Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“Konsep Manusia Sebagai Makhluk Bertuhan”

Dosen Pengampu :
Dr. Chakam Failasuf, M.Pd.

Disusun oleh :
Kelompok 2

1. Annisa Dinda Herlistanti (1513623076)


2. Fathia Almaera El Fauzi (1516623023)
3. Reina nur sabrina (1516623031)
4. Muhammad Zidane Satya Raharsyah (1513623047)
5. Septi Andini Rahmawati (1513623022)
6. Arya Kusuma (1513623039)
7. Inaia Archivita Suharya (1516623051)

HALAMAN JUDUL
FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang sudah memberikan kesehatan
jasmani dan rohani sehingga kita masih bisa menikmati indahnya Alam ciptaan-Nya.
Sholawat serta salam kita haturkan kepada teladan kita semua Nabi Muhammad
Shallallahu `alaihi Wa Sallam yang telah memberitahu kepada kita jalan yang benar
berupa ajaran agama yang sempurna serta menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Penulis sangat bersyukur karena dapat merampungkan makalah yang menjadi tugas
dalam mata pelajaran Agama Islam dengan judul “Konsep Manusia Sebagai Makhluk
Bertuhan”. Selain itu, penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai
pihak yang sudah membantu sampai makalah ini dapat terselesaikan.

Akhir kata, penyusun sangat memahami apabila makalah ini tentu jauh dari kata
sempurna, maka dari itu kami butuh kritik dan sarannya yang bertujuan untuk
memperbaiki karya-karya kami selanjutnya di waktu yang akan datang.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 2
A. Latar Belakang.......................................................................................................2
B. Rumusan Masalah .................................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................................. 4
2.1 Konsepsi tentang Tuhan dari Perspektif Agama dan Filosofi ..................... 4
2.2 Implikasi kebertuhanan terhadap sikap pribadi dan sosial ......................... 6
2.3 Implikasi kebertuhanan dalam membangun pribadi mulia ........................ 8
2.4 Interpretasi Kebertuhanan Antroposentris ................................................... 9
2.5 Konsep Diri Manusia Islami .......................................................................... 10
2.6 Tugas dan Peran Manusia Sebagai Hamba Dan Khalifah Allah .............. 12
2.7 Karakter-karakter positif dalam pengembangan diri sesuai dengan
profesinya ............................................................................................................... 17
2.8 Tugas dan kewajiban manusia terhadap alam semesta .............................. 17
2.9 Prinsip-prinsip islam dalam pengelolaan alam semesta ............................. 18
BAB 3 PENUTUP .................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 22

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
“Manusia adalah makhluk yang berketuhanan atau yang disebut homodivinous
(makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut juga homoreligious artinya
makhluk yang beragama”. Hampir seluruh ahli ilmu jiwa sependapat bahwa dalam diri
manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal.
Secara kodratnya, kedudukan manusia secara pribadi mencerminkan sesuai
dengan sifat-sifat asli, kemampuan, dan bakat-bakat alami yang melekat padanya.
Harkat manusia artinya derajat manusia. Harkat manusia adalah nilai manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang taqwa, menjadi manusia beriman, islam, dan
ihsan. Martabat manusia artinya harga diri manusia. Martabat manusia adalah
kedudukan manusia yang terhormat sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa
yang berakal budi sehingga manusia mendapat tempat yang lebih tinggi dibanding
makhluk yang lain. Ditinjau dari martabat, kedudukan manusia itu lebih tinggi dan
lebih terhormat dibandingkan dengan makhluk lain. Manusia untuk berpikir yang baik,
Manusia dengan hewan sama-sama memiliki otak, tetapi otak yang dimiliki oleh
manusia diberikan akal yang dapat digunakan untuk berpikir secara baik serta dapat
berbahasa yang dapat saling dimengerti.
Allah menciptakan manusia di dunia ini dengan berbagai ragam dan kekurangan
dan kelebihannya. Sekurang-kurang kemampuan seseorang, dibaliknya itu terdapat
kelebihan yang tersembunyi yang mungkin tidak semua orang dapat mengetahuinya.
Allah berfirman di dalam Q.S. Ar- Rahman:
ٓ َ ‫َف ِبأَىِّ َء‬
ِ ‫اَل ِء َر ِّب ُك َما ُت َك ِّذ َب‬
‫ان‬

Artinya: "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan."

Di dalam Q.S. Ar-Rahman, firman-Nya diulang sebanyak 33 kali, memberi


makna manusia memiliki sifat untuk ingkar dan sering mendustakan kebesaran-Nya
dalam sikap dan perbuatan. Menyembunyikan Kebenaran itu sangat manusiawi,
sehingga mereka jadikan kewajaran. Dari kutipan qur'an tersebut, sudah selayaknya

2
kita sebagai manusia yang memiliki keistimewaan dan tanggung jawab (Sebagai
makhluk bertuhan) harus pandai- pandai mensyukuri atas segala nikmat dan karunia
Allah SWT. Dan berusaha menghilangkan sifat ingkar dalam bentuk kesyukuran.
Dalam Q.S. Ibrahim ayat 7 :
َ ‫َوإِ ۡذ َتأ َ َّذ َن َر ُّب ُكمۡ لَ ِٮن َشڪ َۡر ُتمۡ ََلَ ِزيدَ َّن ُكمۡ ۖ َولَ ِٮن‬
)٧ ‫َ ََ ۡر ُتمۡ إِنَّ ََ َذ ِاب لَ َشدِيد‬
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (Q.S. Ibrahim [14] : 7)
Salah satu usaha untuk membimbing manusia yang pandai bersyukur melalui
penanaman agama yang baik dengan pengajaran dan penanaman aqidah, akhlak, dan
budi pekerti di lingkungan keluarga, masyarakat, dan membentengi dirinya madrasah
untuk dari pengaruh- pengaruh yang tidak baik dari luar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep manusia sebagai makhluk bertuhan dipahami dalam
berbagai tradisi keagamaan dan filosofi?
2. Apa hubungan antara manusia dan Tuhan dalam pemahaman konsep manusia
sebagai makhluk bertuhan?
3. Bagaimana konsep manusia sebagai makhluk bertuhan mempengaruhi perilaku
dan tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari?

C. Tujuan
1. Menggali dan menganalisis berbagai pandangan dan pemahaman tentang
hubungan antara manusia dan Tuhan dari berbagai perspektif keagamaan,
filosofis, dan etis.
2. Memahami implikasi konsep tersebut terhadap nilai-nilai moral dan etika yang
dipegang oleh individu dan masyarakat.
3. Menjelaskan bagaimana konsep manusia sebagai makhluk bertuhan
mempengaruhi perilaku dan tindakan manusia dalam kehidupan sehari-hari.

