Anda di halaman 1dari 15

Pendekatan Sosiologi dalam Studi Islam

Zahrum N
Ilmu Syariah Konsentrasi Hukum Tata Negari, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
1
zahrum60@gmail.com

ABSTRAK
Dewasa ini, pendekatan sosiologi dalam memahami agama Islam sangat-sangat
dibutuhkan. Dimana begitu banyak ajaran dalam agama Islam yang berkaitan dengan
masalah-masalah sosial yang terjadi di kehidupan masyarakat. Jalaludin Rakhmat telah
merasakan betapa besarnya pengaruh agama dimana dalam hal ini adalah Islam terhadap
masalah sosial. Saat ini, sosiologi agama mempelajari tentang bagaimana agama dapat
mempengaruhi masyarakat, dan begitupun sebaliknya bisa jadi masyarakat
mempengaruhi dari pada konsep agama. Pendekatan sosiologi mempunyai peranan yang
begitu penting dalam usaha untuk mempelajari dan memahami tujuan sesungguhnya yang
dikehendaki oleh al-Qur’an. Selain disebabkan karena ajaran agama Islam sebagai agama
yang dominan mengutamakan sesuatu hal yang berbau sosial ketimbang individu yang
telah terbukti dengan banyaknya ayat-ayat di dalam al-Qur’an dan al-Hadis yang
membahas tentang kegiatan muamalah (sosial), maka banyak dari pada sejarah dalam al-
Qur’an yang tidak bisa dipahami dengan mudah selain dengan pendekatan sosiologi.

Kata Kunci: Sosiologi; Islam.

Pendahuluan
Salah satu masalah yang Sejak dahulu telah menjadi suatu objek perhatian
oleh para ahli ialah agama. Dimana masalah ini menjadikan manusia percaya
terhadap adanya kekuataan yang lebih tinggi dari pada dirinya sendiri, serta
mengapa manusia ingin melakukan segala perbuatan yang dapat menghubungkan
dirinya dengan kekuatan tersebut. Maka hal inilah yang menjadi objek penelitian
para ilmuan sejak dahulu. Perkembangan agama dan kepercayaan di dalam
masyarakat sanagt di pengaruhi oleh tingkat perkembangan peradaban masyarakat
tersebut. Agama-agama masyarakat primitif di suatu tempat bersesuaian dengan
tingkat kehidupan dan peradaban bangsa itu.
Menurut pandangan ilmu sosiologis menganggap bahwa agama sebagai
sebuah sistem kepercayaan yang dapat diwujudkan dalam bentuk prilaku sosial
tertentu. Mengapa demikian, hal ini karena berkaitan dengan pengalaman
manusia, baik itu secara perorangan ataupun kelompok. Sehingga setiap tingkah
laku yang diperankan akan berpengaruh terhadap sistem kepercayaan dari ajaran
agama yang dianutnya.1
Setiap perbuatan individu dan kelompok yang digerakkan oleh kekuatan
dari dalam itu didasarkan atas nilai-nilai keyakinan dalam agama yang
menginternalisasi sebelumnya. Mempelajari gejala keagamaan berarti mengkaji
tingkah laku manusia baik secara individu maupun kelompok dalam kehidupan
beragama. Gejala keagamaan itu sendiri merupakan suatu bentuk perwujudan
sikap serta tingkah laku yang melekat pada hal-hal yang dipandang suci, keramat
yang berasal dari sesuatu hal yang sifatnya ghaib.
Kalau kita mencoba menganalisa tentang agama menggunakan pendekatan
sosiologi, maka agama dapat ditelaah dengan mudah karena agama itu sendiri
diturunkan demi kepentingan sosial. Di dalam al-Qur’an contohnya, dapat di
temukan ayat-ayat berkenaan dengan hubungan individu lainnya tentang sebab-
sebab yang menyebabkan kesengsaraan. Semua itu baru dapat dijelaskan apabila
kita memahaminya serta mengetahui sejarah sosial pada saat ajaran agama itu
diturunkan dan menyelaraskan dengan kehidupan saat ini.
Sebagai contoh yang paling mudah dipahami terdapat dalam empat aliran
Islam atau mazhab, seperti Hanafi, Maliki, syafi’i, dan hambali. Dimana empat
mazhab tersebut mempunyai sudut pandang yang sama dan berbeda terkait
masalah-masalah aqidah dalam pemahamannya dan praktiknya. Jadi penggunaan
pendekatan sosiologis menjadi sangat penting dalam mengkaji ajaran-ajaran Islam
yang dipengaruhi oleh masalah sosial kemasyarakatan.
Pentingnya pendekatan sosiologi di dalam memahami agama dapat dengan
mudah dipahami karena ada begitu banyak sekali ajaran dalam agama yang
berhubungan dengan masalah-masalah sosial. Untuk itu besarnya perhatian agama
terhadap masalah sosial ini, selanjutnya mendorong para ulama untuk memahami
ilmu sosial sebagai sarana dalam memahami agama Islam.2

