PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum Islam dan pranata sosial mengandung arti normatif dalam
penataan kehidupan bermasyarakat yang berpangkal dan penerimaan terhadap
sumber ajaran Islam. Hukum deduksi dari pra penataan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia dalam suatu komunitas. Kedua hal tersebut di atas
menjadi unsur penata tentang berbagai bidang kehidupan dari suatu sistem sosial
yang bersifat otonom. Dalam penduduknya sebagai unsur normatif dalam
penataan kehidupan hukum, dalam bentuk dan jenis apa pun berkenaan dengan
pengaturan dan kekuasaan. Sedangkan kekuasaan dapat diartikan sebagai
kemampuan mempengaruhi atau mengarahkan kepada manusia untuk melakukan
atau meninggalkan perbuatan sesuai dengan kehendak perintah atau larangan yang
berkuasa. Kekuasaan melekat pada Tuhan, melekat pada manusia dan melekat
pada organ dalam organisasi masyarakat yakni negara. Hal ini telah digariskan
oleh Allah SWT dalam Surah al-Hujurat ayat 13.
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Berdasarkan ayat tersebut banyak populasi manusia sehingga membentuk
kelompok masyarakat semuanya itu Allah ciptakan tentu memiliki tujuan dan
manfaat. Di antara tujuan dan manfaat tersebut adalah untuk saling mengenal
bekerjasama, saling tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, agar nilai-nilai
taqwa dan kebaikan terwujud maka Tuhan menurunkan wahyu-Nya sebagai
perangkat hokum yang harus dipatuhi oleh umat-Nya.
Oleh karena, manusia itu selalu berinteraksi satu dengan yang lainya Maka
terjadilah perubahan social. Perubahan tersebut disebabkan perubahan fungsi dan
perilaku manusia dari keadaan tertentu kepada keadaan lain. Contoh tentang
perubahan social inilah adalah semakin majunya pendidikan, maka semakin kuat
arus perubahan sosial. Kemudian, timbulnya kebudayaan dan penemuan baru
1
Pranata Sosial Islam
14 abad yang lalu Rasulullah telah mengajarkan pada kita khususnya umat
Islam, agar perubahan tersebut terjadi sesuai dengan nilai-nilai kebaikan dan
takwa sesuai dengan wahyu Allah, maka Islam mengajarkan pada kita untuk
bersilaturrahmi diantara sesama muslim sebab dengan bersilaturrahmi tercipta
sikap toleransi yang tercermin dengan ibadah haji yang berpusat di Mekkah dan
sholat berjama'ah yang berpusat di mesjid-mesjid.
Sholat berjama’ah secara langsung atau tidak langsung mengajarkan pada
kita nilai-nilai filosofi dari ibadah formal tersebut sebagai pusat pertemuan umat
Islam agar tercipta kekuatan dan persaudaraan dalam membangun masyarakat
Islam yang harmonis aman dan bersahabat baik dengan agama lain, terlebih lagi
sesama muslim. Kemudian, untuk mencegah terjadi kesenjangan antara yang
miskin dan kaya Allah mewajibkan kita membayar zakat fitrah bagi yang mampu
dan zakat harta (maal) bagi yang kaya untuk diberikan pada orang yang
memerlukannya. Dahulu Nabi Muhammad SAW membentuk penggurus zakat
pada masa itu yang dikenal dengan 'amil zakat, begitu juga dengan perlindungan
dan pemeliharan anak-anak yatim menjadi prioritas utama Syari'at Islam. Inilah
sebenarnya wujud pranata sosial yang dibentuk oleh Rasululluh SAW pada
masyarakat muslim terdahulu. Sebelum Orang Barat mengenal konsep pranata
sosial sebagaimana yang kita pahami sekarang, sebab sebelumnya mereka hanya
mengenal “hukum rimba” artinya siapa yang kuat menindas yang lemah yang
disponsori oleh Penjajah Belanda terhadap Indonesia, termasuk pada perang dunia
pertama dan kedua. Pada masa itu, wajar saja jika suatu bangsa yang kuat
menjajah bangsa lain yang lemah sebab bagi mereka siapa yang kuat menguasai
yang lemah.
