Anda di halaman 1dari 7

STUDI FIKIH DENGAN PENDEKATAN SOSIOLOGIS

1. Ashila Rizqi Ramadhanti (2210310042)

2. Lailiya Nur Rohmah (2210310047)

3. Muhammad Lutfi (2210310053)

A. Pengertian Sosiologis
Secara etimologi, kata sosiologi berasal dari bahasa latin yang terdiri dari kata
“socius” yang berarti teman, dan “logos” yang berarti berkata atau berbicara tentang
manusia yang berteman atau bermasyarakat. Secara terminologi, sosiologi adalah ilmu
yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan-
perubahan sosial. Adapun objek sosiologi adalah masyarakat yang dilihat dari sudut
hubungan antara manusia dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam
masyarakat. Sedangkan tujuannya adalah meningkatkan daya kemampuan manusia
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Sosiologi adalah kajian ilmiah
tentang kehidupan sosial manusia yang berusaha mencari tahu tentang hakekat dan
sebab-sebab dari berbagai pola pikir dan tindakan manusia yang teratur dapat berulang.
Pendekatan sosiologis ini merupakan pendekatan atau suatu metode yang
pembahasannya atas suatu objek yang dilandaskan pada masyarakat yang ada pada
pembahasan tersebut. ilmu ini digunakan sebagai salah satu metode dalam rangka
memahami dan mengkaji agama. karena agama mempengaruhi individu-individu dan
hubungan-hubungan sosial. Hal ini bertujuan untuk mengimplementasikan pemahaman
ajaran dalam kehidupan yang universal. Pendekatan ini mencoba memahami keagamaan
seseorang. Pendekatan ini menjadi pendekatan penerang bagi masyarakat dalam
menghadapi problematika. Karenanya diperlukan pendekatan sosiologis
(kemasyarakatan) untuk memahami apa yang mereka yakini dari pengetahuan agama
tersebut.

B. Sosiologi Sebagai Penunjang Fiqih


Sosiologi sebagai penunjang kajian hukum/fiqih Islam berguna untuk
memahami lebih mendalam fenomena sosial yang melingkupi hukum/fiqih Islam,
sehingga dapat membantu untuk memperdalam pemahaman doktrin/fiqih hukum Islam,
baik pada tataran prinsip yang ada, hukum normatif dan pada gilirannya membantu
memahami dinamika hukum dalam merespon lingkungan fiqih Islam.
Hal ini memberikan kesan bahwa hukum/fiqh Islam hanyalah produk pemikiran
manusia muslim dalam menyikapi lingkungan sekitarnya. Letak hubungan antara kajian
fiqih dan sosiologi, yang bertepatan dengan kajian perilaku manusia, mengacu pada
gejala yang berbeda dari kajian Islam pada umumnya, oleh karena itu hukum
Islam/fiqih dengan pendekatan sosial. Filsafat Islam dan aturan hukum/fiqih adalah
fenomena budaya, sedangkan interaksi umat Islam satu sama lain atau hubungan dengan
komunitas non-Muslim tentang masalah hukum/fiqih Islam adalah fenomena sosial.
Secara lebih spesifik, kajian hukum/fiqih dapat dibedakan:
a. Penelitian studi hukum/fiqh Islam sebagai doktrin azas. Dalam penelitian ini
sasaran utamanya adalah dasar-dasar konseptual/fiqh Islam seperrti seperti
filsafat hukum, sumber-sumber hukum, konsep maqashidu al-Syari’ah, al-
qawa’id al-fiqhiyah, manhaj alijtihad, Thuruq al-Istinbath, konsep qiyas, konsep
‘am dan khash dan lain sebagainya.
b. Penelitian Hukum Islam/Fiqh normatif. Dalam penelitian ini sasaran utamanya
adalah hukum Islam sebagai norma atau aturan, baik yang masih dalam bentuk
nash maupun yang telah menjadi produk pokok pikiran manusia. Aturan yang
masih dalam bentuk nash meliputi ayatayat ahkam dan hadits ahkam, sedangkan
yang sudah berbentuk pikiran manusia meliputi kitab-kitab fiqih, kitab-kitab
fiqih perbandingan, keputusan pengadilan, undang-undang, fatwa ulama’ dan
bentuk aturan yang lainnya yang mengikuti seperti Kompilasi Hukum Islam,
konstitusi, kodifikasi hukum, perjanjian internasional, deklarasi hak–hak asasi
manusia, suratsurat kontrak, surat wasiat, dan surat kesaksian dan sebagainya.
c. Penelitian Hukum Islam sebagai gejala sosial. Dalam penelitian ini sasaran
utamanya perilaku hukum masyarakat muslim dan masalah-masalah interaksi
antar sesama manusia, baik antar sesama muslim maupun antara muslim dengan
non muslim, di sekitar masalah–masalah hukum Islam.
Demikian tiga bentuk besar studi hukum Islam yangdapat dilakukan.
Ketiga bentuk studi itu dapat dilakukan secara terpisah dan dapat dilakukan
secara bersama-sama untuk kaitannya satu sama lain mengenai suatu hukum
Islam. Dua bentuk studi hukum Islam yang disebut pertama, yaitu staudi hukum
Islam sebagai doktrin azaz dan studi hukum Islam normatif, dapat pula
digabungkan dan disebut sebagai studi hukum Islam normatif, dapat pula
digabungkan dan disebut sebagai hukum doktrinal, sedangkan bentuk studi
hukum Islam yang ketiga dapat disebut sebagai studi hukum Islam sosiologis.
Dan bentuk studi yang pertama melihat Islam sebagai gejala budaya dan bentuk
studi yang ketiga melihat Islam sebagai gejala sosial.
Dengan demikian bahwa mempelajari fiqih tidak bisa lepas dari
mempelajari latar belakang masalahnya yang menyangkut diri mukallaf. Hal ini
perlu sekali ditunjang oleh pengetahuhan sosiologi, untuk mengetahui
keberadaan daripada si mukallaf itu sendiri, bagaimana perilaku beliau ditengah
masyarakatnya.

