah untuknya, berapa pun harga benda-benda itu. Ia
tidak boleh diperbudak oleh benda-benda itu. Ia tidak boleh diperbudak oleh benda-
benda sehingga mengorbankan kepentingannya sendiri. Manusia dalam hal ini dituntut
untuk selalu mengingat-ingat, bahwa ia boleh meraih apapun asalkan yang diraihnya
serta cara meraihnya tidak mengorbankan kepentingannya di akhirat kelak.

F. Esensi Penciptaan Manusia Sebagai Khalifah Fil Ardh


Satu hal yang mesti dilakukan sebelum kita membicarakan hal-hal lain dari manusia adalah
sebuah pertanyaan filosofis yang senantiasa hadir pada setiap manusia itu sendiri, yakni apa
sesungguhnya manusia itu? Dari segi aspek apakah manusia itu mulia atau terhina? Dan apa tolok
ukurnya? Tentu manusia bukanlah makhluk unik dan sulit untuk dipahami bila yang ingin
dibicarakan berkenaan dengan aspek basyariah (fisiologis)nya. Karena cukup dengan menpelajari
anatomi tubuhnya kita dapat mengetahui bentuk atau struktur terdalamnya.
Tetapi manusia selain merupakan makhluk basyariah (dimensi fisiologis) dan Annaas
(dimensi sosiologis), ia juga memiliki aspek insan (dimensi psikologis) sebuah dimensi lain dari
diri manusia yang paling sublim serta memiliki kecenderungan yang paling kompleks. Dimensi

9
yang disebut terakhir ini bersifat spritual dan intelektual dan tidak bersifat material sebagaimana
merupakan kecenderungan aspek basyarnya. 14
Dari aspek inilah nilai dan derajat manusia ditentukan dengan kata lain manusia
dinilai dan dipandang mulia atau hina tidak berdasarkan aspek basyar (fisiologis). Sebagai
contoh cacat fisik tidaklah dapat dijadikan tolok ukur apakah manusia itu hina dan tidak
mulia tetapi dari aspek insanlah seperti pengetahuan, moral dan mentallah manusia dinilai
dan dipahami sebagai makhluk mulia atau hina. Dalam beberapa kebudayaan dan agama
manusia dipandang sebagai makhluk mulia dengan tolok ukurnya bahwa manusia
merupakan pusat tata surya. Pandangan ini didasarkan pada pandangan Plotimius bahwa
bumi merupakan pusat seluruh tata surya. Seluruh bendabenda langit „berhikmat‟
bergerak mengitari bumi. Mengapa demikian? Karena di situ makhluk mulia bernama
manusia bercokol.15
Manusia tidak lagi dipandang sebagai makhluk mulia bahkan dianggap tak ada
bedanya dengan binatang adapun geraknya tak ada bedanya dengan mesin yang bergerak
secara mekanistis. Bahkan lebih dari itu dianggap tak ada bedanya dengan materi, ada
pun jiwa bagaikan energi yang di keluarkan oleh batu bara.Karena itu wajar bila manusia
dan nilai-nilai kemanusiaan tak lagi dihargai. Maka datanglah kaum humanisme berupaya
mengangkat harkat manusia, dengan memandang bahwa kekuatan, kekuasaan, kekayaan,
pengetahuan ilmiah dan kebebasan merupakan hal esensial yang membedakan manusia
dengan selainnya.16
ُ َ َ ْ ُ َّ ُ ُّ ُ َ َ َّ َّ ً َ َ ْ َْ ْ ‫اس َو َال َت‬ َّ ‫َو َال تُ َص ّع ْر َخ َّد َك ل‬
)81( ‫ور‬
ٍ ‫خ‬ ‫ف‬ ‫ال‬
ٍ ‫ت‬ ‫ُم‬ ‫ُك‬ ‫ِب‬ ‫ُي‬ ‫ال‬ ‫اهلل‬ ‫ن‬ِ ‫إ‬ ۖ ‫ا‬ ‫ح‬‫ر‬ ‫م‬ ‫ض‬ِ ‫ر‬ ‫اْل‬ ‫ِف‬
ِ ‫ش‬ِ ‫م‬ ِ ‫ِلن‬ ِ

18. Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan
janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.

