Anda di halaman 1dari 6

SIMBOL DAN MAKNA SIMBOL DENGAN

PENDEKATAN METAFISIKA

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu dan Metode
Berfikir

Dosen Pengampu Prof. Dr.Cecep Sumarna, M.Ag

Disusun oleh :

Abd. Rachman Mildan (17086030018) PAI-A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI
CIREBON
2018
A. Simbol dan Maknanya
Secara etimologis, kata ‘simbol’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu
Symbolos yag berarti tanda, atau ciri yang memberitahukan sesuatu kepada
seseorang. Istilah tanda dan simbol atau lambang memiliki pengertian yang
berbeda. Menurut Chaer (2012: 37) “tanda adalah suatu atau sesuatu yang
dapat menandai atau mewakili ide, pikiran, perasaan, benda, dan tindakan
secara langsung dan alamiah.” Misalnya ketika kita melihat ada tanda asap
hitam yang membumbung tinggi pasti ada api besar atau mungkin kebakaran
di sana. Jika kita melihat rumput basah dan tanah tergenang air, itu
merupakan tanda bahwa telah terjadi hujan lebat. Sehingga bisa kita sebut
bahwa tanda juga menandai bekas kejadian.
Berbeda dengan tanda, lambang atau symbol tidak bersifat alami atau
langsung menunjukkan korelasi yang jelas antara tanda dan bekas kejadian. Menurut
Chaer (2012: 37- 38) “lambang Patau simbol menandai sesuatu yang lain secara
konvensional tidak secara alamiah dan langsung”. Inti dari definisi tersebut yaitu
lambang memiliki arti yang merupakan kesepakatan masyarakat.
Selanjutnya, dalam kamus Webster (1997) yang dikutip oleh harisah
dan masiming dijelaskan sebagai berikut :
 Sesuatu yang menunjukkan, mewakili atau memberi kesan mengenai
sesuatu yang lain; sebuah obyek digunakan untuk mewakili sesuatu
yang abstrak; lambang, contoh merpati adalah lambang dari
perdamaian.
 Tanda yang tertulis, tercetak, huruf, singkatan dan lain-lain, mewakili
sebuah obyek, kualitas, proses, kuantitas dan lain-lain, baik di dalam
musik, matematika atau kimia.
Menurut Cecep Sumarna (2017) secara Bahasa, kata symbol berakar
dari symbol (Inggris), symbolicum (Latin), symbolon atau symballo (Yunani).
Symbol umumnya digunakan untuk dua keperluan. Pertama, symbol dibuat
untuk melakukan kongkretisasi terhadap sesuatu yang abstrak dari sesuatu
yang dianggap transenden. Dalam pengertian ini, symbol harus dianggap
sebagai pancaran dari suatu realitas ideal yang transenden. Dalam Bahasa
agama, yang transenden itu, umumnya diperkenalkan dengan nama Allah
(Muslim), Alah (Kristen), Yahwe (Yahudi) atau Sanghyanwidi (Hindu-
Budha). Dalam pengertian ini, symbol diperlukan mengefektivitaskan sesuatu
agar yang abstrak mampu dikongkretisasi. Kedua, symbol digunakan untuk
membuat tanda akan sesuatu yang bersipat logika; baik logika matematika
maupun logika statistika. Simbol dalam pengertian yang kedua ini, dipakai
untuk memberi tanda akan sesuatu yang abstrak. Misalnya penyebutan angka
1, 2, 3 dan seterusnya –tidak menggunakan kalimat satu, dua, tiga dan
seterusnya– dengan maksud untuk mempermudah dan menyederhanakan.
Fakta, manusia lebih mudah menghapal symbol, dibandingkan kata atau
kalimat.
Selain itu M. Husein (2011) menjelaskan bahwa simbol adalah ciri
khas agama, karena simbol lahir dari sebuah kepercayaan, dari berbagai ritual
dan etika agama. Simbol dimaknai sebagai sebuah tanda yang dikultuskan
dalam berbagai bentuknya sesuai dengan kultur dan kepercayaan masing-
masing agama. Kultus ini kemudian melahirkan sebuah sistem dan struktur
simbol yang dapat membentuk manusia menjadi homo simbolicus dalam tipe
atau pola religiusnya. Sebagai sebuah tanda yang dikultuskan, Simbol
memiliki makna yang tersembunyi atau yang dapat dikiaskan dari makna
harfiahnya kemakna yang sacral dan mendalam. Sementara sebagai sebuah
Sistem yang terstruktur, Simbol memiliki logika tersendiri yang koheren
(saling terkait) yang dapat dimaknai secara universal. Dan sebagai sebuah
fenomena agama, Simbol jamak dikultus dan direfleksi kannya dalam
berbagai bentuk persembahan dan pemujaan baik secara individual maupun
komunal. Dan faktor lahir yang menyebabkan Simbol sangat terikat atau
korelatif dengan agama, disebabkan karena simbol-simbol religius yang lahir
dari pengalaman relegius juga sering dijadikan sebagai bantuan terapis
psikologis, dimana secara psikologis wawasan hidup manusia religius yang
homo simbolicus dihiasi oleh dua dimensi yang saling berkaitan, yaitu
