Anda di halaman 1dari 23

HUBUNGAN TUHAN, ALAM DAN MANUSIA

Dosen Pengampu: Nidawati, S.Sg.,M.Ag

Oleh:
Syarifah Jihan Nabila (220213031)
Zahartul Raihan (220209136)
Raihan Nusyur (220213060)
Nur Akmalia (220209134)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR RANIRY
BANDA ACEH
2024

1
DAFTAR ISI

A. Pengertian Tuhan Alam Dan Manusia ........................................................................................


1. Hakekat Manusia ..........................................................................................................................
2. Proses Kejadian Manusia .............................................................................................................
3. Golongan Manusia .......................................................................................................................
B. Hubungan Antara Tuhan, Manusia Dan Alam ..........................................................................
C. Hubungan Manusia dengan Alam Dan Tuhan Dalam Filsafat
Pendidikan Islam...................................................................................................................................
1. Tuhan dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam ........................................................................
2. Manusia dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam ....................................................................
3. Alam dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam .........................................................................
4. Filsafat Pendidikan Islam tentang Pengembangan Potensi Manusia ...........................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................

i
A. Pengertian Tuhan Alam Dan Manusia
1) Tuhan

Kata Tuhan merujuk kepada suatu zat abadi dan supranatural, biasanya
dikatakan mengawasi dan memerintah manusia dan alam semesta atau jagat
raya.1Tuhan adalah sesuatu yang terdapat dalam pikiran (mind) manusia. Dalam
stuktur dalam manusia, hati merupakan kamar kecil yang terdapat di dalamnya
yaitu hati nurani atau suara hati atau disebut dengan bashirah merupakan satu titik
kecil atau kotak kecil (black box) yang tersembunyi secara kuat dan rapih di
dalam hati, hati nurani merupakan hot line manusia dengan Tuhan atau yang
menghubungkan manusia dengan tuhan atau disebut dengan (god spot) titik Tuhan
disinilah Tuhan hadir di setiap manusia. Menurut Ibn Qayyim Al-Jauzy, bashirah
adalah cahaya yang ditempatkan Allah di dalam hati manusia. 2Di dalam Hadits
Rasulullah SAW (Hadis Qudsi) bahwa Allah SWT berada di dalam inti manusia
berikut Hadistnya:

“Aku jadikan pada manusia itu ada istana (qashr), didalam istana itu ada
dada (Shadr), di dalam shadr itu ada kalbu (Qalb), di dalam qalb itu ada (fu’ad) ,
di dalam fu’ad itu ada (syaghaf), di dalam syaghaf itu ada (lubb), di dalam lubb itu
ada (sirr), dan di dalam sirr itu ada Aku (Ana).”3

Hadist ini menjelaskan bahwa Aku ini adalah Allah SWT. Hati nurani
akan menjadi pembimbing terhadap apa yang harus ditempuh dan apa yang harus
diperbuat sesuai dengan world viewnya (iman). Karena iman terletak di kalbu.
Untuk itulah kalbu itulah yang menjadi sasaran pendidikan untuk diisi dengan
iman.

Allah SWT merupakan sang pencipta manusia dan alam semesta yang
disebut dengan khalik (sang pencipta) namun sering disebut juga dengan Al-Rabb,
Rabb al-Alamin, Rabb kulli syai’. Berdasarkan kata dasar dari Rabb yaitu
memperbaiki, mengurus, mengatur dan juga mendidik. Rabb biasa diterjemahkan
dengan Tuhan yang mengandung pengertian sebagai Tarbiyah (yang
menumbuhkembangkan sesuatu secara bertahap dan berangsur-angsur sampai
sempurna), juga sebagai murabbi (yang mendidik). Dengan demikian sebagai al-

1
Imaduddin M.S, Dan Tuhan Pun Dikritik, Kediri: Komunitas Sandal Jepit. 2005
2
Ahmad Mubarok. Al-Irsyad an Nafsiy Konseling Agama Teori dan Kasus. (2002. Bina Rena
Pariwara:Jakarta). Hal 31
3
Ahmad Tafsir. Filsafat Pendidikan Islam. (2006: PT. Remaja Rosdakarya. Bandung) hlm28.

1
rabb, atau rabb al-alamin, Allah adalah yang mengurus, mengatur, memperbaiki
proses penciptaan alam semesta. 4

Allah dalam artian menumbuh kembangkan merupakan fungsi rububiyah


yang biasa dipahami sebagai fungsi kependidikan. Jadi proses penciptaan alam
semesta dan manusia merupakan hakikat perwujudan atau realisasi dari fungsi
rububiyah (kependidikan). Sebagaimana dalam Firman Allah yang merupakan
wahyu yang pertama yang di terima oleh Rasulullah SAW yaitu sebagai berikut:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Qs. Al-Alaq:1-5).

Dalam Ayat diatas Allah merupakan seorang pendidik yang memberi


pengajaran dari ciptaan-Nya, karena Allah SWt menginginkan manusia menjadi
baik dan bahagia hidup di dunia dan akhirat karena itulah manusia harus
mempunyai bekal pengetahuan agar mengetahui apa yang belum diketahuinya.

2) Manusia

Dalam Al-Qur’an manusia disebut dengan nama:

a. Insan, ins, nas, unas

Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arab yaitu:

• nasiya yang berarti lupa. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia,
karena manusia memiliki sifat lupa. 5 Ini menunjukan bahwa adanya
keterkaitan manusia dengan kesadaran dirinya.
• al-uns yang berarti jinak atau harmoni dan tampak. Jinak artinya manusia
selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya.
• Anasa yanusu yang artinya berguncang menunjuk kepada manusia dengan
seluruh totalitasnya, jiwa dan raganya.

Ini menunjukan adanya keterkaitan substansial antara manusia dengan


kemampuan penalaran. Dengan penalaran manusia dapat mengambil pelajaran
dari apa yang dilihatnya, mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, dan
terdorong untuk meminta izin menggunakan sesuatu yang bukan haknya.
Pengertian ini menunjukan bahwa pada manusia terdapat potensi untuk dapat
dididik , sehingga ia disebut juga makhluk yang di beri pelajaran (animal
educabil).

4
Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam. (2004.PT. Remaja Rosdakarya:Bandung) hal 28.
5
Ahmad Mubarok. Op,cit Hal 31.