1
Idah Zahara Adibah, Pendekatan Sosiologi dalam Studi Islam, (Jurnal Inspirasi, Vol.1,
No. 1 Januari-Juni 2017), h. 1-2
2
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), h. 39
Pembahasan

1. Pendekatan Sosiologi
Secara etimologi, sosiologi berasal dari bahasa latin, yang terdiri atas dua
kata yaitu “socius” yang berarti teman atau kawan, dan “logos” yang berarti ilmu
pengetahuan. Jadi secara terminologinya, sosiologi merupakan suatu ilmu yang
mempelajari interaksi atau hubungan sosial dan proses sosial dalam kehidupan
masyarakat termasuk di dalamnya tentang perubahan-perubahan sosial.3
Menurut Soerjono Soekanto menjabarkan sosiologi sebagai suati bidang
ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Ilmu
sosiologi tidak menerapkan ke arah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam
artian memberikan petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari
proses kehidupan bersama tersebut. Di dalam ilmu sosiologi juga membahas
prihal proses sosial, mengingat bahwa pengetahuan tentang struktur masyarakat
saja belum cukup dalam memperoleh gambaran nyata terhadap kehidupan
bersama dari manusia. 4
2. Objek Sosiologi
Objek sosiologi sendiri yaitu masyarakat yang dilihat dari sudut hubungan
antara manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat.
Sedangkan tujuannya adalah meningkatkan daya kemampuan manusia dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya.
Sebelum membahas tentang pendekatan sosiologi ada sebuah pengetahuan
dasar tentang sosiologi yang perlu untuk diketahui terlebih dahulu. Dalam
sosiologi ada yang dinamakan sebagai pranata sosial. Dimana pranata ini adalah
sebuah sistem norma atau peraturan tentang aktifitas masyarakat, sedangkan sosial
sendiri secara sederhananya adalah masyarakat. Jadi pranata sosial merupakan
himpunan beberapa kaidah-kaidah atau peraturan-peraturan yang dipahami,
dihargai serta ditaati oleh masyarakat dan bertujuan untuk mengatur kehidupan
masyarakat.

3
Neneng Nurhasanah, dkk, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Amzah, 2018), h. 37
4
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 39
Dalam pranata sosial ini juga dikenal dengan adanya pelapisan sosial yang
berhubungan tentang perbedaan penduduk ke dalam tatanan kehidupan
masyarakat secara bertingkat. Adapaun macam-macam dari pelapisan masyarakat
yaitu:
(a) Tinggi- rendah
(b) Bangsawan/berdarah biru – rakyat biasa
(c) Superiot – inferior
(d) Unggul – biasa dan lain sebagainya.
Munculnya pelapisan sosial tersebut karena adanya sesuatu hal yang di
hargai oleh masyarakat antara lain, harta benda, kekuasaan, ilmu pengetahuan,
keturunan keluarga yang terhormat, kesolehan dalam agama dan sebagainya. Oleh
karena itu strata sosial selalu ada dalam kehidupan masyarakat dan tidak akan
pernah lepas.
Adapun teori yang muncul tentang hubungan lapisan dalam masyarakat
yaitu:
(a) Dalam teori ini menganggap bahwa strata sosial terjadi dengan sendirinya
(otomatis), contohnya tentang hal berburu karena kepandaian dalam
berburu hewan, seseorang yang dermawan dihormati oleh masyarakat.
(b) Dalam teori ini menganggap bahwa strata sosial muncul karena adanya
kesengajaan dengan adanya tujuan tertentu, yang biasa disebut dengan
istilah pembagian kerja, tanggung jawab dan lain sebagainya. Sebagai
contohnya dalam bidang pemerintahaan, politik, organisasi dan
sebagainya.5
Pendekatan sosiologis digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam
mengkaji agama. Hal ini karena ada beberapa bidang kajian agama yang baru
dapat dipahami secara utuh dan tepat apabila menggunakan pendekatan ilmu
sosiologi. Dimana Sosiologi sendiri merupakan suatu ilmu yang mengkaji tentang
kehidupan bersama dalam masyarakat serta menyelidiki ikatan-ikatan antara
manusia yang menguasai hidupnya itu. Jadi ilmu Sosiologi berusaha untuk
memahami tentang sifat dan maksud hidup bersama tersebut, cara terbentuk dan