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Konsepsi tentang Tuhan dari Perspektif Agama dan Filosofi


 Menurut Para Filsuf
Beberapa argumen yang dikemukakan oleh para filsuf dengan argumen
burhani-nya, berkaitan dengan eksistensi Tuhan adalah sebagai berikut :
1. Al-Kindi seorang filsuf Arab (w.sekitar 866 M) dengan argumen
kebaruan (dalil al-huduts) nya. Ia mengatakan bahwa alam semesta ini
betapapun luasnya adalah terbatas. Karena terbatas, alam tidak mungkin
memiliki awal yang tidak terbatas. Oleh karena itu, alam yang terbatas ini
tidak mungkin bersifat azali (tidak mempunya awal). Ia mesti memiliki
titik awal dalam waktu, dan materi yang melekat padanya juga terbatas
oleh gerak dan waktu.jika materi,gerak dan waktu dari alam ini terbatas,
berarti alam semesta ini baru (huduts).
2. Ibnu Sina (w. 1037 M) melalui argumen kemungkinan (dalil al-jawaz)
atau kontingensi. Ia membagi wujud dalam tiga kategori ; Wujud Niscaya
(wajib al-wujud) adalah wujud yang senantiasa harus ada dan tidak boleh
tidak ada, wujud mungkin (mumkin al-wujud) adalah wujud yang boleh
saja ada atau tiada, dan wujud mustahil (mumtani al-wujud) adalah wujud
yang keberadaannya tidak terbayangkan oleh akal. Alam ini adalah wujud
yang boleh ada dan boleh tidak ada. Karena alam merupakan wujud yang
boleh ada, alam bukan wujud niscaya, namun karena alam juga boleh tidak
ada maka dapat dikatakan wujud mustahil.
3. Ibnu Rusyd (w. 1198 M) dengan argumen rancangan (dalil al-
inayah)nya. Dengan pemikiran rasional-religiusnya berpendapat bahwa
perlengkapan (fasilitas) yang ada di alam ini diciptakan untuk kepentingan
manusia. Hal ini merupakan bukti adanya Tuhan Yang Maha Pengasih lagi
Penyayang. Melalui “rahmat” yang ada di alam ini, membuktikan bahwa
Tuhan ada. Selain itu penciptaan alam yang menakjubkan, seperti adanya
kehidupan organik, persepsi indrawi,dan pengenalan intelektual
merupakan bukti lain adanya Tuhan melalui konsep penciptaan keserasian.
4
 Menurut Agama
Menurut ajaran agama Islam, Tuhan dinamakan sebagai Allah Swt dan
diyakini sebagai Dzat Maha Tinggi yang nyata dan Esa, Pencipta Yang
Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi, Penentu Takdir dan Hakim untuk
alam semesta. Kata Allah dalam Al-Qur’an merupakan sebutan khusus dan
tidak dipunyai oleh kata lain selain-Nya karena hanya Tuhan Yang Maha
Esa yang berhak menyandang nama tersebut. Keesaan Allah bisa dibuktikan
dengan tiga bagian pokok, yaitu kenyataan wujud yang tampak, rasa yang
ada dalam jiwa manusia, dan dalil-dalil logika. Kenyataan wujud yang
terlihat Al-Qur’an memakai seluruh wujud bukti, terlebih keberadaan alam
semesta dengan segala isinya (Shihab, 1996).
Konsep ketuhanan dalam Islam artinya adalah meyakini. menyembah,
dan mempertuhankan Allah SWT, tiada lain selain Dia. Selain itu,
Ketuhanan berarti tunduk kepadaNya, merendahkan diri dihadapanNya,
takut dan mengharapkanNya, kepadaNya tempat berpasrah ketika berada
dalam kesulitan, berdo'a dan bertawakkal kepadaNya untuk kemaslahatan
diri, meminta perlindungan dari padaNya, dan menimbulkan ketenangan di
saat mengingatNya dan terpaut cinta kepadaNya.
Surat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang Ketuhanan dalam Islam,
adalah sebagai berikut:
Surat Al – An’am Ayat 1 :
َ ‫ورۖ ُُ َّم ٱلَّذ‬
ۡ‫ِين َك ََرُ و ْا ِب َرب ِِِّم‬ ِ ‫ٱلظلُ َم ٰـ‬
َ ‫ت َوٱل ُّن‬ َ ‫ت َو ۡٱَلَ ۡر‬
ُّ ‫ض َو َج َع َل‬ ِ َّ ِ ‫ۡٱل َح ۡم ُد‬
ِ ‫ّلِل ٱلَّذِى َخلَ َق ٱل َّس َم ٰـ َوٳ‬
َ ُ‫َي ۡع ِدل‬
)ٔ ‫ون‬

Artinya: "Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi, dan menjadikan gelap dan terang, namun demikian orang-orang kafir
masih mempersekutukan Tuhan mereka dengan sesuatu." (Q.S. Al-
An’am[6]:1)

5
2.2 Implikasi kebertuhanan terhadap sikap pribadi dan sosial
Di dalam pengalaman kehidupan nyata sangat besar perbedaan antara
orang beriman yang hidup menjalankan agamanya dengan orang yang tidak
beragama atau acuh tak acuh kepada agamanya. Manusia membutuhkan waktu
untuk membiasakan diri, dilakukan demi sedikit dan berulang dengan niat dan
berusaha serta selalu istiqomah dan pada lahirnya manusia akan bertawakal
kepada tuhannya agar dapat menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang
mulia. Orang yang berpegang teguh pada keyakinan agamanya sikapnya selalu
tenang. Tetapi bagi mereka yang tidak menjalankan perintah agamanya selalu
resah dan tampak gelisah. Menurut Mc. Guiere yang membentuk sistem nilai
dalam diri manusia adalah agama. Setelah terbentuk, maka seseorang secara
langsung dapat menggunakan sistem nilai ini dalam hal mengevaluasi, dan
menafsirkan situasi dan kondisi. Contohnya seperti seseorang dapat
menyimpulkan saya berdosa, saya orang baik, saya pengusaha sukses.
Pengaruh lingkungan kepada seseorang adalah memberi bimbingan
terhadap potensi yang dimilikinya. Artinya jika potensi fitrah itu bisa
dikembangkan sejalan dengan pengaruh lingkungan maka akan terjadi sebuah
keselarasan. Agama dalam kehidupan individu juga berfungsi sebagai berikut:
a. Sumber Nilai Dalam Menjaga Kesusilaan
Nilai-nilai yang terdapat dalam agama islam menjadi acuan dan petunjuk bagi
manusia dalam kehidupannya.
b. Agama Sebagai Sarana Untuk Mengatasi Frustasi
Seseorang yang gagal mendapatkan kepuasan yang diinginkan maka ia akan
datang kepada tuhannya dengan cara beribadah agar dapat mengobati rasa
frustasinya.
c. Agama Sebagai Sarana Untuk Memuaskan Keingintahuan
Agama dapat menjawab berbagai pertanyaan yang datang dari rasa
keingintahuan yang dimiliki oleh manusia (Zakiah Daradjat 1996) Agama
sangat tidak mungkin dipisahkan dari permasalahan kehidupan masyarakat.
Karena Agama adalah hal terpenting yang diperlukan dalam kehidupan
bermasyarakat. Dalam kenyataannya fungsi agama dalam masyarakat yaitu:

6
● Berfungsi sebagai edukatif
Maksudnya adalah setiap agama yang dianut memberikan pengajaran yang
harus ditaati. Secara yuridis agama menyuruh dan melarang. Hal ini yang
membuat penganutnya melakukan hal-hal baik sesuai yang diperintahkan
agama masing-masing.
● Berfungsi sebagai penyelamat.
Keselamatan yang diajarkan dalam agama ada dua, yaitu keselamatan di
dunia dan keselamatan di akhirat. Untuk mencapai keselamatan harus
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
● Berfungsi sebagai perdamaian
Setiap ajaran agama pasti mengajarkan kedamaian. Jika seseorang berbuat
dosa lantasia segera bertaubat dan memohon ampun, niscaya tuhan akan
mengampuninya dan memberikan ketentraman batin.
● Berfungsi sebagai rasa pemupuk rasa solidaritas.
Dalam Islam tidak hanya hubungan kepada Sang Maha Pencipta, tetapi
ada juga yang namanya hubungan kepada manusia baik yang seiman
ataupun tidak seiman. Menjaga hubungan silaturahmi bahkan
diperintahkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam:
"Tidak ada dosa yang Allah SWT lebih percepat siksaan kepada pelakunya
di dunia, serta yang tersimpan untuknya di akhirat selain perbuatan zalim
dan memutuskan tali silaturahmi." (HR Tirmidzi)
oleh Allah dalam firmannya dan sudah disabdakan oleh baginda nabi
Muhammad. Jika seseorang tidak memiliki adab kelakuan yang baik maka
akan timbul segala kejahatan yang membinasakan diri dan menyusahkan
lain lainnya. Dalam membangun pribadi yang baik tidaklah mudah karena
harus dibiasakan sejak seseorang itu di usia dini, dilakukan secara terus
menerus dan istiqomah in shaa Allah akan membentuk karakter manusia
yang bertakwa. Adapun seseorang sebelum membentuk pribadi yang dia
harus mengenal tuhannya untuk apa dia melakukan itu, jika seseorang
sudah mengenal tuhannya pasti dia akan melakukan apa yang
diperintahkan seperti halnya untuk berbuat baik/berakhlak karimah.

7
2.3 Implikasi kebertuhanan dalam membangun pribadi mulia
Manusia memiliki kepribadian di mana ini merupakan salah satu pembeda
antara manusia dengan makhluk lainnya yang Allah SWT ciptakan. Manusia
diciptakan secara utuh karena manusia memiliki akal dan pikiran yang dapat
menciptakan sikap, perilaku, motivasi dan keterampilan yang menjadi dasar dari
pembentukan kepribadian. Sebagai makhluk yang bertuhan, manusia tentunya
mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan sesuai dengan kaidah moral atau disebut
sebagai kepribadian mulia.
Islam merupakan salah satu agama yang cenderung membangun kesadaran
kritis dan transformatif. Pembangunan kesadaran kritis dan transformatif dalam
islam dalam ditinjau dari wahyu pertama yaitu surat al-alaq ayat 1-5. Surat ini
dibuka dengan perintah untuk membaca. Membaca yang dimaksud pada ayat
tersebut membaca.
realitas sosial realitas budaya, realitas keberagamaan, dan realitas alam.
Konsep pembacaan realitas inilah yang mengantarkan peradaban islam menjadi
peradaban maju pada masa dinasti abbasiyah.
Manusia yang berakhlak mulia selalu taat dan bertakwa kepada Tuhan yaitu
Allah SWT, dengan mengikuti teladan Nabi dan orang-orang yang beribadah
dengan khusyuk. Untuk membangun dan pembentukan akhlak mulia tentunya
harus dimulai dengan penanaman keimanan percaya kepada Allah SWT. Melalui
kajian dan penerapan tauhid. Menurut Q.S. Ali Imran Tafsir M. Quraish Shihab
ayat 139 oleh Al Misbah (web Tafsirq), Tauhid dan keimanan merupakan dasar
utama yang diajarkan kepada seluruh umat Islam.
َ ‫َو ََل َت ِه ُنو ْا َو ََل َت ۡح َز ُنو ْا َوأَن ُت ُم ۡٱَلَ َۡلَ ۡو َن إِن ُكن ُتم م ُّۡؤ ِمن‬
)ٖٔ١ ‫ِين‬
Artinya: "Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih
hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang-orang yang beriman.” (Q.S. Ali Imran[3]:139)
Tentu saja, membangun kepribadian yang mulia membutuhkan waktu dan
proses yang bertahap, Upaya yang disengaja dan gigih melibatkan Istiqomah.
Pembentukan pribadi yang mulia dalam hidup Allah SWT adalah aset berharga
yang harus diterapkan. dalam suatu hubungan. Orang yang baik dapat dikenali

8
dari penampilannya, cara berbicaranya, dan cara bertindaknya. Untuk menjadi
orang yang mulia, manusia harus memulai aktivitas aktif dari hal kecil hingga
besar seperti membaca ayat-ayat Alquran, memperdalam ilmu agama, Penuhi janji
sholat lima waktu tepat waktu. belajar bersyukur, belajar sabar, dan terbiasa
dengan bersikap sopan santun. Kalau saja bisa melakukan hal-hal kecil Perbuatan
baik dibentuk dan diulangi dengan izin Allah SWT. Setiap orang dapat
memodifikasi dan membangun karakter mulia.

