Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH DINAMIKA KELOMPOK

KONFLIK

“Disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kelompok pada mata kuliah Dinamika
Kelompok”

DOSEN PEMBIMBING:

Agustina Sari, S. ST. M. Kes

DI SUSUN OLEH:

1. Nugraheni Lail (02190200013)


2. Irda (02180200079)
3. Ratna Andaryani (02190200002)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

S1 KESEHATAN MASYARAKAT

2019/2020
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Dinamika Kelompok dengan judul: “Konflik”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami mnegharapkan
segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya
kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan.

Jakarta, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1


B. Rumusan masalah ......................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Konflik .................................................................................................. 3


B. Sumber, Jenis, dan Proses Konflik ............................................................................... 6
C. Strategi Konflik .......................................................................................................... 12
D. Manajemen Konflik .................................................................................................... 14
E. Konflik Keputusan ...................................................................................................... 16
F. Langkah Penyelesaian Konflik ................................................................................... 17
G. Latihan Penyelesaian Konflik ..................................................................................... 23

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang
mempunyai karakteristik yang beragam. Manusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata
sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku, agama, kepercayaan, aliran politik, serta
budaya dan tujuan hidupnya. Dalam sejarah umat manusia, perbedaan inilah yang selalu
menimbulkan konflik. Selama masih ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindarkan
dan selalu akan terjadi.
Lembaga sebagai bagian dari proses perkembangan manusia juga tidak terlepas dari
berbagai macam konflik. Banyak yang beranggapan bahwa konflik itu selalu menimbulkan
dampak negatif, padahal dalam kondisi tertentu konflik justru sangat diperlukan untuk
kepentingan perubahan dan pengembangan keperibadian seseorang.
Konflik dapat terjadi antara individu-individu, antara kelompok-kelompok dan antara
organisasi-organisasi. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada pandangan
yang sama sekali bertentangan tanpa ada kompromi, kemudian menarik kesimpulan yang
berbeda dan cenderung bersifat tidak toleran, maka dapat dipastikan akan timbul konflik
tertentu. Meskipun demikian, konflik tidak perlu dihindari apalagi ditakuti. Konflik hanya
butuh penyelesaian yang baik, karena konflik apabila dikelola dengan benar justru berubah
menjadi kekuatan baru yang sangat besar dalam berinovasi serta sangat potensial untuk
pengembangan sebuah organisasi.
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun
pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang
berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku)
dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests)
dan intrepretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang
diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi
efektif antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga. Menurut Ross
(1993), manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak

1
ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan kearah hasil tertentu yang mungkin atau tidak
mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif.
Manajemen konflik sangat dibutuhkan oleh organisasi atau sebuah lembaga untuk
dapat mengembangkan dan mengarahkan organisasi ke arah yang lebih baik, dengan
timbulnya masalah akan dapat lebih mematangkan pemikiran dalam organisasi atau lembaga.

B. Rumusan Masalah
Rumusan Masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa konsep dasar konflik ?
2. Apa saja sumber, jenis, dan proses konflik ?
3. Bagaimana strategi konflik ?
4. Bagaimana manajemen konflik ?
5. Apa itu konflik keputusan ?
6. Bagaimana langkah penyelesaian konflik ?
7. Bagaimana latihan penyelesaian konflik ?

C. Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pemahaman lebih lanjut
tentang konflik.

D. Manfaat Penulisan
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai pengembangan konsep mata kuliah
Dinamika Kelompok khususnya materi “Konflik” dan secara praktis makalah ini diharapkan
bermanfaat bagi:
1. Penulis, sebagai wahana meningkatkan pengetahuan dan konsep keilmuan, khususnya
tentang materi konflik
2. Pembaca, sebagai media informasi mata kuliah Dinamika Kelompok khususnya mengenai
konflik

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Konflik

Keberadaan konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan. Konflik sering
muncul dan terjadi pada setiap organisasi, ada beberapa pandangan pakar mengenai konflik.
Mitchell, B., Setiawan, B. dan Rahmi, D. H. (dalam Wahyudi, 2006) menjelaskan bahwa
konflik atau pertentangan pada kondisi tertentu mampu mengidentifikasi sebuah proses
pengelolaan lingkungan dan sumber daya yang tidak berjalan secara efektif, mempertajam
gagasan, bahkan dapat menjelaskan kesalahpahaman. Dalam kehidupan yang dinamis
antarindividu dan antarkomunitas, baik dalam organisasi maupun di masyarakat yang
majemuk, konflik selalu terjadi manakala kepentingan saling berbenturan.

