Anda di halaman 1dari 21

FITRAH MANUSIA

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Tafsir dan Hadist Tarbawi

Dosen Pengampu Dr. Slamet Firdaus

Disusun oleh :

Abd. Rachman Mildan (17086030018) PAI-A

SEKOLAH PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
CIREBON
2018

KATA PENGATAR

1
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan nikmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam
Makalah ini kami membahas tentang “Fitrah Manusia” dan disusun untuk
memenuhi tugas dari mata kuliah Tafsir dan Hadist Tarbawi
Kami ucapkan terimaksih kepada Dr. Slamet Firdaus, M.Ag selaku dosen
mata kuliah Tafsir dan Hadist Tarbawi yang telah membimbing kami dalam
penulisan makalah ini. Besar harapan kami makalah ini dapat bermanfaat khususnya
bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca. Kami sadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna untuk itu kami mengharapkan kritik dan sarannya
supaya kami dapat memperbaiki penulisan makalah ini dilain kesempatan.
Semoga Bermanfaat ....
Terimakasih
Cirebon, Juni 2018

Penulis,

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR ................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................2
A. PENDAHULUAN .........................................................................................3
B. Makna Etimoligi.............................................................................................4
C. Makna Fitrah dalam Al-Quran.......................................................................6
D. Macam-macam Fitrah....................................................................................9
E. Fitrah Sebelum dan Setelah Lahir..................................................................11
F. Relevansi Fitrah dalam Tarbiyah....................................................................16
G. Penutup...........................................................................................................17
Daftar Pustaka............................................................................................................19

Fitrah Manusia

3
Oleh : Abd. Rachman Mildan
A. Pendahuluan
Al-Quran yang merupakan sumber utama dalam Islam tak jarang
berbicara mengenai fitrah, yang secara normative sarat dengan nilai-nilai
transendental-ilahiyah dan insaniyah. Artinya, di satu sisi memusatkan perhatian
pada fitrah manusia dengan sumber daya manusianya, baik jasmaniah maupun
ruhaniah sebagai potensi yang siap dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya
melalui proses humanisering sehingga keberadaan manusia semakin bermakna.
Di sisi lain, pengembangan kualitas sumber daya manusia tersebut dilaksanakan
selaras dengan prinsip-prinsip ketauhidan, baik tauhid rububiyah maupun tauhid
uluhiyah.1 Pandangan Islam secara global menyatakan bahwa fitrah merupakan
kecenderungan alamiah bawaan sejak lahir. Penciptaan terhadap sesuatu ada
untuk pertama kalinya dan struktur alamiah manusia sejak awal kelahirannya
telah memiliki agama bawaan secara alamiah yakni agama tauhid. Islam sebagai
agama fitrah tidak hanya sesuai dengan naluri keberagamaan manusia tetapi juga
dengan, bahkan menunjang pertumbuhan dan perkembangan fitrahnya. Hal ini
menjadikan eksistensinya utuh dengan kepribadiannya yang sempurna.

B. Makna Etimologi
Secara bahasa, kata fitrah berasal dari kata al-fathara yang berarti
menjadikan. Kata tersebut berasal dari dari akar kata al-fathr yang berarti
belahan atau pecahan.1 Sementara itu Quraish Sihab dari segi bahasa, kata
fithrah terambil dari akar kata al-fathr yang berarti belahan, dan dari makna ini
lahir makna-makna lain antara lain "penciptaan" atau "kejadian". Konon sahabat
Nabi, Ibnu Abbas tidak tahu persis makna kata fathir pada ayat-ayat yang
berbicara tentang penciptaan langit dan bumi sampai ia mendengar pertengkaran
tentan kepemilikan satu sumur. Salah seorang berkata, "Ana fathar tuhu". Ibnu
Abbas memahami kalimat ini dalam arti, "Saya yang membuatnya pertama kali."
Dan dari situ Ibnu Abbas memahami bahwa kata ini digunakan untuk penciptaan
atau kejadian sejak awal. 2

1 Samsul Nizar, Dasar- dasar Pemikiran Pendidikan Islam (Cet.1:Jakarta:Gaya media pratama,2001) h. 73.
2 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Cet. II; Bandung, Mizan, 1996). h, 271

4
Menurut istilah fitrah merupakan potensi-potensi dasar manusia yang
memiliki sifat kebaikan dan kesucian untuk menerima rangsangan (pengaruh)
dari luar menuju pada kesempurnaan dan kebenaran. Dalam perspektif
pendidikan Islam fitrah manusia dimaknai dengan sejumlah potensi yang
menyangkut kekuatan-kekuatan manusia. Kekuatan tersebut meliputi kekuatan
hidup, upaya mempertahankan dan melestarikan kehidupannya, kekuatan
rasional (akal), dan kekuatan spiritual (agama).3 Secara umum, para pemikir
muslim cendrung memaknainya sebagai potensi manusia untuk untuk beragama
(tauhid ila Allah) (Sayyid Muhammad Husein ath-Thabahaba, Tafsir al-Mizan,
Juz, 8, (Beirut: Muassasah al-A’lami li al-Mathbu’at, 1991). Menurut Zakiah
Daradjat fitrah manusia adalah sebagai suatu wadah atau tempat yang dapat diisi
dengan kecakapan dan keterampilan yang dapat berkembang sesuai dengan
kedudukan dan tanggung jawab sebagai hamba khalifah di muka bumi.4