2
Manusia dalam pengertian insan menunjukan makhluk yang berakal, yang
berperan sebagai subyek kebudayaan. Dapat juga dikatakan bahwa manusia
sebagai insan menunjukan manusia sebagai makhluk psikis yang mempunyai
potensi rohani, seperti fitrah, kalbu, akal. Potensi inilah yang menjadikan manusia
sebagai makhluk yang tertinggi martabatnya dibandingkan makhluk-makhluk
lainnya.6

b. Al-Basyar (makhluk Biologis)

Al-Basyar meupakan bentuk jamak dari kata Basyarah (permukaan kulit


kepala, wajah, dan tubuh yang menjadi tempat tumbuh rambut). Manusia
merupakan subjek kebudayaan dalam pengertian material sebagai yang tampak
dalam aktivitas fisiknya.

c. Bani Adam atau Zurriyat Adam

Manusia disebut dengan Bani Adam karena manusia merupakan keturunan dari
Nabi Adam.

3) Alam

Alam semesta, kata ini digunakan untuk menjelaskan seluruh ruang waktu
kontinu di mana kita berada, dengan energi dan materi yang dimilikinya. Alam
semesta adalah kumpulan jauhar yang tersusun dari materi (maddah) dan bentuk
(Shurah) yang ada di langit (al-jawhar al murakka min al-madah wa al-shurah min
ardh wa sama).7

Islam memandang bahwa alam adalah ciptaan Allah SWT, sekaligus


merupakan bukti karya agung-Nya, sebagai konsekuensinya alam adalah pesan
dan tanda-tanda Allah akan keberadaan-Nya. Alam merupakan wahyu yang tidak
tertulis. Jadi setiap manusia harus membaca wahyu Allah yang baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis.8

Seluruhnya makhluk Tuhan yang diciptakan untuk satu tujuan, alam ini
tunduk di bawah sunah Allah dengan ketentuan-ketentuan-Nya.9 Langit yang
tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada
suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak

6
Syamsudin Noor dan Karman Al-Kuninganiy. Tafsir Tarbawiy. (2002. P3M STAIN: Ambon) hal
14.
7
Jamil Syaliba. Mu’jam al-Falsafiy. jilid II (Beirut: Dar al-kitab al-Lubnaniy, 1973), hlm. 45.
8
Abdurrahman Mas’ud. Menggagas Format Pendidikan NonDikhotomik. (2002. Gama Media:
Yogyakarta). Hal 45.
9
Syamsudin Noor dan Karman Al-Kuninganiy.op,.cit. hal 18.

3
mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha
Pengampun.(Qs. Al-Israa:44).

Tuhan telah menjadikan alam dengan seperangkat aturannya yang dia sebut
dengan istilah qadar. Qadar baginya bukanlah seperti apa yang dipahami oleh
mayoritas para teolog (mutakallimum) sebagai ketentuan yang deterministik,
mengikat serta membatasi kebebasan manusia, melainkan segala ketentuan yang
ada pada alam ini, terutama benda-benda fisik. Qadar itulah yang memberikan
karakteristik dan sifat khusus padanya. Karakteristik dan sifat itulah yang
merupakan amar Tuhan terhadap alam. Karenanya segala yang ada di alam adalah
Islam, karena ia tunduk dan patuh terhadap amar Tuhan. Amar Tuhan itulah yang
kemudian menjadi amanah bagi alam ini. Karenanya, pula, al-Qur`an mengatakan
bahwa alam bertasbih kepada Tuhan. Tuhan menciptakan alam semesta ini
bukanlah tanpa tujuan. Ia hendak merealisasikan tujuanNya itu lewat ciptaanNya
dan misiNya yaitu untuk beribadah kepada-Nya.

1. Hakekat Manusia
Dalam pengertian yang telah dijelaskan diatas bahwa manusia mempunyai
dua komponen yaitu jasmani dan rohani. Dengan kelengkapan fisik atau jasmani
manusia dapat melaksanakan tugas-tugasnya yang memerlukan dukungan fisik
dan dengan kelengkapan rohaninya ia dapat melaksanakan tugas-tugas yang
memerlukan dukungan mental. Selanjutnya untuk memfungsikan kedua unsur
tersebut secara baik diperlukan pembinaan dan bimbingan disinilah pendidikan
sangat diperlukan berikut ini penjelasan penulis antara dua komponen tersebut
yaitu sebagai berikut:

1) Jasmani

Manusia sebagai pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.


Hal ini bisa diraih dengan jasmani yang sehat dan kuat sebagaimana firman Allah
Dalam QS. Al-Baqarah: 247 berikut penggalan ayatnya:

Nabi (mereka) berkata: “Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan


menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.(Qs. Al-Baqarah:247)

Aspek jasmaniah merupakan salah satu pokok untuk mendapatkan


kemajuan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia, Kebutuhan jasmani
berfungsi sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan manusia terutama
sebagai sarana untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya.

2) Rohani

4
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup
kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud.(Qs. AL-Hijr:29). Dalam ayat tersebut bahwa Allah SWT
menyempurnakan proses kejadian manusia dengan meniupkan ruh pada diri
manusia maka ketika ruh telah ditiupkan maka pada saat itulah manusia dalam
bentuk yang sempurna mempunyai sifat dan potensi untuk mengetahui sesuatu
berikut ini beberapa potensi rohani yang dimiliki oleh manusia yaitu sebagai
berikut:

a. Fitrah

Kata fitrah (fathara) mempunyai arti belahan, muncul, kejadian dan


penciptaan. Maka yang dimaksud fitrah adalah keadaan semula jadi atau bawaan
sejak lahir manusia. 10 Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui (Qs. AR-Ruum:30).

Pada ayat tersebut bahwa sejak asal kejadian manusia telah diciptakan
membawa fitrah (potensi) keberagamaan yang benar, yakni agama hanif dan
agama tauhid, tidak bisa menghindar (la tabdila) dari fitrah itu.

Fitrah-fitrah ini merupakan kesiapan-kesiapan anak manusia untuk bisa


dibentuk menjadi manusia dengan segala keunggulannya. Kesiapan manusia
menjadi makhluk rasional intelektual misalnya, sudah diberikan oleh Allah dalam
bentuk kemampuan untuk membuat kategori-kategori dan kemampuan
menempatkan realita-realita dalam suatu kerangka ruang dan waktu. Kesepakatan-
kesepakatan yang dimiliki manusia dalam menyerap fenomena-fenomena empiris
menunjukkan kesiapannya untuk menjadi makhluk rasional yang mampu untuk
menalar dan mampu menggagas konsep dan inferensi dari apa yang diamatinya.