2.4 Interpretasi Kebertuhanan Antroposentris


Antroposentris secara definisi adalah konsep etika yang semua pandangannya
manusia sebagai pusat dari segala pusat. Dalam Islam tuhan menjadi titik pusat
dari segala yang ada dialam semesta ini, semua makhluk hidup bergantung pada
lingkungan sekitarnya yaitu alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari.
Maka kehambaan seseorang itu diperlukan jika dia berbuat baik kepada tuhan-
Nya pastinya dia akan berbuat baik kepada makhluknya. Ada alasannya manusia
itu bertuhan dan fungsi dan bertuhan adalah menyembah pemilik alam. semesta
dan isinya, sudah seharusnya manusia sebagai hamba tuhan menyembah karena
tuhan- lah yang menciptakan. Manusia hanya hamba yang lemah yang perlu
bantuan dari keberadaannya tuhan. (Abdulah All 2005).
Maka hakikat dari kehambaan terhadap Allah SWT ialah dengan kita
mentaati, mematuhi dan tunduk terhadap semua perintah dan larangan-Nya.
Pengertian dari hamba itu sendiri adalah manusia yang selalu taat, tunduk dan
patuh terhadap tuan-Nya yaitu Allah SWT. Kita sebagai hamba-Nya haruslah taat
untuk beribadah, bertaqwa, dan melakukan semua ajaran-Nya tanpa adanya suatu
paksaan melainkan dengan suatu ketulusan dari diri kita sebagai hamba-Nya.
Dalam pandangan agama bahwasanya manusia dan tuhan saling berkaitan seperti
yang tertera dalam Al-Quran dan hadits nabi, maka kesinambungan itu disebut
dengan "Hablum minallah Hablum minannas".
Bisa dikategorikan bahwa hamba yang beriman adalah yang memiliki
hubungan baik kepada tuhan-Nya dan memiliki hubungan baik kepada ciptaannya
yang ada di bumi. Menjaga hubungan yang baik dengan tuhan yaitu menjalankan
perintah- perintahnya dan menjauhkan segala apa yang dilarangnya, maka hamba
9
tersebut menjadi seorang yang bertakwa dan beriman. Begitu juga dia berbuat
baik kepada makhluk nya Allah pastinya. mendapatkan ganjaran di akhirat kelak.
Bentuk penghambaan kepada rabbNya yaitu, mengerjakan amar ma'ruf nahi
mungkar dan selalu meminta ampunan kepadanya.

2.5 Konsep Diri Manusia Islami


Konsep diri adalah pandangan dan sikap individu terhadap diri sendiri.
Terkait dengan dimensi fisik.karakteristik individual,dan motivasi diri. Konsep
diri dibagi 2 menurut Hurlock yaitu.konsep diri pada seseorang terhadap dirinya
yang Sebagian perannya berhubungan dengan orang lain serta penilaian orang lain
terhadap dirinya. Yang kedua konsep diri ideal merupakan gambaran seseorang
mengenai keterampilan dan kepribadian yang didambakannya Menurut
pandangan islam,konsep diri bahwa pada diri manusia telah dibentuk oleh Allah
SWT,untuk menjadikan sebagai konsep diri yang sempurna yang telah ada di
dalam manusia menurut syekh Hakami konsep diri merupakan memberi rupa
makhluk dengan tanda tanda yang membedakan antara yang satu dengan yang
lain. Pengenalan diri pertama kali adalah dari mengenal siapa yang menciptakan
kita dan untuk apa kita diciptakan Nabi Muhammad SAW juga pernah bersabda
"Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya, dan
barangsiapa yang mengenal Tuhannya maka binasalah (fana) dirinya
Maka dari hadits diatas hal pertama kali yang harus dikenal bagi setiap orang
islam adalah mengenal tuhannya yaitu Allah Jika seorang hamba mengenal
tuhannya dengan baik, maka akan memiliki kepribadian yang baik Sesungguhnya
diri kita terbagi dua sebagaimana firman Allah dalam surat Luqman ayat 20:
ِ ‫ت َو َما ِف ۡٱَلَ ۡر‬
‫ض َوأَ ۡس َب َغ ََلَ ۡي ُكمۡ ن َِع َم ُه ۥ َظ ٰـ ِه َرة‬ َ َّ َّ‫أَلَمۡ َت َر ۡو ْا أَن‬
ِ ‫ٱّلِل َس َّخ َر لَ ُكم مَّا ِف ٱل َّس َم ٰـ َوٳ‬
)ٕٓ ‫ٱّلِل ِب َغ ۡي ِر َِ ۡلم َو ََل هُدى َو ََل ِك َت ٰـب ُّمنِير‬ ِ َّ ‫اِ َمن ي َُج ٰـ ِد ُل ِف‬ ِ ‫َوبَاطِ َنةۗ َوم َِن ٱل َّن‬
“tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk
(kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan
untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. dan di antara manusia ada yang membantah
tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab
yang memberi penerangan.” (Q.S Luqman [31] : 20)

10
Jadi diperoleh dari ayat diatas bahwasanya diri ini terbagi dua:
1. Diri Zahir yaitu diri yang dapat dilihat oleh mata dan dapat diraba oleh
tangan.
2. Diri Batin, yaitu diri yang tidak bisa dirasakan dengan panca indra tetapi
dengan batin (hati) Pentingnya peran diri ini batin ini untuk mengenal Allah
itulah sebabnya kenapa seorang hamba disuruh melihat kedalam diri
(introspeksi diri). Di dalam diri seseorang Allah menciptakan mahligai tempat
dimana Allah menanamkan rahasia memerintahkan manusia untuk bisa
melihat ke dalam dirinya. Pengenalan diri ini selain berkaitan dengan di
dalam diri manusia, juga berkaitan dengan apa hakikat manusia itu
sebenarnya.
Manusia sebagai makhluk sosial, Al Quran menerangkan bahwa sekalipun
manusia memiliki potensi fitrah yang selalu menuntut kepada aktualisasi iman dan
takwa, tetapi manusia tidak terbatas dari pengaruh lingkungan atau agen positif
yang tergantung pada pengaruh lingkungan terutama pada usia remaja. Karenanya
kehidupan masa remaja ini sangat mudah untuk dipengaruhi
Maka tanggung jawab orang tua sangat ditekankan untuk membentuk
kepribadian anak secara baik. Namun demikian, setelah manusia dewasa
(mukallaf), yakni Ketika akal dan kalbu sudah mampu berfungsi secara penuh
manusia mampu mengubah berbagai pengaruh masa anak yang menjadi
kepribadiannya yang dipandangnya tidak cocok
Sebagai makhluk sosial manusia merupakan bagian dari masyarakat yang
selalu membutuhkan keterlibatan menjalin hubungan dengan sesamanya dan ini
disebut dengan "Silaturahmi". Di Dalam Al Quran dikatakan bahwa saat nabi
adam diciptakan iblis berkata bahwasanya dirinya lebih mulia karena diciptakan
dari api sedangkan.nabi adam dari tanah. Dari sini bisa diambil hikmah supaya
manusia menggunakan potensi yang dimilikinya secara seimbang.
Karena Akal yang berlebihan mendorong manusia untuk kesuksesan materil
tapi miskin dalam nilai nilai kerohanian. Jadi manusia diberi ilmu tentang hal hal
positif dan negative agar selanjutnya manusia mempunyai kebebasan untuk

11
memilih jalan mana yang akan ditempuhnya. Manusia punya potensi untuk
menjadi jahat, sebagaimana ia juga punya potensi untuk menjadi baik.