Dalam gramatika bahasa Arab, sumber kata fitrah wazannya fi'lah, yang
artinya al-ibtida', yaitu menciptakan sesuatu tanpa contoh. Fi'lah dan fitrah
adalah bentuk masdar (infinitif) yang menunjukkan arti keadaan. Demikian pula
menurut Ibn al-Qayyim dan Ibnu Katsir, karena fiţir artinya menciptakan, maka
fitrah berarti keadaan yang dihasilkan dari penciptaan itu. Menurut hadits yang
diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas, fitrah adalah awal mula penciptaan manusia.
Sebab lafadz fitrah tidak pernah dikemukakan oleh al-Quran dalam konteksnya
selain dengan manusia.5

Hasan Langgulung mengartikan fitrah sebagai potensi-potensi yang


dimiliki manusia. Potensi-potensi tersebut merupakan suatu keterpaduan sebagai
sifat-sifat Tuhan yang tersimpul dalam Al-Qur’an dengan namanama yang indah
(Asma’ul Husna).6

Fitrah manusia berbeda dengan watak atau tabi'at. Juga berbeda dengan
naluri/garizah. Watak atau tabi'at adalah sifat dasar, seperti kalimat watak
oksigen adalah mudah terbakar. Jadi watak adalah karakteristik yang terdiri dari
pada bentuk, dan materi (mâddah). Inilah yang merupakan watak atau tabi'at
3 Ibid. Hal 175
4 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 17
5 Murtadha Muthahhari, Fitrah (Jakarta: Paramadina, 1989), cet. ke-1, hlm. 6-17
6 Hasan Langgulung, Kreativitas dan Pendidikan Islam, (Jakarta: Al-Husna, 1991). h. 21.

5
suatu benda. Sedangkan naluri atau garizah adalah sifat dasar. Sifat dasar ini
bukan muktasabah (bukan diperoleh). Misalnya, anak kuda begitu lahir langsung
bisa berdiri. Semut, meskipun binatang kecil namun mampu mengumpulkan
makanan. Inilah yang disebut naluri atau garizah. Dalam naluri tidak terdapat
kesadaran yang penuh. Untuk binatang, fitrah ini disebut naluri. Fitrah sama
dengan watak (tabi'at) dan naluri ini juga bukan diperoleh melalui usaha
(muktasabah). Bukan pula karena khuduri (perolehan). Istilah fitrah lazimnya
untuk manusia, naluri lazimnya untuk hewan, dan watak lazimnya untuk benda.7

C. Makna Fitrah dalam Al-quran


Menurut para ahli makna fitrah ada beberapa macam. Sesuai dengan
kajian dari firman Allah SWT dalam surat (Ar-Rum: 30)

     


      
     
    
 

30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah;


(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168],

[1168] Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah


mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak
beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu
hanyalah lantara pengaruh lingkungan.

1. Fitrah berarti kesucian

Al-Qurthubi ketika menafsirkan ayat tersebut mengatakan, bahwa fitrah


bermakna kesucian, yaitu kesucian jiwa dan rohani. Fitrah di sini adalah fitrah

7 Ibid hal 17-20

6
Allah yang ditetapkan kepada manusia, yaitu bahwa manusia sejak lahir dalam
keadaan suci, dalam artian tidak mempunyai dosa. 8 Jika dikaitkan dengan agama
kesucian tersebut berarti bahwa manusia manusia dilahirkan dalam keadaan suci
ia terbebas dari dosa-dosa oarang tuanya, atau dosa warisan. Fitrah manusia
mempunyai sifat suci , yang dengan nalurinya tersebut secara terbuka menerima
kehadiran tuhan.