Beberapa Pandangan tentang Konflik dalam Organisasi Robbins (2003: 137)


mengemukakan tiga pandangan mengenai konflik, yaitu pandangan tradisional (traditional
view of conflict), pandangan hubungan manusia (human relations view of conflict) dan
pandangan interaksonis (interactionism view of conflict);

1. Pandangan tradisional ini menganggap konflik sebagai hasil disfungsional akibat


komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan antara orang-orang dan
kegagalan para manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi para karyawan.
Semua konflik adalah buruk, dipandang secara negatif dan disinonimkan dengan istilah
kekerasan, perusakan dan ketidakrasionalan serta memiliki sifat dasar yang merugikan dan
harus dihindari.
2. Pandangan hubungan manusia menyatakan bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar
dalam semua kelompok dan organisasi. Karena konflik itu tidak terelakan, aliran hubungan
manusia menganjurkan penerimaan konflik. Konflik tidak dapat disingkirkan dan bahkan
adakalanya konflik membawa manfaat pada kinerja kelompok.
3. Pendekatan interaksionis mendorong terjadinya konflik atas dasar bahwa kelompok yang
kooperatif, tenang, damai serasi cenderung menjadi statis, apatis dan tidak tanggap
terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi. Oleh karena itu, sumbangan utama dari

3
pendekatan interaksionis adalah mendorong pemimpin kelompok untuk mempertahankan
suatu tingkat minimum berkelanjutan dari konflik.

Dengan adanya pandangan ini menjadi jelas bahwa untuk mengatakan bahwa konflik
itu seluruhnya baik atau buruk tidaklah tepat. Secara teoretik Robbins (1996: 438)
mengemukakan dua tipe konflik, yaitu konflik fungsional dan konflik disfungsional. Konflik
fungsional adalah sebuah konfrontasi di antara kelompok yang menambah keuntungan kinerja
organisasi. Konflik disfungsional adalah setiap konfrontasi atau interaksi di antara kelompok
yang merugikan organisasi atau menghalangi pencapaian tujuan organisasi.

Konflik didefinisikan sebagai suatu proses interaksi sosial di mana dua orang atau
lebih, atau dua kelompok atau lebih, berbeda atau bertentangan dalam pendapat atau tujuan
mereka (Cummings, P. W. dalam Wahyudi, 2006). Tidak berbeda dengan pendapat di atas,
Alisjahbana, S. T. (dalam Wahyudi, 2006), mengartikan konflik sebagai perbedaan pendapat
dan pandangan diantara kelompok-kelompok masyarakat yang akan mencapai nilai yang
sama. Sedangkan Stoner, J. A. F. & Freeman, R. E. (dalam Wahyudi, 2006) berpendapat
bahwa konflik organisasi mencakup ketidaksepakatan soal alokasi sumberdaya yang langka
atau perselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian.

Perbedaan pendapat dan persepsi mengenai tujuan, kepentingan maupun status serta
nilai individu dalam organisasi merupakan penyebab munculnya konflik. Demikian halnya
persoalan alokasi sumberdaya yang terbatas dalam organisasi dapat menimbulkan konflik
antarindividu maupun antarkelompok. Luthans, F. (dalam Wahyudi, 2006) mengartikan
konflik merupakan ketidaksesuaian nilai atau tujuan antara anggota organisasi, sebagaimana
dikemukakan berikut, "Conflict has been defined as the condition of ovjective incompatibility
between values or goal, as the behaviour of deliberately interfering with another’s goal
achievement, and emotionally in term of hostility”. Lebih lanjut dikemukakan oleh Luthans,
perilaku konflik dimaksud adalah perbedaan kepentingan/minat, perilaku kerja, perbedaan
sifat individu dan perbedaan tanggung jawab dalam aktivitas organisasi. Pendapat yang
hampir sama dikemukakan oleh Walton, R. E. (dalam Wahyudi, 2006) yang menyatakan
bahwa konflik organisasi adalah perbedaan ide atau inisiatif antara bawahan dengan bawahan,
manajer dengan manajer dalam mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan (coordinated activities).
Perbedaan inisiatif dan pemikiran sebagai upaya identifikasi masalah-masalah yang