Namun pengetahuan dan kesiapan alamiah untuk tersebut tertutup oleh


kesibukan manusia dalam memenuhi jasmaninya oleh karena itu manusia perlu
sesuatu yang dapat membangkitkan kesiapan alamiahnya mengingat kelalaian dan
membangkitkannya dari ketidak sadaran. Semua itu akan terwujud melalui
Pendidikan yang merupakan usaha sadar mengembangkan potensi-potensi yang
ada pada seorang anak didik. Dengan kata lain, pendidikan berusaha untuk
mengoptimalkan kemampuan dari anak didik sesuai dengan potensinya dengan

10
Achmad Mubarok. Op, cit hal 35

5
menyuguhkan kepada anak didik media-media dan informasi-informasi yang akan
mengembangkan kemampuan yang dimilikinya.

Pendidikan yang baik seyogyanya mampu mengenal potensi-potensi yang


dimiliki oleh seorang anak didik untuk bisa dikembangkan sesuai dengan
kemampuannya. Bisa disebutkan disini suatu proses pemurnian potensi manusia
yang bisa diistilahkan sebagai proses penghanifan. Penghanifan berarti membawa
kembali potensi dari seorang manusia rujuk ke potensi fitrah untuk kemudian diisi
dengan informasi dan pengetahuan-pengetahuan yang baik dan berguna sehingga
potensi mampu berkembang sesuai dengan fitrahnya.

Karena Manusia telah di desain jiwanya untuk beragama secara benar,


memiliki fitrah diri (keadaan semula), jadi manusia mempunyai karakter alamiah
untuk berbuat baik sehingga manusia mudah mengerjakan perbuatan baik karena
sesuai dengan fitrahnya.

b. Syahwat

Syahwat berasal dari bahasa arab syahiya-syaha yasyha-syahwatan secara


lughawi berarti menyukai dan menyenangi. Sedangkan pengertian syahwat adalah
kecenderungan jiwa terhadap apa yang dikehendakinya. Berikut ini Allah SWT
menggambarkan potensi syahwat dalam QS. Al-Imran ayat 14 yaitu sebagai
berikut: Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,
perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak[186] dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik
(surga). (Qs. Al-Imran:14).

Dalam ayat diatas pada dasarnya manusia mempunyai kecenderungan


kesenangan kepada wanita (Seksual), anak-anak (kebanggaan), harta kekayaan
(kebanggaan, kesombongan, dan kemanfaatan), kendaraan yang bagus
(kebanggaan, kenyamanan, kemanfaatan), binatang ternak ( kesenangan dan
kemanfaatan) dan sawah ladang (Kesenangan da kemamfaatan).

Dengan demikan Syahwat merupakan bentuk yang berhubungan dengan


kesenangan duniawi saja namun menurut Al-Qur’an ini manusiawi, syahwat
menimbulkan potensi untuk berlaku menyimpang. Namun baik dan bagusnya
syahwat itu kalau di bimbing dan diberi petunjuk hikmah (petunjuk akal dan
syariat). Dalam Qs. Al-Hujurat: 14 merupakan refleksi dari potensi syahwat yang
dibimbing dan dibina oleh petunjuk hikmah dan syariat berikut Firman Allah
SWT:

6
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang
percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-
ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan
Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar (QS. Al-Hujurat:150).

Berjuang dengan harta benda adalah sifat pemurah dan berjuang dengan
jiwa ini merupakan refleksi dari syahwat yang terpimpin dan terbina. Dengan
adanya syahwat maka manusia memerlukan arahan bimbingan dan binaan untuk
mencapai syahwat yang lurus.

c. Aql (Akal)

Akal yang berasal dari bahasa arab aqala yaitu mengikat atau menahan.
secara umum akal difahami sebagai potensi yang disiapkan untuk menerima ilmu
pengetahuan.[12] aqala mengandung arti yaitu mengerti, memahami, berfikir.

Menurut Al-ghazali yang dikutif oleh Zainuddin dalam bukunya seluk


beluk pendidikan dari Al-Ghazali pengertian akal ada empat tahapan sesuai
dengan tahap perkembangan akal pikiran manusia yaitu:

• Akal yaitu suatu sifat yang membedakan manusia dari segala binatang.
• Hakikat akal adalah ilmu pengetahuan yang tumbuh pada anak usia
tamyiz.
• Hakikat akal adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman
dengan berlangsung berbagai keadaan.
• Hakikat akal adalah puncak kekuatan ghaizah (semangat) untuk
mengetahui akibat dari segala persoalan dan mencegah hawa nafsu, yang
mengajak pada kesenangan seketika dan mengendalikan syahwat tersebut.

Pendidikan akal merupakan cakupan pencapaian kebenaran ilmiah yaitu


kebenaran diperoleh melalui penelaahan terhadap sumber-sumber yang valid.
Dalam ayat berikut ini bahwa manusia agar memperhatikan apa yang sebenarnya
terjadi dalam realitas kehidupan ini merupakan kegiatan pendidikan dari akal.

Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan.


Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung bagaimana ia
ditegakkan?. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?

2. Proses Kejadian Manusia


Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal

7
daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus
dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.(Qs. Al-Muminuun:12-14).

Dalam ayat diatas Allah menjelaskan tahapan demi tahapan proses


kejadian manusia sampai kepada kesempurnaan. Manusia diciptakan dari sejak
awal pemancaran (bentuk nutfah) berkembang menuju martabat manusia yang
sempurna dengan segala karakterristiknya, Allah bermaksud membuktikan
ketuhanan-Nya dengan mempersaksikan hakikat dirinya sendiri. Manusia
merupakan makhluk lemah yang tidak mampu menguasai, mengatur dan
memelihara dirinya sendiri sehingga ia membutuhkan penguasa, pengatur, dan
pemelihara yaitu Allah Rabb Al-Alamin.

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur.(Qs. An-Nahl 78).

Manusia ketika lahir yang tidak mengetahui apa-apa tetapi Allah SWt
membekali manusia alat berupa pendengaran, penglihatan dan hati untuk
dipergunakan secara baik dan benar aga manusia bisa mengetahui segala
sesuatunya melalui alat tersebut sehingga manusia bersyukur apa yang di
dapatnya dari Alah SWT.

3. Golongan Manusia
Al-Ghazali membagi umat manusia kedalam tiga golongan:

• Kaum Awam; yang cara berpikirnya sederhana sekali tidak dapat


menangkap hakekat-hakekat, mereka mempunyai sifat lekas percaya dan
menurut. Golongan ini harus dihadapi dengan sikap memberi nasehat dan
petunjuk.11
• Kaum pilihan; yang akalnya tajam dan berpikir secara mendalam harus
dihadapi dengan sikap menjelaskan hikmat-hikmat.
• Kaum Penekar; harus dihadapi dengan sikap mematahkan argumen-
argumen. :

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan pengajaran


yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui siapa yang dapat petunjuk. (Qs. AN-Nahl: 125).12

11
Hasyim Syah Nasution. Filsafat Islam. (Bulan Bintang) hal 45-46.
12
Qs. AN-Nahl: 125 . juz 14. Al-Qur’an dan Terjemahnya. (Darusalam. Riyad. 2006). hal 383.