2.6 Tugas dan Peran Manusia Sebagai Hamba Dan Khalifah Allah
Alquran mempunyai tiga term yang sering disebutkan sebagai sebutan untuk
manusia, yaitu al-Insan, al-Basyar dan Bani Adam. Ketiga istilah ini masing-
masing mempunyai makna tersendiri. Manusia dikatakan al-Insan dipandang dari
sisi kejadiannya sebagai makhluk yang berfikir, al-Basyar adalah menunjukkan
manusia dari dimensi fisiknya,sedangkan Bani Adam dipandang dari silsilah
keturunan manusia. Manusia diciptakan dilengkapi dengan dimensi jasmaniyah
dan ruhiyah, sehingga dengan kedua dimensi inimanusia dapat menjadi makhluk
yang sempurna melebihi makhluk yang lain. Kelebihan yang diberikan kepada
manusia juga menuntut manusia untuk mengemban tugas dan fungsi
penciptaannya, baik sebagai hamba Allah dan juga sebagai khalifah fil ard.
Manusia diberikan akal dan kemampuan untuk berekspresi dan berbicara.
Tubuhnya tersusun atas sejumlah sistem, setiap system melakukan fungsinya
masing-masing, dan semua itu saling keterkaitan satu sama lain. Manusia
merupakan ciptaan Allah SWT yang sempurna..
Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai dua tugas utama, yaitu sebagai
'abdullah, yakni hamba Allah yang harus tunduk dan taat terhadap segala aturan
dan KehendakNya serta mengabdi hanya kepadaNya dan sebagai khalifah Allah
di muka bumi, yang meliputi pelaksanaan tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri,
dalam keluarga/rumah tangga, dalam masyarakat, dan tugas kekhalifahan terhadap
alam. Di dalam Alquran disebutkan fungsi dan peranan yang diberikan Allah
kepada manusia. Yaitu:
1. Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia mengabdi
kepada Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah
2. Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada
Allah Bahwa hanya Dialah Tuhannya
3. Menjadi Khalifah Allah, yaitu perwakilan Allah untuk berbuat sesuai dengan
misi yang telah ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu untuk
memakmurkan bumi. Khalifah yang dimaksud Allah bukanlah suatu jabatan
12
sebagai Raja atau Presiden tetapi yang dimaksud sebagai khalifah di sini
adalah seorang pemimpin Islam yang mampu memakmurkan alam dengan
syariah-syariah yang telah diajarkan Rasulullah SAW kepada umat manusia.
Sebagai Hamba Allah tugas utama manusia adalah mengabdi (beribadah)
kepada Sang Khaliq, menaati perintahNya, dan menjauhi segala laranganNya.
Adapun tugas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi antara lain :
1. Tugas kekhalifahan terhadap diri sendiri
● Menuntut ilmu pengetahuan (Q.S.al-Nahl [16]: 43), manusia merupakan
makhluk yang dapat atau harus diajar dan juga mengajarkan.
َ ‫ٱلذ ۡك ِر إِن ُكن ُتمۡ ََل َت ۡعلَم‬
)ٖٗ ‫ُون‬ ‫ل‬ ِ ِ ‫َو َمآ أَ ۡر َس ۡل َنا مِن َق ۡبل َِك إِ ََّل ِر َجاَل ُّنو‬
ِّ ‫ح ٓ إِلَ ۡيِمۡ ۚ َف ۡسـَلُ ٓو ْا أَ ۡه َل‬
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang
Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan [1] jika kamu tidak mengetahui,” (Q.S.al-Nahl [16]:
43)
َ ‫ِين َءا َم ُنو ْا قُ ٓو ْا أَنَُ َس ُكمۡ َوأَ ۡهلِي ُكمۡ َنارا َوقُو ُد َها ٱل َّناُِ َو ۡٱلح َِج‬
‫ارةُ ََلَ ۡي َِا َملَ ٰـٓ ِٮ َكة غِ ََلظ‬ َ ‫َي ٰـٓأ َ ُّي َِا ٱلَّذ‬
)ٙ ‫رُون‬ َ ‫ون َما ي ُۡؤ َم‬ َ ُ ‫ٱّلِل َما ٓ أَ َم َر ُهمۡ َو َي َۡ َعل‬
َ َّ ‫ُون‬ َ ‫شِ دَ اد ََّل َي ۡعص‬
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-
malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.” (Q.S.al-Nahl [16]: 43)
● Menjaga dan memelihara diri dari segala sesuatu yang bisa menimbulkan
bahaya dan kesengsaraan (Q.S. al-Tahrim[66]: 6) termasuk di dalamnya
adalah menjaga dan memelihara kesehatan fisiknya, memakan makanan yang
halal dan sebagainya.
َ ‫ِين َءا َم ُنو ْا قُ ٓو ْا أَنَُ َس ُكمۡ َوأَ ۡهلِي ُكمۡ َنارا َوقُو ُد َها ٱل َّناُِ َو ۡٱلح َِج‬
‫ارةُ ََلَ ۡي َِا َملَ ٰـٓ ِٮ َكة غِ ََلظ‬ َ ‫َي ٰـٓأ َ ُّي َِا ٱلَّذ‬
)ٙ ‫رُون‬ َ ‫ون َما ي ُۡؤ َم‬ َ ُ ‫ٱّلِل َما ٓ أَ َم َر ُهمۡ َو َي َۡ َعل‬
َ َّ ‫ُون‬َ ‫شِ دَ اد ََّل َي ۡعص‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah

13
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. al-Tahrim[66]: 6)
● Menghiasi diri dengan akhlak yang mulia. Kata akhlak berasal dari kata
khuluq atau khalq. Khuluq merupakan bentuk batin/rohani, dan khalq
merupakan bentuk lahir/jasmani.

2. Tugas kekhalifahan dalam keluarga atau rumah tangga meliputi tugas


membentuk rumah tangga bahagia dan sejahtera atau keluarga sakinah dan
mawaddah wa rahmah/cinta kasih (Q.S. ar-Rum[30]: 21) dengan jalan
menyadari akan hak dan kewajibannya sebagai suami-isteri atau ayah-ibu
dalam rumah tangga.
َّ‫َوم ِۡن َءا َي ٰـتِ ِهۦۤ أَ ۡن َخلَ َق لَ ُكم م ِّۡن أَنَُسِ ُكمۡ أَ ۡز َوٳجا لِّ َت ۡس ُك ُن ٓو ْا إِلَ ۡي َها َو َج َع َل َب ۡي َنڪُم م ََّو َّدة َو َر ۡح َمةۚ إِن‬
)ٕٔ ‫ُون‬ َ ‫ِف َذٳل َِك ََلَ َي ٰـت لِّ َق ۡوم َي َت ََ َّكر‬
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-
istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Q.S. ar-
Rum[30]: 21)

3. Tugas kekhalifahan dalam masyarakat


● Mewujudkan persatuan dan kesatuan umat.