4
menghambat pencapaian tujuan organisasi. Dubrin, A. J. (dalam Wahyudi, 2006), mengartikan
konflik mengacu pada pertentangan antarindividu atau kelompok yang dapat meningkatkan
ketegangan sebagai akibat saling menghalangi dalam pencapaian tujuan sebagaimana
dikemukakan sebagai berikut: “Conflict in the context used, refers to the positions of persons
of forces that gives rise to some tension. It occurs when two or more parties (individuals,
groups, organization) perceive mutually exclusive goals, or events”. Hal senada dikemukakan
juga oleh Hardjana (1994) bahwa konflik adalah perselisihan, pertentangan antara dua orang/
dua kelompok di mana perbuatan yang satu berlawanan dengan yang lainnya sehingga salah
satu atau keduanya saling terganggu. Kedua pendapat terakhir menganggap bahwa
pertentangan antar individu dan kelompok sebagai perilaku yang mengganggu pencapaian
tujuan organisasi. Dengan demikian konflik diartikan sebagai peristiwa yang dapat merugikan
organisasi. Pengertian yang lebih lengkap dikemukakan oleh Stoner dan Wankel (1986) bahwa
konflik organisasi adalah ketidaksesuaian antara dua orang anggota organisasi atau lebih yang
timbul karena fakta bahwa mereka harus berbagi dalam hal mendapatkan sumber-sumber daya
yang terbatas, atau aktivitas-aktivitas pekerjaan dan atau karena fakta bahwa mereka memiliki
status, tujuan, nilai-nilai atau persepsi yang berbeda. Sedangkan Aldag, R. J. dan Stearns, T.
M. (dalam Wahyudi, 2006) secara tegas mengartikan konflik sebagai ketidaksepahaman antara
dua atau lebih individu/kelompok sebagai akibat dari usaha kelompok lainnya yang
mengganggu pencapaian tujuan. Dengan kata lain, konflik timbul karena satu pihak mencoba
untuk merintangi mengganggu pihak lain dalam usahanya mencapai suatu tujuan.

Dengan demikian, suatu organisasi yang sedang mengalami konflik dalam


aktivitasnya menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut.

1. Terdapat perbedaan pendapat atau pertentangan antar individu atau kelompok.


2. Terdapat perselisihan dalam mencapai tujuan yang disebabkan adanya perbedaan persepsi
dalam menafsirkan program organisasi.
3. Terdapat pertentangan norma dan nilainilai individu maupun kelompok.
4. Adanya sikap dan perilaku saling meniadakan, menghalangi pihak lain mendapat
kemenangan dalam memperebutkan sumber daya organisasi yang terbatas.
5. Adanya perdebatan dan pertentangan sebagai akibat munculnya kreativitas, inisiatif atau
gagasan-gagasan dalam mencapai tujuan organisasi.

5
B. Sumber, Jenis, dan Proses Konflik
1. Sumber Konflik

Konflik melalui proses dan terdapat kondisi yang mendahuluinya. Hardjana, A. M.


(dalam Wahyudi, 2006) menyebutkan lingkaran konflik terdiri dari hal-hal sebagai berikut:

a) kondisi yang mendahului,


b) kemungkinan konflik yang dilihat,
c) konflik yang dirasa,
d) perilaku yang nampak,
e) konflik ditekanatau dikelola dan
f) dampak konflik.
Sedangkan Terry, G. R. (1986) menjelaskan bahwa konflik pada umumnya
mengikuti pola yang teratur yang ditandai timbulnya suatu krisis, selanjutnya terjadi
kesalahpahaman antar individu maupun kelompok dan konfrontasi menjadi pusat perhatian,
pada tahap berikutnya krisis dialihkan untuk diarahkan dan dikelola. Konflik bersumber
dari berbagai macam persoalan yang ada dalam organisasi. Davis dan Newstrom (1981 :
209) berpendapat bahwa konflik muncul disebabkan oleh, "Organizational change,
personality clashes, different sets of values, threats to status, constrasting perceptions and
points of view. Organisasi yang dinamis selalu mengalami perubahan dan perubahan yang
terjadi sebagai usaha menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
ataupun berupaya meningkatkan pelayanan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stake
holders). Secara singkat, Dubrin, A. J. (1984: 350-354) mengemukakan bahwa sebagian
besar konflik disebabkan oleh sifat agresif individu-individu, persaingan sumbersumber
yang terbatas, perbedaan kepentingan dan tujuan, terjadi kesalahpahaman dalam
menafsirkan tujuan, persaingan peran, persaingan jabatan, ketidakjelasan dalam
menentukan tugas, perubahan organisasi, iklim organisasi yang tidak menyenangkan,
godaan seksual bagi karyawan wanita, pelanggaran terhadap wilayah kerja dan perbedaan
pengetahuan. Sebab-sebab utama konflik menurut Cummings, P. W. (1980), yaitu
spesialisasi pekerjaan, perubahan nilai-nilai, kurang perhatian dalam hubungan manusia,
pelanggaran wilayah kerja, penggabungan dua departemen/unit kerja.

6
Sementara itu Hardjana, A. M. (1994) menyimpulkan bahwa secara umum sumber-
sumber konflik dalam organiasi sebagai berikut:
a) salah pengertian karena kegagalan komunikasi,
b) perbedaan tujuan karena perbedaan nilai hidup,
c) persaingan mendapatkan sumber daya otganisasi yang terbatas,
d) masalah wewenang dan tanggung jawab
e) perbedaan penafsiran terhadap peraturan atau kebijakan,
f) kurangnya kerjasama
g) adanya usaha untuk mendominasi,
h) tidak menaati tata tertib dan peraturan kerja dan
i) perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja.

Tosi, H.L., Rizzo, J.R. dan Carrol, S.J. (1990: 523) mengelompokkan sumber-
sumber konflik menjadi tiga, yaitu

a) Individual characteristic
Karakteristik individu meliputi: perbedaan individu dalam hal nilai-nilai, sikap,
keyakinan, kebutuhan dan kepribadian, persepsi ataupun pendapat.
b) Situational conditions
Situasi kerja terdiri dari; saling ketergantungan untuk menjalin kerjasama, perbedaan
pendapat antar departemen, perbedaan status, kegagalan komunikasi, kekaburan
bidang tugas.
c) Organizations structure.
Penyebab konflik yang ketiga adalah struktur organisasi yaitu, spesialisasi pekerjaan,
saling ketergantungan dalam tugas dalam tugas, perbedaan tujuan, kelangkaan
sumbersumber, adanya pengaruh dan kekuasaan ganda, perbedaan kriteria dalam
sistem penggajian.

7
Kondisi permulaan penyebab konflik menurut pendapat Tosi, et al. (1990: 524)
dapat digambarkan sebagai berikut:

Manajemen Konflik Dalam


Syairal Fahmy Dalimunthe Organisasi
Individual Caracteristic Situational Organization Structure
Condition

Values, attitudes, beliefs, Degree of interaction, Specialization and


needs, personality, need for consensus, status differentiation, task
perceptions, judgments differences, interdependence, goal
communication, setting, scarce resource,
ambiguous, multiple authority and
responsibilities influence, reward
system

All create condition for the conflict process to start

(Gambar 2. Kondisi Awal Penyebab Timbulnya Konflik Organisasi dari Tosi, 1990: 524)
Organisasi sebagai kumpulan individu tidak terlepas dari persoalan konflik dalam
mencapai tujuan. Oleh karena konflik dapat berdampak positif bagi kelangsungan
organisasi, maka harus dikelola secara baik dengan mengetahui faktor-faktor yang menjadi
penyebabnya, yaitu: (1) Konflik nilai, (2) Kurangnya komunikasi, (3) Kepemimpinan yang
kurang efektif, pengambilan keputusan yang tidak adil. (4) Ketidakcocokan peran, (5)
Produktivitas rendah, (6) Perubahankeseimbangan, (7) Konflik yang belum terpecahkan,
(8) Kebutuhan untuk membagi sumbersumber daya yang terbatas, (9) Perbedaan-
perbedaan dalam berbagai tujuan, (10) Saling ketergantungan kegiatankegiatan kerja, (11)
Kemenduaan organisasional, (12) Ketegangan dan saingan pribadi serta pertentangan-
pertentangan social, (13) Problem organisasi yang ditimbulkan oleh bentuk resminya, (14)
Perkembangan dan kemajuan teknologi, (15) Syarat-syarat kerja, (16) Organisasi atau
instansi sebagai struktur sosial, ekonomi, hukum dan teknik, (17) Hubungan timbal balik
antar atasan dan bawahan, (18) Pendelegasian wewenang.