Pengertian yang berarti kesucian juga disebutkan dalam hadist, menurut


Sunnah adalah fitrah dalam artian suci. Fitrah dalam artian ini sebagaimana
dikatakan oleh al-Auza'iy bahwa fitrah adalah kesucian dalam jasmani dan
rohani manusia. Kesucian yang dimaksud adalah sebagaimana Hadits Rasulullah
Saw:

ِ.‫ف ُابطلببب بطط‬ ‫ط‬ ‫ص ُالشش بباَطر ط ط‬


‫س ُمب بنن ُالبطفطبب بنرطة ُابلطتنبباَفن ُنوابطلبسب بتطبحندافد ُنوقنب ب ص‬
‫ب ُنوتَنببقلبيب بفم ُابلنظنبباَفطر ُنونَنببتب ب ف‬ ‫نخبب ب س‬
(‫)متفق ُعليه ُعن ُأب ُهريرة‬

Artinya :

Lima macam dalam kategori kesucian, yaitu berkhitan, memotong rambut,


mencukur kumis, menghilangkan kuku, dan mencabut bulu ketiak. (H.R.
Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah r.a.). 9

Kesucian yang dimaksud dalam konteks pendidikan Islam adalah,


kesucian manusia dari dosa waris, atau dosa asal, sebagaimana dikatakan oleh
Isma‘il Raji al-Faruqi: Manusia diciptakan dalam keadaan suci, bersih, dan dapat
menyusun drama kehidupannya, tak peduli di lingkungan, masyarakat, keluarga
macam apa pun dia dilahirkan.10

2. Fitrah berarti tauhid

Sementara Ibnu Katsir mengartikan fitrah dengan mengakui ke-Esa-an


Allah atau tauhid. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Katsir bahwa

8 Al-Qurthubi, Tafsīr Al-Qurţubī, Juz VI (Cairo: Dārus Sa’ab, t.t.), hlm. 5106.
9 Imam Muslim, Al-Jami‘ Şohih al-Musamma' Şohih Muslim Juz VIII (Bairut: Dâr al-Ma‘âri, t.t.), hlm.310.
10 Ismail Raji al-Faruqi, Tauhid, (Bandung: Pustaka, 1988), Cet. I hlm. 68.

7
manusia sejak lahir telah membawa tauhid, atau paling tidak ia
berkecenderungan untuk meng-Esa-kan Tuhannya, dan berusaha terus mencari
untuk mencapai ketauhidan tersebut.11 Setiap manusia menurut pandangan islam
dilahirkan dengan membawa fitrah tauhid, yaitu mengesakan Allah SWT. Dalam
hal ini menurut Ibnu Taimiyah sebagaimana dikutip oleh Abudin Nata bahwa
manusia dikaruniai tabiat dan kecenderungan mengesakan tuhan (tauhid). Ada
tahap selanjutnya fitrah ini perlu dikembangkan agar jiwa tauhid yang sudah
tertanam didalam diri manusia kepada Allah SWT tidak alan tergoyahkan
apalagi berpindah tuhan. Dengan kata lain seorang anak lahir dengan membawa
“potensi keimanan” kepada Allah SWT.12

Kecenderungan manusia untuk bertauhid kepada Allah juga disebutkan


dalam Al-Quran Surat Al-Anbiya ayat 9 :

     


  
92. Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua;
agama yang satu[971] dan aku adalah Tuhanmu, Maka sembahlah aku.

[971] Maksudnya: sama dalam pokok-pokok kepercayaan dan pokok-


pokok Syari'at.

3. Fitrah manusia menerima kebenaran

Kemudian Al-Maraghi mengatakan sebagaimana dikutip oleh saryono


bahwa fitrah mengandung arti kecenderungan untuk menerima kebenaran. Sebab
secara fitri manusia cenderung dan berusaha mencari serta menerima kebenaran
walaupun hanya bersemayam dalam hati kecilnya (sanubari). Adakalanya
manusia telah menemukan kebenaran namun karena faktor eksogen yang
mempengaruhinya, maka manusia berpaling dari kebenaran yang diperoleh. (al-
Maraghi,1994: 44) Dari pengertian tersebut, sesungguhnya setiap manusia yang
terlahir kedunia ini baik laki-laki ataupun permpuan, muslim ataupun non
muslim, orang yang hanif ataupun arang yang jahat, orang yang taat
menjalankan perintah Allah SWT ataupun orang yang senantiasa bermaksiat
11 Ibnu Katsir, Tafsīr Ibnu Kaśīr, Juz III (Singapura: Sulaiman Romza’i, 1981), hlm. 432
12 Tim LPP SDM, 2010, Ensiklopedi Pendidikan Islam, Depok :Binamuda , hal 44

8
terhadap Allah SWT, telah ada pada diri mereka kecenderungan untuk menerima
kebenaran. Maka siapapun manusia yang telah melakukan suatu kemaksiatan
sesungguhnya hati kecilnya (sanubari) merasa bahwa telah melakukan suatu
kesalahan, karena faktor eksogenlah yang mempengaruhinya berpaling terhadap
kebenaran.13

4. Fitrah berarti murni (Al-Ikhlas)

Manusia dilahirkan dengan berbagai sifat, salah satu diantaranya adalah


kemurnian atau keikhlasan dalam berbagai aktifitas kehidupan sehari-harinya.
Sebagaimana dikatakan oleh al-Thabari bahwa manusia lahir dengan berbagai
sifat, salah satu di antaranya adalah kemurnian (keikhlasan) dalam menjalankan
suatu aktivitas. Pemkanaan ini didukung oleh Hadits Rasulullah SAW:

‫ص بلنفة ُنوطه بني‬ ‫ط ش‬ ‫ث ُوطه بي ُالبمبنطجيبباَت ُابطلخلن ط ط‬


‫ص ُنوه بني ُفطببنرفة ُالبب ُالطتبب ُفنطننرالنشبباَ ن‬
‫ ُنوال ش‬,َ‫س ُنعنبليبنهببا‬ ‫ثنلن س ن ن ف ن ف ب ف‬
‫ط ط‬ ‫ط‬
)‫ِ(رواه ُإبن ُحيدعن ُمعاَذ‬.‫صنمفة‬ ‫ ُنوالشطاَنعفة ُنوهني ُالبع ب‬,‫البملشفة‬
Artinya : Tiga perkara yang menjadikan selamat, yaitu ikhlash berupa
fitrah Allah di mana manusia diciptakan darinya, shalat berupa agama, dan
taat berupa benteng perniagaan. (H.R. Abu Hamid dari Mu'adz). 14

5. Fitrah berarti potensi dasar manusia.


Potensi dasar manusia ini sebagai alat untuk mengabdi dan ma’rifat Allah.
Penafsiran ini dikembangkan oleh filosof dan fuqoha’. Para filosof yang beraliran
empirisme memandang aktifitas fitrah sebagai tolak ukur pemaknaan-nya,
demikian juga fuqoha’ memandang keadaan manusia merupakan cerminan dari
jiwa-nya, sehingga hukum di terapkan menurut apa yang terlihat, bukan dari
hakekat di balik perbuatan tersebut.15Seperti Q.S.Yasin(36):22.

      


 
13 Saryono, Konsep Fitrah dalam perspektif islam, Medina-Te, Jurnal Studi Islam Volume 14, Nomor 2,
Desember 2016
14 Imam Muslim, Hal 260
15 Muis Sadiman, Pendidikan Partisipatif: Menimbang Konsep Fitrah dan Progresifisme John Dewey (Yogyakarta:
Safira Insania Press, 2004), 22

9
22. mengapa aku tidak menyembah (tuhan) yang telah
menciptakanku dan yang hanya kepada-Nya-lah kamu (semua) akan
dikembalikan?

Berdasarkan pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa fitrah


dalam pandangan Sunnah adalah ketentuan Allah (Sunnatullâh) yang melekat
pada diri manusia sebagai makhluk-Nya. Ketentuan Allah yang berlaku bagi
manusia tersebut bisa dijadikan potensi dasar manusia untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Potensi dasar sebagai sunnatullah tersebut
berkembang secara menyeluruh dan menggerakkan seluruh aspek yang secara
mekanistis satu sama lain saling mempengaruhi menuju ke arah tujuan tertentu
yang diharapkan.

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik benang merahnya, bahwa fitrah


merupakan potensi dasar manusia yang memiliki sifat kebaikan dan kesucian
untuk meneriman rangsangan (pengaruh) dari luar untuk mencapai kebenaran
dan kesempurnaan. Walaupun fitrah manusia ini bukan satu-satunya potensi
yang dimiliki, karena manusia juga memiliki potensi nafsu yang memiliki
kecenderungan pada kejahatan, akan tetapi fitah ini perlu dikembangkan dan
dilestarikan. Fitrah manusia ini dapat tumbuh dan berkembang secara wajar,
apabila mendapat suplay yang dijiwai oleh wahyu. Hal ini tentu harus didorong
dengan pemahaman terhadap Islam secara kaffah. Maka benar apa yang
dikatakan oleh Abdullah, semakin tinggi tingkat interaksi seseorang kepada al-
Islam, maka semakin baik pula perkembangan fitrahnya.

D. Macam-macam Fitrah
Menurut M. Quraish Shihab bahwa manusia sejak asal kejadiannya,
membawa potensi beragama yang lurus. Manusia tidak dapat menghindar dari
fitrah itu. Fitrah keagamaan itu akan melekat pada diri manusia untuk
selamalamanya, walaupun boleh jadi tidak diakui atau diabaikannya. Fitrah
adalah bentuk dan sistem yang diwujudkan Allah pada setiap makhluk. Fitrah
yang berkaitan dengan manusia adalah apa yang diciptakan Allah pada manusia
yang berkaitan dengan jasmani dan akalnya. Manusia berjalan dengan kakinya
adalah fitrah jasadiahnya, sementara menarik kesimpulan melalui premis-premis

10
adalah fitrah akliahnya. Senang menerima nikmat dan sedih bila ditimpa
musibah juga adalah fitrahnya.16