Berpijak pada penjelasan dan ayat di atas, dipahami bahwa untuk menciptakan
tatanan kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah, tugas dan fungsi manusia
sebagai khalifah tidaklah bisa diartikan secara umum, akan tetapi dapat dilihat dalam
konteks khalifah syar‟iyyah. Sebab, hanya dengan predikat inilah manusia dapat

14
Munzir Hatami, Revolusi Sejarah Manusia, Peran Rasul Sebagai Agen Perubahan, (Yogyakarta : PT.
LKIS Pelangi Aksara, 2009), h. 69.
15
Syekh Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, Bulan Bintang, Jakarta, h. 67
16
Nata Abuddin, Akhlak Tasawuf, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, h. 82.

10
melaksanakan fungsinya dengan baik, sesuai dengan amanat Allah yang diberikan
kepadanya.17

G. Kehidupan Manusia Sebagai Khalifah Fil Ardh


Manusia sebagai mahluk yang mulia, menempati posisi yang istimewa yang
diberikan Allah di muka bumi ini. Keistimewaan manusia ini terlihat dari fungsi yang
diberikan Allah kepadanya yakni sebagai Khalifah Allah di bumi.
Manusia diberi kekuasaan untuk mengolah dan memakmurkan alam ini dalam
rangka beribadah kepada Allah SWT, sehingga akan membedakannya dengan mahluk
lain dalam kedudukan dan tanggung jawab. Konsekuensi dari kedudukan dan tanggung
jawab tersebut, manusia akan diminta pertanggungangjawaban atas segala amal yang
dilakukannya dimuka bumi ini sebagai Khalifah Fil Ardh. Makna kata Khalifah artinya
“pengganti”.
Ar-Ragib al-Asfahani, dalam Mu‟jam Mufradat fi Gharibil Quran, menjelaskan
bahwa menggantikan yang lain berarti melaksanakan sesuatu atas nama yang digantikan,
baik bersama yang digantikannya maupun sesudahnya. Lebih lanjut, Al-Asfahani
menyebutkan bahwa kekhalifahan tersebut dapat terlaksana akibat ketiadaan di tempat,
kematian atau ketidakmampuan orang yang digantikan, dan dapat juga akibat
penghormatan yang diberikan kepada orang yang menggantikan”.18
kekhalifahan manusia dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu khalifah kauniyat
dan khalifah syariat. Khalifah kuaniyat mencakup wewenang manusi secara umum yang
telah dianugerahkan Allah SWT untuk mengatur dan memanfaatkan alam semesta beserta
isinya bagi kelangsungan kehidupan umat manusia di muka bumi. Pemberian wewenang
Allah kepada manusia dalam konteks ini, meliputi pemakmuran yang bersifat umum
tanpa dibatasi oleh agama atau keyakinan apa yang dia akui. Artinya, label kekahalifahan
yang dimaksud diberikan kepada semua manusia sebagai penguasa alam semesta.19
Khalifah syari‟at meliputi wewenang Allah yang diberikan kepada manusia untuk
memakmurkan alam semesta. Hanya saja untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab
ini, predikat khalifah, secara khusus ditujukan kepada orang-orang mukmin. Hal ini
dimaksudkan, agar dengan keimanan yang dimilikinya, mampu menjadi pilar dan kontrol
dalam mengatur mekanisme alam semesta, sesuai dengan nilai-nilai Ilahiyah yang telah

17
Munzir Hatami, h.74
18
Achmad Maulana, Kamus Ilmiah Populer, Abosulte, Yogyakarta, 2010, h. 17.
19
Hamid Mowlana, Masyarakat Madanai, Konsep Sejarah dan Agenda Politik, Shdra Press, 2010, h 34