8
B. Hubungan Antara Tuhan, Manusia Dan Alam
Hubungan antara Tuhan, manusia dan alam sangatlah erat. Tuhan sebagai dzat
yang menciptakan manusia. Manusia dan Alam sebagai makhluk yang diciptakan
oleh Tuhan. Jika peran Tuhan tidak ada manusia dan alam tidak akan tercipta.
Hubungan manusia dengan Tuhan disebut pengabdian (ibadah). Pengabdian
manusia bukan untuk kepentingan Allah, Allah tidak berhajat (berkepentingan)
kepada siapa pun, pengabdian itu bertujuan untuk mengembalikan manusia
kepada asal penciptanya yaitu fitrah (kesucian)nya. Agar kehidupan manusia
diridhoi oleh Allah swt. Seperti yang dijelaskan al-Qur’an dalam surat az-Zariyat
ayat 56 yang artinya:

”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyambahku.”

Manusia dikaruniai akal (sebagai salah satu kelebihannya), dia juga sebagai
khalifah dimuka bumi, namun demikian manusia tetap harus terikat dan tunduk
pada hukum Allah swt.Alam diciptakan oleh Allah swt dan diperuntukkan bagi
kepentingan manusia. Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang untuk
mengelola dan mengolah serta memanfaatkan alan ini. Allah swt berfirman dalam
surat al-Luqman ayat 20 dan dalam surat al-Hud ayat 61, yang artinya:

“tidaklah kamu perhatikan, sesungguhnya Allah swt menundukkan untuk


(kepentingan)mu apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi dan
menyempurnakan untukmu nikmatnya lahir dan bathin.”

“Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu
pemakmurnya.”

Namun, memang sering kali kita melihat sifat manusia yang kufur nikmat.
salah satu hal yang paling jelas terlihat adalah kebiasaan manusia untuk menguras
semua kekayaan alam tanpa memperdulikan kelestariannya. Padahal
sesungguhnya didalam ajaran islam selalu dijelaskan bagaimana cara
memanfaatkan alam dengan semestinya. Bahkan Allah swt dalam al-Qur’an surat
al-Baqarah ayat 11-12 menyebutkan bahwa orang-orang yang merusak
lingkungan itu termasuk golongan orang munafiq:

“Dan bila dikatakan kepada mereka: “janganlan kamu membuat kerusakan


dimuka bumi.” Mereka menjawab: “sesungguhnya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan.” Ingatlah, sesungguhnya mereka itu orang-orang yang
membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.”

Pada kenyataan saat ini manusia sudah tidak lagi memperhatikan


keseimbangan alam dalam mengeksploitasinya. Saat ini manusia telah dikuasai

9
wahyu untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya sehingga dalam
memanfaatkan alam tidak lagi memperdulikan dampak buruk terhadap
keseimbangan ekosistem alam dibumi ini. Padahal hakekatnya manusia diciptakan
oleh Allah swt untuk menjadi kholifah dimuka bumi tidak lain adalah Allah
memberikan sebuah amanah yaitu Allah swt mempercayakan buumi-Nya ini
kepada manusia untuk diurus dan dilestarikan keberadaannya.

Maka dari itu manusia harus melihat kembali siapa dirinya. Jika manusia
menyadari akan tanggung jawab yang diberikan oleh Allah swt, maka manusia
akan selalu bersyukur dan akan menjalankan fungsi dan tugas kita sebagai
khalifah dimuka bumi ini dengan baik. Yaitu manusia akan benar-benar manjadi
pemimpin dibumi ini dan menjaga alam ini. Kita tidak akan merusak hutan,
mencemari laut dan tidak akan membuat polusi.

Karena mausia sadar bahwa bumi ini sebagai ladang amal sebagai bekal
menuju kehidupan yang hakiki yaitu kehidupan akhirat, dengan cara menjaga
kelestarian alam ini dan manusia akan selalu berusaha sebisa mungkin agar
peringatan Allah pada surat ar-Ruum ayat 41 yang artinya: “telah nampak
kerusakan didarat dan dilaut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya
Allah swt merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka,
agar mereka kembali (kejalan yang benar).

Menjadi cambuk yang keras agar kita selalu istiqomah dalam bertauhid
kepada Allah dan menjaga kelestarian alam ciptaan Allah yang Maha Mulia ini.
Kita harus menyadari bahwa hubungan antara Allah swt, manusia dan alam itu
dangatlah jelas. Allah swt sebagai Sang Pencipta yang menciptakan alam beserta
isinya, lalu Allah swt menciptakan makhluk yang bernama manusia sebagai
pengurus bumi.

Manusia akan dimintai pertanggung jawabannya langsung kepada Allah swt


tentang hasil dari kepengurusannya. Barang siapa yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah swt dan menjalankan amanat dengan sebaik-baiknya maka niscahya
dia akan mendapatkan kebahagiaan didunia dan diakhirat. Sedangkan sebaliknya
siapa yang inkar dan tidak memperdulikan perintah Allah swt akan mendapat
murka dan laknat Allah didunia maupun diakhirat. Dan alam ini akan menjadi
saksi dihadapan Allah swt dan tidak akan ada satu orang manusiapun yang bisa
memungkiri perbuatannya selama didunia ini ketika tiba masanya harii
perhitungan karena sesungguhnya Allah swt itu Maha Mengetahui segala sesuatu.

10
C. Hubungan Manusia dengan Alam Dan Tuhan Dalam Filsafat
Pendidikan Islam

1. Tuhan dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam


a. Tuhan dalam Islam.