5
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Academia, 2009), h. 206-207
tumbuh serta berubahnya perkumpulan hidup masyarakat, baik itu tentang
keyakinan yang memberikan sifat tersendiri kepada cara hidup bersama dalam
setiap persekutuan hidup manusia. Dengan bantuan ilmu sosiologi suatu fenomena
sosial dapat dikaji dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan
sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut.
Melalui pendekatan sosiologis, agama dapat dipahami dengan mudah
karena agama itu sendiri diturunkan dengan tujuan untuk kepentingan sosial.
Dalam al-Qur’an contohnya, dapat kita jumpai ayat-ayat yang berkenaan dengan
hubungan manusia dengan manusia lainnya serta sebab-sebab yang menyebabkan
kesengsaraan. Semua hal tersebut baru dapat dijelaskan apabila kita memahami
serta mengetahui sejarah sosial pada saat ajaran agama itu diturunkan.6
3. Teori dalam pendekatan Sosiologi
Dalam kaitannya dengan pendekatan sosiologi, ada beberapa teori yang
dapat aplikasikan dalam penelitian, yaitu:
(a) Teori fungsional
Teori fungsional adalah sebuah teori yang menggambarkan
masyarakat sebagai sebuah organisme ekologi yang mengalami
pertumbuhan. Dimana dalam teori ini dimaksudkan bahwa semakin besar
pertumbuhan yang terjadi maka akan semakin kompleks pula masalah-
masalah yang akan dihadapi. Nah pada saat itupula akan terbentuk sebuah
kelompok-kelompok tertentu yang dimana masing-masing bagian tersebut
mempunyai fungsi sendiri pula, yang boleh jadi satu bagian mempunyai
fungsi-fungsi yang berbeda dengan yang lainnya.
Hal ini dikarenakan perbedaan pada bagian sebelumnya maka
perubahan fungsi pada bagian tertentu dapat mempengaruhi fungsi
kelompok yang lain. Oleh sebab itu, meskipun masing-masing kelompok
dapat mempengaruhi kelompok yang lain, namun masing-masing
kelompok dapat dipelajari dengan sendiri-sendiri. Maka yang menjadi
kajian penelitian agama dengan pendekatan sosiologi dengan

6
M. Arif. Khoiruddin, Pendekatan Sosiologi dalam Studi Islam, (Jurnal IAI Tribakti
Kediri, Vol. 25, No. 2, September, 2014), h. 393-394
menggunakan teori fungsional ialah dengan melihat atau meneliti
fenomena masyarakat dari sisi fungsinya.
Dalam pengunaan teori fungsional ini ada beberapa langkah-
langkah yang perlu diperhatikan:
(1) membuat suatu identifikasi tentang tingkah laku sosial yang
problemati;
(2) mengidentifikasi prihal mengenai konteks terjadinya suatu tingkat laku
yang menjadi objek penelitian;
(3) mencari konsekuensi dari satu tingkah laku sosial.7
(b) Teori interaksional
Teori interaksional berpendapat bahwa dalam kehidupan
masyarakat pasti ada hubungan antara individu dengan masyarakat,
ataupun antara individu yang satu dengan individu lainnya. Pertanyaan
yang sering muncul kemudian adalah:
(1) bagaimana masyarakat dapat menentukan sikap dan tingkah laku
individu;
(2) bagaimana cara individu tersebut bisa menciptakan serta menjaga
sebuah perubahan yan terjadi di dalam masyarakat;
(3) bagaimana individu dan masyarakat dapat dipisahkan sehingga
menjadi fenomena yang telah melekat dalam kehidupan masyarakat dapat
di pelajari serta mengidentifikasinya secara terpisah.
Dalam teori interaksionisme selalu diidentifikasi sebagai deskripsi
yang interpretatif, yaitu sebuah pendekatan yang memberikan analisis
yang menarik perhatian besar pada pembekuan sebab yang seyoganya ada.
Ada beberapa kritik yang muncul dalam teori interaksionis yaitu:
pertama, bahwa teori ini dianggap kurang ilmiah dalam penganalisaannya.
Alasannya karena teori interaksionisme menghindari pengujian hipotesis,
menjahui tentang hubungan sebab akibat. Oleh karena itu mutu
keilmiahannya diragukan. Selanjutnya yang kedua, teori interaksionisme
ini terlalu memfokuskan terhadap proses sosial pada tingkat mikro serta