Secara khusus, konsep tentang pranata sosial dalam perspektif Islam
membuat seorang cendikiawan muslim Ibnu Khaldun menyatakan bahwa manusia
adalah mahkluk sosial yaitu manusia adalah mahluk yang bermasyarakat
(hayawan al-ijtima'i), dengan memperhatikan gejala sosialnya, masyarakat dibagi
menjadi dua kategori masyarakat primitif dan masyarakat modern. Dalam
masyarakat manusia dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor lingkungan
geografis. Ajaran Islam sangat menekankan pada umatnya agar tidak menjadi
2
Pranata Sosial Islam
masyarakat yang primitif (jumud) tetapi sebaliknya, maka wajar saja pada
beberapa Hadits Nabi SAW dan Wahyu Tuhan agar selalu menyuruh umatnya
untuk maju, berpikir dan berahlak mulia, sebab intelektual yang dijiwai dengan
ke-imanan akan melahirkan masyarakat madani dan beradap.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian pranata sosial Islam?
2. Apa saja sumber pranata sosial Islam?
3. Apa asas-asas pranata sosial Islam?
4. Apa kaidah-kaidah pranata sosial Islam?
5. Apa saja bidang-bidang dalam pranata sosial Islam?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui dan memahami pranata sosial Islam.
2. Mengetahui dan memahami sumber-sumber pranata sosial Islam.
3. Mengetahui dan memahami asas-asas pranata sosial Islam
4. Mengetahui dan memahami kaidah-kaidah pranata sosial Islam.
5. Mengetahui dan memahami bidang dan ruang lingkup pranata sosial
Islam.
3
Pranata Sosial Islam
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu gagasan dasar dalam rumpun ilmu-ilmu sosial khususnya dalam
disiplin antroplogi dan sosiologi adalah tentang institusi sosial (social institution)
sebagai salah satu aspek statis dalam kehidupan masyarakat. sosiologi lebih
menekankan pada aspek struktur dan proses sosial, sedangkan antropologi
menekankan pada aspek kebudayaan. Institusi sosial (social institution)
diterjemahkan beberapa ahli sosiologi ke dalam bahasa Indonesia dengan istilah
yang berbeda-beda yaitu lembaga kemasyarakatan, bangunan sosial ataupun
lembaga sosial atau pranata sosial.
Pranata adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat-
istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku itu, dan seluruh perlengkapannya
guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat 1.
Padanannya adalah institusi dan lembaga.2 Pranata sosial atau dikenal juga
sebagai lembaga kemasyarakatan salah satu jenis lembaga yang mengatur
rangkaian tata cara dan prosedur dalam melakukan hubungan antar manusia saat
mereka menjalani kehidupan bermasyarakat dengan tujuan mendapatkan
keteraturan hidup.3
1
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa, (Jakarta: Balai Pustaka,
2002) edisi 3, Cet. ke- 2, h. 9.
2
Ibid., h. 436.
3
Abdul Hafiz, “Perkembangan Pranata Sosial Berbasis Hukum Keluarga Islam di
Indonesia”, Jurnal MADANIA Vol. XVIII, No.1, 2014, h. 35.
4
Moh. Fauzan Januri, Pengantar Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Bandung: Pustaka
Setia, 2013), h. 116.
4
Pranata Sosial Islam
dapatkan melalui perumusan norma-norma dalam masyarakat sebagai paduan
bertingkah laku. Norma-norma tersebut, pada mulanya, terbentuk secara tidak
disengaja. Namun, lama-kelamaan norma tersebut dibuat secara sadar.5
Pranata sosial itu muncul dan berkembang sebagai refleksi dari sebuah
kebudayaan manusia yang menurut Kluckhom adalah keseluruhan cara hidup
manusia. Hal itu kemudian diwujudkan dalam bentuk konsep-konsep, gagasan
dan rencana (blue print) yang tersusun sebagai kombinasi antara reaksi manusia
terhadap lingkungan sekitar dengan etos-etos yang menjadi nilai dasar
5
Abdul Hafiz, “Perkembangan Pranata Sosial Berbasis Hukum Keluarga Islam di
Indonesia, h. 35.
