Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

DASAR-DASAR MANAJEMEN KONFLIK KELUARGA


Diajukan dan dipresentasikan untuk memenuhi salah satu tugas
pada Mata Kuliah Manajemen Konflik Hukum Keluarga

Disusun oleh:

Kasdim Bustami
NIM: 088 17 2673

Dosen Pembimbing:

Dr. Drs. Sobhan, M.A

KONSENTRASI HUKUM KELUARGA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
1439 H / 2018 M

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬


KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, ungkapan syukur sedalam-dalamnya penulis
ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan hidayah, taufik dan inayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Dasar-
dasar Manajemen Konflik Keluarga”.
Kemudian shalawat beserta salam kita persembahkan bagi Habibullah
junjungan umat Nabi Muhammad SAW, yang telah mengangkat derajat umat
manusia dengan agama dan ilmu pengetahuan, seperti yang kita rasakan pada saat
ini.
Penulis menyadari dengan terbatasnya kemampuan dan pengetahuan
penulis menyebabkan makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dengan
kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini. Semoga segala bantuan yang telah diberikan
saudara dan saudari kepada penulis akan diberikan imbalan oleh Allah SWT kelak
dikemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Amin.
Penulis,

Kasdim Bustami

Nim: 088172673

DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………….……..……....... i
Daftar Isi……………………………………………….……....….... ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..……………………….….….. 1