8
2. Jenis-jenis Konflik
Dalam aktivitas organisasi, dijumpai bermacam-macam konflik yang melibatkan
individu-individu maupun kelompok-kelompok. Beberapa kejadian konflik telah
diidentifikasi menurut jenis dan macamnya oleh sebagian penulis buku manajemen, perilaku
organisasi, psikolog, maupun sosiologi.

Tabel 1. Berbagai Pandangan Mengenai Bentuk Konflik

No. Penggagas Bentuk Konflik


1. Soekanto, S. (1981) a. Konflik pribadi
b. Konflik rasial
c. Konflik antar kelas-kelas social
d. Konflik politik antar golongan-golongan dalam
Masyarakat
e. Konflik berskala internasional antar negara
2. Polak, M. (1982) a. Konflik antar kelompok
b. Konflik intern dalam kelompok
c. Konflik antar individu untuk mempertahankan hak
dan kekayaan
d. Konflik intern individu untuk mencapai cita-cita
3. Champbell, Corbally dan a. Intrapersonal conflict
Nystrand (1983) b. Interpersonal conflict
c. Individual institusional conflict
d. Intraorganizational conflict
e. School community conflict
4. Walton (1987) a. Conflict between members of a family
b. Conflict confined to two individuals in an organization
c. Conflict between organizational units
d. Conflict between institutions/organizations
5. Owens (1991), Winardi (2004), a. Intrapersonal conflict
Davis and Newstron (1981) b. Interpersonal conflict
c. Intra group conflict
d. Intergroup conflict
e. Inter organization conflict.
6. Wexley, et al. (1992) a. Konflik antar individu dalam satu kelompok
b. Konflik bawahan dengan pimpinan
c. Konflik anta dua departemen atau lebih
d. Konflik antar personalia staf dan lini
e. Konflik antar serikat buruh dengan pimpinan
(manajer)
7. Handoko, T.H. (1992) a. Konflik dalam diri individu
b. Konflik antar individu dalam organisasi

No. Penggagas Bentuk Konflik


c. Konflik antar individu dengan kelompok
d. Konflik antar kelompok
e. Konflik antar organisasi
8. Ruchyat (2001) a. Konflik intrapersonal

9
b. Konflik interpersonal
c. Konflik intra grup
d. Konflik inter grup
e. Konflik intra organisasi
f. Konflik inter organisasi

Berdasarkan tabel di atas, pada hakekatnya konflik terdiri atas lima bentuk, yaitu 1)
konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian
tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan
pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari
pada kemampuannya. 2) konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini
sering diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari
adanya konflik antar peranan (seperti antara manajer dan bawahan). 3) konflik antar
anggota dalam satu kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi
tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh,
seorang indiidu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena
melanggar norma-norma kelompok. 4) konflik antar kelompok dalam organisasi yang
sama, karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok. 5) konflik antar antar
organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem
perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan
produk baru, teknologi, dan jasa, harga-harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya
lebih efisien.
Pada dasarnya konflik organisasi sendiri (intraorganization conflict,) terdiri dari:
konflik pada diri seseorang, konflik antarpribadi, konflik antar kelompok dan konflik antara
diri pribadi dengan kelompok. Hansen (dalam Wahyudi, 2006), membedakan jenis konflik
sebagai berikut. (1) intrarole conflict, (2) interrole conflict, (3) intradepartemental
conflict, (4) interdepartemental conflict, (5) intraorganizational conflict,
(6) organizational environment conflict, (7) intrapersonal conflict, (8) interpersonal
conflict, (9)intragroup conflict, (10) intergroup conflict, (11) interinformal system
conflict, and (12)informal system-environmental conflict.
Sementara itu, Cummings (1980) mengidentifikasi jenis-jenis konflik di dalam
organisasi, yaitu konflik manajer lini dengan manajer menengah (middle manager), konflik
manajer menengah dengan manajer menengah, konflik manajer perorangan dengan

