Anda di halaman 1dari 20

MANAJEMEN KEPERAWATAN

“Manajemen Konflik”

Oleh

NUR AMINA (15026)

AKADEMI KEPERAWATAN MUHAMMADIYAH


MAKASSAR
2017

1
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Warahmatullahi Wabarakatuh

           Segala puja dan puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Yang Maha
Kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga pada kesempatan
ini kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Manajemen Konflik ”
dengan baik.

Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan Terimakasih Kepada:

1. Allah Yang Maha Kuasa yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan
tugas ini dengan baik.
2. Nurlina, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengajaran kepada kami.
3. Teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini.

           Kami menyadari bahwa dalam proses penyusunan sampai terselesaikannya


tugas ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi kemajuan dan perbaikan untuk masa mendatang. Semoga
tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 30 Oktober 2017


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................2

C. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3

A. Pengertian Konflik..............................................................................................3

B. Ciri-Ciri Konflik.................................................................................................4

C. Penyebab Konflik...............................................................................................4

D. Sumber-sumber Konflik.....................................................................................8

E. Dampak Konflik...............................................................................................11

F. Strategi dan keterampilan manajemen konflik.................................................14

BAB III PENUTUP.....................................................................................................16

A. Kesimpulan.......................................................................................................16

B. Saran.................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Organisasi merupakan tempat manusia berinteraksi yang mempunyai
kemungkinan terjadinya suatu konflik. Konflik ini bisa berhubungan dengan perasaan
termasuk perasaan diaabaikan, tidak dihargai, atau beban berlebihan, dan perasaan
individuyang menimbulkan suatu titik kemarahan. Konflik dapat diartikan sebagai
suatu bentuk perselisihan antara “sikap bermusuhan” atau kelompok penentang ide-
ide. (Gillies, 1994).
Dahulu konflik dianggap sebagai suatu yang “berbau” negative sehingga cara
mengelolanya pun bermula dan yang sederhana, seperti dan membiarkan saja sampai
yang bersifat ekstere, yaitu berusaha menghilangkan sampai ke akar-akarnya. Namun
saat ini, konflik dikenal sebagai suatu fenomena alami yang meperkuat organisasi
dengan mendamaikan pendapat yang berbeda dan berusaha menyelesikannya secara
damai, jadi konflik justru dapat digunakan sebagai alat pemersatu kelompok, buian
sebagai pemecah belah kelompok yang telah terbangun dengan baik.
Konflik adalah sebuah kemutlakan atau keharusan sehingga seorang
pemimpin harus belajar secara efektif dalam memfasilitasi penyelesaian konflik yang
terjadi dinatara anggotanya. Hal ini dilakukan demi tercapainya organisasi yang telah
ditetapkan bersama, buakn membiarkannya atau balikan menghindarinya.
Di samping itu perlu diingat bahwa orang-orang bekerja sama erat satu sama
lain dan khususnya dalam rangka upaya mengejar sasaran-sasaran umum, maka
cukup beralasan untuk mengasumsi bahwa dengan berlangsungnya waktu yang cukup
lama, pasti akan timbul perbedaan-perbedaan pendapat antara meraka. mengingat
bahwa konflik tidak dapat dihindari, maka approach yang baik untuk diterapkan
adalah pendekatan mencoba memanfaatkan konflik demikian rupa, hingga ia tetap
serta efektif untuk sasaran-sasaran yang di inginkan.

1
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Jelaskan pengertian dari Konflik!
2. Sebutkan cirri-ciri dari Konflik!
3. Jelaskan penyebab dari konflik
4. Jelaskan sumber-sumber dari dari konflik!
5. Jelaskan dampak dari Konflik!
6. Jelaskan strategi dan keterampilan manajemen konflik!

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah Mahasiswa mampu menjelaskan
dan memahami bagian-bagian dari konflik seperti :
1. Pengertian dari konflik
2. Ciri-ciri dari konflik
3. Penyebab dari konflik
4. Sumber-sumber dari konflik
5. Dampak dari konflik
6. Strategi dan keterampilan manajeman konflik

