Anda di halaman 1dari 10

1

PENDAHULUAN

Al-Qur’an adalah kitab petunjuk yang di dalamnya memuat ajaran moral


universal bagi umat manusia sepanjang masa. Akan tetapi dalam kenyataannya, teks al-
Qur’an sering kali dipahami secara parsial dan ideologis sehingga menyebabkannya
seolah menjadi teks yang mati dan tak lagi relevan dengan perkembangan zaman. Kajian
al-Qur’an sebenarnya selalu mengalami perkembangan yang dinamis seiring dengan
akselerasi perkembangan kondisi sosial budaya dan peradaban manusia. Hal ini terbukti
dengan munculnya karya-karya tafsir, mulai dari yang klasik hingga kontemporer,
dengan berbagai corak, metode, dan pendekatan yang digunakan.

Metode pendekatan yang digunakan oleh para mufassir kontemporer sedikit


banyak berlainan dengan yang digunakan oleh para mufassir kontemporer sedikit banyak
berlainan dengan yang digunakan oleh para mufassir tradisional. Jika para mufasir
tradisional umumnya cenderung melakukan penafsiran dengan memakai metode deduktif
dan tahlili (analitis) yang bersifat atomistik, maka dalam tafsir kontemporer
menggunakan berbagai metode dan pendekatan yang bersifat interdisipliner, mulai dari
tematik, linguistik, analisis gender, semiotik, sosio historis, antropologi, hingga
hermeneutik dan sebagainya.
2

PEMBAHASAN

A. Definisi Pendekatan Sosiologis

Pendekatan dapat didefinisikan cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam
suatu bidang ilmu. Dalam konteks ini ilmu yang dimaksud adalah ilmu yang digunakan
dalam memahami agama. Jalaluddin Rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti
dengan menggunakan berbagai paradigma. Realitas keagamaan yang diungkapkan
mempunyai realitas kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Karena itu, tidak
ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian legalistik,
atau penelitian filosofis.

Sedangkan sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu socius yang berarti kawan,
teman, sedangkan logos berarti ilmu pengetahuan. Sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari fakta-fakta sosial yakni mengandung cara-cara bertindak, berfikir,
berperasaan yang berada di luar individu. Sosiologi juga diartikan ilmu yang mempelajari
hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang
menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama,
cara terbentuk, dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta
pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup
bersama.

Adapun menurut Soerjono Soekanto, sosiologi diartikan sebagai suatu ilmu


pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak
menetapkan ke arah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-
petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan
bersama tersebut.1 Walaupun banyak definisi tentang sosiologi, namun intinya sosiologi
dikenal sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Sosiologi mempelajari masyarakat
meliputi gejala-gejala sosial, struktur sosial, perubahan sosial, dan jaringan hubungan
atau interaksi manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.

Dari uraian di atas dipahami bahwa pendekatan sosiologis adalah suatu pandangan
atau paradigma yang digunakan untuk menggambarkan tentang keadaan masyarakat

1
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hal. 21.
3

lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling
berkaitan. Dengan ilmu ini suatu fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor
yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang
mendasari terjadinya proses tersebut. Sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu
pendekatan dalam memahami agama, hal ini dikarenakan banyak bidang kajian agama
yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila ditelaah dan dikaji
melalui pendekatan ini.

B. Kontribusi Pendekatan Sosiologis

Pendekatan sosiologi dalam studi Islam, kegunaannya sebagai metodologi untuk


memahami corak dan stratifikasi dalam suatu kelompok masyarakat, yaitu dalam dunia
ilmu pengetahuan, makna dari istilah pendekatan sama dengan metodologi, yaitu sudut
pandang atau cara melihat atau memperlakukan sesuatu yang menjadi perhatian atau
masalah yang dikaji. Metodologi juga bermakna mencakup berbagai teknik yang
digunakan untuk memperlakukan penelitian atau pengumpulan data sesuai dengan cara
melihat dan memperlakukan sesuatu permasalahan atau teknik-teknik penelitian yang
sesuai dengan pendekatan tersebut.

Kegunaan yang berkelanjutan ini adalah untuk mengarahkan dan menambah


keyakinan-keyakinan ke-Islaman yang dimiliki oleh kelompok masyarakat sesuai dengan
ajaran agama Islam tanpa menimbulkan gejolak dan tantangan antara sesama kelompok
masyarakat. Seterusnya melalui pendekatan sosiologi dalam studi Islam, diharapkan
pemeluk agama Islam dapat lebih toleran terhadap berbagai aspek perbedaan budaya
lokal dengan ajaran agama Islam itu sendiri.