َ َّ ‫ص ِلحُو ْا َب ۡي َن أَ َخ َو ۡي ُكمۡ ۚ َوٱ َّتقُو ْا‬


َ ‫ٱّلِل لَ َعلَّ ُكمۡ ُت ۡر َحم‬
)ٔٓ ‫ُون‬ َ ‫إِ َّن َما ۡٱلم ُۡؤ ِم ُن‬
ۡ َ ‫ون إِ ۡخ َوة َفأ‬
“Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah
supaya kamu mendapat rahmat.”(Q.S. al-Hujurat[49]: 10)
ۡ َ‫ارفُ ٓو ْاۚ إِنَّ أ‬
ۡ‫َ َر َم ُكم‬ ُ ۡ‫َي ٰـٓأ َ ُّي َِا ٱل َّناُِ إِ َّنا َخلَ ۡق َن ٰـ ُكم مِّن َذ َكر َوأُن َُ ٰ َو َج َع ۡل َن ٰـ ُكم‬
َ ‫شعُوبا َو َق َبآ ِٮ َل لِ َت َع‬
َّ َّ‫ٱّلِل أَ ۡت َق ٰٮ ُكمۡ ۚ إِن‬
‫ٱّلِلَ ََلِيم َخ ِبير‬ ِ َّ َ‫( َِ ند‬١٣
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling

14
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha Mengenal.” (Q.S. al-Hujurat[49]: 13)
َّ َّ‫ٱص ِبرُ ٓو ْاۚ إِن‬
َ َ ‫ٱّلِلَ َم‬ َ ‫ٱّلِلَ َو َرسُولَ ُه ۥ َو ََل َت َن ٰـ َزَُو ْا َف َت َۡ َشلُو ْا َو َت ۡذ َه‬
ۡ ‫ب ِريحُ ُكمۡ ۖ َو‬ َّ ‫َوأَطِ يعُو ْا‬
)ٗٙ ‫ين‬ َ ‫ص ٰـ ِب ِر‬
َّ ‫ٱل‬
“Dan ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-
bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu
dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(Q.S al-Anfal[8]: 46).
● Tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan.
َ ‫َل َءآم‬
‫ِّين‬ ٓ َ ‫ى َو ََل ۡٱل َقلَ ٰـٓ ِٮدَ َو‬َ ‫ٱّلِل َو ََل ٱل َّش ِۡ َر ۡٱل َح َرا َم َو ََل ۡٱل َه ۡد‬
ِ َّ ‫ِين َءا َم ُنو ْا ََل ُت ِحلُّو ْا َش َع ٰـٓ ِٮ َر‬َ ‫َي ٰـٓأ َ ُّي َِا ٱلَّذ‬
ۡ‫ٲص َطا ُدو ْاۚ َو ََل َي ۡج ِر َم َّن ُكم‬ ۡ ‫ض َوٳناۚ َوإِ َذا َحلَ ۡل ُتمۡ َف‬ ۡ ‫ضَل مِّن رَّ ب ِِِّمۡ َو ِر‬ ۡ ‫ون َف‬ َ ‫ت ۡٱل َح َرا َم َي ۡب َت ُغ‬َ ‫ۡٱل َب ۡي‬
‫ص ُّدوَُمۡ ََ ِن ۡٱل َم ۡس ِج ِد ۡٱل َح َر ِام أَن َت ۡع َت ُدو ْاۘ َو َت َع َاو ُنو ْا ََلَ ۡٱل ِبرِّ َوٱل َّت ۡق َو ٰىۖ َو ََل‬ َ ‫َش َنـلَانُ َق ۡوم أَن‬
ِ ‫ٱّلِل َشدِي ُد ۡٱل ِع َقا‬ ۡ ۡ ۡ َ‫َت َع َاو ُنو ْا ََل‬
)ٕ ‫ب‬ َ َّ َّ‫ٱّلِلَۖ إِن‬
َّ ‫ٳنۚ َوٱ َّتقُو ْا‬ِ ‫ٱۡلُ ِم َوٱلع ُۡد َو‬ِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar
Allah [3] dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram [4] jangan
[mengganggu] binatang-binatang had-ya [5] dan binatang-binatang qalaa-id
[6] dan jangan [pula] mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah
sedang mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya [7] dan
apabila kamu telah menyelesaikan ibadat haji, maka bolehlah berburu. Dan
janganlah sekali-kali kebencian [mu] kepada sesuatu kaum karena mereka
menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat
aniaya [kepada mereka]. Dan tolong-menolonglah kamu dalam
[mengerjakan] kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Q.S. al-Maidah[5]: 2)
● Menegakkan keadilan dalam masyarakat.
‫ّلِل َو َل ۡو ََ َل ٰ ٓ أَن َُسِ ُكمۡ أَ ِو ۡٱل َوٳلِدَ ۡي ِن‬ ُ ِ‫ِين ِب ۡٲلق ِۡسط‬
ِ َّ ِ ‫ش َِدَ ٓا َء‬ َ ‫ِين َءا َم ُنو ْا ُكو ُنو ْا َق َّوٳم‬ َ ‫۞ َي ٰـٓأ َ ُّي َِا ٱلَّذ‬
‫ى أَن َت ۡع ِدلُو ْاۚ َوإِن َت ۡلوُ ۥۤ ْا أَ ۡو‬ٓ ٰ ‫ٲّلِلُ أَ ۡولَ ٰ ِبِ َماۖ َف ََل َت َّت ِبعُو ْا ۡٱل َه َو‬
ِ
َّ ‫ينۚ إِن َي ُك ۡن َغ ِن ّيا أَ ۡو َفقِيرا َف‬َ ِ‫َو ۡٱَلَ ۡق َرب‬
)ٖٔ٘ ‫ون َخبِيرا‬ َ ُ‫ان ِب َما َت ۡع َمل‬ َّ َّ‫ُت ۡع ِرضُو ْا َفإِن‬
َ ‫ٱّلِلَ َك‬