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Konflik
Douglass dan Bevis (1979) mengartikan konflik sebagai suatu bentuk
perjuangan diantara kekuatan interdependen. Prjuangan tersebut dapat terjadi baik
dalam individu (interpersonal conflict) atau dalam kelompok (intragroup conflict).
Dan defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi akibat adanya
pertentangan pada situasi keseimbangan yang terjadipada diri individu atau pada
tatanan yang lebih luas, seperti antar-individu, antar-kelompok atau bahkan antar
masyarakat. Konflik dianggap sebagai suatu bentuk perjuangan maka dalam
menyelesaikan konflik seharusnya diperlukan usaha-usaha yang bersifat konstruktif
untuk mengasilkan pertumbuhan positif individu atau kelompok, peningkatan
kesadarn, pemahaman diri dan orang lain, dan perasaan positif kea rah basil interaksi
atau hubungan dengan orang lain.
Karena konflik selalu ada, seorang pemimpin mempunyai kekuatan untuk
menggerakkan konflik kepenyelesaian yang bersifat membangun (konstruktif) atau
bersifat merusak (destruktif).Pada pendekatan konstruktif, hasilnya mengakibakan
pertumbuhan individu dan kelompo, peningkatkan kesadaran dan pemahaman diri
dan orang lain, dan perasaan positif kearah hasil interaksi. Resolusi destruktif
mengakibatakan pengembangan konflik dan perasaan negative terhadap diri dan
orang lain.
Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan
asuhan keperawatan. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai dua asumsi dasar
tentang konflik meliputi :
1. Konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dalam suatu oeganisasi
2. Jika konflik dapat dikelola dengan baik, maka konflik dapat menghasilkan suatu
kualitas produksi, penyelesaian yang kreatif dan berdampak terhadap peningkatan
dan pengembangan. \

3
B. Ciri-Ciri Konflik
Menurut Wijono( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah :

1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang


terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun
kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya
nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang
direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak
lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab,
pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan
kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau
pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri,
kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan
yang berlarut-larut.
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang
terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan,
kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.

C. Penyebab Konflik
Literatul keperawatan penuh dengan diskusi tentang factor-faktor predisposisi
dari konflik (douglass, bevis, 1979; Filley, 1980; Nielsen, 1977). Edmund (1979)
menyebutkan Sembilan factor umum berikut yang tampaknya berkaitan dengan
semua kemungkinan penyebab:
1. Spesialisasi - sebuah kelompok yang bertanggun jawab untuk suatu tugas
tertentu atau area pelayanan tertentu memisahkan dirinya dari kelompok lain.
Sering kali akibatnya adalah konflik antara kelompok.

4
2. Peran yang bertugas banyak – peran keperawatan membutuhkan seseorang
untuk dapat menjadi seorang manejer, seorang pemberi asuhan yang terampil,
seorang ahli dalam hubungan antar manusia, seorang negosiator, seorang
penasehat dan sebagainya. Setiap sub-peran dengan tugas-tugasnya memerlukan
orientasi yang berbeda dapat menyebabkan konflik.
3. Interdependensi peran-peran perawat pelaksana dalam praktek pribadi tidak
akan serumit seperti peran perawat dalam timkesehatan yang multidisiplin. Pada
tim multidisiplin, tugas seseorang perlu didiskusikan dengan orang lain yang
mungkin bersaing untuk area-area tertentu.
4. Kekaburan tugas-ini diakibatkan oleh peran mendua dan kegagalan untuk
memberikan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugs pada
individu atau kelompok.
5. Pembedaan-sekelompok orang dapat mengisi peran yang sama tetapi perilaku
sikap, emosi, dan kognitif orang-orang ini terhadap peran meraka bisa berbeda.
Ini menimbulkan konflik, terutama dalam kegiatan pemecahan masalah dan
pembuatan keputusan.
6. Kekurangan sumber daya- persaingan untuk uang, pasien dan jabatan adalah
sumber absolut dari konflik antar pribadi dan antara kelompok.
7. Perubahan-kapan pun terjadi perubahaan, maka konflik berada tidak jauh di
belakangnya. Saat perubahan lebih tampak dan mengancam, maka
kemungkinan dan kedalaman konflik akan meningkat secara proporsional.
8. Konflik tentang imbalan-bila seseorang mendapat imbalan secar berbeda, maka
sering muncul konfik, kecuali mereka terlibat dalam pembuatan sistem imbalan
tersebut.
9. Masalah komunikasi-sikap mendua, penyimpangan persepsi, kegagalan bahasa,
dan penggunaan saluran komunikasi secara tidak benar, semuanya dapat
menyebabkan konflik.