6
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial (Dirasah Islamiyah III), (Jakarta:
Rajawali Pers, 1993), h. 163.
7
Agus Miswanto, dkk, Seri Studi Islam: Pranata Sosial di dalam Islam, (Magelang: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Studi Islam Universitas Muhammadiyah Magelang, 2012, h. 1.
Lihat juga Naskur, “Hukum Islam dan Pranata Sosial (Sebuah Kajian Makna Teks Nash), Jurnal
Al-Syir’ah Vol.1 No. 2 Juli-Desember, 2013, h. 6.
5
Pranata Sosial Islam
kehidupannya. Selanjutnya keadaan itulah yang membentuk perilaku serta tradisi
manusia, baik dalam rangka memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, sosial
maupun kebutuhan-kebutuhan lainnya. Perilaku dan tradisi itulah yang biasa
disebut sebagai pranata sosial.8
Hukum Islam dan Pranata Sosial menurut Cik Hasan Bisri dipandang
sebagai sebagai satu kesatuan yang terdiri dari dua unsur yakni unsur hukum
Islam dan unsur pranata sosial. Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam juga dapat
8
Oyo Sunaryo Mukhlas, Pranata Sosial Hukum Islam, (Bandung: Refika Aditama, 2016),
h. 3.
9
Cik Hasan Bisri, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004), h. 38.
10
Ibid., h. 57-58.
6
Pranata Sosial Islam
dipandang sebagai dua unsur yang berbeda namun keduanya berhubungan secara
searah maupun timbal balik.
7
Pranata Sosial Islam
dari tahapan tertentu yang melibatkan aspek-aspek batiniah dari semua unsur
manusia. Kedua sebagai metode untuk menjadikan hukum Islam sebagai patokan
perilaku individual dan kolektif dalam kehidupan masyarakat lokal, nasional dan
internasional. Ketiga sebagai peristiwa sosial yang melibatkan berbagai unsur
manusia yang mengenal kemajemukan kedudukan dan peraanan sosial dalam
organisasi.11
Sumber hukum Islam adalah Wahyu Allah SWT yang dituangkan di dalam
al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan
dengan hukum tidak banyak bila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan ayat.
Demikian pula bila dibandingkan dengan masalah yang harus diberi ketetapan
hukum yang selalu muncul dalam kehidupan di dunia ini. Ayat-ayat al-Qur’an
yang agak terinci hanya hukum ibadah dan hukum keluarga. Namun demikian
secara umum Allah menerangkan bahwa semua masalah (pokok-pokoknya)
terdapat dalam al-Qur’an.12 Allah SWT berfirman: “Tiadalah Kami alpakan
sesuatupun di dalam al-Kitab” (Q.S. Al-An’am/6: 38).
Pada masa sahabat apabila mereka menghadapi suatu masalah yang harus
dipecahkan, mereka lebih dahulu berpegang pada nash al-Qur’an kemudian hadis,
namun apabila tidak ditemui pemecahannya mereka berijtihad untuk menemukan
hukumnya. Dalam berijtihad mereka berpegang pada pengalaman dalam bidang
syariat, pergaulan mereka dengan Nabi dan rahasia-rahasia yang terkandung
dalam al-Qur’an dan al-hadits. Terkadang mereka menetapkan hukum dengan
qiyas yaitu meng-qiyaskan sesuatu yang ada nashnya. Terkadang pula hukum
ditetapkan sesuai dengan kemaslahatan dan menolak kemudharatan. Dengan
demikian para sahabat memperkaya bahkan mengembangkan hukum Islam.
Memang terdapat perbedaan pemahaman antara para mujtahid dalam memahami
yang tersurat atau tersirat dalam al-Qur’an dan al-hadits, terlebih lagi ketika Islam
telah meluas dan ummat Islam mengenal berbagai intuisi, pemikiran dan budaya
dimana Islam berkembang.
11
Ibid. h. 152-153.
12
Agus Miswanto, dkk, Seri Studi Islam: Pranata Sosial di dalam Islam), h. 2.