B. Rumusan Masalah ……………….……………………... 1
C. Tujuan Penulisan …………….…………………….…... 1
BAB II PEMBAHASAN

A. Defenisi Manajemen Konflik Keluarga ........................... 2


B. Aspek-aspek yang terkait dengan Manajemen Konflik
keluarga ............................................................................ 3
C. Cakupan Implementasi Manajmen Konflik ...................... 7
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………...………... 9
B. Saran ………………………………………..…….…..... 10
Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Beberapa fakta yang terjadi akhir-akhir tentang konflik dalam keluarga
dapat ditinjau dari beberapa aspek. Disisi lain konflik keluarga dapat memicu
terjadinya hal-hal seperti kekerasan dalam rumah tangga, kurangnya toleransi
dan dain sebagainya.
Konflik keluarga dapat memicu terjadinya hal-hal seperti kekerasan
dalam rumah tangga, sehingga sangat memerlukan manajemen untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut dengan menempuh jalan
bimbingan konseling baik secara kekeluargaan maupun dengan cara bimbingan
konseling dengan para ahli konselor dalam bidang keluarga. Oleh karena itu,
penulis mencoba untuk menjelaskan dasar-dasar manajemen konflik dalam
keluarga, serta aspek-aspek yang terkait dengan manajemen konflik keluarga
dalam makalah yang sederhana ini dengan tema pembahasan” Dasar-dasar
Manajemen Konflik Keluarga”
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Dasar-dasar Manajemen Konflik Hukum Keluarga ?
2. Bagaimanakah aspek-aspek yang terkait dengan Manajemen Konflik
Hukum Keluarga?
B. Tujuan Penulisan Makalah
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini diantaranya:
1. Untuk mengetahui Dasar-dasar Manajemen Konflik Hukum Keluarga?
2. Untuk mengetahui aspek-aspek yang terkait dengan Manajemen Konflik
Hukum Keluarga ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Manajemen Konflik Keluarga
1. Pengertian Manajemen
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dari
fungsi-fungsi manajemen itu. Jadi manajemen merupakan suatu proses untuk
mewujudkan tujuan yang diinginkan.1 Sedangkan menurut M. Sastra Praja
manajemen berarti kepemimipinan; proses pengaturan, menjamin lancarnya
pekerjaan dalam mencapai tujuan dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Atau
dengan kata lain manajemen secara singkat berarti pengelolaan.2
2. Pengertian Konflik
Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berati saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial di
antara dua orang atao lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain dengan mengahancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. Menurut Kartini Kartono arti kata konflik yaitu
mengacu pada semua bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian,
ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi, dan interaksi-interaksi
yang antagonis bertentanagan.3
Konflik menurut Winardi4 adalah adanya oposisi atau pertentangan
pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau pun organisasi-
organisasi. Sejalan dengan pendapat Winardi, menurut Alo Liliweri5 konflik
adalah bentuk perasaan yang tidak sesuai yang melanda hubungan antara satu
bagian dengan bagian yang lain, satu orang dengan orang lain, satu kelompok
dengan kelompok lain.
Konflik akan terjadi bila seseorang melakukan sesuatu tetapi orang
lain menolak, menyangkal, merasa keberatan atau tidak setuju dengan apa
1
Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen: Dasar, Penegertian, dan Masalah, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2016), cet ke-12, h. 1
2
M. Sastra Praja, Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, (Surabaya: Usaha Nasional,
1981), h. 307
3
Hendyat Sotopo, Perilaku Organisasi: Teori dan Praktikdi Bidang Pendidikan,
(Bandung: Rosda dan UNM, 2012), h. 267
4
Winardi, Manajemen Konflik: Konflik Perubahan dan Pengembangan, (Bandung:
Mandar Maju, 1994), h. 1
5
Alo Liliweri, Komunikasi Antar Pribadi, (Bandung: Citra Aditya Baakti, 1997), h. 128
yang dilakukan seseorang. Selanjutnya dikatakan konflik lebih mudah terjadi
di antara orang-orang yang hubungnannya bukan teman dibandingkan dengan
orang-orang yang berteman. Konflik muncul bila terdapat adanya kesalah
pahaman pada sebuah situasi sosial tentang pokok-pokok pikiran tertentu dan
terdapat adanya antagonism-antagonime emosional.6
Konflik diibaratkan “pedang bermata dua”, disatu dapat bermanfaat
jika digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan, di sisi lain dapat
merugikan dan mendatangkan malapetaka jika digunakan untuk bertikai atau
berkelahi. Demikian halnya dengan organisasi, meskipun kehadiran konflik
sering menimbulkan ketegangan, tetap diperlukan untuk kemajuan dan
perkembangan organisasi.
Dari penejelasan di atas, dapat dipahami bahwa manajemen konflik
keluarga yaitu kemampuan individu untuk mengelola konflik-konflik yang
didalamnya dengan cara yang tepat, sehingga tidak menimbulkan komlikasi
negatif pada kesehatan jiwanya maupun kehaarmonisan keluarga. Sedangkan
meneurut hemat penulis manajemen konflik keluaraga yaitu upaya atau usaha
untuk meredakan konflik atau perselisihan yang terjadi dalam masyarakat
terkhususnya dalam rumah tangga (keluarga) dengan sikap asertif dan
kooperatif.
B. Aspek-aspek yang terkait dengan Manajemen Konflik Keluarga
1. Penyebab terjadinya Konflik
Penyebab munculnya konflik dalam keluarga karena ada
melatarbelakanginya. Kondisi tersebut yang disebut sebagai sumber terjadinya
konflik, terdiri dari tiga kategori, yaitu sebagai berikut:
a. Foktor Komunikasi
Komunikasi yang buruk antara individu, dalam artian perbedaan
persepsi atau pandangan terhadap suatu hal, ide, maupu gagasan dalam
suatu urusan, dapat menjadi sumber konflik.
b. Faktor struktur
Struktur dalam konteks keluarga dan sosial masyarakat umum,
kejelasan dalam pembagian tugas seorang individu da dalam keluarga,

6
Ibid, h. 129
ketidakcocokan antara tujuan individu dengan tujuan individu lain,
ketidakcocokan ini menjadi peneybab timbulnya sebuah konflik baik
dalam keluarga maupun dalam masyarakat luas.
c. Variabel pribadi
Penyebab terjadi konflik yang lainnya adalah faktor pribadi, yang
meliputi; sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik
kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan dan
berbeda dengan individu yang lain. Hal-hal di atas berbeda dalam tiap
diri individu, sehingga akan cenderung menyebabkan terjadinya sebauh
konflik dalam organisasi khususnya dalam keluarga.7
Dari faktor penyebab terjadinya konflik, dapat diambil kesimpulan
bahwasanya komunikasi, struktur dan faktor pribadi merupakan hal-hal yang
dapat menyebabkan konflik itu terjadi dalam sebuah rumah tangga.
Komunikasi yang buruk antar personal dan tidak ada rasa saling memahami
antara suami-isteri yang berbeda dapat mempercepat terjadinya konflik dalam
rumah tangga, tanpa adanya persamaan dari suami-isteri, maka akan terjadi
hal-hal yang berpotensi mengarah kepada konflik yang muncul. Dan struktur
sosial kemasyarakatan juga sangat berpengaruh dalam kehidupan suami-isteri
karena berbeda organisasi diantara keduanya, yang berasal dari luar atau
faktor eksternal.
Sedangkan menurut hemat penulis faktor penyebab lain terjadinya
konflik dalam keluarga adalah tidak terpenuhinya kebutuhan sehari-hari
(kebutuhan ekonomi) dalam keluarga sehingga terjadi saling menyalahi hak
dan kewajiban antara suami-isteri maka faktor ini menjadi pemicu terjadinya
konflik dalam keluarga.
2. Gaya Manajemen Konflik
Terakhir adalah peneyelesaian konflik, hal ini untuk mendapatkan
hasil dari konflik yang telah berjalan, penyelesaian konflik ini dengan
menggunakan gaya-gaya manajemen konflik untuk menyelesaikan konflik
yaitu:8