7
Ibid, h. 210-211
kurangnya perhatian terhadap proses sosial yang terjadi pada tingkat
makro. Ketiga, dalam teori ini dianggap mengabaikan sebuah kekuasaan.
Adapun tujuan yang menjadi dasar dikembangkannya teori
interaksionisme yaitu:
(a) bagaimana suatu individu menyikapi sesuatu tentang apa-apa saja yang
terdapat dala lingkungannya,
(b) memberikan sebuah arti terhadap sebuah fenomena berdasarkan
interaksi sosial yang dijalin dengan individu lainnya,
(c) makna tersebut dapat dipahami serta dibentuk oleh individu melalui
suatu proses interpretasi atau sebuah penafsiran yang berhubungan dengan
dengan hal-hal yang dijumpainya.
(3) Teori konflik
Teori konflik merupakan sebuah teori yang mempunyai
kepercayaan bahwa setiap masyarakat pasti mempunyai suatu kepentingan
dan kekuasaan, yang merupakan pusat dari pada segala hubungan sosial.
Menurut pemegang teori ini nilai dan gagasan selalu dipergunakan sebagai
sebuah senjata dalam memudahkan sebuah kekuasaan.8
Selain ketiga teori diatas juga ada teori-teori lain yang
berhubungan dengan pendekatan sosiologi. Adapun teori-teori yang
berhubungan dengan pendekatan sosiologi adalah tentang teori-teori
perubahan sosial yaitu teori evolusi, teori fungsionalis structural,teori
modernisasi, teori sumber daya manusia.
Dari segi sosiologi, pendekatan terhadap agama telah melahirkan
berbagai teori, di antara teori-teori itu yang sangat terkenal adalah teori
tingkatan. Teori ini dikemukakan oleh August Comte (1798-1857). Dalam
bukunya, Cours de Philososophie Positive, ia menerangkan pandangannya
paham positivisme yang alamiah dan menjabarkan tingkatan-tingkatan
dalam evaluasi pemikiran manusia sebagai berikut:
1. Tingkatan pertama, yaitu tingkatan yang disebut tingkatan teologi pada
tingkatan ini, semua kejadian yang dialami manusia dianggap berasal dari