Dalam wawasan Islam, istilah “tauhid” memiliki makna yang sangat agung
dan luas. Kalangan cendekiawan Muslim pada umumnya menggolongkan jenis-
jenis ketauhidan menjadi “tauhid dalam zat” atau dzati, “tauhid dalam sifat” atau
sifati, dan “tauhid dalam perbuatan” atau fi’li. 13

Sengaja kami menggunakan istilah tauhid (monotheisme) untuk menunjukkan


spirit Islam dalam memerangi praktik paganisme. Ajaran tauhid ini berlaku bukan
hanya bagi Muhammad saja, tapi juga bagi nabi-nabi sebelumnya, seperti Nabi
Hud, Shaleh, Syu’aib, Ibrahim, Musa, dan Isa (QS. Al Anbiya’: 51-71). Mengapa
tauhid? Apakah konsep monotheisme lebih baik dan lebih benar jika kita
bandingkan dengan konsep politheisme ataupun atheisme?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, Prof. Muhsin Qiraati memberikan


beberapa argumen ketauhidan. Pertama, keserasian. 14Pakar Islam kontemporer ini
memaparkan bahwa bukti termudah dan tergamblang tentang ketauhidan adalah
keserasian dan keteraturan yang terjalin di antara berbagai ciptaan yang tersebar di
jagat alam. Ambil contoh, tiga orang pelukis yang masing-masing hendak melukis
bagian-bagian dari tubuh seekor ayam jantan yang sama. Sang pelukis pertama
melukiskan bagian kepalanya.

Sedangkan pelukis kedua melukiskan kakinya. Dan pelukis ketiga melukiskan


potongan tubuhnya. Setelah itu, ketiga lembar lukisan tersebut kita gabungkan.
Pastilah ketiga bagian lukisan ayam tersebut tidak harmonis dan tidak beraturan.
Dengan begitu, keserasian, keteraturan, serta keseimbangan yang saling jalin-
menjalin dalam pelbagai ciptaan ini merupakan bukti terbaik dan termudah bagi
ketunggalan Sang Pencipta. Kelemahan dan kekuatan, penyerangan dan
pertahanan, kekerasan dan kelembutan, semuanya memang terjalin dalam suatu
kesatuan yang membingungkan.biar pun begitu, kesemuanya ternyata merangkai
sebuah system yang betul-betul harmonis.

Tidak sedikit rasionalisasi lain yang bisa menunjukkan ketauhidan. Mari kita
berfilsafat sekaligus menjalankan amanat Tuhan dalam firman-Nya; afala ta’qilun,
afala tatafakkarun, afala ta’lamun.

13
Muhsin Qiraati, Membangun Agama, (Bogor: Cahaya, 2004), cet. 1, hlm. 32.
14
Ibid., hlm. 39.

11
Argumen kedua –masih menurut Muhsin- yaitu tidak adanya jejak dan tanda-
tanda Tuhan lain. Ini berkaitan dengan penjelasan Amirul Mukminin Ali bin Abi
Thalib –yang juga menyertakan himbauan agar kita betul-betul
memperhatikannya- bahwa seandainya terdapat Tuhan lain (selain Tuhan Yang
Tunggal), tentu Dia juga akan mengutus para Nabi dan menunjukkan jejak serta
tanda-tanda kekuasaannya. Anggapan adanya dua bentuk kekuatan (Tuhan)
tersebut juga meniscayakan keterbatasan eksistensial masing-masing, yang
karenanya menjadikan keduanya sebagai “bukan Tuhan”.

Menurut Yusuf Musa dalam Al-Qur’an wa al-Falsafah, keyakinan kaum


Muslim kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Mengetahui, Maha Bijaksana
dan maha-maha lainnya merupakan akidah Islamiyah tentang ketuhanan. Akidah
ini menjelaskan bahwa Allah adalah Pencipta yang tidak memiliki awal dan
akhir.15

Berbeda dengan Yusuf Musa, Abu Al ‘Ainain dalam Falsafah al Tarbiyah al


Islamiyah fi Al-Qur’an Al Karim berpendapat bahwa keimanan kepada Allah
merupakan pondasi segala sesuatu. Keimanan itu terkumpul dalam kalimah al
aqidah al Islamiyah yang juga sering kita kenal dengan kalimat tauhid, yaitu La
Ilaha Illa Allah Muhammad Ar Rasul Allah. Ucapan ini secara esensi
mengandung dua keyakinan, uluhiyyah dan nubuwwah. Uluhiyyah berarti
keyakinan hanya Allah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, dan
nubuwwah artinya meyakini kebenaran risalah Muhammad.

b. Eksistensi Tuhan.

Untuk mengawali diskursus ini, mari sejenak kita kembali kepada firman
Allah: “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘siapakah yang
menjadikan matahari dan bumu dan menundukkan matahagri dan bulan?’ tentu
mereka akan menjawab: ‘Allah’, maka betapa mereka (dapat) dipalingkan (dari
jalan yang benar)”. (QS. Al Ankabut: 61).

“Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka ‘siapakah yang


menurunkan air dari langit, lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah
matinya?’ tentu mereka akan menjawab: ‘Allah’ ; katakanlah: ‘segala puji bagi
Allah,’ tetapi kebanyakan mereka tidak memahami (nya)”. (QS. Al Ankabut: 63).

Fuad Hasyem menggunakan dua ayat tersebut untuk menginformasikan


kepada kita bahwa masyarakat Arab praIslam telah mengenal Tuhan dengan
sebutan Allah. Dia kemudian menjelaskan:

15
Yusuf Musa dalam Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz,2006), hlm.
71-72.

12
Kata “Allah” juga digunakan untuk sumpah (QS. 35: 42), serta
mengatasnamakan berbagai tabu kepada-Nya (QS. 6: 139) dan seterusnya. Selain
itu, nama Ayah Muhammad sendiri adalah ‘Abd Allah, atau abdi Allah. Sejumlah
prasasti dan syair jahiliah juga menyebut-nyebut “Tuhan Ka’bah”.

Sekali pun demikian, pengertian kata “Allah” sebagai pencipta punya


pengertian kabur, keesaannya samar-samar dan selalu mempunyai makna konkret,
sesuatu yang dapat dipegang dan bukan monoteisme dalam arti sejati. 16

Setidaknya ada tiga hal yang perlu diingat manusia –kata Fazlur Rahman-
untuk memahami eksistensi Tuhan, yaitu:

• Segala sesuatu selain Tuhan, termasuk alam semesta, senantiasa


bergantung kepada Tuhan.
• Tuhan Yang Maha Besar dan Perkasa pada dasarnya adalah Tuhan
Yang Maha Pengasih.
• Hal-hal ini sudah barang tentu mensyaratkan adanya hubungan yang
tepat antara Tuhan dan manusia, yaitu hubungan antara yang diper-
Tuan dengan hamba-Nya, yang konsekuensinya melahirkan hubungan
manusia dengan manusia. 17

c. Argumen-Argumen Adanya Tuhan.

Ketika di awal bab makalah ini, kita sudah sedikit menyinggung tentang
argument adanya Tuhan di alam semesta ini, maka dalam pembahasan lebih lanjut
akan dipaparkan beberapa pendapat para tokoh mengenai Tuhan.