7
Pupus Sofiyati, Konflik dan Steres, (Malang: Universitas Brawijaya, 2011), h. 2
8
Wirawan, Konflik dan Manajemen: Teori, Aplikasi dan Penelitian, (Jakarta: Salemba
Humanika, 2010), h. 140
a. Kompetisi
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan tinggi
dan kerja sama rendah. Gaya ini merupakan gaya yang berorientasi
pada kekausaan, di mana seseorang akan menggunakan kekuasaan
yang dimilikinya untuk menenangkan konflik.
b. Kolaborasi
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan
kerjasama yang tinggi. Tujuan untuk mencari alternative, dasar
bersama dan sepenuhnya memenuhi harapan kedua belah pihak yang
terliabat konflik.
c. Kompromi
Gaya manajemen konflik menengah, dengan tingkat
keasertifan dan kerja sama yang sedang. Dengan menggunakan
strategi take and give kedua belah pihak mencari alternative titik
tengah yang memuaskan sebagian keingian mereka.
d. Menghindar
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan dan
kerja sama yang rendah, dalam gaya ini kedau belah pihak yang
terlibat berusaha menghindari konflik atau menjauhkan diri dari
pokok masalah, menunda pokok masalah hingga waktu yang tepat
atau menarik diri dari konflik yang mengancam dan merugikan.
e. Mengkomodasi
Gaya manajemen konflik dengan tingkat keasertifan rendah
dan tingkat kerja sama tinggi, seseorang mengabaikan kepentingan
diri sendiri dan berupaya memuaskan kepentingan lawan konfliknya.
Dari penjelasan di atas bahwa, penyelesain konflik atau permasalahan-
permasalahan yang terjadi dalam kelurga sangat perlu mengunakan gaya-gaya
manajemen yang telah di sebutkan di atas, tujuannya untuk meredakan konflik
yang sedang terjadi serta tidak menimbulkan kerugian diantara kedua belah
pihak yang bersengketa.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Manajemen Konflik
Seperti yang sudah dijabarkan di atas, gaya manajemen konflik ada
bermacam-macam dan digunakan dalam situasi dan kondisi yang berbeda-
beda tergantung pihak yang berkonflik dan jenis konfliknya. Menurut Rahim
manajemen konflik harus memiliki kriteria sebagai berikut:
1. Kecerdasan Emosional
Kecerdasa emosional merupakan kemampuan seseorang
mengatasi dan meneglola emosi dalam menghadapi konflik. Seseorang
yang memeliki kecerdasan emosional dapat menggunakan dan
memanfaatkan emosi untuk membantu pikiran juga memanajemen
konflik.
2. Kepribadian
Kepribadian jelas mempengaruhi gaya manajemen konflik
seseorang. Jika orang tersebut aktif, pemberani dan ambius maka ia
akan berupaya untuk menenangkan konflik. Sebaliknya, jika ia pasif
dan penakut, ia akan memilih untuk menghindari konflik tersebut.
3. Pengalaman mengahadapi situasi konflik
Orang-orang yang akrab dan tidak jarang menggalami konflik.
Cara mereka menyelesaikan konflik menjadikannya pengalaman, dan
pengalaman yang mereka miliki dalam menyelesaikan konflik akan
mereka gunakan lagi jika suatu hari mereka terlibat dalam konflik lain
yang situasi dan kondisi yang mirip.
4. Pola komunikasi dalam interaksi konflik
Di dalam konflik akan terdapat komunikasi antarpihak yang
terkait. Pesan yang disampaikna oleh kedua belah pihak akan diterima
dan saling dimengerti apabila proses komunikasi berjalan dengan
lancar. Dalam konteks ini, pola komunikasi yang dimaksud adalah
komunikasi interpersonal karena dianggap paling efektif dalam
manajemen konflik. Jenis komunikasi ini diyakini dapat memahami
pesan dengan benar dan memberikan respon sesuai keinginan.
5. Etika
Seseorang harus bersikap etis, dan untuk dapat bersikap etis
seseorang sebaiknya terbuka dengan informasi baru dan bersedia untuk
mengubah pola pikirnya.9
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi manajemen konflik adalah keefektifan, asumsi
mengenai konflik, persepsi mengenai penyebab konflik, pola komunikasi,
pengalaman, sumber yang dimiliki, kecerdasan emosional dan lain sebagainya.
C. Cakupan Implementasi Manajemen Konflik
1. Macam-macam konflik dalam keluarga
a. Konflik terjadi kepribadian individu dengan individu
Dalam hubungan interpersonal konflik terjadi karena adanya
ketidakcocokan perilaku dengan tujuan. Ketidakcocokan terungkap ketika
seseorang secara terbuka menentang tindakan atau pernyatan yang lain.
Konflik di dalam keluarga lebih sering terjadi dibandingakan dengan
konflik yang terdi di tengah-tengah masyarakat
b. Konflik terjadi keperibadian invidu dengan anggota masyarakat
Yaitu hubungan antara personal atau individu di tengah-tengah
masyarakat, konflik yang terjadi disebabkan karena adanya
ketidakcocokan perilaku individu dengan individu lain di tengah-tengah
masyarakat sehingga memicu terjadinya kesalahpahaman dalam
berinteraksi antara satu dangan yang lainnya.
2. Upaya mengatasi Konflik dalam Keluarga
Setiap persoalan tentu ada jalan keluarnya atau solusinya, demikian
juga dengan konflik yang terjadi dlaam lingkupan rumah tangga, harus dicari
akar permasalahannya. Konflik dalam keluarga bersumber pada suamu, isteri
atau anak-anak (ibu bapak mertua atau orang lain). Jika persoalan bersumber
dari pihak internal keluarga (ayah, ibu atau anak) mungkin penyelesaiannya
lebih mudah dan jelas. Akan tetapi jika sumber persoalannya berasal dari
pihak eksternal maka persoalannya lebih sulit dan sulit mencari solusinya.