C. Teori Pendekatan Sosiologis

1. Teori Fungsional.
Metode fungsionalisme bertujuan untuk meneliti kegunaan lembaga-lembaga
kemasyarakatan dan struktur sosial dalam masyarakat. Metode tersebut
berpendirian pokok bahwa unsur-unsur yang membentuk masyarakat
mempunyai hubungan timbalbalik yang saling pengaruh mempengaruhi,
masing-masing mempunyai fungsi tersendiri terhadapa masyarakat. Teori
fungsional memandang masyarakat sebagai satu jaringan kerjasama kelompok
yang saling membutuhkan satu sama lain dalam sebuah system yang harmonis.
Misalnya, fenomena saling ketergantungan anatara “sekolah dengan anak didik,
guru dan orang tua, keluarga berencana dengan usaha meningkatkan kesehatan
dan kesejahteraan serta hubungan dengan mutu pendidikan”, dan sebagainya
2. Teori Konflik
Konflik artinya percekcokan, perselisihan, pertentangan. Dalam hal ini
pertentangan antara dua pihak atau lebih. Konflik dapat terjadi antarindividu,
antarakelompok kecil, bahkan antarbangsa dan negara. Dampak konflik pada
umumnya negatif. Misalnya, anak yang mempunyai orang tua yang terus
menerus bertengkar akan berkurang kepekaan afeksinya, tetapi mudah
terpengaruh prilakunya.
3. Pendekatan Interaksionisme-Simbolis.
interaksionisme yakni sebuah pendekatan yang mengkaji hubunganhubungan
yang terjadi di masyarakat. Kemudian pendekatan ini digabungkan dengan
pendekatan simbolisme dengan asumsi bahwa semua interaksi dalam masyarakat
hanya akan terlihat dengan jelas bila dihubungkan dengan simbolsimbol yang
berlaku di kalangan mereka.

D. Contoh Pendekatan Sosiologis


1. Mengaplikasikan pendekatan sosiologis dalam penelitian Living Qur’an
(konteks penafsiran. Living Qur’an dimaksudkan bukan sebagai pemahaman
individu atau kelompok orang dalam memahami al-Qur’an (pe-nafsiran) akan
tetapi bagaimana al-Qur’an itu disikapi dan direspon masyarakat Muslim dalam
realitas kehidupan sehari-hari menurut konteks budaya dan pergaulan sosial.
Dalam penelitian model Living Qur’an yang dicari bukan kebenaran
agama lewat al-Qur’an atau bersifat menghakimi (judgment) sekelompok agama
tertentu dalam Islam, tetapi lebih mengedepankan penelitian tentang tradisi yang
menggejala (fenomena) di masyarakat dilihat dari perspektif kualitatif.
Meskipun al-Qur’an terkadang dijadikan sebagai simbol keyakinan (symbolic
faith) yang dihayati yang kemudian diekspresikan dalam perilaku keagamaan,
maka dalam Living Qur’an ini diharapkan dapat menemukan segala sesuatu dari
hasil pengamatan (observasi) yang cermat dan teliti atas perilaku komunitas
muslim dalam pergaulan sosial keagamaannya.