Yusuf Musa sebagaimana dikutip oleh Toto Suharto menjelaskan bahwa


Filosof Islam Al Kindi mempunyai konsep dalil al huduts yang mengemukakan
bahwa alam semesta ini, betapapun luasnya adalah terbatas. Oleh karena itu, alam
yang terbatas ini tidak mungkin bersifat azali (tidak mempunyai awal). Ia memang
mempunyai titik awal dalam waktu, dan materi yang melekat padanya juga
terbatas oleh gerak dan waktu. Jika materi, gerak, dan waktu dari ala mini
terbatas, berarti alam semesta ini baru (huduts). Segala sesuatu yang baru, pastilah
dicipta (muhdats). Oleh karena itu, mengatakan bahwa ala mini baru berarti sama
dengan mengatakan alam ini dicipta. Kalau al mini dicipta. Maka memunculkan
adanya pencipta. Itulah Tuhan sebagai sebab pertama.

16
Fuad Hasyem, Sirah Muhammad Rasulullah; Kurun Makkah Suatu Penafsiran Baru, (Jakarta:
Tama Publisher, 2005), Cet. 1. Hlm. 148.
17
Toto Suharto, op. cit., hlm. 74.

13
Selain Al Kindi, Filosof Islam lain yaitu Ibnu Sina memberikan argument
tentang Tuhan melalui dalil jawaz (kemungkinan). Beliau membagi wujud ke
dalam tiga kategori: wujud niscaya (wajib al wujud), wujud mungkin (mumkin al
wujud), dan wujud mustahil (mumtani’al wujud). Wujud niscaya adalah wujud
yang senantiasa harus ada, dan tidak boleh tidak ada. Wujud mungkin adalah
wujud yang boleh saja ada atau tiada, sedangkan wujud mustahil adalah yang
keberadaannya tidak terbayangkan oleh akal. Alam ini adalah wujud yang boleh
ada dan boleh tidak ada, maka alam bukan wujud niscaya.

Namun, karena alam juga boleh tidak ada, maka ia dapat juga disebut wujud
mustahil. Akan tetapi, nyatanya ala mini ada, maka ia dipastikan sebagai wujud
yang mungkin. Tema “mungkin” menurut Ibnu Shina adalah potensial, kebalikan
dari actual. Dengan mengatakan bahwa alam ini mungkin pada dirinya, berarti
sifat dasar ala mini adalah potensial, boleh ada, dan tidak bisa mengada dengan
sendirinya. Karena ala mini potensial, ia tidak mungkin ada (mewujud) tanpa
adanya sesuatu yang telah actual, yang telah mengubahnya dari potensial menjadi
actual. Sesuatu yang actual yang telah mengubah alam potensial menjadi
aktualitas, itulah Tuhan Yang Wujud Niscaya. Hal ini masih menurut Yusuf Musa
sebagaimana dikutip M. Quraisy Shihab dalam wawasan Al Qur’an.

Beda dengandua argumen tokoh di atas, Ibnu Rusyd terkenal dengan konsep
atau dalil inyahnya. Dengan pemikiran logis-spekulatifnya, ia berpendapat bahwa
perlengkapan (fasilitas) yang ada di ala mini diciptakan untuk kepentingan
manusia. Ini berarti merupakan bukti adanya Tuhan yang Maha Pengasih dan
Penyayang. Melalui “rahmat” yang ada di ala mini, membuktikan bahwa Tuhan
itu ada.

Selain itu, penciptaan alam yang menakjubkan, seperti adanya kehidupan


organic, persepsi inderawi, dan pengenalan intelektual, merupakan bukti lain
adanya Tuhan melalui konsep penciptaan keserasian. Penciptaan ini secara
rasional bukanlah suatu kebetulan, tetapiharuslah dirancang oleh agen yang
dengan sengaja dan bijaksana, melakukannya dengan tujuan tertentu.

d. Implikasi Konsep Tuhan bagi Filsafat Pendidikan Islam.

Menurut Toto Suharto, dampak atau implikasi dari beberapa pandangan


tentang Tuhan di atas antara lain:

• Allah sebagai Pencipta hendaknya dikenal, diketahui, dan diyakini


manusia melalui tanda-tanda kekuasan-Nya. Eksistensi Tuhan ini harus
dipahami sebagai tujuan utama pendidikan Islam. Ini merupakan unsur
iman (akidah) dalam Filsafat Pendidikan Islam.

14
• Allah sebagai Rabb mengandung arti bahwa Allah adalah Pengatur dan
Pemelihara alam semesta ini. Allah sebagai rabb telah menentukan
beberapa aturan (sunnatullah) yang perlu diperhatikan manusia.
Manusia tunduk terhadap aturan-aturan ini, dan wajib mengikutinya
dalam kehidupan sehari-hari. Ini merupakan unsur Islalam (syariat)
dalam Filsafat pendidikan Islam.
• Allah sebagai Pencipta memiliki beberapa sifat yang disebut al asma’
al khusna. Sifat-sifat ini hendaknya dapat ditransformasikan dalam
dunia pendidikan islam, dalam rangka mewujudkan manusia sebagai
khalifah yang bertugas mengemban amanat Allah di bumi. Sifat-sifat
ini telah dimanifestasikan sedemikian rupa dalam kehidupan sehari-
hari. Ini merupakan unsur ikhsan (akhlak) dalam Filsafat Pendidikan
Islam.
• Filsafat Pendidikan Islam mengandaikan keterbatasan manusia sebagai
makhluk. Keterbatasan ini mengindikasikan adanya tujuan jangka
pendek dan jangka panjang bagi pendidikan Islam.
• Filsafat Pendidikan Islam mengasumsikan bahwa manusia sebagai
wujud mungkin memiliki beberapa potensi yang kemudian
dikembangkan oleh pendidikan Islam sehingga menjadi actual, yang
bermanfaat bagi kehidupannya.
• Filsafat Pendidikan Islam memformulasikan bahwa alamsemesta
dirancang oleh Allahsebagai fasilitas hidup bagi kehidupan manusia.
Fasilita ini harus dikembangkan melalui kreasi dan kreatifitas,
sehingga memunculkan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar manusia
mampu merancang hidupnya.

2. Manusia dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam


a. Hakikat Manusia.

Siapakah manusia? Untuk menjawab pertanyaan ini, Al-Syaibany


menyebutkan delapan prinsip:

• Manusia adalah makhluk yang paling mulia di alam ini. allah telah
memberinya keistimewaan-keistimewaan yang menyebabkan ia berhak
mengungguli makhluk lain.
• Kemuliaan manusia atas makhluk lain adalah karena manusia diangkat
menjadi khalifah Allah yang bertugas memakmurkan bumi atas dasar
ketakwaan.
• Manusia adalah makhluk berpikir yang menggunakan bahasa sebagai
media.