Masalah sosial sangat penting di dalam Islam. Hal ini menjadi menarik untuk
dipelajari dan dipahami.2 Melalui pendekatan sosiologi sebagaimana tersebut di atas
terlihat dengan jelas hubungan agama Islam dengan berbagai masalah sosial dalam
kehidupan kelompok masyarakat, dan dengan itu pula agama Islam terlihat akrab
fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan sosial masyarakat.

2
Khoiriyah, Metodologi Studi Islam, (Surakarta: Fataba Press, 2013), hlm. 62.
4

Dari sisi lain terdapat pula signifikasi sosiologi dalam pendekatan Islam, salah
satunya dapat memahami fenomena sosial yang berkenaan dengan ibadah dan muamalat.
Pentingnya pendekatan sosiologis dalam memahami agama dikarenakan banyak sekali
ajaran agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap
masalah sosial ini, selanjutnya mendorong agamawan memahami ilmu-ilmu sosial
sebagai alat memahami agamanya. Dalam bukunya yang berjudul Islam Alternatif,
Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama Islam terhadap
masalah sosial dengan mengajukan lima alasan3 sebagai berikut:

Pertama dalam al-Qur’an atau kitab Hadis, proporsi terbesar kedua sumber hukum
Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Sedangkan menurut Ayatullah Khoemeini
dalam bukunya al-Hukumah al-Islamiyah yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat
dikemukakan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan ayat-ayat yang
menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus. Artinya untuk satu ayat
ibadah, ada seratus ayat muamalah (masalah sosial).

Kedua bahwa ditekankannya masalah muamalah atau sosial dalam Islam ialah adanya
kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan muamalah yang
penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan (bukan ditinggalkan)
melainkan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.

Ketiga bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih
besar dari ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu shalat yang dilakukan secara
berjamaah dinilai lebih tinggi nilainya daripada shalat yang dikerjakan sendirian dengan
ukuran satu berbanding dua puluh tujuh derajat.

Keempat dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak
sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya ialah
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Bila puasa tidak mampu
dilakukan misalnya, maka jalan keluarnya; dengan membayar fidyah dalam bentuk
memberi makan bagi orang miskin.

3
Jalaluddin Rahmat, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1986), hlm. 48.
5

Kelima dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan
mendapat ganjaran lebih besar dari pada ibadah sunnah. Demikian sebaliknya sosiologi
memiliki kontribusi dalam bidang kemasyarakatan terutama bagi orang yang berbuat
amal baik akan mendapatkan status sosial yang lebih tinggi di tengah-tengah masyarakat,
secara langsung hal ini berhubungan dengan sosiologi.

Berdasarkan pemahaman kelima alasan di atas, maka melalui pendekatan sosiologis,


agama akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk
kepentingan sosial. Dalam al-Qur’an misalnya dijumpai ayat-ayat berkenaan dengan
hubungan manusia dengan manusia lainnya, sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya
kemakmuran suatu bangsa dan sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kesengsaraan.
Semua itu hanya baru dapat dijelaskan apabila yang memahaminya mengetahui sejarah
sosial pada ajaran agama itu diturunkan.4

C. Sosiologi dan tafsir

Pesatnya perkembangan teknologi sangat berpengaruh terhadap perubahan keadaan


masyarakat, keadaan sosial pun juga pasti akan ikut berubah dari mulai interaksi terhadap
lingkungan , sosialisasi dan sebagainya. Sebagai respon dari perubahan ini munculah
ilmu-ilmu yang berusaha untuk mempelajarinya yang disebut sebagai ilmu sosial.

Dari disiplin ilmu inilah, muncul berbagai perspektif mengenai kehidupan manusia
dengan berbagai persoalannya. Kemudian untuk mencari keselarasan penafsiran alquran
dengan zaman pun, akhirnya para penafsir menggunakan disiplin ini untuk menafsirkan
teks alquran terutama yang berkaitan erat dengan kondisi sosial masyarakat pada zaman
modern ini yang sangat kontras dengan masa lalu. Hal semacam ini dilakukan dalam
rangka menjadikan alquran tetap aktual dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Alasan mengapa para mufasir menggunakan pendekatan ini didasarkan pada beberapa
kenyataan masalah berikut ini. Pertama, masih ditemukan adanya perbedaan pendapat di
kalangan ilmuwan dan mufasir tentang hubungan tafsir kitab suci dengan ilmu
pengetahuan. Kedua, filsafat sebagai metode berfikir tidak digunakan semaksimal
mungkin dalam ranah tafsir alquran. Ketiga, belum adanya sistematika metodologi tafsir