11
digariskan Allah SWT lewat ajaranNya. Dengan prinsip ini manusia, akan senantiasa
berbuat kebaikan dan memanfaatkan alam semesta demi kemaslahatan umat manusia.20
Bila dimensi ini dikembangkan dalam kajian pendidikan Islam, maka dalam proses
mempersiapkan generasi penerus estafet kekhalifahan yang sesuai dengan nilai-nilai
Ilahiyah, pendidikan yang ditawarkan harus mampu memberikan dan membentuk pribadi
peserta didiknya dengan acuan nilai-nilai Ilahiyah.
Dengan penanaman ini, akan menjadi panduan baginya dalam melaksanakan amanat
Allah SWT di muka bumi. Kekosongan akan nilai-nilai religius, akan mengakibatkan
manusia bebas kendali dan berbuat sekehendaknya. Sikap yang demikian akan
berimplikasi timbulnya nilai-nilai egoistis yang bermuara kepada timbulnya sikap angkuh
dan sombong pada diri manusia. Sikap ini akan berbias kepada tumbuhnya sikap
memandang rendah orang lain. Manusia di luar dirinya adalah alat yang bisa dikorbankan
untuk mencapai tujuan yang diinginkannya.
Jika ini terjadi, pada waktu yang sama, nilai-nilai sakral kemanusiaan manusia telah
tercampak dan sekaligus menumbuhkan cikal bakal mafsadah di muka bumi ini.21

H. Manusia Sebagai Khalifah Fil Ardh Dalam Implementasi Kehidupan Sosial


Bermasyarakat Dalam Kajian Islam

Salah satu sifat khas manusia sebagai makhluk dan karenanya ia berbeda dengan
binatang adalah bahwa ia merupakan makhluk yang diciptakan selain sebagai makluk
berjiwa individual, bermasyarakat merupakan kecenderungan alamiah dari jiwanya yang
paling sublim. Kedua aspek ini mesti dipahami dan di letakkan pada porsinya masing-
masing secara terkait. Sebab yang pertama melahirkan perbedaan dan yang kedua
melahirkan kesatuan. Karena itu mencabut salah satunya dari manusia itu berarti
membunuh kemanusiaananya. Dengan kata lain bahwa perbedaan-perbedaan (bukan
pembedaan-pembedaan) yang terjadi di antara setiap individu-individu (sebagai identitas
dari jiwa individual) merupakan prinsip kemestian bagi terbentuknya masyarakat dan
dinamikanya. Sebab bila sebuah masyarakat, individu-individu haruslah memiliki
kesamaan, maka ini berarti dinamisasi, dalam arti, saling membutuhkan pastilah tak
terjadi dan karenanya makna masyarakat menjadi kehilangan konsep. Di sisi lain dengan

20
Budhy Rahman Munawar, Membaca Nurcholish Majid, Islam dan Pluralisme, Democary Project,
Jakarta, 2011, h. 39.
21
Nizar Samsul, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, Gaya Media Pratama, Jakarta,
2001, hlm. 21

12
adanya perbedaan-perbedaan di antara para individu meniscayakan adanya saling
membutuhkan, memberi dan kenalmengenal dan karena itu konsep kemanusiaan memiliki
makna.
Bagai kejadian selalu muncul. Jika kemudian selalu lahir orang-orang besar, orang-
orang yang mampu menangkap kehendak sejarah dan berperan besar di dalamnya, maka
hal itu tak terlepas dari sejarah itu sendiri. Sang pemimpin selalu muncul, dia ada di
depan untuk mengarahkan masyarakat akan harapan hari depan. Dia mampu menangkap
sesuatu yang menjadi keresahan masyarakat dan sekaligus memberikan harapan akan hari
depan. Sejarah munculnya Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin dan pelopor orang-
orang Arab (dan kemudian dunia) yang kemudian dikenal sebagai orang besar dalam
sejarah dunia.
Beliau memberikan jawaban dan mengarahkan masyarakat bergerak untuk menjawab
berbagai macam kontradiksi yang ada, yang oleh banyak orang dikenal sebagai zaman
jahiliyah.22 Sejarah tersebut dapat dijadikan motivasi dan renungan bagi kita sebagai umat
Islam untuk menyongsong masa depan.
Tidak ada manusia yang memiliki hak secara intrinsik untuk mengatur orang lain,
bahkan jika ia mengeluarkan ketetapan-ketetapan yang benar dan adil, karena semua
orang, sebagaimana makhluk-makhluk lain, adalah diciptakan dan merupakan kepunyaan
Allah Yang Maha kuasa, dan tak seorang pun yang boleh turut campur dengan kepunyaan
orang lain tanpa izin pemiliknya. Seorang manusia tidak memiliki hak, bahkan untuk
menggunakan anggota tubuhnya sendiri dengan cara yang bertentangan dengan kehendak
Tuhan, dan sebagai konsekuensinya, ia tidak bisa membiarkan orang lain melakukannya
juga. Karenanya, satu-satunya yang memiliki hak mutlak untuk memerintah dan menolak
siapapun dan apapun hanyalahTuhan Yang Maha Esa. Semua otoritas dan wilayah harus
berasal dari Dia atau paling tidak sesuai dengan hukum-hukumNya.
Islam tidak hanya menekankan pentingnya kehidupan sosial, bahkan menganggap
perhatian pada permasalahan sosial dan perjuangan bagi kepentingan semua umat
manusia sebagai suatu kewajiban. Tidak peduli pada permasalahan semacam itu, dalam
Islam dianggap sebagai dosa besar. Agar tercipta keteraturan sosial, diperlukan suatu
hukum dalam kehidupan sosial, karena tak ada masyarakat yang bisa bertahan hidup
tanpa adanya peraturan dan ketentuan sosial.