15
• Manusia adalah makhluk tiga dimensi seperti segi tiga sama kaki, yang
terdiri dari tubuh, akal, dan ruh.
• Pertumbuhan dan perkembangan manusia dipengaruhi oleh factor
keturunan dan lingkungan.
• Manusia mempunyai motivasi dan kebutuhan.
• Manusia sebagai individu berbeda dengan manusia lainnya, karena
pengaruh factor keturunan dan lingkungan.
• Manusia mempunyai sifat luwes dan selalu berubah melalui proses
pendidikan

b. Proses Penciptaan Manusia.

Musa Asy’arie menyebutkan empat tahap proses penciptaan manusia, yatiu:

• Tahap Jasad

Al Qur’an menjelaskan bahwa permulaan penciptaan manusia dari turab


(tanah), yaitu tanah berdebu. Terkadang juga disebut dengan istilah tin dan juga
tsulalah. Penciptaan ini dari tanah ini bermakna simbolik, yaitu sari pati yang
membentuk tumbuhan atau binatang yang kemudian menjadi makanan manusia.

• Tahap Hayat

Awal mula kehidupan manusia menurut Al Qur’an adalah air, sebagaimana


kehidupan tumbuhan dan binatang. Maksud air di sini adalah sperma yang
kemudian membuahi sel telur yang ada dalam rahim perempuan.

• Tahap Ruh

Adanya proses peniupan ruh yang ditiupkan Tuhan dalam diri manusia dan
kemudian diiringi dengan pendengaran, penglihatan, dan hati merupakan bukti
bahwa yang menjadi pimpinan dalam diri manusia adalah ruh.

• Tahap Nafs

Kata nafs dalam Al Qur’an mempunyai empat pengertian, yaitu nafsu, napas,
jiwa, dan diri (keakuan). Diri (keakuan) adalah kesatuan dinamis dari jasad, hayat,
dan ruh.

c. Tujuan Hidup Manusia

16
Al Qur’an menyebutkan dengan jelas bahwa Allah menciptakan manusia tidak
lain adalah untuk mengabdi kepada-Nya (QS. Al Dzariyat: 56). Pengabdian ini
membawa implikasi pada ketaatan atas segala yang diperintahkan-Nya dan
menjauhi apapun yang dilarang-Nya. Kita sering menyebutkan dengan istilah
takwa. Ketakwaan inilah yang akan membawa manusia pada norma-norma etis
yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, antar sesama manusia,
dan hubungan manusia terhadap alam semesta. Ketika sudah memahami hal ini,
manusia layak untuk mengemban amanat sebagai khalifatullah fi al ardhi
sebagaimana Allah telah memberikan amanat ini selain aktivitas keabdian atau
penghambaan.

d. Potensi Manusia

Sejarah menunjukkan bahwa kemuliaan manusia dibandingkan makhluk lain


disebabkan oleh penganugerahan potensi dalam diri mereka oleh Tuhan yang
tidak sematkan pada makhluk lain. 18Sangat logis ketika potensi tersebut
berimplikasi pada ketinggian derajat kita sebagai makhluk-Nya. Namun, tidak
jarang dari kita yang kurang menyadari kemampuan bawaan ini. Lalu apa yang
kita andalkan untuk berkompetisi jika potensi fitrah yang sejak lahir melekat tidak
mampu digunakan dengan sebaik-baiknya? Apakah kita mampu menjalankan
kewajiban sebgai abd Allah, lebih-lebih khalifat Allah? Dewasa ini, banyak
referensi yang menjelaskan tentang bagaiamana mengenali potensi yang
terpendam dalam diri. Silahkan pergi ke toko buku, baca, dan kenalilah potensi
Anda!

AL Qur’an telah mengenalkan dua kata kunci kepada kita untuk memahami
manusia secara komprehensif. 19Kedua kata kunci tersebut adalah kata insan dan al
basyar. Abuddin Nata menjelaskan bahwa kata insan yang bentuk jamaknya al
nash dari segi semantik atau ilmu akar kata, adapat dilihat dari akar kata anasa
yang mempunyai arti melihat, mengetahui, dan minta izin.

Musa Asy’ari sebagaimana dikutip oleh alumni Instiute of Islamic Studies


McGill University ini kemudian menyimpulkan bahwa atas dasar ini, kata tersebut
mengandung petunjuk adanya kaitan substansial antara manusia dengan
kemampuan penalaran. Yakni, dengan penalarannya itu manusia dapat mengambil
pelajaran dari apa yang dilihatnya, ia dapat pula mengetahui apa yang benar dan
apa yang salah, dan terdorong untuk minta izin menggunakan sesuatu yang bukan
miliknya.

18
Lihat QS. Al Baqarah: 30-34 tentang titah manusia sebagai khalifah.
19
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: PT logos Wacana Ilmu, 2001), cet. IV, hlm.
29.

17
Jika kata insan dilihat dari asalnya nasiya yang artinyalupa, menunjukkan
adanya kaitan erat antara manusia dengan kesadaran diri. Apabila dari kata al uns
atau anisa, dapat berarti jinak. Dengan emikian, pada dasarnya manusia adalah
makhluk yang jinak, dapat menyesuaikan diri dengan realitas hidup dan
lingkungan yang ada. Amnesia memiliki kemampuan yang tinggi untuk
beradaptasi dengan perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, baik perubahan
sosial maupun alamiah. Manusia menghargai tata aturan etik, sopan santun, dan
sebagai makhluk yang berbudaya. Manusia tidak liar baik secara social maupun
alamiah.20

3. Alam dalam Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam


a. Hakikat Alam

Al Jurjani dalam kitab al Ta’rifat mendevinisikan alam secara bahasa yaitu


segala sesuatu yang menjadi tanda bagi suatu perkara sehingga dapat dikenali.
Adapun menurut terminologi alam berarti sesuatu yang maujud selain Allah, yang
dengan ini Allah dapat dikenali, baik dari segi nama maupun sifat-Nya.