4
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hal. 41-42.
6

Alquran yang khusus mengkaji ayat-ayat ilmu pengetahuan, salah satunya ilmu sosial
ini.5

Alasan-alasan diatas merupakan alasan yang bisa diterima. Bagaimana tidak, Alquran
selain persoalan ubidiyah yang dijelaskan panjang lebar oleh para mufasir, terdapat pula
teks yang berbicara tentang ilmu pengetahuan, sedangkan kita tahu bahwasanya ilmu
pengetahuan itu terus berkembang seiring dengan berkembangnya zaman. Oleh karena
itu, para mufassir dituntut untuk selalu berteman erat dengan keadaan artinya harus selalu
memahami keadaan sosial dan lingkungan dalam membuat suatu penafsiran.

Karena salah satu modal besar dalam melakukan penafsiran adalah mengetehui
kondisi sosial atau aspek historis saat ayat-ayat diturunkan. Dengan ini seorang mufassir
akan mampu menemukan hubungan logis antara satu ayat dengan ayat lainnya, dan
hubungan ayat-ayat itu dengan realitas sosial yang sedang bergerak.6

Asghar Ali pun mengemukakan pendapatnya, bagi generasi mendatang, mereka


punya hak untuk menafsirkan alquran dengan cara mereka sendiri berdasarkan
pengalaman dan problematika yang sedang mereka hadapi. Permasalahan dan tantangan
yang dihadapi oleh generasi terdahulu tidaklah sama dengan masalah yang dihadapi pada
masa sekarang.7

Penafsiran dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial ini juga memiliki tujuan
khusus, yakni; pertama, fungsi al-tabyin yaitu menjelaskan teks alquran dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dimiliki oleh sang mufasirnya. Kedua fungsi i’jaz yaitu
pembuktian atas kebenaran teks alquran menurut ilmu pengetahuan dan teknologi yang
selanjutnya dapat memberikan stimulan atau dapat ditindak lanjuti oleh para ilmuwan
dalam meneliti dan observasi ilmu pengetahuan lewat penafsiran teks-teks alquran.
Ketiga, fungsi istihraj al-ilm yaitu teks atau ayat-ayat alquran mampu melahirkan teori-
teori ilmu pengetahuan dan teknologi.8

5
Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial. Jakarta: Amzah 2007 hlm 8
6
Umar Shihab, Kontekstualitas AlQuran kajian tematik atas ayat-ayat hukum dalam alquran.
Jakarta: Penamadani 2005 hlm 10
7
Asghar Ali Enginer, Islam masa kini, Yogyakarta: Pustaka pelajar Hlm 24
8
Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial. Hlm 12
7

Faktor lain yang menjadikan ilmu sosial ini harus dipakai dalam pendekatan
penafsiran adalah bahwa dalam alquran dalam memberikan petunjuk tentang ilmu
pengetahuan, ternyata hanya secara global saja. Sedangkan untuk penjelasan secara rinci
dan mendalam, diserahkan sepenuhnya kepada ikhtiyar manusia; ikhtiar untuk mencari
dan menelusurinya sesuai dengan batas keahlian dan kemampuannya9. Hal ini dijelaskan
dalam beberapa ayat-ayat alquran, bahwasanya manusia telah dikarunia otak untuk
menunjang kemampuan berfikir, dalam memahai berbagai persoalan dan menemukan
pemecah masalahnya.

D. Contoh Pendekatan Sosiologis Pada Penafsiran

Ada beberpa contoh dari masa pemerintahan umar bin khattab yang bisa kita
jadikan sebagai acuan analisis masalah/problem sosial yang akan dibedah dengan
menggunakan pendekatan imu sosial. Salah satunya mengenai persoalan sebagai berikut:

“Dihentikannaya hukum potong tangan bagi pencuri karena pencurian dilakukan pada
masa masyarakat sedang dilanda “peceklik”(gagal panen), padahal alquran, sebagaimana
diketahui dalam ayat 38 surat almaidah menegaskan bahwa “lelaki yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang telah mereka kerjakan,
dan sebagai bagian dari siksa Allah. danAllah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”

Ayat diatas merupakan dasar hukum potong tangan bagi pencuri. Akan tetapi,
mengapa umar menghentikan hukum potong tangan bagi pencuri pada musim paceklik?
Apakah keputusan itu bertentangan dengan ayat di atas?