8
Pranata Sosial Islam
Ketika masing-masing pemahaman itu mendapat pengikut maka lahirlah
apa yang dinamakan madzhab dalam fiqh. Madzhab itu muncul dan berkembang
dalam perjalanan sejarah Islam ketika kondisi sosial, politik dan ekonomi
menuntut keberadaannya. Dalam literatur Islam tentang madzhab dalam fiqh yang
pertama kali dikenal adalah yang beridentifikasi dengan kota tempat tinggal
mujtahid/pimpian madzhab. Maka dikenallah madzhab Kuffah, Madinah dan
Syiria. Sangat sulit untuk menentukan kapan madzhab itu muncul, keberadaannya
bertahap, tumbuh dengan perlahan-lahan menurut kebutuhan situasi dan
kondisinya dan menurut catatan sejarah, tidak seorang mujtahid yang sengaja atau
mengaku dirinya membentuk madzhab. Terdapat perbedaan-perbedaan di
kalangan ulama/mujtahidin dalam ijtihadnya, mereka masing-masing mempunyai
dasar yang mereka pegangi, kemudian pendapatnya itu tersebar ke mana- mana
dan dianut oleh masyarakat kaum muslimin.
Pada abad II H/VIII M madzhab tidak lagi diidentifikasikan dengan tempat
melainkan dikaitkan dengan nama kelompoknya, maka lahirlah Madzhab Ashhab
Auza’I (pengikut auza’i) di Syria, Madzhab Ashhab Abu Hanifah di Kuffah,
Ashhab Malik Ibn Anas di kalangan penduduk Madinah. Selanjutnya pada abad
III H madzhab-madzhab ini beridentifikasi dengan nama seseorang, maka lahirlah
madzhab Abu Hanifah (w. 150 H/767 M), madzhab Malik Ibnu Anas (w. 179
H/795 M), madzhab Asy-Syafi’I (w. 204 H/820 M) dan madzhab Ibnu Hambal
(w. 241 H/855 M). Masih banyak lagi madzhab tetapi empat madzhab itulah yang
lebih dikenal dan dapat bertahan hingga sekarang. Timbulnya ilmu fiqh lebih
banyak didorong oleh kebutuhan agama. Lain halnya yang mendorong timbulnya
ilmu Tauhid/Kalam lebih didominasi oleh faktor politik, seperti timbulnya
Madzhab Khawarij, dan Murji’ah.
Sejak keberadaannya, madzhab fiqh itu menjadi panutan atau identik
dengan taklid, dan taklid dipandang sebagai sumber keterbelakangan, maka mulai
abad ke-19 Masehi (disebut abad kebangkitan ummat Islam), timbullah gerakan
yang mencanangkan kembali kepada al-Qur’an dan al-Hadits atau setidak-
tidaknya dalam kondisi ittiba’ atau mengikuti metode berpikir yang tertuang
dalam kaidah usul fiqh atau kaidah fiqhiyah yang dipakai oleh para imam
9
Pranata Sosial Islam
madzhab yang disesuaikan dengan kondisi dan tempat ia berada, yang pada
gilirannya akan hilanglah fanatisme terhadap madzhab tertentu. Hal ini didorong
pula oleh kebutuhan kehidupan yang semakin pragmatis akibat adanya tantangan
modernisasi dan globalisasi.13
Hukum Islam pada prinsipnya terbagi menjadi dua bidang, yaitu ibadah
dan muamalah. Kedua bidang ini berkaitan dengan tujuan hidup manusia sebagai
hamba Allah yang harus mengabdi kepada sang Khaliq dan bersilaturahmi dengan
sesama manusia. Masalah ibadah (hablu min Allah) didasarkan pada asas taufiq
yaitu harus sesuai dengan yang telah digariskan Allah SWT. Pelaksanaan hablu
min an-nas (muamalah) diserahkan kepada manusia sesuai situasi dan kondisi
selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama. Prinsip atau asas dalam
bidang ini adalah ibahah selama tidak ada dalil yang melarangnya, kemudian
dirumuskan oleh para ahli ushul sesuai dengan kaidah
Prinsip hukum Islam atau merupakan titik tolak pelaksanaan ketetapan
Allah SWT yang berkaitan dengan mukallaf baik berupa perintah, larangan
maupun pilihan. Asas-asas pranata sosial Islam sebagai prinsip hukum Islam yang
paling utama adalah ketauhidan, keadilan, dan kemanusiaan.14 Ketiga prinsip ini
menjadi titik tolak dalam pelaksanaan hukum Islam sehingga merupakan “nenek
moyang” prinsip-prinsip lain.