Orang Arab (seperti paparan Muhammad Abduh) sepakat bahwa kata alamin
(bentuk jama’ dari alam) tidak digunakan untuk merujuk pada sesuatu yang ada
seperti alam batu dan tanah. Akan tetapi, mereka memakai alamin untuk merujuk
kepada setiap makhluk tuhan yang berakal, seeprti alam manusia, hewan, dan
tumbuhan.

b. Kedudukan Alam

Alam semesta terjalin erat dan bekerja dengan regularitasnya, sehingga pantas
kalau ia dikatakan sebagai keajaiban Allah. Selain Allah, tak ada sesuatu apapun
yang dapat membangun alam yang serbaluas dan kokoh ini. di sini lah letak dan
posisi alam semesta sebagai keajaiban Allah. 21

Sudah jelas di dalam Al Qur’an yang menerangkan kedudukan alam sebagai


salah satu tanda kebesaran-Nya. Mahdi Al-Ghulsyani dalam The Holi Quran and
the Sciences of Nature, mengklasifikasikan alam dalam delapan kategori:

• Ayat-ayat Al Qur’an yang menggambarkan elemen-elemen pokok


alam semesta dan menyuruh manusia untuk menyingkapnya.
• Ayat-ayat Al Qur’an yang mencakup masalah cara penciptaan alam
semesta dan menyuruh manusia untuk menyingkap asal-usulnya.

20
Musa Asy’ari dalam Abuddin Nata Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat: PT logos Wacana Ilmu,
2001), cet. IV, hlm. 29-30.
21
Pendapat Fazlur Rahman ini dikutip Toto Sudarto dalam Filasafat Pendidikan Islam.

18
• Ayat-ayat Al-Qur’an yang menyuruh manusia untuk menyingkap
bagaimana ala mini berwujud.
• Ayat-ayat Al Qur’an yang menyuruh manusia mempelajari fenomena
alam.
• Ayat-ayat Al Qur’an yang menunjukkan bahwa Allah bersumpah atas
berbagai macam objek alam.
• Ayat-ayat Al Qur’an yang merujuk kepada kemungkinan terjadinya
beberapa fenomena alam.
• Ayat-ayat Al Qur’an yang menekankan pada kelangsungan dan
keteraturan penciptaan alam semesta oleh Allah.
• Ayat-ayat Al Qur’an yang menjelaskan keharmonisan keberadaan
manusia dengan alam semesta, dan ketundukan apa yang ada di langit
dan di bumi kepada manusia.
c. Prinsip-Prinsip filsafat Pendidikan Islam tentang Alam

Prinsip-prinsip Filsafat Pendidikan Islam tentang alam mencakup sepuluh hal:

• Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa pendidikan Islam sebagai proses


pembentukan pengalaman dan perubahan tingkah laku, baik individu maupun
masyarakat, hanya akan berhasil jika terjadi interaksi antara peserta didik
dengan benda dan lingkungan alam sekitar tempat mereka hidup.
• Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta atau universe, baik
materi maupun bukan, memiliki hukumnya sendiri-sendiri. Hal ini perlu
diteliti dalam pendidikan Islam agar peserta didik mampu mengenali hukum-
hukum yang mengendalikan alam semesta ini, sehingga memiliki keteraturan
dan keharmonisan dalam kehidupannya.
• Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta yang terbagi dalam
dua kategori: alam benda dan alam ruh, harus dipandang sebagai satu kesatuan
yang sulit dipisahkan.
• Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta dengan segala
manifestasi, elemen-elemen dan unsur-unsurnya itu berubah dan selalu
bergerfak sesuai hukum dan tujuan yang telah digariskan Penciptanya.
• Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam semesta yang berjalan dengan
teratur itu harus dipahami sebagai suatu keajaiban dan keagungan Sang
Pencipta. Pendidikan Islam harus dapat menunjukkan keajaiban dan
keagungan ini.
• Filsafat Pendidikan Islam meskipun percaya adanya hubungan kausal (sebab-
akibat), akan tetapi ia terjadi secara mutlak. Tuhan adalah sebab hakiki yang
tidak memiliki sebab.

19
• Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa alam bukanlah musuh manusia, dan
bukan penghalang bagi kemajuan manusia. Pendidikan Islam dapat diarahkan
untuk member pemahaman kepada anak didik bagaimana mengelola and
memanfaatkan alam.
• Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa seluruh isi alam bersifat baru. Hanya
Allah lah yang kekal dan abadi.
• Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa kekekalan dan keabadian Allah
sebagai pencipta merupakan hal yang keliuar dan bebas dari hukum alam.
• Filsafat Pendidikan Islam percaya bahwa Allah adalah sumber alam semesta.

4. Filsafat Pendidikan Islam tentang Pengembangan Potensi Manusia


Manusia tidak bisa hidup sendiri. Faktor lingkungan menjadi dominan dalam
membentuk karakter dan perkembangan mereka. Di sinilah arti penting
pendidikan dalam upaya membantu manusia untuk menumbuh-kembangkan
potensinya di tengah-tengah lingkungan masyarakat.

Dalam bahasa Toto Sudarto; Pendidikan pada hakikatnya bermaksud


menyelamatkan dunia dari kehancuran yang tidak wajar. 22 Pendidikan Islam
senantiasa bertujuan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian
total manusia melalui latihan spiritual, intelek, rasional diri, perasaan dan
kepekaan tubuh baik secara kolektif maupun individu untuk mencapai kebaikan
dan kesempurnaan hidup. kata basyar dalam Al Qur’an –menurut As-Syati-
seluruhnya memberikan pengertian bahwa yang dimaksud dengan kata tersebut
adalahanak Adam yang biasa makan dan berjalan di pasar-pasar, dan di dalam
pasar itu mereka saling bertemu atas dasar persamaan.

22
Toto Suharto, op. cit., hlm. 94.

20
DAFTAR PUSTAKA

Imaduddin M.S, Dan Tuhan Pun Dikritik, Kediri: Komunitas Sandal Jepit. 2005

Moh. Fauziddin, S.Ag, M.Pd. Buku Ajar IASBD, Pare, 2012.

Dr. Abd. Chalik, M.Ag dan Ali Hasan Siswanto, Pengantar Studi Islam,
Surabaya: Kopertais IV Press. 2010

Laleh Bakhtiar,Meneladani Akhlak Allah, Bandung, Penerbit Mizan, Cetakan I:


2002

STUDI ISLAM IAIN SUNAN AMPEL Pengantar Studi Islam. Surabaya, IAIN
SUNAN AMPEL PRESS, Cetakan Pertama : 2002

Nata, Abudin. 2012. Pemikiran Pendidikan Islam Dan Barat. Jakarta: Rajawali
Pres

Ahmad Mubarok. Al-Irsyad an Nafsiy Konseling Agama Teori dan Kasus. (2002.
Bina Rena Pariwara:Jakarta).

Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam. (2004.PT. Remaja


Rosdakarya:Bandung)

Syamsudin Noor dan Karman Al-Kuninganiy. Tafsir Tarbawiy. (2002. P3M


STAIN: Ambon)

21

Anda mungkin juga menyukai