8
Ibid, h. 212-213
atau bersumber dari suatu kekuatan ketuhanan atau suatu dzat yang Maha
Kuasa.
2. Tingkatan kedua, yaitu tingkatan yang metafisika. Pada tingkatan ini
manusia sudah mulai memahami kejadian di lingkungan dan alam
sekitarnya berdasarkan kekuatan yang lebih abstrak dan tidak kelihatan.
3. Tingkatan ketiga, yaitu tingkatan positif. Pada tingkatan ini manusia
sudah memahami sesuatu sebab itu berdasarkan akal pikiran yang praktis.
Selanjutnya, sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan
dalam memahami agama yang berkaitan dengan masalah sosial. Agama
sebagai gejala sosial berlandaskan pada konsep sosiologi, yakni kajian
terkait interaksi antara sesama pemeluk agama atau antara satu pemeluk
agama dengan pemeluk agama lainnya.
Namun saat ini kajian sosiologi agama tidak hanya fokus terhadap
interaksi hubungan timbal balik, akan tetapi ada kecenderungan kajian
bergeser pada pengaruh agama terhadap tingkah laku masyarakat. Artinya
kajian sosiologi agama mencakup bagaimana agama sebagai sistem nilai
mempengaruhi tingkah laku masyarakat. Ada pergeseran tema pusat kajian
sosiologi agama klasik dengan kajian sosiologi agama modern. Interaksi
timbal balik antara agama dan masyarakat, bagaimana agama
mempengaruhi masyarakat dan masyarakat mempengaruhi pemikiran serta
pemahaman agama merupakan tema inti kajian pada masa klasik.
Sedangkan pada era modern inti kajian sosiologi agama hanya terletak
pada satu arah, yakni bagaimana agama mempengaruhi masyarakat.
Dalam hal ini kajian sosiologi Islam lebih dekat dengan model penelitian
agama klasik, berupa kajian interaksi timbal balik antar agama dengan
masyarakat.
4. Studi Islam dengan Pendekatan Sosiologi
. Istilah Studi Islam dalam bahasa Inggris adalah Islamic Studies. Secara
sederhana dimaknai sebagai kajian Islam. Studi Islam berasal dari dua kata, yaitu
studi dan Islam. Studi adalah kegiatan yang sengaja dilakukan dengan tujuan
mendapatkan informasi, mendapatkan pemahaman yang lebih besar, atau
meningkatkan keterampilan seseorang. Sedangkan Islam berasal dari kata Aslama
yang penurut dan patuh Jadi, Studi Islam adalah upaya untuk mempelajari hal-hal
yang berkaitan dengan Islam. Studi Islam adalah suatu pembelajaran yang
dikaitkan atau berkaitan dengan kajian-kajian Islam atau keagamaan.
Islam sebagai doktrin Tuhan yang kebenarannya diakui para mualaf adalah
final, dalam arti absolut, dan diterima apa adanya. Sebagai gejala budaya yang
berarti segala sesuatu yang merupakan ciptaan manusia dalam kaitannya dengan
agama, termasuk pemahaman masyarakat tentang doktrin agama mereka.Karena
interaksi sosial adalah realitas umat Islam.
Islam pada hakikatnya mengajarkan kepada umatnya sebuah kehidupan
yang dinamis serta progresif, dan menghormati serta menghargai sebuah akal
pikiran dengan jalan pengembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Sebagai
objek kajian dan dalam mengkaji islam, harus berpedoman pada dua sumber
otentiknya yakni Al-Qur'an dan hadist. Islam berbentuk nilai nilai jika pemikiran
(akal pikiran) dilibatkan dalam proses memahami dan mengaktualisasikannya.
Jadi, mengkaji islam sebagai pemikiran berarti mempelajari apa yang di hadapi
oleh pemikiran - pemikiran yang telah mengkaji ajaran - ajaran islam yang
melahirkan bentuk pemahaman atau kajian tertentu.
Dalam studi Islam ada beberapa cara dalam mengkaji agama yang dimana
dalam hal ini salah satu caranya adalah dengan menggunakan pendekatan
sosiologi antara lain:
1. Studi Islam dalam bentuk ini mencoba memahami seberapa jauh pola-
pola budaya masyarakat (seperti menilai sesuatu itu baik atau buruk)
berlandaskan pada nilai-nilai agama, atau seberapa jauh struktur
masyarakat (seperti supremasi kaum lelaki) berpangkal pada ajaran
tertentu suatu agama, atau seberapa jauh perilaku masyarakat (seperti pola
konsumsi atau berpakaian masyarakat) berpangkal pada ajaran tertentu
dalam suatu agama.
2. Studi tentang pengaruh struktur dan perubahan masyarakat terhadap
pemahaman ajaran agama atau konsep keagamaan, seperti letak geografis
antara Basrah dan Mesir melahirkan qaul qadim dan qaul jadid oleh Imam
Syafi’i atau bagaimana fatwa yang dilahirkan oleh ulama yang dekat
dengan penguasa tentu berbeda dengan ulama independen yang tidak dekat
dengan penguasa hal tersebut terjadi karena ada perbedaan struktur sosial.
3. Studi tentang tingkat pengalaman beragama masyarakat, studi ini dapat
digunakan untuk mengevaluasi pola penyebaran agama dan seberapa jauh
ajaran agama itu diamalkan oleh masyarakat. Studi evaluasi tersebut juga
dapat diterapkan untuk menguji coba dan mengukur efektifitas suatu
program. Misalnya seberapa besar dampak penerapan UU No. 1 Tahun
1974 dalam mengurangi angka perceraian.
4. Studi pola interaksi sosial masyarakat muslim.
5. Studi tentang gerakan masyarakat yang membawa paham yang dapat
melemahkan atau menunjang kehidupan beragama.9
3. Pengaruh Studi Islam Terhadap Pendekatan sosiologi
Pengembangan studi Islam dengan menggunakan pendekatan sosiologi
tidak dapat dilepas dari kajian ilmu sosial yang memiliki kebenaran empiris,
dimana dalam teori sosiologi ini melibatkan berbagai studi tentang pemahaman
yang komprehensif tentang Islam. Kebenaran sosiologi dibangun dari berbagai
sudut pandang tentang fenomena yang menjadi asumsi utama dalam menjadikan
fenomena ittu sebagai suatu suatu disiplin ilmu sebagaimana yang telah
dikembangkan oleh Talcoot Parsons melalui teori fungsionalnya. Jadi dengan
demikian, memposisikan Islam sebagai suatu disiplin ilmu perlu adanya
pendekatan tertentu yang bersifat ilmiah. Studi Islam dengan menggunakan
pendekatan sosiologi merupakan suatu pemahaman terhadap Islam yang memiliki
sistematika kajian yang dimana realitas kajiannya tersebut terdapat tiga tahap,
yaitu normative science, theoretical science, dan practical science.
Pertama pada kajian normatif sains, mengacu kepada pemahaman bahwa
Islam sebagai doktrin bersifat normatif tekstualias, yang cukup dipahami dengan
menggunakan pendekatan grmatikal. kedua pada kajian teoritikal sains, Islam
dipahami dengan lebih dalam dari berbagai sudut pandang yang nantinya
menumbuhkan suatu pemahaman tertentu yang melahirkan suatu teori tentang

