Realitas berupa fakta dan fenomena. Fakta adalah kejadian yang muncul dalam
kontak budaya di masyarakat. Fakta ada yang dapat diamati dan ada yang hanya dapat
dirasakan. Fakta adalah realitas yang benar-benar terjadinya atau ada. Fakta dapat diamati
dan mendukung hadirnya realitas. Sedangkan teralitas dapat benar-benar terjadi, akan dan
sedang terjadi. Realitas ini bersifat alamiah sehingga wujudnya pun apa adanya. Realitas
dan fakta tersebut akan memunculkan sebuah fenomena. Maka tugas penelitian adalah
mengolah fenomena tersebut agar menjadi sebuah data yang akurat.
Realitas sosial dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu : Pertama, realitas dalam
alam kodrat/alam anogranik (fisika/ilmu kealaman) dan realitas dalam alam organik/alam
hayat (biologi). Realitas dalam kedua alam ini bersifat empiris, kuantitatif, materialistik,
dan rasionalistik. Kedua, realitas dalam gejala-gejala sosial budaya (termasuk gejala
keberagaman). Ini merupakan gejala serupa organik yang bersifat abstrak dan tak teraba.
Lebih-lebih gejala sosial agama yang berkaitan dengan keyakinan terhadap yang
adikodrat (beyond life).
Semua gejala keagamaan itu tidak sekedar dilihat bentuk, frekuensi (intensitas),
pola, melainkan (yang lebih penting) adalah pemaknaannya. Oleh karena itu, realitas
sosial dalam studi-studi sosial pada galibnya lebih banyak bergumul dengan konsep-
konsep atau konstruksi sosial (social construction).
Etos ilmu pengetahuan sosial adalah mencari kebenaran obyektif, yaitu upaya
untuk mencari kebenaran tentang realitas. Menurut kaum strukturalis, realitas dan
obyektifitas itu ditentukan oleh peneliti berdasarkan teori yang ada. Karena itu,
kebenaran bersifat subjectivied objectives atau objektif yang subjektif menurut peneliti.
Peneliti ibarat ahli biologi yang melihat bakteri melalui mikroskop. Sebaliknya, menurut
kaum fenomenologis bahwa realitas sosial itu sesungguhnya adalah struktur kognitif
seseorang atau sejumlah orang dan berada di alam imajinasi, pikiran, perasaan, dan cita.
Hal inilah yang justru menjadi objek kajian dalam ilmu-ilmu sosial yang utama dan
pertama. Oleh karena itu, subjektivitas awam itu justru merupakan objectivied
subjectivies atau subjektif yang objektif. Dalam hal ini, peneliti ibarat murid yang belajar
dari masyarakat yang diteliti.
Kategori kedua adalah struktur dan dinamika masyarakat agama. Agama di sini
adalah landasan dari terbentuknya suatu komunitas kognitif. Artinya bahwa agama
merupakan awal dari terbentuknya komunitas atau kesatuan hidup yang diikat oleh
keyakinan akan kebenaran hakiki yang sama, yang memungkinkan berlakunya suatu
patokan pengetahan yang sama pula.
segala refleksi terhadap ajaran, sedangkan kategori ketiga adalah usaha untuk mengetahui
corak pemahaman masyarakat terhadap simbol dan ajaran agama.
Jika dilihat dari dua kategori terakhir ini, maka dapat dipahami bahwa penelitian
sosial dan agama memiliki hubungan yang sangat erat dan tak dapat dipisahkan satu sama
lain. Sebab, ketika melakukan penelitian terhadap agama, maka hampir tidak terlepas dari
penggunaan pendekatan-pendekatan atau pun kerangka metodologis ilmu-ilmu sosial.
Dalam konteks ini, secara sosiologis misalnya, agama dianggap sebagai bagian dari
konstruksi realitas sosial. Dengan demikian, penelitian sosial jika dihubungkan dengan
penelitian agama semuanya dapat dikatakan merupakan paradigma penelitian yang
bersifat empiris.
Uraian terdahulu telah banyak dikemukakan bahwa objek penelitian sosial adalah
manusia dan segala sesuatu yang dipengaruhi dan mempengaruhi manusia. Oleh karena
itu, sumber data dalam penelitian bidang sosial akan selalu berhubungan dan dipengaruhi
oleh keunikan manusia. Keunikan itu berasal dari individualitas manusia sebagai
perpaduan/kesatuan unsur fisik dan psikis yang tidak sama satu sama lain. Sehingga
dalam hal ini, objek dalam penelitian sosial tentunya manusia dengan segala perilakunya
dalam kehidupannya.
PENDEKATAN PENELITIAN SOSIAL DAN AGAMA
Metode sosiologi mengkaji posisi dan peranan tertentu dari seseorang atau
sekelompok orang. Posisi dan peranan-peranan itu menyatakan diri dalam kehidupan
bersama, sehingga kehidupan sosial dapat terselenggara melalui hubungan-hubungan
fungsional dalam masyarakat, yang bersumber dari kedudukan dan peranannya dalam
kehidupan ummat beragama. Dengan beberapa paradigma, teori dan metode, dengan
cermat sosiologi mengkaji perilaku beragama individu dan kelompok, hubungan antar
kelompok, dan hubungan antar masyarakat (agama).
Dalam hal ini, objek penelitian agama terdiri dari dua kelompok: pertama, agama
sebagai norma yang lebih dominan watak teologisnya, kedua, agama sebagai fenomena
sosial yang bersifat historis. Dengan objek tersebut, berarti penelitian agama memiliki
dua pendekatan, yaitu normativitas dan historitas.