Semua manusia memiliki hak yang sama untuk berhubungan dengan Allah
tanpa perantara dengan prinsip ketauhidan. Asas ketauhidan mencairkan
hubungan antaragama, yang membentuk toleransi dan tidak ada paksaan dalam
beragama, bahkan umat Islam bertugas memasukkan nilai-nilai islami ke dalam
semua hukum yang berkembang di dunia. Asas keadilan berpijak bahwa makhluk
Allah tercipta dengan keseimbangan. Manusia diberikan alat untuk
mempertahankan keseimbangannya dengan akal dan hati. Nilai-nilai kemanusiaan
membangun prinsip persamaan di mata Allah dan sesama manusia. Asas keadilan
13
M. Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah 1 Pengantar Studi Al-Qur’an, Al-Hadits, Fiqh
dan Pranata Sosial, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997), h.101.
14
Moh. Fauzan Januri, Pengantar Hukum Islam dan Pranata Sosial, h. 66-74.
10
Pranata Sosial Islam
ini Allah tegaskan dalam Q.S. Al-Baqarah [2] : 143. Asas kemanusiaan
membangun almusawah (persamaan) dan kesetaraan (equality) antara kaum fakir
dan kaya. Hukum Islam tidak membenarkan upaya diskriminatif antara kaum
borjuis dan proletar. Semua manusia bergantung pada amal perbuatannya. Untuk
menyebarluaskan prinsip persamaan hak dan kewajiban, dalam hukum Islam
ditanamkan prinsip atau asas amar ma’ruf nahyi al-munkar.15
Prinsip-prinsip hukum Islam yang dijadikan landasan ideal dalam hukum
Islam di antaranya:16
1. Asas Ilahiyah/tauhidullah. Semua paradigma berpikir yang digunakan
untuk menggali kandungan ajaran Islam yang termuat dalam Al-Qur’an
dan hadis dalam konteks ritual maupun sosial harus bertitik tolak dari
nilai-nilai ketauhidan, bahwa segala yang ada dan yang mungkin ada
bahkan msutahil ada adalah ciptaan Allah SWT.
2. Asas Insaniyah. Prinsip kemanusiaan bahwa produk akal manusia yang
dijadikan rujukan dalam perilakuk sosial ataupun sistem budaya harus
bertitik tolak dari nilai-nilai kemanusiaan, memulaiakan manusia dan
memberikan manfaat serta menghilangkan kemudaratan.
3. Asas Tasamuh. Prinsip toleransi sebagai titik tolak pengamalan hukum
Islam karena cara berpikir manusia yang berbeda-beda satu sama lain
harus saling menghargai dan mengakui bahwa kebenaran hasil pemikiran
manusia bersifat relatif.
4. Asas Ta’awun (saling tolong-menolong) sebagai titik tolak kehidupan
manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan.
5. Silaturahmi baina an-nas sebagai bahwa setiap manusia akan saling
berinteraksi karena manusia adalah human relation yang secara fitrahnya
silaturahmi sebagai embrio terciptanya masyarakat. Prinsip ini disebut
pula prinsip taaruf (QS. Al-Hujurat [49]: 13).
6. Keadilan atau al-Mizan (keseimbangan) antara hak dan kewajiban. Dasar
kesadaran manusia terhadap hak-hak orang lain dan kewajiban dirinya.
15
Ibid., h. 70-73.
16
Ibid. h. 68.
11
Pranata Sosial Islam
Keduanya harus berjalan seimbang dan dirasakan adil untuk dirinya dan
orang lain.