10
organisasi dan konflik batin pada diri manajer. Konflik tidak terbatas pada anggota
organisasi tingkat pelaksana akan tetapi terjadi juga pada tingkatan manajer lini
(supervisor), manajer menengah dan manajer puncak (top manager).
3. Proses Konflik
Konflik tidak terjadi secara mendadak tanpa sebab dan proses, akan tetapi melalui
tahapan-tahapan tertentu. Hendricks, W. (1992) mengidentifikasi proses terjadinya konflik
terdiri dari tiga tahap. 1) Peristiwa sehari-hari; ditandai adanya individu merasa tidak puas
dan jengkel terhadap lingkungan kerja. Perasaan tidak puas kadang-kadang berlalu begitu
saja dan muncul kembali saat individu merasakan adanya gangguan. 2) Adanya tantangan;
apabila terjadi masalah, individu saling mempertahankan pendapat dan menyalahkan pihak
lain. Tiap anggota menganggap perbuatan yang dilakukan sesuai dengan standar dan aturan
organisasi. Kepentingan individu maupun kelompok lebih menonjol daripada kepentingan
organisasi. 3) Timbulnya pertentangan; masingmasing individu atau kelompok bertujuan
untuk menang dan mengalahkan kelompok lain.
Robbins (2003) menjelaskan konflik terjadi melalui lima tahap, yaitu tahap oposisi
atau ketidakcocokan potensial, tahap kognisi dan personalisasi, tahap maksud, tahap
perilaku dan tahap hasil.

TAHAP I TAHAP II TAHAP III TAHAP IV TAHAP V

Oposisi atau Kognisi dan Maksud Perilaku Hasil


ketidakcocokan Personalisasi
potensial
Maksud
Kinerja
Kondisi Konflik yang penanganan konflik Perilaku
• Bersaing Kelompok
Antesenden dipersepsikan terbuka Meningkat
• Komunikasi • Kerjasama • Perilaku
• Struktur • Berkompromi pihak
• Variabel Pribadi Konflik yang • Menghindari • Reaksi Kinerja
dirasakan • Mengakomodasi Orang lain Kelompok
Menurun

(Gambar 1. Proses Konflik dari Robbins, 2003)


Tahap I: Oposisi atau Ketidakcocokan Potensial Langkah pertama dalam proses
komunikasi adalah adanya kondisi yang menciptakan kesempatan untuk munculnya konflik
itu. Kondisi itu tidak perlu langsung mengarah ke konflik, kondisi yang juga dapat

11
dipandang sebagai kasus atau sumber konflik telah dimampatkan ke dalam tiga kategori
umum: komunikasi, struktur dan variabel pribadi.
Tahap II: Kognisi dan Personalisasi Jika kondisi-kondisi yang disebut dalam Tahap I
mempengaruhi secara negatif sesuatu yang diperhatikan oleh satu pihak, maka potensi untuk
oposisi atau ketidakcocokan menjadi teraktualkan dalam tahap kedua. Kondisi anteseden
hanya dapat mendorong ke konflik bila satu pihak atau lebih dipengaruhi oleh dan sadar
akan adanya, konflik itu. Tahap II penting karena di situlah persoalan konflik cenderung
didefinisikan.
Tahap III: Maksud Maksud merupakan keputusan untuk bertindak dalam suatu cara
tertentu. Dapat diidentifikasikan lima maksud penanganan konflik: bersaing (tegas dan tidak
kooperatif), berkolaborasi (tegas dan kooperatif), menghindari (tidak tegas dan tidak
kooperatif), mengakomodasi (kooperatif dan tidak tegas) dan berkompromi (tengah-tengah
dalam hal ketegasan dan kekooperatifan).
Tahap IV: Perilaku Perilaku konflik ini biasanya secara terang-terangan berupaya untuk
melaksanakan maksud-maksud setiap pihak. Tetapi perilaku-perilaku ini mempunyai suatu
kualitas rangsangan yang terpisah dari maksud. Sebagai hasil perhitungan atau tindakan
yang tidak terampil, kadangkala perilaku terangterangan menyimpang dari maksudmaksud
yang orsinil.
Tahap V: Hasil Jalinan aksi-reaksi antara pihakpihak yang berkonflik menghasilkan
konsekuensi. Hasil ini dapat fungsional, dalam arti konflik itu menghasilkan suatu
perbaikan kinerja kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok.