9
Wirawan, Budaya dan Iklim Organisasi, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), h. 78
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik
dalam keluarga. Ada dengan cara-cara tradisional dan ada pula denga cara
modern atau sering disebut dengan cara ilmiah.
Cara pemecahan masalah keluarga dengan sifat tradisional terbagi
menjadi dua: Pertama, dengan kearifan kedua orang tua dalam menyelesaikan
konflik dalam keluarga, terutama yang berhubungan dengan masalah anak dan
isteri. Istilah kearifan adalah cara-cara yang penuh dengan kasih sayang,
kekeluargaan, memelihara jangan ada yang terluka hatinya oleh sikap dan atau
perbuatan orang tua. Kedua, bantuan orang bijak seperti ulama atau seorang
ustazd. Karena mereka cukup kearifan dan paham tentang agama, maka
dengan cara ini mereka langsung memberikan nasehat atau memberikan
siraman rohani yang berkaiatan dengan keagamaan.
Cara ilmiah atau modren adalah cara konseling keluarga (family
counseling). Cara ini adalah yang telah dilakukan oleh para ahli konseling
diseluruh dunia. Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam hal ini: (1).
Pendekatan individu yaitu upaya untuk menggali emosi, pengamalan, dan
pemikiran klien.; (2) pendekatan kelompok (family counseling) yaitu diskusi
dalam keluarga yang dibimbing oleh konselor keluarga.
Menurut T. Hani Handoko,10 memberikan dua model pendekatan untuk
mengurangi terjadinya konflik. Pendekatan efektif Pertama adalah mengganti
tujuan dan menimbulkan persaingan dengan tujuan yang lebih bisa diterima
kedua kelompok. Metode efektif kedua adalah mempersatukan kedua
kelompok yang bertentangan untuk menghadapi masalah yang sedang terjadi.
Sedangkan menurut hemat penulis cara menyelesaikan masalah dalam
keluarga harus ada rasa saling mengerti dan memahami antara satu dengan
yang lainnya. Artinya rasa saling memahami merupakan upaya menenangkan
suasana supaya konflik tidak terjadi di dalam keluarga. Dengan demikian tidak
perlu lagi mengundang orang ketiga untuk menyelesaikan konflik yang sedang
terjadi dalam rumah tangga (keluarga).