5
Banyak factor yang bertanggung jawab terhadap terjadinya konflik terutama
dalam suatu organisasi. Factor-faktor tersebut dapat berupa perilaku yang menentang,
stress, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan, eksklusifisme,
kekaburan tugas, kekurangan sumber daya , proses perubahan, imbalan, dan masalah
komunikasi.
Perilaku menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog
rasional, dapat menimbulakn suatu gangguan protocol penerimaan interaksi dengan
orang lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan nonverbal. Tedapat tiga macam
perilaku menentang, yaitu :

a. Competitive bomber, yang dicirikan dengan perilaku dengan mudah menolak,


menggerutu dan menggumam, mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak
secara agresif yang disengaja.
b. Martyred accommodation, yang ditunjukkan dengan pengguanaan kepatuhan
semu atau palsu dan kemapuan bekerjasama dengan orang lain, namun sambil
melaakukan ejekan dan hinaan.
c. Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah
dibuat dan menolak untuk berpartisipasi.
Stress juga dapat mengakibatkan terjadinya konflik dalam suatu orgaisasi,
stress yang timbul ini dapat disebabkan oleh banyak stressor yang muncul dalam
lingkungan kerja seseorang. Contoh stressor, antara lain terlalu banyak atau terlalu
sedikit beban yang menjadi tanggung jawab seseorang jika dibandingkan dengan
orang lain yang ada dalam organisasi , misalnya dibangsal keperawatan. Contoh
lainnya adalah di ikutkan seseorang dalam pengambilan keputusan , kurang atau tidak
adanya dukungan dari manajerial, atau balikan adanya “ keharusan” untuk melakukan
perubahan dengan menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang begitu cepat .
kondisi-kondisi tersebut selain mengakibatkan adanya tekanan mental pada seseorang
sehingga bila bersinggungan sedikit saja masalah dapat memicu terjadinya konflik.

6
Kondisi ruagan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan
kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang memperburuk
keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang monoton atau konstan diantara
individu yang terlibat didalamnya, terlalu banyaknya pengunjung pasien dakam suatu
ruangan atau bangsal , dan bailakan dapat berupa aktivitas profesi selain keperawatan,
seperti juga dokter mampu memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan
terkadinya konflik.
Kewenangan dokter perawat yang berlebihan dan tidak saling mengendalikan
usulan-usulan diantara mereka, juga mengakibatkan munculnya konflik. Dokter yang
tidak mau menerima umpan bailk dan perawat, atau perawat yang merasa tidak aculi
dengan saran-saran dan dokter untuk kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat
memperkaruh suasana. Kondisi ini akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang
terlibat dalam pengelolaan klien merasa direnahkan harga dirinya akibat sesuatu hal.
Misalnya, kata-kata ketus dokter terhadap perawat atau nada tinggi dan perawat
sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap penanganan yang dilakukan terhadap profesi
lain.
Penyebab lain terjadinya konflik dapat diakibatkan oleh adanya perbedaan
nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat begitu percaya
dengan persepsinya tentang oendapat klien sehingga tidak yakin dengan pendapat
yang diusulkan oleh profesi antar tim kesehatan lain. Keadaan ini akan semakin
menjadi kompleks jika perbedaan keyakinan, nilai, dan persepsitelah melibatkan
pihak luar tim kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik yang
muncul pun semakin tidak sederhana karena telah mengikutsertakan banyak variable
didalamnya.
Adanya pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yeng lebih
dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini tak jarang mengakibatkan terjadinya
konflik antar-kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal ini bisa terjadi manakala
sebuah kelompok di dalam tatanan organisasi seperti bangsal keperawatan diberikan
tanggung jawab oleh manajer untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu,

7
lantas memisahkan diri dan system atau kelompok lain yang ada dibangsal tersebut
karena merasa bahwa kelompoknya lebih mampu dibandingkan dengan kelompok
lain.
Peran ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan
seringakali mengakibatkan konflik. Seorang perawat yang berperan lebih dari satu
peran pada waktu yang hamper bersamaan, masih merupakan fenomena yang jamak
ditemukan dalam tatanan pelayanaan kesehatan baik dirumah sakit maupun di
komunitas. Contoh peran ganda antara lain : satu sisi perawat sebagai pemberi
pelayanana keperawatan kepada klien, naming pada saat yang bersamaan ia juga
harus berperan sebagai pembimbing mahasiswa atau balikan sebagai manajer di
bangsal yang bersangkutan. Dalam kondisi seperti ini sering terjadi kebingungan
untuk menentukan mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu oleh perawat tersebut
dan kegiatan mana yang dapat dilakukan kemudian. Akibatnya sering terjadi
kegagalan dalam melakuakan tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas
pada individu atau kelompok.
Persaingan memperebutkan menangani klien, dan tidak jarang juga terjadi
persaingan dalam memperebutkan jabatan atau kedudukan. Perubahan dianggap
sebagai peruses alamiah. Tetapi kadang perubahan justru akan mengakibatkan
munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan terlalu tergesa-gesa
atau cepat. Atau perubahan yang dilakukan terlalu lambat, daapt memunculkan
konflik. Individubyang tidak siap dengan perubahan, memandang perubahan sebagai
suatu ancaman. Begitu juga individu yang selalu menginginkan perubahan akan
menjadi tidak nyaman tidak terjadi perubahan, atau perubahan dilakukan terlalu
lambat dalam tatanan organisasinya.