9
M. Arif. Khoiruddin, Pendekatan Sosiologi dalam Studi Islam, h. 400-402
pengetahuan. Ketiga dalam kajian praktikal sains menganggap bahwa Islam
merupakan keberagaman perwujudan dari respons terhadap doktrin yang bersifat
dinamis. Dimana keberagaman inilah yang dapat menjadi berbagai disiplin dalam
ilmu keislaman, seperti sosiologi Islam, filsafat Islam, Psikologi Islam, Ekonomi
Islam dan sebagainya yang sesuai dengan pendekaatan dalam bangunannya.10
Pendekatan sosiologi merupakan sebuah pendekatan yang sangat penting
untuk memahami agama karena begitu banyak bidang kajian agama yang baru
dapat untuk di mengerti secara proporsional dan tepat apabila menggunakan ilmu
sosiologi. Dalam hal ini, ilmu sosiologi menjadi sangat penting di dalam
memahami Islam sebagai suatu agama serta keberagaman yang ada pada umat
Islam. Hal ini perlu di pahami mengingat banyak ajaran agama yang berkaitan
dengan masalah-masalah sosial.
Sumber utama dari ajaran agama Islam adalah al-Qur’an dan al-Hadis
yang sumbernya berasal dari Allah dan Rasul-nya. Akan tetapi, dalam menjawab
fenomena-fenomena kontemporer terkadang tidak ditemukan secara jelas dan
mendalam, baik dalam al-Qur’an dan Hadis. Sehingga umat Islam dalam hal ini
para ulama telah berusaha untuk menjawab persoalan yang ada dengan melakukan
sebuah ijtihad. Dimana ijtihad itu sendiri merupakan suatu pemikiran para ulama
tentang nilai-nilai dan prinsip-prinsip pokoknya tetap berpedoman kepada al-
Qur’an dan Hadis. Jadi, tidaklah dibenarkan bagi seseorang yang berijtihad
tentang suatu masalah yang telah diatur dalam al-Qur’an dan Hadis dengan
mengatakan bahwa sesuatu hal tersebut bertenangan dengan keduanya.
Ketika Islam dikaji dengan meletakkan pada posisi pemikiran ulama
disamping tentunya wahyu maka kajian tersebut memerlukan kajian-kajian
lainnya diluar kajian teologis normatif. Penggunaan disiplin ilmu sosial dalam
mengkaji masyarakat muslim tidak bisa lepas dari kajian islam itu sendiri dalam
konteks sosialnya. Sehingga ajaran Islam dan keyakinannya tidak dapat
dilepaskan dari proses analisisnya. Misalnya dalam kelompok masyarakat terdapat
beberapa perbedaan ajaran Islam dalam masyarakat yang memiliki struktur sosial
yang berbeda. Contoh yang paling mudah dipahami terdapat dalam empat aliran