7. Kemashlahatan umum (al-masalih al-‘amah).
Kajian fiqh sangatlah luas, oleh karena itu perlu adanya kristalisasi berupa
kaidah-kaidah fiqhiyyah yang sifatnya universal. Kaidah-kaidah ini berfungsi
sebagai klarifikasi terhadap masalah-masalah furu’ menjadi beberapa kelompok,
17
Muchlis Usman, Kaidah-kaidah Ushuliyah dan Fiqhiyah: Pedoman Dasar dalam
Istinbath Hukum Islam, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2002), h. 6-9.
12
Pranata Sosial Islam
dan tiap-tiap kelompok itu merupakan kumpulan dari masalah-masalah yang
serupa. Kaidah-kaidah yang dibentuk oleh para ulama pada dasarnya berpangkal
dan menginduk kepada lima kaidah pokok. Kelima kaidah pokok ini melahirkan
bermacam-macam kaidah yang bersifat cabang. Sebagian ulama menyebut kelima
kaidah pokok dengan istilah al-qawaid al-khams18 (kaidah-kaidah yang lima),
yaitu:
1. Setiap perkara tergantung pada niatnya ()األمور بمقاصدها
َّ
2. Keyakinan tidak dapat hilang oleh keraguan (ال ِباالشكُ ي َال ُي َز
ُ)اليق ْ ن.
َ
ِ
ن
3. Kemadharatan harus dihilangkan ()الضر يزال
4. Kesulitan (kesempitan) dapat menarik kemudahan (س ْ َّ ُ ْ َ ُ َ َ َ
)المشقة تج ِلب التي ِ ر
َّ ََُ
5. Adat dapat dipertimbangkan menjadi hukum ()العادة محك َمة
18
A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih: Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan
Masalah-masalah yang Praktis,Cet. Ke-5, (Jakarta: Kencana, 2014), h. 2-9..
13
Pranata Sosial Islam
Sedangkan bidang pertahanan yang bertugas menjaga kemungkinan dari
ancaman luar terhadap eksistensi negara.
4. Bidang Ekonomi dan Keuangan. Sumber perekonomian rakyat terdiri dari
sektor-sektor jasa, industri, kerajinan dan pertanian. Bidang seni dan
perdagangan. Sementara sumber keuangan negara adalah pajak, zakat, jizyah
serta bea cukai.
5. Bidang Kesehatan. Pengetahuan dalam bidang kesehatan mengalami
kemajuan yang cukup besar. Dengan penerjemahan literatur-literatur Yunani,
membuat cendekiawan Timur kontak dengan berbagai ilmu pengetahuan
termasuk ilmu-ilmu tentang kesehatan, kimia dan obat- obatan, sehingga lahir
dokter-dokter baru yang mapu melakukan diagnosa berbagai penyakit dan
menemkan jenis-jenis obat tertentu.19
19
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, h. 164-172.
20
Cik Hasan Bisri, Pilar-pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial, h. 58.
14
Pranata Sosial Islam
mengembangkan kebudayaan yang dianut secara kolektif. Pranata ini
mengalokasikan nilai dan kaidah al-ahwal al-syakhshiyah yang berkenaan
dengan perkawinan, pelamaran, perceraian, pendidikan anak dan kewarisan.
3. Pranata Pendidikan. Pranata ini berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan
dalam mensosialisasikan keyakian, nilai-nilai dan kidah-kaidah yang dianut
oleh suatu generasi berikutnya. Selanjutnya, sosialisasi itu meliputi informasi-
informasi baru dan berbagai jenis keterampilan yang dibutuhkan di dalam
kehidupan masyarakat.
4. Pranata Keilmuan. Pranata ini berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan dalam
mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah swt. yaitu ayat-ayat
qauliyah dn ayat-ayat kauniyah.
5. Pranata Penyiaran. Pranata ini berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan dalam
penyebarluasan ajaran Islam di dalam masyarakat yang kemudian dikenal
sebagai pranata dakwah.
6. Pranata Politik. Pranata ini berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan dalam
mengalokasikan nilai-nilai fan kaidah-kaidah Islam melalui artikulasi di
dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara.
21
Moh. Fauzan Januri, Pengantar Hukum Islam dan Pranata Sosial, h. 157-395.
15
Pranata Sosial Islam
BAB III
PENUTUP
16
Pranata Sosial Islam