C. Strategi Konflik
Pilihan strategi yang tepat manajemen konflik dalam organisasi dan eksekusi yang
konsisten, dalam banyak kasus justru akan mendongkrak kinerja perusahaan menjadi lebih
baik. Berikut strategi yang dapat digunakan;
1. Akomodatif (Accomodating)
Inti dari strategi akomodatif ini adalah menampung semua keinginan dari pihak-pihak yang
berkonflik, yang bahkan seringkali bertentangan dengan kemauan salah satu pihak.
Penggunaan strategi akomodasi sering terjadi ketika salah satu pihak ingin menjaga suasana

12
kerja yang damai, tanpa konflik, atau menganggap bahwa masalah tersebut masalah kecil
yang dapat ditoleransi.
2. Menghindar (Avoiding)
Strategi menghindar adalah upaya untuk menunda konflik tanpa batas. Dengan menunda
atau mengabaikan konflik, avoider berharap masalah akan selesai dengan sendirinya seiring
dengan waktu tanpa konfrontasi. Pada umumnya, mereka yang aktif menghindari konflik
memiliki harga diri rendah atau memegang posisi/jabatan yang rendah yang merasa tidak
berdaya menghadapi konflik secara langsung.
3. Mengkolaborasikan (Collaborating)
Kolaborasi dilakukan dengan cara mengintegrasikan ide-ide dari beberapa orang yang
berkonflik. Tujuannya adalah untuk menemukan solusi kreatif yang dapat diterima oleh
semua orang. Strategi kolaborasi memang cukup baik dalam mengikat komitmen masing-
masing pihak, namun dalam menerapkan strategi ini, perlu hati-hati karena tidak semua
konflik dapat diselesaikan dengan strategi ini.
4. Mengkompromikan (Compromising)
Strategi mengorbankan biasanya panggilan untuk kedua belah pihak untuk menyerahkan
unsur posisi mereka untuk mendirikan sebuah diterima, jika tidak menyenangkan, solusi.
Strategi ini berlaku paling sering dalam konflik di mana pihak-pihak memegang kekuasaan
kurang lebih setara. Pemilik usaha sering mempekerjakan kompromi selama negosiasi
kontrak dengan bisnis lain ketika masing-masing pihak berdiri untuk kehilangan sesuatu
yang berharga, seperti pelanggan atau layanan yang diperlukan. Strategi ini time
consuming, perlu waktu untuk mendiskusikan titik-titik kesamaan dan kesepakatan dalam
memecahkan masalah.
5. Mengkompetisikan (Competing)
Kompetisi dicirikan dengan adanya pihak menang dan lainnya kalah. Strategi penanganan
konflik dengan membuat kompetisi dapat menjadi pilihan terbaik karena seringkali
meningkatkan produktifitas. Pihak-pihak yang berkompetisi termotivasi untuk
mengalahkan satu sama lain. Dalam penggunaan strategi ini, yang perlu diantisipasi adalah
aturan yang jelas tentang etika berkompetisi supaya tidak bersifat saling menjatuhkan
dengan berbagai cara.

13
D. Manajemen Konflik

Konflik yang muncul dalam teamwork yang merupakan akibat adanya perbedaan
kepribadian, persepsi, pengalaman, tujuan, motivasi ataupun kepercayaan tiap anggota
organisasi yang saling berinteraksi sosial dalam pekerjaan. Tak dapat disangkal lagi jika hingga
kini kita makin akrab dengan konflik. Namun kini kita tak perlu lagi merasa takut karena
ternyata konflik yang terjadi tidak selamanya membawa akibat buruk sepanjang dapat dikelola
dengan baik. Justru dengan adanya konflik akan memancing daya kreasi dan inovasi anggota
organisasi baik secara individu maupun secara kolektif. Lacey (2003:20) memperingatkan
bahwa, pemecahan konflik bukanlah berarti menghilangkan konflik, melainkan
menyambutnya dengan baik dalam kehidupan kita, belajar darinya dan terus bergerak maju.
Lebih tepat lagi, kita perlu mengalir bersama konflik.