10
Neneng Nurhasanah, dkk, Metodogi Stud Islam, h. 38
Islam atau mazhab, seperti Hanafi, Maliki, syafi’i, dan hambali. Dimana empat
mazhab tersebut mempunyai sudut pandang yang sama dan berbeda terkait
masalah-masalah aqidah dalam pemahamannya dan praktiknya. Jadi penggunaan
pendekatan sosiologis menjadi sangat penting dalam mengkaji ajaran-ajaran Islam
yang dipengaruhi oleh masalah sosial kemasyarakatan.11
Pentingnya pendekatan sosial untuk memahami agama sebagaimana yang
telah dijelaskan diatas dapat dipahami, karena begitu banyak ajran Islam yang
berkaitan dengan masalah-masalah sosial. Besarnya perhatian agama terhadap
persoalan sosial yang selanjutnya mendorong ulama dalam memahami ilmu-ilmu
sosial sebagai sarana dalam memahami agama. Menurut Jalaluddin Rahmat dalam
bukunya yang berjudul Islam Alternatif mengungkapkan bahwa betapa
pentingnya perhatian agama Islam terhadap masalah-masalah sosial dengan
mengajukan lima alasan yaitu sebagai berikut:
(1) Dalam al-Qur’an dan Hadis yang menjadi pokok pedoman utama bagi umat
Islam yang mengkaji terkait masalah urusan muamalah. Dimana menurut
Ayatullah Khoimaeni dalam bukunya yang berjudul Al-Hukumah al-
Islamiyah yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat dikemukakan bahwa
perbandingan antara ayat-ayat ibadah dengan ayat-ayat yang menyangkut
kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus. Dimana satu untuk ayat
ibadah dan seratus untuk ayat muamalah (masalah-masalah sosial).
(2) Bahwa ditekankannya masalah muamalah dalam Islam ialah adanya
kenyataanny, misalkan apabila ada urusan ibadah dengan urusan muanalah
bersamaan waktunya maka ibadah boleh diperpendek ataupun di
tangguhkan (bukan ditinggalkan), malainkan tetap dikerjakan sebagaimana
mestinya.
(3) Bahwa setiap ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberikan
ganjaran lebih besar ketimbang ibadah yang bersifat perorangan. Karena
sholat yang dikerjakan secara berjama’ah dinilai lebih tinggi derajatnya dari
pada sholat sendirian dengan ukuran satu berbanding sepuluh derajat.