Kalau dilihat secara kontekstual, keputusan khalifah ini bertentangan dengan ayat 38
surat al-Maidah diatas. Tetapi, jika dilihat secara kontekstual, justru kepitusan khalifah
ini sesuai dengan prinsip-prinsip universalisme Alquran, yaitu prinsip memelihara dan
menyelamatkan jiwa manusia lebih utama daripada memenuhi tuntutan hukum. Sebab,
khalifah umar bukan menentang hukum potong tangan, melainkan mempertimbangkan
secara objektif kondisi sosial-masyarakat yang tidak kondusif untuk melaksanakan
hukum potong tangan tersebut. Argumrn umar didasarkan pada kenyataan bahwa boleh
jadi orang yang mencuri itu terdesak oleh keadaan hidup yang teramat sulit sehingga dia
9
Umar Shihab, Kontekstualitas AlQuran kajian tematik atas ayat-ayat hukum dalam alquran. Hlm
12
8

terpaksa mencuri untuk mempertahankan hidup dan keluarganya, jika tidak maka nyawa
mereka akan melayang. Kalau kondisi sosial seperti itu, apakah Allah Yang Maha Bijak
itu tega membiarkan hambaNya yang mencuri dihukum dengan hukuman potong tangan,
padahal mereka pencuri karena kelaparan?10

Pada masa sekarang kita dapat mengambil contoh mengenai bunga bank yang
diusung oleh beberapa bank konvensional sekarang ini. Mengenai hal ini Alquran akan
mengatakan bahwasanya bunga bank itu termasuk dalam riba. Riba yang dimaksud
alquran disini adalah riba yang dapat merugikan atau menyulitkan pelaku ekonomi.

Tetapi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekarang, bank konvensional sekarang


ini banyak membantu kehidupan masyarakat sekarang ini. Dari problem inilah ulama
akan memberikan penjelasan mengenai bunga bank ini dengan menggunakan pendekatan
sosial untuk mengaktualisasikan alquran dalam kehidupan modern ini.

Memang benar demikian riba memang haram tetapi persoalannya sekarang ini adalah,
apakah pertambahan atas modal (seperti bunga bank) sama dengan riba? Illat
pengharaman riba adalah sifatnya yang eksploitatif atau dapat merugikan stakeholder
pelaku ekonomi.

Dalam sistem ekonomi islam sendiri ada tiga hal yang harus dihindari: masyir
(ketidakjelasan), gharar( penopuan), dan riba (bunga). Jadi, produk-produk bank
konvensional tertentu yang secara penuh memilki sifat-sifat ekonomi islam atau tidak
mengindikasikan mengandung ketiga faktor diatas dapat saja produknya itu sesuai
dengan sistem ekonomi islam.11

KESIMPULAN

Dari pemaparan diatas bisa kita ambil kesimpulan bahwa dengan pesatnya
perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan memicu para para mufasir untuk
menafsirkan teks dengan menggunakan pendekatan-pendekatan baru yang hangat
berdampingan dengan kondisi sosial saat itu.

10
Umar Shihab, Kontekstualitas AlQuran kajian tematik atas ayat-ayat hukum dalam alquran Hlm.
29
11
Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial. Hlm. 189
9

Hal ini untuk menjadikan penafsiran agar tidak kaku, diharapkan mampu selalu
beriringan dengan zaman artinya dapat menjadikan alquran tetap aktual dalam kehidupan
masyarakat sehari-hari.

Seorang musafir juga harus memenuhi syarat-syarat tertentu, tidak semua orang
mampu melakukan penafsiran. Terutama dalam menggunakan pendekatan sosial ini, para
mufasir harus mempunyai kemampuan ke-ilmu-an sosial ini. Dan diharapkan para
mufasir selalu tanggap dengan segala sesuatu yang muncul ketika itu, baik itu bentuk
permasalahannya dan bagaimana harus menafsirkan dengan tidak kaku, supaya selalu
mendapatkan hati di kehidupan masyarakat sehari-hari.
10

DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2001)


Khoiriyah, Metodologi Studi Islam, (Surakarta: Fataba Press, 2013)
Rahmat Jalaluddin, Islam Alternatif, (Bandung: Mizan, 1986)
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012),
Rosadisastra, Andi, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial. (Jakarta: Amzah 2007)
Shihab, Umar, Kontekstualitas AlQuran kajian tematik atas ayat-ayat hukum dalam
alquran. (Jakarta: Penamadani 2005)
Ali Enginer, Asghar, Islam masa kini, Yogyakarta: Pustaka pelajar

Anda mungkin juga menyukai