Anda di halaman 1dari 12

MENGENAL

SOSIOLOGI AGAMA
Materi Ke-1
Pengantar
 Sejak Berabad-abad, ketika manusia mengenal peradaban, manusia juga
mengenal keyakinan dan agama
 Seiring perkembangan zaman, manusia menempatkan agama dalam posisi
yg penting dalam kehidupan manusia
 Hak kebebasan untuk memeluk agama menjadi bagian dari hak asasi yang
dilindungi oleh peraturan perundangan di beberapa negara
Sosiologi
 Sosiologi secara sederhana seringkali dimaknai sebagai ilmu yang
mempelajari dan berkenaan tentang masyarakat. Lebih kompleks lagi
sosiologi memiliki definisi yaing dijabarkan dari dua kata yakni
socius dan logos. Socius mempunyai arti masyarakat, sosial, dan logos
mempunyai arti ilmu.
 Sosiologi mempunyai tiga paradigma besar yang sering digunakan.
Paradigma ini berasal dari penggolongan yang dilakukan oleh George Ritzer
dalam bukunya Sosilogi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda yang
meliputi paradigma fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial.
 Paradigma Fakta Sosial cenderung memandang segala fenomena berasal
dari luar diri individu. Mereka mengutamakan adanya aturan, norma, nilai, dan
menyukai keteraturan. Jika paradigma ini memberi makna pada sosiologi, maka
sosiologi akan menjadi ilmu yang mempelajari pola hubungan dan berbagai
interaksi sosial dalam masyarakat yang melibatkan nilai, norma, dan peraturan
dalam rangka membentuk dan mempertahankan keteraturan sosial (order).
 Paradigma definisi sosial adalah kebalikan dari fakta sosial, paradigma ini
mengutamakan analisis fenomena dari dalam diri individu (subjektif)
 Paradigma ketiga adalah paradigma perilaku sosial. Ciri khas paradigma ini
adalah penggunaan perspektif teori pertukaran sosialnya. Jika paradigma ini
memberikan definisi mengenai sosiologi, kurang lebih adalah mempelajari
perilaku manusia dalam interaksinya dengan manusia lain sebagai mahluk
sosial dan sebagai bagian dari masyarakat.
Agama
 Agama dalam arti sempit dimaknai sebagai segala hal yang
berhubungan dengan keyakinan religius dan bersifat spiritual
 Agama dalam konteks ini dimaknai sebagai sebuah sudut
pandang yang mungkin juga aturan main dan keyakinan
dalam melihat uang, atau lebih tepatnya cara manusia
memujanya. Agama lebih dimaknai sebagai sebuah
fetis.
Sosiologi Agama
Perdebatan mengenai apakah kajian terhadap agama dapat diukur dengan ilmiah terjadi, salah satunya
karena agama cenderung “bersifat intelektual dan emosional serta lebih bersifat individualistik” Sampai
kemudian, agama menjadi bahan penting dalam kajian-kajian keilmuan seperti teologi, antropologi, dan
sosiologi.
Kajian agama dalam teologi tentu menjadi hal yang amat wajar karena kajian pokoknya adalah agama.
Antropologi sebagai ilmu yang mempelajari tentang kebudayaan juga tentu tidak akan melewatkan
agama sebagai bagian dari peradaban manusia dan tujuh unsur kebudayaan.
Agama juga menjadi penting dalam keilmuan sosiologi. Bahkan terdapat satu konsentrasi khusus, yakni
sosiologi agama. Namun sebelum itu, sebagai sesama ilmu yang berhubungan erat dengan masyarakat,
perlu sedikit diketahui mengenai perbedaan antara antropologi agama dan sosiologi agama.
Antropologi agama memiliki wilayah kajian agama (sebagai bagian dari kebudayaan) dan manusia.
Sedangkan, sosiologi agama lebih kepada wilayah agama (sebagai bagian dari realitas sosial yang
berhubungan dengan masyarakat) termasuk seperangkat nilai dan norma yang ada di dalamnya.
Sosiologi agama muncul sebagai bagian dari sosiologi yang membahas tentang agama. Agama dalam
paradigma fakta sosial diletakkan dalam struktur sebagai bagian dari norma dalam masyarakat, yakni
norma agama. Meskipun paradigma ini cenderung menolak bahwa agama yang epifenomena
disandingkan dengan sosiologi yang empiris, namun tidak dapat dipungkiri bahwa mereka mengakui
agama menjadi bagian dari realitas sosial.