2. Sosiologis Perubahan Ijtihat Al Syafi’i


Berikut contoh kasus perubahan ijtihad al-Syafi’i yang (diduga) terpengaruh
dengan situasi dan kondisi di Mesir yang bernuansa sosiologis.
a) Zakat Buah Zaitun Di antara kasus fikih dalam mazhab al-syafi’i yang
memiliki corak penghargaan terhadap kondisi sosio kultural dalam
menetapkan suatu hukum adalah pendapat al-syafii tentang zakat buah
Zaitun. Dalam qaul qadimnya, al-syafi’i menetapkan buah Zaitun wajib
dizakati, sementara dalam qaul al-jadidnya al syafi’i berpendapat sebaliknya.
Perbedaan ini, salah satunya disebabkan pertimbangan sosial ekonomi.
b) Landasan al syafi’i mewajibkan zakat buah Zaitun di Irak, karena buah-
buahan tersebut menjadi salah satu komuditas yang bernilai ekonomis tinggi
dan menjadi bahan makanan pokok bagi masyarakat Irak. Oleh karenanya,
al-syafi’i mewajibkan zakat buah Zaitun karena secara filosofis, kewajiban
zakat diarahkan untuk mengurangi disparitas dan kesenjangan social.
Adapun landasan hukum dalam qaul al jadid-nya dengan menetapkan buah
zaitun tidak wajib dikeluarkan zakat saat di Mesir, berdasarkan
pertimbangan kondisi lingkungan masyarakat Mesir. Karena buah Zaitun di
negeri Kinanah saat itu, tidak begitu prospek untuk diperjual belikan dan
hanya menjadi makanan tambahan, bukan makanan pokok. Oleh karenanya,
al-Syafi’i tidak mewajibkan untuk dikeluarkan zakatnya.
c) Zakat Madu hukum zakat madu, al-Syafi’i dalam qaul Qadim nya juga
mewajibkan zakat madu sebesar sepersepuluh, karena Bani Syababah
menunaikan zakat madunya kepada Nabi Muhammad saw. Al-syaira juga
menjelaskan bahwa dalil yang digunakan al-syafi’i dalam qaul qadim-nya
adalah hadis: dari madu dalam setiap sepuluh kantong zakatnya satu
kantong.

3. Contoh Sosiologis Dalam Masyarakat


a) Pengaruh hukum Islam terhadap masyarakat dan perubahan masyarakat.
Contohnya, bagaimana hukum ibadah haji yang wajib telah mendorong
ribuan umat Islam Indonesia setiap tahun berangkatke Mekah dengan segala
akibat ekonomi, penggunaan alat transportasi dan organisasi managemen
dalam penyelenggaraannya serta akibat sosial dan struktural yang terbentuk
pasca menunaikan ibadah haji
b) Pengaruh perubahan dan perkembangan masyarakat terhadap pemikiran
hukum Islam. Contohnya, bagaimana di negara-negara teluk dan semakin
mengentalnya Islam sebagai ideologi oil booming ekonomi di negara-negara
tersebut pada awal tahun 1970-an telah menyebabkan lahirnya sistem
perbankan Islam, yang kemudian berdampak ke Indonesia dengan
terbentuknya bank-bank shari’ah.
c) Tingkat pengamalan hukum agama masyarakat, seperti bagaimana perilaku
masyarakat Islam mengacu pada hukum Islam.
4. Pola interaksi masyarakat di seputar hukum Islam, seperti bagaimana kelompok-
kelompok keagamaan dan politik di Indonesia merespons berbagai persoalan
hukum Islam seperti terhadap Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama,
boleh tidak wanita menjadi pemimpin negara dan sebagainya.
5. Gerakan atau organisasi kemasyarakat yang mendukung atau yang kurang
mendukung hukum Islam, misalnya perhimpunan penghulu, perhimpunan hakim
agama, perhimpunan pengacara dan sebagainya.

E. Kelebihan dan Kelemahan Pendekatan Sosiologi


1. Kelebihan:
Dengan menggunakan pendekatan sosiologis, maka agama akan dijelaskan
dengan beberapa teori, misalnya agama merupakan perluasan dari nilai-nilai sosial,
agama adalah mekanisme integrasi sosial, agama itu berhubungan dengan sesuatu
yang tidak diketahui dan tidak terkontrol, dan masih banyak lagi teori lainnya.
Sekali lagi, pendekatan ilmu-ilmu sosial menjelaskan aspek empiris orang beragama
sebagai pengaruh dari norma sosial, dorongan instinktif untuk stabilitas sosial, dan
sebagai bentuk ketidak berdayaan manusia dalam menghadapi ketakutan. Tampak
jelas bahwa pendekatan ilmu-ilmu sosial memberikan penjelasan mengenai
fenomena agama dalam kerangka seperti hukum sebab-akibat, supply and demand
stimulus and respons

2. Kelemahan:
Kelemahan dari pendekatan ilmu sosial adalah kecenderungan mengkaji
manusia dengan cara membagi aktivitas manusia ke dalam bagian-bagian atau
variabel yang deskrit, akibatnya, seperti yang dapat dilihat, terdapat ilmuwan sosial
yang mencurahkan perhatian studinya pada perilaku politik, interksi sosial dan
organisasi sosial, perilaku ekonomi, dan lai sebaginya. Sebagai akibat lebih lanjut
dari kelemahan ini, muncul dan dikembangkan metode masingmasing bidang atau
aspek, kemudian berdirilah fakultas dan jurusan ilmu-sosial di beberapa universitas.
Fakta tersebut membuktikan bahwa telah terjadi fragmentasi pendekatan dan
terkotaknya konsepsi tentang manusia.

Anda mungkin juga menyukai