11
Ibid, h. 39
(4) Dalam Islam apabila adanya suatu urusan ibadah dilakukan secara tidak
sempurna atau batal, karena telah melangar suatu pantangan tertentu, maka
tebusannya (kifarahnya) adalah melakukan sesuatu hal yang berhubungan
dengan masalah sosial. Apabila individu tidak mampu dalam berpuasa,
maka jalan keluarnya boleh dengan membayar fidyah dalam bentuk
memberi makan bagi orang miskin. Atau apabila sepasang suami istri
tengah bersenggama di siang hari dibulan suci ramadhan maka tebusannya
adalah memberi makan kepada orang miskin. Dalam hadis qudsi
dinyatakan bahwa salah satu tanda orang yang diterima shalatnya adalah
orang yang dapat menyantuni orang-orang yang lemah, menyayangi orang
miskin, anak yatim, janda-janda tua yang mendapatkan musibah.
(5) Dalam ajaran Islam terdapat sebuah ajaran bahwa amal baik dalam bidang
kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar ketimbang ibadah sunnah.
Contohnya, “Orang yang bekerja keras untuk menyantuni janda dan orang
miskin, adalah seperti pejuang dijalan Allah (atau aku kira beliau berkata)
dan seperti orang yang terus menerus salat malam dan terus menerus
berpuasa”. (H.R. Bukhari dan Muslim).12
Pengguanaan ilmu sosial dalam hal ini sosiologi dalam mempelajari Islam
(terutama yang dilakukan oleh para ilmuan barat) terkadang bersingunggungan
dengan keadaan saat ini sehingga menimbulkan banyak kritik hingga penolakan
dari masyarakat muslim. Peneliti barat sering kali menerapkan generalisasi hasil
penelitiannya, keadaan sosiologi masyarakat muslim digeneraliasi pada daerah
yang lebih luas. Masalah yang kedua tentang adanya gap (celah) antara prilaku
sosial para pemeluk Islam dengan ajaran normatif Islam.
Akibatnya menimbulkan masalah-masalah lainnya, yaitu dalam hal
pengambilan sumber oleh ilmuan barat. Dalam pengambilan sumbernya atau
refrensi itu bukan berasal dari sumber ajaran Islam yang asli, yaitu al-Qur’an dan
Hadis, tetapi berasal dari sumber orientalis yang terkadang tidak sesuai dengan
ajaran Islam yang sebenarnya. Hal ini merupakan suatu kekeliruan awal dalam
prosedur penelitian. Masalah lain yang bisa saja muncul yaitu berkaitan dengan

12
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 40-41
niat dan tujuan pengkajian Islam. Niat dan tujuan penelitian ini sangat
mempengaruhi peneliti sosial peneliti sosial di dalam melaksanakan kajian Islam
dengan menggunakan disiplin ilmunya. Apa yang terjadi apabila dalam dunia
ilmu sosial ketika dipergunakan dalam mengkaji Islam dan ketika penelitinya
adalah seorang ilmuwan non muslim barat lalu orang Islam hanya
mengikutidisiplin ilmu sosial menurut ideologi barat.
Maka dengan demikian, diperlukan elaborasi antara peneliti sosial dengan
para para ulama dalam mengkaji Islam dengan menggunakan pendekatan
sosiologi. Cara yang lebih tepat adalah dengan melahirkan para peneliti dan
ilmuwan sosial yang merupakan seorang muslim sehingga dalam penelitiannya
dapat menghasilkan data yang lebih objektif dan ilmiah sesuai dengan keadaan
saat ini.13
Kesimpulan
Saat ini dalam memahami ajaran agama Islam terkadang kita bingung
dalam hal penafsirannya, disebabkan ada beberapa ajaran dalam Islam yang
memerlukan suatu kajian yang mendalam untuk dapat memahaminya. Para ulama
sendiri dalam menafsirkan suatu fenomena yang terjadi di masyarakat terkadang
bingung dalam mengambil sebuah keputusan tanpa adanya suatu metode ataupun
pendekatan yang digunakan. Untuk memahami fenomena-fenomena sosial yang
terjadi dimasyarakat dibutuhkan suatu pendekatan guna menjawab persoalan
tersebut. Dimana salah satu pendekatan yang efektif digunakan oleh para ilmuwan
dalam mengambil putusan terkait masalah tersebut menggunakan pendekatan
sosiologi disamping pendekatan-pendekatan lainnya. Dengan adanya pendekatan
sosiologi ajaran dalam agama Islam akan dapat dipahami dengan mudah karena
agama sendiri diturunkan dengan tujuan untuk kepentingan sosial.

13
Neneng Nurhasanah, dkk, Metodologi Studi Islam, h. 41-42
DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999).

Idah Zahara Adibah, Pendekatan Sosiologi dalam Studi Islam, (Jurnal Inspirasi,
Vol.1, No. 1 Januari-Juni 2017).

Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Academia, 2009).

M. Arif. Khoiruddin, Pendekatan sosiologi dalam Studi Islam, (Jurnal IAI


Tribakti Kediri, Vol. 25, No. 2, September, 2014).

Neneng Nurhasanah, dkk, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Amzah, 2018).

Anda mungkin juga menyukai