Potensi-potensi yang dibawa sejak lahir tersebut selain agama, menurut


Ibn Taimiyah dalam Juhaja S. Praja yaitu:

a) Daya intelektual (quwwat al-aql), yaitu potensi dasar yang memungkin


manusia dapat membedakan nilai baik dan buruk. Dengan daya
intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan meng-Esakan Tuhannya.

b) Daya ofensif (quwwat al-syahwat), yaitu potensi dasar yang dimiliki


manusia yang mampu menginduksi obyek-obyek yang menyenangkan dan
bermanfaat bagi kehidupannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah
secara serasi dan seimbang.

c) Daya defensif (quwwat al-ghadhab) yaitu potensi dasar yang dapat


menghindarkan manusia dari segala perbuatan yang membahayakan
dirinya.17

Menurut Ibn Taimiyah dalam Nurchalish Madjid bahwa potensi (fitrah)


dapat dibagi kedalam dua bentuk yaitu sebagai fitrat al-gharizat dan fitrat al-
munazaalat.18 Fitrat al-gharizat merupakan potensi dalam diri manusia yang
dibawanya sejak lahir. Bentuk fitrah (potensi) antara lain adalah: nafsu, akal, dan
hati nurani. Sedangkan fitrat al-munazaalat merupakan potensi luar manusia.
Adapun wujud fitrah ini adalah wahyu Ilahi yang diturunkan Allah untuk
membimbing dan mengarahkan fitrah al-gharizat berkembang sesuai dengan
fitrahnya yang hanif. Semakin tinggi tingkat interaksi antara fitrah al-gharizat
dengan fitrah al-munaazalat, maka akan semakin tinggi pula kualitas manusia
(insani kamil). Akan tetapi bila hubungan keduanya mengalami ketidak serasian,
atau bahkan berbenturan antar satu dengan yang lain, maka manusia akan
semakin tergelincir dari fitrahnya yang hanif. Berdasarkan uraian yang telah
dipaparkan di atas, maka macammacam fitrah atau potensi dasar yang dibawah
oleh manusia sejak lahir meliputi fitrah agama, daya intelektual (quwwat al-aql),
yaitu potensi dasar yang memungkin manusia dapat membedakan nilai baik dan

16 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Cet. II; Bandung, Mizan, 1996), h. 284-285
17 Ibn Taimiyah, dalam Juhaja, Epistimologi Ibn Taimiyah, Jurnal Ulumul Quran Vol. II, 1990/1411 H. No. 7
18 Nurchalish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, (Bandung : Mizan, 191), h.8

11
buruk. Dengan daya intelektualnya, manusia dapat mengetahui dan meng-
Esakan Tuhannya. Daya ofensif (quwwat al-syahwat), yaitu potensi dasar yang
dimiliki manusia yang mampu menginduksi objek-objek yang menyenangkan
dan bermanfaat bagi kehidupannya, baik secara jasmaniah maupun rohaniah
secara serasi dan seimbang. Daya defensif (quwwat alghadhab) yaitu potensi
dasar yang dapat menghindarkan manusia dari segala perbuatan yang
membahayakan dirinya, namun demikian menurutnya, di antara ketiga potensi
tersebut, di samping agama, potensi akal menduduki posisi sentral sebagai alat
kendali (control) dua potensi lainnya. Dengan demikian, akan dapat
teraktualisasikannya seluruh potensi yang ada secara maksimal, sebagaimana
yang disinyalir oleh Allah dalam Kitab dan ajaran-ajarannya. Pengingkaran dan
pemalsuan manusia akan posisi potensi yang dimilikinya itulah yang akan
menyebabkannya melakukan perbuatan amoral.

Sedangkan potensi bawaan lain seperti fisik (jasmani) dan potensi


intelegensi atau kecerdasan akal juga dilengkapi dengan kemungkinan dan
keterbatasannnya. Diantara potensi psikis tersebut adalah sebagai berikut :
1. Potensi Dasar
2. Bakat dan keerdasan
3. Insting atau Gharizah
4. Intuisi
5. Karakter
6. Nafsu

7. Hereditas atau keturunan .19

E. Fitrah sebelum dan sesudah lahir


1. Fitrah dalam penciptaan manusia
Al-Qur’an mendorong manusia untuk merenungkan perihal dirinya,
keajaiban penciptaannya, serta keakuratan pembentukannya. Sebab, pengenalan
manusia terhadap dirinya dapat mengantarkannya pada ma’rifatullah (mengenal
Allah Swt). Dalam al-quran Allah menjelaskan entang proses penciptaan
manusia dimulai dengan dari apa manusia diciptakan, bagaimana proses
penciptaannya di dalam rahim seorang ibu itu semua tercantum dalam Al-quran
surat Al-mu’minun ayat 12-14 :

19 Tim LPP SDM, 2010, Ensiklopedi Pendidikan Islam, Depok :Binamuda , hal 44

12
     
      
     
   
   
     
    
12. dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu
saripati (berasal) dari tanah.

13. kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam
tempat yang kokoh (rahim).

14. kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal
darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah
Allah, Pencipta yang paling baik.

      


      
       
       
    
  
7. yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya
dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah.

8. kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.

9. kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh


(ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.

Di dalam al-Qur‟an, manusia merupakan salah satu subjek yang


dibicarakan, terutama yang menyangkut asal-usul dengan konsep penciptaannya,

13
kedudukan manusia dan tujuan hidupnya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang
wajar karena al-Qur‟an memang diyakini oleh kaum muslimin sebagai firman
Allah Swt yang ditujukan kepada dan untuk manusia. Sungguh menakjubkan
fase-fase penciptaan manusia yang dijelaskan secara detail oleh rangkaian ayat
di atas, karena ternyata fase-fase yang dijelaskannya terbukti sejalan dengan
penemuan ilmiah embriologi modern dewasa ini.

Secara komprehensif, Umar Shihab. (Shihab, 2005: 105-106)


memaparkan sebagaimana dikutip oleh suryono bahwa proses penciptaan
manusia terbagi ke dalam beberapa fase kehidupan sebagai berikut, Fase awal
kehidupan manusia berupa tanah. Manusia berasal dari tanah disebabkan oleh
dua hal yaitu manusia adalah keturunan Adam a.s. yang diciptakan dari tanah
dan sperma atau ovum yang menjadi cikal bakal manusia bersumber dari saripati
makanan yang berasal dari tanah. Saripati makanan yang berasal dari tanah
tersebut menjadi sperma atau ovum, yang disebut oleh al-Qur’an dengan istilah
nutfah. Kemudian sperma dan ovum tersebut menyatu dan menetap di rahim
sehingga berubah menjadi embrio (‘alaqah). Proses selanjutnya, embrio tersebut
berubah menjadi segumpal daging (mudgah). Proses ini merupakan kelanjutan
dari mudghah. Dalam hal ini, bentuk embrio sudah mengeras dan menguat
sampai berubah menjadi tulang belulang (‘izâm). Proses penciptaan manusia
selanjutnya adalah menjadi daging (lahmah). Proses peniupan ruh. Pada fase ini,
embrio sudah berubah menjadi bayi dan mulai bergerak, dan Setelah sempurna
kejadiannya, akhirnya lahirlah bayi tersebut ke atas dunia. 20

Kemudian dalam enslikopedi pendidikan islam dijelaskan bahwa


sebelum manusia lahir, telah melakukan perjanjian dengan Allah (tauhid) (QS:7-
172) :

      


   
     

20 Saryono, Konsep Fitrah dalam perspektif islam, Medina-Te, Jurnal Studi Islam Volume 14, Nomor 2,
Desember 2016

14
      
     
172. dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".

Imam As Sa’di berkata “ maksud adari ayat ini adalah Allah


mengeluarkan manusia dari sulbi mereka. Ketika Allah mengeluarkanmereka
dari perut ibunya, mereka dimintai kesaksian tentang rububiyah Allah dan
manusia mengakui itu. Allah juga memberikan fitrah kepada mereka untuk
mengetahui kebenaran”.

2. Berpakaian adalah Fitrah

Selanjutnya dari ayat yang menguraikan peristiwa terbukanya aurat


Adam, dan ayat-ayat sesudahnya, para ulama menyimpulkan bahwa pada
hakikatnya menutup aurat adalah fitrah manusia jrang diaktualkan pada saat ia
memiliki kesadaran.

Seperti dikemukakan ketika menjelaskan arti tsaub, manusia pada


mulanyatertutup auratnya. Ayat yang menguraikan hal ini menggunakan istilah
liyubdiya lahuma ma~ wuriya 'anhuma min sauatihima (untuk menampakkan
kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka, yaitu auratnya) (QS AlA'raf[7]:
20).

   


     
     
     
   
20. Maka syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk
Menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka Yaitu
auratnya dan syaitan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati

15
pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi Malaikat atau tidak
menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)".

Penggalan ayat itu bukan saja mengisyaratkan bahwa sejak semula Adam
dan Hawa tidak dapat saling melihat aurat mereka, melainkan juga berarti
bahwa aurat masing-masing tertutup sehingga mereka sendiri pun tidak dapat
melihatnya. Kemudian setan merayu mereka agar memakan pohon terlarang, dan
akibatnya adalah aurat yang tadinya tertutup menjadi terbuka, dan mereka
menyadari keterbukaannya, sehingga mereka berusaha menutupinya dengan
daun-daun surga. Usaha tersebut menunjukkan adanya naluri pada diri
manusia sejak awal kejadiannya bahwa aurat harus ditutup dengan cara
berpakaian. Ini menunjukkan bahwa sejak dini Allah Swt. telah mengilhami
manusia sehingga timbul dalam dirinya dorongan untuk berpakaian, bahkan
kebutuhan untuk berpakaian, sebagaimana diisyaratkan oleh surat Thaha (20):
117-118, yang mengingatkan Adam bahwa jika ia terusir dari surga karena setan,
tentu ia akan bersusah payah di dunia untuk mencari sandang, pangan, dan
papan. Dorongan tersebut diciptakan Allah dalam naluri manusia yang memiliki
kesadaran kemanusiaan. Itu sebabnya terlihat bahwa manusia primitifpun
selalu menutupi apa yang dinilainya sebagai aurat.21