D. Sumber-sumber Konflik
1. Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)

8
Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict).
Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan
tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
a) Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan
pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan
yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
b) Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan
pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan
pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-
persoalan tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif dan negatif
bagi orang yang mengalami konflik tersebut.
c) Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari
dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling
terpisah satu sama lain.
Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik
yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak
begitu fatal.
2. Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigius
Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan
kepustakaan mengenai konflik peran dalam organisasi, yang dicatat melalui
indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel pokok yaitu :
a. Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.
b. Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat
tekanan-tekanan dalam pekerjaan.
c. Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
d. Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik yang
muncul dalam organisasi (Wijono, 1993, p.15).
Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari
munculnya konflik antar pribadi dalam organisasi misalnya adanya:

9
a. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian
masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
b. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima,
namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya.
Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer.
Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas.
c. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang
diperdebatkan. Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer
perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari
ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.
d. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang
amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain
kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara
untuk memenangkan pertarungan.
e. Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-
orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian
mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun
menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
f. Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”.
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah
karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun
demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
g. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi
karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya
dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak
bisa diselesaikan.

10
E. Dampak Konflik
Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai
berikut :
1. Dampak Positif Konflik
Menurut Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan
konflik karyawan dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan
muncul melalui perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya
manusia potensial dengan berbagai akibat seperti:
a. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu
bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan
yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam
kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja
meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
b. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara
pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan
masing-masing.
c. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar
pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam
upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas,
kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
d. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat
stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena
karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri,
penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan
karier dan potensi dirinya secara optimal.
e. Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan
potensinya melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training)
dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

11
Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja
meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.
2. Dampak Negatif Konflik
Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan
oleh kurang efektif dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk
membiarkan konflik tumbuh subur dan menghindari terjadinya konflik.
Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
a. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir
pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam
sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir
menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih
awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
b. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya
yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing
kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan,
kondisi psikis dan keluarganya.
c. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam
pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh
teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres
yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag
ataupun yang lainnya.
d. Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh
teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya
produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau peralatan kerja,
mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrik-intrik yang
merugikan orang lain.
e. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut
labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan

12
kestabilan organisasi secara menyeluruh karena produksi bisa macet,
kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan seleksi
dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.
Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja
sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat
perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal
seperti:
1. Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat
saja mereka mengundurkan diri. Manajer harus menugaskan mereka
kembali, dan contoh yang paling buruk adalah karena mungkin Manajer
harus memecat mereka.
2. Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja
yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
3. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim
karena mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada
masalahnya.
4. Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali
dimaklumi sebagai faktor “kecelakaan” atau “lupa”. Namun, dapat
membuat pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung banyaknya.
5. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui
gosip dan kabar burung. Segera setelah orang tidak memusatkan
perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada masalah emosi dan pribadi,
maka perhatian mereka akan terus terpusatkan ke sana.

6. Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan


yang jengkel dan merasa ada yang berbuat salah kepadanya tidak lama
kemudian dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila semangat sudah
berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya kembali.

13
F. Strategi dan keterampilan manajemen konflik
Beberapa strategi dapat dipakai untuk menyelesaikan terjadinya konflik.
Strategi-strategi tersebut adalah menghindar, akomodasi,kompetisi dan kerjasama.

Pendekatan strategi konflik dengan cara menghindar memungkinkan kedua


kelompok atau pihak yang terlibat konflik menjadi dindin dan berusahan
mengumpulkan informasi. Teknik menghindari dapat digunakan apabila isu tidak
gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan lebih banyak
menguntungkan. Selanjutnya baru diatur kembali untuk pertemuan penyelesain
konflik. Dengan demikian, pihak yang terlibat konflik diberi kesempatan untuk
merenungkan dan memikirkan alternative penyelesainnya. Stretegi akomodasi
digunakan untuk memfasilitasi dan memberikan wadahuntuk menampung keinginan
pihak yang terlihat konflik. Dengan cara ini dimungkinkan terjadi peningkatan
kerjasama dan pengumpulan data-data yang akurat dan signifikan untuk pengambilan
suatu kesepakatan bersama. Cara kompetisi dapat dilakukan seorang manajer dengan
cara menunjukkan kekuasaan yang terkait dengan posisinya untuk menyelesaikan
konflik, terutama yang terkait dengan tugas dan tanggun jawab stafnya. Strategi yang
biasa digunakan adalah melalui peningkatan motivasi antra-staf guna menimbulkan
rasa persaingan yang sehat. Strategi kompromi dilakukan dengan mengambil jalan
tengah di antara pihak yang terlibat konflik. Hal ini biasanya bersifat sementara
sehingga bisa situasinya sudah stabil, perlu dikumpulkan pihakyang terlibat konflik
untuk selanjutnya dapat dilakukan penyelesaian masalah secara tuntas. Cara lain yang
dapat ditempuh untuk menyelesaikan konflik adalah dengan cara kerja sama. Cara ini
dilakukan dengan melibatkan pihak yang terlibat konflik untuk melakukan kerja sama
dalam rangka menyelesaikan konflik. Cara ini biasanya menimbulkan perasaan puas
dikedua belah pihak yang terlibat konflik.