15
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu
sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia[1]kaya ataupun
miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu
mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika
kamu memutar balikkan [kata-kata] atau enggan menjadi saksi, maka
sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu
kerjakan.” (Q.S. al-Nisa[4]: 135)
● Bertanggung jawab terhadap amar ma'ruf nahi munkar.
‫ك‬ َ ‫ُون إِ َل ۡٱل َخ ۡي ِر َو َي ۡأم‬
َ ‫ُرُون ِب ۡٲل َم ۡعرُوفِ َو َي ۡن َه ۡو َن ََ ِن ۡٱلمُن َك ِ ۚر َوأ ُ ْولَ ٰـٓ ِٮ‬ َ َ‫َو ۡل َت ُكن مِّن ُكمۡ أ ُ َّمة َي ۡد‬
)ٔٓٗ ‫ِحُون‬ َ ‫ُه ُم ۡٱلم َُۡل‬
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkar; [1] merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran[3]:
105)
َ ‫ُون ِب ۡٲل َم ۡعرُ وفِ َو َت ۡن َه ۡو َن ََ ِن ۡٱلمُنڪ َِر َو ُت ۡؤ ِم ُن‬
ِۗ َّ ‫ون ِب‬
‫ٲّلِل‬ َ ‫اِ َت ۡأ ُمر‬ ُ ُ
ِ ‫ُكن ُتمۡ َخ ۡي َر أمَّة أ ۡخ ِر َج ۡت لِل َّن‬
)ٔٔٓ ‫ون‬ َ ُ‫َ َُرُ ُه ُم ۡٱل ََ ٰـسِ ق‬ َ ‫ان َخ ۡيرا لَّهُمۚ م ِّۡن ُه ُم ۡٱلم ُۡؤ ِم ُن‬
ۡ َ‫ون َوأ‬ ِ ‫َولَ ۡو َءا َم َن أَ ۡه ُل ۡٱلڪِ َت ٰـ‬
َ ‫ب لَ َك‬
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman
kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran[3]: 110)

4. Tugas kekhalifahan terhadap alam


● Melestarikan alam disekitar agar senantiasa terjaga fungsi serta
keindahannya.
● Budaya atau hasil karya manusia harus disesuaikan dengan kondisi alam,
jangan sampai merusak alam atau lingkungan hidup, agar tidak
menimbulkan malapetaka bagi manusia dan lingkungannya.
● MengIslamkan kultur (mengIslamkan budaya), yakni dalam berbudaya
harus tetap komitmen dengan nilai-nilai Islam yang rahmatan lil-'alamin,

16
sehingga berbudaya berarti mengerahkan segala tenaga, cipta, rasa dan
karsa, serta bakat manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran
ajaran Islam atau kebenaran ayat-ayat serta keagungan dan kebesaran Ilahi.

2.7 Karakter-karakter positif dalam pengembangan diri sesuai dengan


profesinya
Karakter berasal dari bahasa Inggris yakni character yang berarti kualitas
mental dan moral, kekuatan moral, nama atau reputasi. Sedangkan menurut
kamus, adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain, tabiat atau watak. Berkarakter sendiri berarti mempunyai
watak dan mempunyai kepribadian
Bekerja adalah kebutuhan manusia untuk menafkahi diri sendiri maupun
keluarga. Setiap manusia diharuskan bekerja untuk memenuhi kebutuhan dirinya,
dan sebagai orang islam bekerja itu adalah bagian dari ibadah. Setiap orang yang
bekerja pastinya ia terampil dalam profesinya masing masing. Banyak dari profesi
ini yang dapat membentuk karakter diri pada setiap manusia, baik yang positif
maupun negatif,baik yang mengarah pada Hablum Minallah dan Hablum
Minannas.
Bekerja jika diniatkan karena Allah bisa mendapatkan pahala dan menaikan
derajat seorang hamba. Mencari nafkah dengan cara halal dan diridhoi oleh Allah
adalah nikmat yang luar biasa, karenanya dengan cara ini seorang hamba secara
tidak langsung mendapatkan pendidikan batiniyah karena mencari uang sesuai
ketentuan syariat dan tidak melanggar perintah tuhan.
Seperti contoh salah satu profesi, yaitu guru. Guru adalah pekerjaan yang
dikatakan banyak orang sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, banyak sekali orang
orang besar lahir dari guru- guru hebat, di Islam pun profesi guru dianggap mulia
karena selain memberikan ilmu, juga memberikan pendidikan adab/akhlak.

2.8 Tugas dan kewajiban manusia terhadap alam semesta


Sebagai makhluk Allah, manusia mendapat amanat Allah, yang harus
dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya. Tugas hidup yang dipikul manusia di
muka bumi adalah tugas kekhalifaan, yaitu tugas kepemimpinan; wakil Allah di

17
muka bumi untuk mengelola dan memelihara alam. Kewenangan manusia untuk
mempergunakan alam bukanlah hak mutlaknya tapi merupakan hak yang telah
direkomendasikan oleh Allah SWT. Dan suatu saat akan diminta
pertanggungjawaban oleh pemilik sejatinya. Oleh karenanya manusia
berkewajiban memelihara keseimbangan dan keselarasan alam agar tidak rusak
seperti pertama kali Allah meminjamkan pada manusia.
Manusia berkewajiban mengolah dan menjaga potensi alam untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Mengolah potensi alam yang diberikan Allah kepada
manusia merupakan fardhu kifayah, karena tidak semua manusia mempunyai
kemampuan untuk menggali potensi alam yang diberikan tersebut. Untuk itu
apabila manusia menyia-nyiakan potensi alam artinya tidak dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia berarti mengabaikan fungsi manusia
terhadap alamnya.
Dalam memenuhi tanggung jawab manusia terhadap alam, hendaknya selalu
diusahakan agar keselamatan manusia tidak terganggu. Tidak memanfaatkan
potensi alam secara berlebih-lebihan, agar generasi mendatang masih dapat
menikmatinya, karena potensi alam terbatas. Apabila berlebihan, tamak dan rakus
dalam memanfaatkan potensi alam akan berakibat kerusakan pada manusia itu
sendiri. maka pemanfaatan potensi alam untuk kepentingan manusia sekarang,
harus memperhatikan kepentingan generasi mendatang, dengan berusaha menjaga
dan melestarikan potensi alam tersebut.

2.9 Prinsip-prinsip islam dalam pengelolaan alam semesta


Prinsip memiliki arti yaitu aturan, ketentuan/hukum, standar. Islam meimiliki
prinsip atau aturan dalam mengelola alam semesta ini. Di dalam Al-quran Allah
menjelaskan bahwa kerusakan lingkungan di alam semesta ini pelakunya adalah
manusia karena eksploitasi yang dilakukan manusia tidak sebatas memenuhi
kebutuhan untuk mempertahankan hidup dan tidak memikirkan kelangsungan
lingkungan dan keseimbangan alam tetapi lebih didasarkan pada faktor ekonomi,
kekuasaan dan ketamakan yang tidak mereka kontrol. Karena sifat manusia yang
merusak alam ini Allah mengingatkan melalui surat Al-A'raf ayat 56:

18
ِ َّ ‫ت‬
‫ٱّلِل َق ِريب م َِّن‬ َ ‫صلَ ٰـ ِح َها َو ۡٱدَُوهُ َخ ۡوفا َو َط َمعاۚ إِنَّ َر ۡح َم‬ ِ ‫ۡٱَلَ ۡر‬
ۡ ِ‫ض َب ۡعدَ إ‬ ‫َو ََل ُت َۡسِ ُدو ْا ِف‬
)٘ٙ ‫ِين‬ َ ‫ۡٱلم ُۡحسِ ن‬
"Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan
baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya
rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. Al-A'raf
[7] : 56)
Perilaku positif dapat menyebabkan lingkungan tetap lestari dan perilaku
negatif dapat menyebabkan lingkungan menjadi rusak. Integritas ini pula yang
menyebabkan manusia memiliki tanggung jawab untuk berperilaku baik dengan
kehidupan di sekitarnya. Kerusakan alam diakibatkan dari sudut pandang manusia
yang anthroposentris, memandang bahwa manusia adalah pusat dari alam
semesta. Sehingga alam dipandang sebagai objek yang dapat dieksploitasi hanya
untuk memuaskan keinginan manusia Prinsip-prinsip yang dapat menjadi
pegangan dan tuntunan bagi perilaku manusia dalam berhadapan dengan alam,
baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku terhadap sesama
manusia yang berakibat tertentu terhadap alam:
1. Sikap Hormat Terhadap Alam.
Sikap hormat terhadap alam adalah hal dasar bagi manusia sebagai
bagian dari alam semesta. Maksudnya adalah manusia menghormati alam
dengan cara merawat dan menjaga alam semesta dengan sebaik-baiknya
seperti yang sudah Allah perintahkan.
2. Prinsip Tanggung Jawab
Manusia diciptakan sebagai khalifah Allah di muka bumi artinya manusia
memiliki tanggung jawab terhadap alam dan kelestarian yang ada di alam
semesta. Kepedulian terhadap alam dalam bentuk etika tersebut, dalam
Islam dianggap sebagai manifestasi rasa keberimanan manusia kepada
Allah SWT. Muaranya adalah bahwa manusia dikatakan sebagai orang
yang beriman jika lingkungannya terjaga dengan. baik.

19
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan dari uraian diatas bahwa cara manusia bertuhan itu berbeda-
beda, ada yang bertuhan ada yang menerima segala kepastian yang menimpa diri dan
sekitarnya danyakin berasal dari tuhan, ada juga yang menaati segenap ketetapan
segenap ketetapan, aturan,hukum dll n, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari tuh
yang diyakini berasal dari tuhan. Bahkan ada manusia yang hanya bertuhan saja ada
juga yang beragama saja, yang dimaksud bertuhan saja manusia itu hanya mengakui
keberadaan tuhan saja, mengakui kebesarannya tetapi dia tidak mengikuti perintah
Tuhan-Nya, sedangkan yang beragama saja dia hanya menjalankan apa yang
diperintahkan oleh agamanya, tetapi dia oleh agamanya, tetapi dia tidak mengakui
keberadaan tidak mengakui keberadaan Tuhan-Nya. Tuhan-Nya.Jadi lebih baik kita
beragama dan juga bertuhan, itu akan lebih baik dari pada hanya bertuhan-bertuhan saja
atau hanya beragama beragama saja, sebab kita akan bisa mengenal lebih dekat dengan
Agama dan Tuhan kita. Serta dengan beriman kepada Allah akan berdampak besar pada
kehidupan sehari- hari kita. Tuhan mengutus manusia sebagai pemimpin di alam
semesta. Sudah seharusnya manusia menjaga alam ini tetap lestari bukan malah
merusaknya.
Kesimpulannya, manusia adalah entitas yang tidak hanya terikat pada dimensi
fisik semata, tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang penting. Konsep manusia
sebagai makhluk bertuhan menegaskan bahwa hubungan dengan Tuhan adalah salah
satu aspek yang mendasar dari eksistensi manusia. Keyakinan akan keberadaan Tuhan
memberikan landasan bagi pemahaman akan tujuan hidup manusia dan menempatkan
manusia dalam konteks yang lebih luas daripada sekadar keberadaan materi. Dengan
adanya kesadaran akan hubungan ini, manusia menjadi terdorong untuk mencari arti
hidup yang lebih dalam dan memelihara nilai-nilai spiritual dalam setiap aspek
kehidupannya. Oleh karena itu, konsep ini tidak hanya memberikan arahan moral dan
etika, tetapi juga memberikan ketenangan dan penghiburan dalam menghadapi
perjalanan hidup yang penuh dengan cobaan dan tantangan.

20
B. Saran
Untuk memperdalam pemahaman tentang konsep manusia sebagai makhluk
bertuhan, sangat disarankan untuk melibatkan berbagai perspektif agama dan filosofis.
Dengan menyelidiki pandangan dari berbagai kepercayaan dan tradisi spiritual, makalah
akan menjadi lebih komprehensif dan inklusif. Selain itu, dapat berguna untuk
menyertakan studi kasus atau contoh konkret yang mengilustrasikan bagaimana konsep
ini diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini akan membantu pembaca
untuk lebih memahami relevansi dan implikasi praktis dari konsep tersebut dalam
konteks kehidupan nyata. Selain itu, disarankan untuk mendalami juga kontribusi dari
berbagai pemikir dan ahli dalam bidang psikologi, sosiologi, dan antropologi untuk
memperkaya wawasan tentang kompleksitas manusia sebagai makhluk bertuhan.
Terakhir, untuk memperkuat argumen, dapat diungkapkan juga pemikiran kritis atau
pertanyaan yang mungkin timbul terkait dengan konsep ini, yang dapat memicu diskusi
lebih lanjut dan refleksi mendalam tentang makna eksistensial manusia dalam
hubungannya dengan keberadaan Tuhan. Dengan demikian, melalui pendekatan ini,
makalah akan menjadi lebih holistik, menawarkan pemahaman yang lebih dalam dan
nuansa tentang konsep manusia sebagai makhluk bertuhan.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Keraf, 2010. Etika Lingkungan Hidup, (Cet I; Jakarta: Kompas Media Nusantara
Mulyadi. 2019. Agama Dan Pengaruhnya Dalam Kehidupan
2. Abd. Muin Salim, Fiqhi Siyasah, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Alquran
(Cet. I: Jakarta, Raja Grapindo
3. Persada, 1994), h. 82. Lihat juga M. Quraish Shihab, op.cit., h. 279. Departemen
Agama, Al Quran cetakan-19, Jakarta
4. https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/4044/2/103111130_bab1.pdf
5. https://www.slideshare.net/lydianur/jurnal-konsep-manusia-sebagai-makhluk-
bertuhan-pai
6. https://www.scribd.com/document/503956638/Makalah-Konsep-Manusia-
Bertuhan
7. https://an-nur.ac.id/pengertian-tuhan-menurut-pandangan-para-filosof/
8. http://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jpdk/article/download/17503/
12920

22

Anda mungkin juga menyukai