3. Berpasangan adalah Fitrah

     


   
      
    
21. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

21 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Cet. II; Bandung, Mizan, 1996), h. 152-153

16
Mendambakan pasangan merupakan fitrah sebelum dewasa, dan
dorongan yang sulit dibendung setelah dewasa. Oleh karena itu, agama
mensyariatkan dijalinnya pertemuan antara pria dan wanita, dan kemudian
mengarahkan pertemuan itu sehingga terlaksananya "perkawinan", dan
beralihlah kerisauan pria dan wanita menjadi ketenteraman atau sakinah dalam
istilah Al-Quran surat Ar-Rum (30): 21. Sakinah terambil dari akar kata sakana
yang berarti diam/tenangnya sesuatu setelah bergejolak. Itulah sebabnya
mengapa pisau dinamai sikkin karena ia adalah alat yang menjadikan
binatang yang disembelih tenang, tidak bergerak, setelah tadinya ia meronta.
Sakinah karena perkawinan adalah ketenangan yang dinamis dan aktif,
tidak seperti kematian binatang. 22

Al-Quran menegaskan bahwa berpasangan atau kawin merupakan


ketetapan Ilahi bagi makhlukNya, dan walaupun Rasul menegaskan bahwa
"nikah adalah sunnahnya", tetapi dalam saat yang sama Al-Quran dan Sunnah
menetapkan ketentuan-ketentuan yang harus diindahkan lebih-lebih karena
masyarakat yang ditemuinya melakukan praktek-praktek yang amat berbahaya
serta melanggar nilai-nilai kemanusiaan, seperti misalnya mewarisi secara paksa
istri mendiang ayah (ibu tiri) (QS Al-Nisa' [4]: 19). Bahkan menurut Al-Qurthubi
ketika larangan di atas turun, masih ada yang mengawini mereka atas dasar suka
sama suka sampai dengan turunnya surat Al-Nisa' [4]: 22 yang secara
tegas menyatakan.

     


       
    
22. dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini
oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya
perbuatan itu Amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang
ditempuh).

F. Relevansi Fitrah dan Tarbiyah

22 Ibid. Hal 185-186

17
Konsep fitrah dalam hubungannya dengan pendidikan Islam mengacu
pada tujuan bersama dalam menghadirkan perubahan tingkah laku, sikap dan
kepribadian setelah seseorang mengalami proses pendidikan. Menjadi masalah
adalah bagaimana sifat dan tanda-tanda (indikator) orang yang beriman dan
bertaqwa. Maka konsep fitrah terhadap pendidikan Islam dimaksudkan di sini,
bahwa seluruh aspek dalam menunjang seseorang menjadi menusia secara
manusiawi adanya penyesuaian akan aktualisasi fitrah-nya yang diharapkan,
yakni pertama, konsep fitrah mempercayai bahwa secara alamiah manusia itu
positif (fitrah), baik secara jasadi, nafsani (kognitif dan afektif) maupun ruhani
(spiritual). Kedua, mengakui bahwa salah satu komponen terpenting manusia
adalah qalbu. Perilaku manusia bergantung pada qalbunya. Di samping jasad,
akal, manusia memiliki qalbu. Dengan qalbu tersebut manusia dapat mengetahui
sesuatu (di luar nalar) berkecenderungan kepada yang benar dan bukan yang
salah (termasuk memiliki kebijaksanaan, kesabaran), dan memiliki kekuatan
mempengaruhi benda dan peristiwa. 23

Konsep fitrah pada dasarnya mempercayai bahwa arah pergerakan hidup


manusia (peserta didik) secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu taqwa dan
fujur. Peserta didik pada dasarnya diciptakan dalam keadaan memiliki potensi
positif dan ia dapat bergerak ke arah taqwa. Bila manusia berjalan lurus antara
fitrah dan Allah, maka ia akan menjadi taqwa (sehat, selamat). Bila tidak selaras
antara fitrah dan Allah, maka ia akan berjalan ke pilihan yang sesat (fujur).
Secara fitrah manusia diciptakan dengan penuh cinta, memiliki cinta, namun ia
dapat berkembang ke arah agresi. Akan tetapi implikasi dimaksud dalam
penelitian ini mendapatkan bentuk konsep fitrah sesuai realita yang ada, bahwa
nilai-nilai aktualisasi fungsi konsep fitrah sejalan dengan tujuan pendidikan, baik
secara epistemologi pendidikan, mewujudkan peserta didik yang memiliki
potensi kepribadian muslim yang berorientasi pada aktualisasi konsep fitrah
manusia.24