22
Munzir Hatami, …,h. 103

13
Tujuan hukum bukan hanya untuk menciptakan peraturan dan disiplin sosial, namun
lebih dari itu adalah untuk menjaga keadilan sosial. Dalam perpsektif Islam, hukum-
hukum sosial harus bisa mempersiapkan landasan dan kondisi yang mendukung
perkembangan spiritual dan kebahagiaan abadi bagi manusia. Paling tidak, hukum-hukum
sosial tidak boleh bertentangan dengan perkembangan spiritual. Bahkan jika suatu hukum
bisa menegakkan suatu tatanan sosial namun menyebabkan kemalangan abadi bagi
manusia.
Dari sudut pandang Islam hukum ini tidak bisa diterima, bahkan jika hukum tersebut
diterima oleh mayoritas. Teori yang berlaku di kebanyakan masyarakat dewasa ini adalah
bahwa hukum harus disahkan dan disepakati oleh masyarakat itu sendiri, atau wakilwakil
mereka. Karena konsensus dari semua anggota masyarakat maupun dari semua wakil-
wakil mereka itu praktis mustahil terjadi, maka pendapat mayoritas (bahkan jika hanya
setengah plus satu) merupakan kriteria validitas hukum tersebut. Dari sudut pandang
Islam, hukum-hukum harus disahkan sedemikian rupa sehingga bisa memberikan manfaat
bagi anggota masyarakat, khususnya bagi mereka yang ingin meningkatkan diri dan ingin
memperoleh kebahagiaan abadi. Jelas bahwa hukum semacam itu harus disahkan oleh
seseorang yang memiliki pengetahuan yang memadai tentang manfaat yang sejati dan
sesungguhnya bagi manusia, dan yang kedua, yang tidak mengorbankan manfaat bagi
orang lain demi kepentingannya pribadi dan nafsu yang sia-sia.
Jelas bahwa tak ada yang lebih bijaksana daripada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang
tidak memiliki kepentingan atas hamba-hambaNya atau sesuatu yang mereka lakukan,
dan yang telah menetapkan ketentuan ketuhanan hanya demi memberikan manfaat bagi
hamba-hambaNya itu. Tentu saja, hokum-hukum sosial yang digambarkan dalam kitab-
kitab yang diturunkan dari langit itu tidak secara eksplisit menyatakan semua ketentuan
sosial yang berlaku di semua tempat dan waktu melainkan sekadar memberikan kerangka
umum yang bisa menjadi sumber penetapan peraturan yang diperlukan, berkaitan dengan
perbedaan waktu dan tempat.
Islam, sebagaimana kebanyakan mazhab politik yang lain, membutuhkan keberadaan
suatu negara sebagai kekuatan yang bisa mencegah penyimpangan hukum, dan
kelemahan suatu negara akan berarti terhambatnya penerapan hukum, keadaan chaos, dan
pelanggaran hak-hak kaum yang lemah.
Jelas bahwa ada dua kualifikasi fundamental bagi mereka yang bertugas menerapkan
hukum, terutama bagi yang berada di puncak piramida kekuasaan: pertama, pengetahuan
yang memadai dari hukum tersebut untuk menghindari penyimpangan yang disebabkan

14
oleh ketidaktahuan; dan yang kedua, kontrol pribadi atas kehendaknya untuk mencegah
keinginan yang disengaja untuk menerapkan hukum secara salah. Dalam termonologi
religius, orang seperti ini disebut sebagaimaksum (terjaga dari dosa). Semua umat Islam
percaya pada kemaksuman Nabi Muhammad SAW.23
Di sisi lain, kita mengetahui bahwa kecuali bagi para nabi tidak ada orang lain yang
secara khusus ditunjuk oleh Tuhan untuk menjalankan hukum dan untuk memerintah.
Jadi, manusia harus berusaha untuk menemukan orangorang yang sebisa mungkin
menyerupai para nabi, yang kemudian lebih dikenal dengan istilah manusia sempurna
(insan kamil).