dimensi spiritual dan dimensi psikologis. Dimensi spiritual berorientasi pada
agama dan dimensi psikologis berorientasi pada “kebebasan”, yang
diwujudkan dalam berbagai bentuk simbol.
B. Simbol dengan Pendekatan Metafisika
Menurut cecep sumarna (2010:69) metafisika terstruktur dari dua
suku kata, yakni meta dan physica. Secara bahasa berasal dari bahasa yunani
yakni meta (sesudah sesuatu atau dibalik sesuatu) dan physica berarti nyata,
kongkret, dapat diukur dan dijangkau panca indera. Eksistensi dibalik atau
sesudah yang fisik (metafisik) dalam perspektif perlu dikaji. Nama ilmunya
adalah ontologi. Jadi ontologi adalah ilmu yang mengkaji tentang sesuatu
dibalik yang fisik atau sesuatu yang sesudah fisik. Selanjutnya makna umum
dari metafisika adalah ilmu yang mengkaji tentang sesuatu yang eksistensinya
berada dibalik yang fisik atau kajian terhadap sesuatu yang eksistensinya
berada sesudah yang fisik (nyata). Kajian tentang tuhan (berada dibalik yang
fisik) dan persoalan eskatologis (dapat dibaca sesudah fisik), seperti pahala,
siksa kubur atau kebangkitan manusia diakhirat kelak, akan memperoleh
pengkajiannya dalam rumpun metafisika (Sumarna:70).
Menurut Mishbah Yazdi (2010) istilah lain yang dipakai sebagai
lawan “ilmu” adalah “Metafisika”. Istilah ini sendiri berakar dari kata yunani,
metataphysica. Dengan membuang a tambahan dan mengubah physica ke
fisika (physic) jadilah istilah metafisika. Kata ini diarabkan menjadi ma ba’da
al-thabiiyah (sesuatu setelah fisika).
Setelah mengetahui makna metafisika dari berbagai ahli filsafat maka
dapat diambil kesimpulan metafisika adala sesuatu yang kesistensinya berada
dibalik sesuatu dan keberadaannya tidak dapat dijangkau oleh sesuatu yang
bersifat fisik, dalam hal ini adalah keberadaan tuhan atau bagi umat islam
disebut Allah SWT.
Tuhan yang bersifat abtrak, wujud dan keberadaannya tidak dapat
digambarkan dan dijangkau oleh panca indera manusia memerlukan sesuatu
yang disebut dengan simbol. Simbol sebagai wujud penggati dari sesuatu
yang bersifat metafisika. Dengan simbol manusia dapat mengetahui eksistensi
dari sesuatu yang bersifat metafisika. Dalam kehidupan manusia banyak
ditemukan simbol agama atau simbol tuhan.
Menurut Cecep Sumarna (2017) Ka’bah adalah salah satu symbol
agama. Ia menjadi makna ketuhanan bagi masyarakat Muslim. Tentu dalam
pengertian ini, symbol bukan berarti Tuhan bersemayam didalamnya, atau
apalagi ia menjadi Tuhan. Ka’bah akan hanya menjadi manuskrip aneka
ragam historis tentang bagaimana manusia mencari Tuhan yang sebenarnya
Tuhan. Dengan Bahasa lain, Ka’bah secara manuskrip dapat menjadi saksi
perjalanan ketuhanan manusia. Tuhannya sendiri, tentu saja tidak ada
didalamnya. Tuhan tetap abstrak dan Ka’bah tetap saja menjadi batu.
Sebagai ciri khas agama, fenomena simbol mewujudkan berbagai model
dalam berbagai bentuknya. Dan model-model simbol dimaksud sangat koheren
dengan berbagai kepercayaan (teologis), ritual dan etika agama. Pada aspek
kepercayaan melahirkan model-model simbol yang dapat memberi interpretative
terhadap berbagai wujud Tuhan yang dipercayai, dipuja atau disembah, baik yang
bersifat immanent ataupun transcendent. Misalnya didalam Islam simbol Tuhan
dimodelkan dengan „Allah‟, dalam Kristen dimodekan dalam „Patung Jesus‟,
Hinduisme „Patung Tri Murti‟ dan budhisme dalam bentuk „Patung Budha‟, sebagai
model simbol kebebasan spiritual umatnya. 4 Dan apabila dianalisis secara historis
terdapat tiga tahap perkembangan pemodelan simbol kepercayaan kepada Tuhan
didalam perkembangan agama-agama. Tahap petama disebut dengan „model arkais‟
dimana Tuhan yang dipuja disimbolkan dengan batu atau patung dari batu dan
unsur-unsur kosmis lainnya (M. Husein, 2011:70).
DAFTAR PUSTAKA

Yazdi, M.T Misbah. 2010. Buku Daras Filsafat Islam Orientasi Ke Filsafat
Islam Kontemporer. Jakarta : Shadra Press
Wahab, M. Husein, 2011. Simbol-Simbol Agama. Jurnal Subtantia Vol.12
No. 1
Alwasilah, Chaedar. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Sumarna, C. (2017, Agustus 27). Memahami Simbol / Filsafat Ilmu - Part 12.
Retrieved April 5, 2018, from lyceum.id: https://www.lyceum.id/memahami-
simbolfilsafat-ilmu-part-12/
Sumarna, Cecep. 2010. Filsafat Ilmu. Bandung : Mulia Press
Harisah, A., & Masiming, Z. (2008, Februari). Persepsi Manusia Terhadap
Tanda, Simbol dan Spasial. Jurnal SMARTek, 6, 30.

Anda mungkin juga menyukai