Bentuk keterampilan yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola konflik pada


umumnya berupa kegiatan pencegahan. Keterampilan tersebut berkisar pada kegiatan
berikut.

14
1. Membuat aturan atau pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua pihak.
2. Menciptakan suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini akan
membuat orang menjadi senang dalam memberikan usulan, member kekuatan
bagi mereka, meningkatkan pemikiran kreatif, dan memungkinkan pemecahan
masalah yang lebih baik.
3. Mengungkapkan bahwa meraka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-
nilai adalah penting untuk setiap orang dalam bekerja.
4. Menekankan pemecahan masalah secara damai, dan membangun suatu jembatan
pengertian
5. Menghadapi konflik dengan tenang dan memberikan pendidikan tentang perilaku
6. Memainkan peran yang tidak menimbulakan sters dan konflik
7. Mempertimbangkan waktu terbaik untuk semuanya dan jangan menundah waktu
yang tidak tertentu
8. Memfokuskan pada masalah dan bukan pada kepribadian
9. Mempertahankan komunikasi dan arah
10. Menekankan pada kesamaan kepentingan
11. Menghindari penolakan berlebihan
12. Mengetahui hambatan untuk kerja sama
13. Membedakan perilaku yang menentang dengan perilaku normal dalam kesalahan
kerja
14. Menguatkan dalam menghadapi orang yang marah
15. Menetapkan siapa yang memiliki maslah
16. Menetapkan kebutuhan yang terlalaikan
17. Membangun kepercayaan dengan mendengarkan dan mengklarifikasi
18. Merundingkan kembali prosedur pemecahan masalah.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Jadi dapat disimpukan bahwa hubungan kerja perawat dan personel yang lain,
pasien dan keluarga dapat menimbulkan potensial konflik. Dalam hal ini manajer
perawat harus menguasai bagaimana mengelola konflik.Penyebab-penyebab konflik
termasuk perilaku menentang, stres, ruang yang penuh sesak, kewenangan dokter,
serta ketidak cocokan nilai dan sasaran.
Konflik dapat dicegah atau diatasi dengan disiplin, mempertimbangkan tahap
kehidupan, komunikasi termasuk mendengarkan secara aktif, penggunaan lingkaran
kualitas, dan ketetapan tentang latihan asertif bagi manajer perawat.
Tujuan dari manajemen konflik termasuk memperluas tentang masalah,
meningkatkan alternatif pemecahan, dan mencapai kesepakatan dalam keputusan
yang dapat dilaksanakan serta keikhlasan terhadap keputusan yang dibuat. Strategi
khusus termasuk menghindar, akomodasi, kompetisi, kompromi, dan kerja sama.
Selain itu manajer perawat dapat mempelajari dan menggunakan keterampilan khusus
untuk mencegah dan mengelola konflik.
Manajemen konflik menjaga meluasnya konflik, membuat kerja lebih produktif,
dan dapat membuat konflik sebagai suatu kekuatan yang positif dan membangun.

B. Saran
Kita sebagai perawat hendaklah menerapkan atau mengaplikasikan manajemen
keperawatan dengan efektif dalam setiap melakukan proses keperawatan, sehingga
dalam memberikan pelayanan bisa dilakukan secara optimal. Manajemen
keperawatan dikatakan baik apabila dalam satu tim bisa berpatisipasi secara aktif.

16
DAFTAR PUSTAKA

Kuntoro, A. (2010). Buku Ajar Manajemen Keperawatan . Yogyakarta: Nuha


Medika.

Nurachmah, E., Waluyo, A., & Ester, M. (1998). Kepemimpinan dan manajemen
keperawatan . jakarta: EGC .

Nurs, N. M. (2007). Manajemen Keperawatan Edisi 2 Aplikasi dalam praktik


Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

iii

Anda mungkin juga menyukai