23
Munzir Hatami, h. 103

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian-uraian di atas, dapat kita ambil kesimpulan, bahwasanya Allah
menciptakan kita disertai dengan Naluri keagamaan/fitrah keagamaan. Secara tidak
langsung, kita mencari atau tidak mencari Tuhan pun, kita sudah dapat merasakan
kehadiran dan membutuhkan-Nya di saat kita lemah.

Dalam konteks pengembangan umat, tauhid berfungsi mentransformasikan setiap


individu yang meyakininya menjadi manusia yang lebih ideal dalam arti memiliki sifat-
sifat mulia yang membebaskan dirinya dari setiap belenggu sosial, politik, ekonomi, dan
budaya.
Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan Alquran terhadap lingkungan bersumber
dari fungi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara
manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam. Kekhalifahan mengandung arti
pengayoman, pemeliharaan, serta pembimbingan, agar setiap makhluk mencapai tujuan
penciptaannya. Dalam pandangan akhlak Islam, seseorang tidak dibenarkan
mengambil buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum mekar, karena hal ini
berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya.
Dengan demikian manusia bukan saja dituntut agar tidak alpa dan angkuh
terhadap sumber daya yang dimilikinya, melainkan juga dituntut untuk memperhatikan
apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Pemilik (Tuhan) menyangkut apa yang berada di
sekitar manusia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abduh, Syekh Muhammad. Risalah Tauhid, Bulan Bintang, Jakarta


Abuddin, Nata. 2012 Akhlak Tasawuf, Jakarta : Rajawali Pers
Akademik Pokja.. Tauhid.( Yogyakarta: Pokja Akademik UIN SUKA 2005)
al-Isfahani, Al-Raghib. 1961. Mufradat Gharîb al-Qur‟ân, (Mesir: Al-Halabi )
Ali, Zainuddin . 2016. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Jakarta : PT Bumi Aksara) cet. 8
Anwar, Rozak, Rosihon. 2010), Ilmu Kalam Untuk UIN, STAI, PTAIS, (Bandung:Pustaka
Setia)
Fauzan, Abd. Fauzan. 1998.at-Ta‟liq al-mukhtashar al-Mufid 'ala kitabi at-Tauhid lissyaikh
muhammad ibn 'abdul Wahhab. (Ponorogo : Darussalam Press)
Hatami, Munzir. 2009. Revolusi Sejarah Manusia, Peran Rasul Sebagai Agen Perubahan,
(Yogyakarta : PT. LKIS Pelangi Aksara)
Latief, Abdul,dkk. 1998. Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan, (Jakarta: Darul Haq).
Manzur, Ibn. 1969. Lisân al-‟Arab, (Kairo: Dar al-Ma‟arif) Juz X
Maulana, Achmad. 2010. Kamus Ilmiah Populer, (Yogyakarta : Abosulte)
Mowlana, Hamid. 2010. Masyarakat Madani, Konsep Sejarah dan Agenda Politik,( Jakarta :
Shdra Press)
Mujib, Abdul. 1999. Fitrah dan Kepribadian Islam; sebuah Pendekatan Psikologis, ( Jakarta:
Darul Falah,)
Munawar, Budhy Rahman. 2011.Membaca Nurcholish Majid, Islam dan Pluralisme, (Jakarta
: Democary Project)
Ridha, Muhammad, Rasyid. Tafsîr al-Manâr, (Beirut: Dar al- Ma‟rifah, tth.), Jilid 1,
Samsul, Nizar.2001. Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta : Gaya
Media Pratama,)
Yusuf, Musa. 1961.Islam suatu kajian komprehensif (Terj.) (Jakarta: Rajawali Press)

17

Anda mungkin juga menyukai