Alasan paradigma ini cenderung menolak bahwa agama itu empiris, karena agama bersifat emosional
dan berasal dari suatu hal yang tidak konkret. Paradigma ini kemudian menemukan bagian dari agama
yang berkaitan dengan masyarakat, yakni „penerapan konkret nilai-nilai‟ dari Tuhan(Ghazali, 2011).
Para antropolog menyebutnya kepercayaan.
Urgensi Mempelajari Sosiologi Agama
 Agama memberikan pengajaran mengenai nilai-nilai baik dan buruk, salah dan
benar, hitam dan putih yang tersurat jelas dalam aturan-aturannya.
Sebagaimana sifat norma, agama juga mempunyai sifat hukum yang mengikat
dan sanksi yang tegas. Bahkan dalam masa sebelum abad pencerahan, hukum-
hukum di negara barat tidak lain adalah hasil perumusan dari gereja.
Sedangkan, sosiologi tidak pernah memberikan justifikasi mengenai yang benar
dan yang salah. Sosiologi mempelajari kausalitas, pola, interaksi, kronologi,
sampai bagaimana dampak sebuah fenomena sebagai jalinan yang
komprehensif
 Tidak semua yang kita alami dalam hidup dapat dibedakan dalam dikotomi
hitam dan putih atau salah dan benar. Kadang ada yang samar dan perlu
negosiasi dan kompromi. Perbedaan nilai antar agama atau antar aliran dalam
agama dapat menjadi faktor yang menggoyangkan konsensus jika tidak disikapi
secara bijaksana. Di sinilah perlunya kita mempelajari sosiologi agama. Sosiologi
agama membantu kita menelaah suatu fenomena keagamaan sebagai bagian
dari realitas sosial dengan lebih interpretatif. Jika kita terbiasa dengan cara
pandang klasik yang hanya menggunakan sudut pandang satu agama,
sosiologi menawarkan cara lain agar kita memahami cara pandang agama lain
dengan nilainya yang berbeda
 Cara manusia memahami makna agama berperan besar pada cara ia menempatkan diri dalam
masyarakat, khususnya masyarakat multikultur dengan beragam agama. Setiap agama (atau
mungkin penganut) tentu akan berlomba mengklaim bahwa ajarannyalah yang paling benar. Hal ini
berkenaan dengan kekuatan legitimasinya dalam sebuah tatanan masyarakat. Kekuatan iniah yang
nantinya sering dimanfaatkan untuk kepentingan kekuasaan.
 Ajaran agama yang menuntun umatnya menuju kebahagiaan gagal dan justru digunakan untuk
membuat orang lain menderita adalah menjadi paradoks atau mungkin ironi yang harus diakui.
Charles Kimball mencontohkannya melalui kebijakan agama yang diskriminatif, terutama terhadap
perempuan. Kepentingan melindungi status quo pada akhirnya mengorbankan ajaran mulia
„mencintai tetanggamu sebagaimana kamu mencintai dirimu sendiri‟. Pembodohan yang dilakukan
dengan membatasi akses perempuan dan kalangan tertentu untuk memperoleh pendidikan, menjadi
sebuah bentuk „permusuhan‟ terhadap perempuan
Sejarah Sosiologi Agama
Sosiologi agama telah hadir sejak ilmu sosiologi mulai diterapkan. Dalam sosiologi sendiri terdapat
pembabakan yang meskipun tidak dipisahkan secara rigid, pembabakan itu antara lain era klasik,
era modern, era kontemporer, dan posmodern. Pembagian era ini dipengaruhi oleh karya Bryan
Turner yang berjudul Relasi Agama dan Teori Sosial Kontemporer. Ia mengkritik bahwa sosiologi
agama memiliki kelemahan. Kelemahan ini dibaginya menjadi tiga, yakni kelemahan sosiologi
agama klasik, sosiologi agama modern, dan sosiologi agama kontemporer.
 Meskipun bab ini terdapat pembabakan yang mirip dengan sosiologi, penjelasan pemikiran agama
oleh tokoh individual (sosiologi klasik) maupun aliran (sosiologi modern) akan dijelaskan secara
detail pada bab-bab selanjutnya. Pembahasan kali ini lebih ditekankan kepada periode waktu dan
tema-tema kajian yang berkembang saat itu. Pemikiran Comte mengenai tiga tahap manusia juga
sedikit mempengaruhi pembabakan ini. Era klasik terinspirasi dari masa-masa tahap metafisis
(sekitar tahun 1800-an) dan era modern terinspirasi dari tahap positivis.
TO BE Continued

Anda mungkin juga menyukai