Individu dalam pandangan konsep fitrah yakni Islam memandang bahwa


manusia memiliki daya untuk berkembang dan siap pula untuk dikembangkan.
23 Abdul Mujib, Fitrah & Kepribadian Islam, Sebuah Pendekatan Psikologis, (Darul Falah, Jakarta, 1999). Hal
51
24

18
Akan tetapi tidak berati individu tersebut dapat diperlakukan sebagai manusia
pasif, melainkan memiliki kemampuan dan keaktifan yang mampu membuat
dilihat dan penilaian, menerima, menolak atau menentukan alternatiflaternatif
yang lebih sesuai dengan pilihannya sebagai perwujudan dari adanya kehendak
dan kemauan bebasnya. 25

G. Kesimpulan
Secara bahasa, kata fitrah berasal dari kata al-fathara yang berarti
menjadikan. Kata tersebut berasal dari dari akar kata al-fathr yang berarti
belahan atau pecahan. Menurut istilah fitrah merupakan potensi-potensi dasar
manusia yang memiliki sifat kebaikan dan kesucian untuk menerima rangsangan
(pengaruh) dari luar menuju pada kesempurnaan dan kebenaran. Dalam
perspektif pendidikan Islam fitrah manusia dimaknai dengan sejumlah potensi
yang menyangkut kekuatan-kekuatan manusia. Kekuatan tersebut meliputi
kekuatan hidup, upaya mempertahankan dan melestarikan kehidupannya,
kekuatan rasional (akal), dan kekuatan spiritual (agama).

Definisi fitrah menurut para mufassir memiliki beberapa pengertian,


diantaranya :

1. Fitrah berarti kesucan

2. Fitrah berarti tauhid

3. Fitrah berarti kemurnian atau ikhlas

4. Fitrah berati cenderung berbuat kebenaran

5. Fitrah berarti potensi dasar manusia

25 Muhammad Fu‟ad „Abdul Baqi, 1988, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’an al-
Karim, (Dar al-Hadits, al-Qahiroh, 1998) hal : 453

19
Daftar Pustaka

Al-Quran Al Karim

Nizar, Samsul, 2001. Dasar- dasar Pemikiran Pendidikan Islam


.Cet.1:Jakarta:Gaya media pratama
Abdul Baqi Muhammad Fu‟ad.1988. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-
Qur’an al-Karim. al-Qahiroh: Dar al-Hadits
Mujib,Abdul. 1999. Fitrah & Kepribadian Islam, Sebuah Pendekatan
Psikologis, Jakarta: Darul Falah
Shihab, Quraish.1996.Wawasan Al-Qur’an . Bandung: Mizan
Saryono, Konsep Fitrah dalam perspektif islam, Medina-Te, Jurnal Studi
Islam Volume 14, Nomor 2, Desember 2016
Tim LPP SDM, 2010, Ensiklopedi Pendidikan Islam, Depok :Binamuda
Ibn Taimiyah, dalam Juhaja, Epistimologi Ibn Taimiyah, Jurnal Ulumul Quran
Vol. II, 1990/1411 H. No. 7
Madjid, Nurchalish .1991. Islam Kemodernan dan Keindonesiaan. Bandung :
Mizan
al-Faruqi, Ismail Raji. 1988. Tauhid. Bandung: Pustaka
Ibnu Katsir. 1981. Tafsīr Ibnu Kaśīr, Juz III. Singapura: Sulaiman Romza’i
Daradjat, Zakiah.1992. Ilmu Pendidikan Islam . Jakarta: Bumi Aksara
Muthahhari, Murtadha. 1989. Fitrah .Jakarta: Paramadina
Langgulung, Hasan. 1991. Kreativitas dan Pendidikan Islam. Jakarta: Al-
Husna
Al-Qurthubi, Tafsīr Al-Qurţubī, Juz VI (Cairo: Dārus Sa’ab

20
Saryono, Konsep Fitrah dalam perspektif islam, Medina-Te, Jurnal Studi
Islam Volume 14, Nomor 2, Desember 2016
Muis Sadiman, Pendidikan Partisipatif: Menimbang Konsep Fitrah dan
Progresifisme John Dewey (Yogyakarta: Safira Insania Press, 2004), 22
Imam Muslim. Al-Jami‘ Şohih al-Musamma' Şohih Muslim Juz VIII. Bairut:
Dâr al-Ma‘âri

21

Anda mungkin juga menyukai