10
T. Hani Handoko, Manajemen Edisi 2, (Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1995), h. 351
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:
1. konflik yaitu mengacu pada semua bentuk benturan, tabrakan,
ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian, oposisi, dan
interaksi-interaksi yang antagonis bertentanagan.
2. Faktor penyebab terjadinya konflik, Komunikasi yang buruk antara
personal dan tidak ada rasa saling memahami antara suami-isteri.
Karakteristik kepribadian berbeda yang menyebabkan satu individu
dengan individu yang lain yang berbeda dapat mempercepat terjadinya
konflik dalam rumah tangga, tanpa adanya persamaan dari suami-isteri,
maka akan terjadi hal-hal yang berpotensi mengarah kepada konflik yang
muncul. Faktor pendidikan yang berbeda antara suaami-isteri. Disisi lain
yang menjadi penyebab konflik dalam keluarga yaitu tidak terpenuhinya
kebutuhan sehari-hari (kebutuhan ekonomi) dalam rumah tangga.
Cara pemecahan masalah keluarga (konflik dalam keluarga) terbagi
dua yaitu: (1). Dengan cara tradisional terbagi menjadi dua: Pertama,
dengan kearifan kedua orang tua. Yaitu dengan cara yang penuh dengan
kasih sayang, kekeluargaan, memelihara jangan ada yang terluka hatinya
oleh sikap dan atau perbuatan orang tua. Kedua, bantuan orang bijak
seperti ulama atau seorang ustazd, maka dengan cara ini mereka langsung
memberikan nasehat atau memberikan siraman rohani yang berkaiatan
dengan keagamaan. (2) Dengan cara ilmiah atau modren adalah cara
konseling keluarga (family counseling).
Menurut T. Hani memberikan dua model pendekatan untuk
mengurangi terjadinya konflik. Pendekatan efektif Pertama adalah
mengganti tujuan dan menimbulkan persaingan dengan tujuan yang lebih
bisa diterima kedua kelompok. Metode efektif kedua adalah
mempersatukan kedua kelompok yang bertentangan untuk menghadapi
masalah yang sedang terjadi.
Sedangkan menurut hemat penulis cara menyelesaikan masalah
dalam keluarga harus ada rasa saling mengerti dan memahami antara satu
dengan yang lainnya. Artinya rasa saling memahami merupakan upaya
menenangkan suasana supaya konflik tidak terjadi di dalam keluarga.
Dengan demikian tidak perlu lagi mengundang orang ketiga untuk
menyelesaikan konflik yang sedang terjadi dalam rumah tangga (keluarga)
B. Kritikan dan Saran
Diharapkan dengan makalah yang sederhana ini dapat memberikan
pemahaman kita mengenai tentang Dasar-dasar Manajemen Konflik dalam
keluarga serta mampu memberikan solusi untuk menyelesaikan
permasalah-permasalahan yang terjadi dalam masyarakat dan terkhusus
dalam keluarga. Selanjutnya, penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaanya, untuk itu penulis sangat mengarapkan kritik
dan saran terutama dari Dosen Pembimbing serta para membaca yang
bersifat membangun guna untuk kesempurnaan makalah ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Hasibuan, Malayu S.P, Manajemen: Dasar, Penegertian, dan Masalah, Jakarta:


Bumi Aksara, 2016, cet ke-12.
Handoko, T. Hani, Manajemen Edisi 2, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1995.
Liliweri, Alo, Komunikasi Antar Pribadi, Bandung: Citra Aditya Baakti, 1997.
Praja, M. Sastra, Kamus Istilah Pendidikan dan Umum, Surabaya: Usaha
Nasional, 1981.
Sotopo, Hendyat, Perilaku Organisasi: Teori dan Praktikdi Bidang Pendidikan,
Bandung: Rosda dan UNM, 2012.
Sofiyati, Pupus, Konflik dan Steres, Malang: Universitas Brawijaya, 2011.
Wirawan, Budaya dan Iklim Organisasi, Jakarta: Salemba Empat, 2008.
Winardi, Manajemen Konflik: Konflik Perubahan dan Pengembangan, Bandung:
Mandar Maju, 1994.

Anda mungkin juga menyukai