Beberapa Pendekatan untuk Mengelola Konflik, yaitu :

 Problem Solving. Pendekatan ini disebut juga dengan win-win solution. Dalam model
ini, para pelaku bertemu untuk mendiskusikan permasalahan dan isu-isu yang berkaitan
dengan konflik. Tujuannya adalah untuk mengitegrasi kebutuhankebutuhan dari
masing-masing kelompok. Konflik dijadikan sebagai masalah bersama dan kedua
pihak harus berusaha mencari solusi yang kreatif. Pendekatan ini, dapat digunakan jika:
kedua kelompok yang bertikai saling memiliki tingkat kepercayaan satu dengan yang
lainnya, kedua pihak memiliki komitmen yang tinggi untuk menyelesaikan konflik,
serta bila investasi dlm organisasi sangat bernilai tinggi.
 Superordinate Goals. Pengalihan pada tujuan yang lebih tinggi dapat menjadi metode
pengurangan konflik yang efektif, dengan cara mengalihkan perhatian pihakpihak yang
terlibat dari tujuan mereka yang berbeda menjadi tujuan bersama pada tingkat yang
lebih tinggi.
 Expansion of Resources. Apabila konflik muncul karena kelangkaan sumber daya,
maka untuk memecahkan masalah, diperlukan upaya perluasan sumber daya. Namun,
sumber daya organisasi yang terbatas, tidak mudah juga diperluas.
 Avoidance. Manajer melakukan penghindaran, seolah-olah tidak ada konflik. Ini
bertujuan untuk mengulur waktu dan menunda, menunggu lebih banyak informasi
guna mengambil tindakan yang tepat.

14
 Smoothing. Teknik ini menekankan kepentingan bersama (common interest) dan
tujuan bersama (common goal). Tugas manajer untuk berupaya memperkecil
perbedaan diantara kedua belah pihak yg bertikai, menitikberatkan bahwa jika tidak
bekerja sama maka tujuan organisasi akan terhambat dan jangan sampai berpihak
kepada satu kelompok.
 Compromise. Metode ini merupakan pendekatan tradisional, di mana dalam
menyelesaikan konflik menggunakan pendekatan tidak ada yang menang atau yang
kalah, sebab masing-masing kelompok memberikan konsesi dan pengorbanan untuk
saling memuaskan.
 Authoritative Command. Dasar pendekatanya adalah eksekutif mempunyai wewenang
untuk memaksa bawahannya menghentikan konflik. Pendekatan ini sering tidak
menjawab isu utama. Saat itu konflik teratasi, tapi sewaktu-waktu bisa saja muncul.
 Intergroup Training. Kelompok yang bertikai diminta mengikuti seminar/lokakarya di
luar tempat kerja dengan fasilitator (tanpa diketahui) yang mengatur interaksi kedua
kelompok itu. Pengalaman yang diperoleh diharapkan memperbaiki sikap dan
hubungan. Jenis intervensi ini relatif butuh waktu dan biaya besar, serta perlu fasilitator
yang trampil.
 Third Party Mediation. Teknik ini menggunakan seorang konsultan sebagai pihak
ketiga yang diundang untuk memediasi kelompok yang bertikai, ataupun dengan
menggunakan jasa arbiter.
Manajemen harus mampu meredam persaingan yang sifatnya berlebihan (yang
melahirkan konflik yang bersifat disfungsional) yang justru merusak spirit sinergisme
organisasi tanpa melupakan continous re-empowerment. Sedangkan dalam Dawn M.
Baskerville, 1993:65 disebutkan ada 6 tipe pengelolaan konflik yang dapat dipilih dalam
menangani konflik yang muncul yaitu :
1. Avoiding; gaya seseorang atau organisasi yang cenderung untuk menghindari terjadinya
konflik. Hal-hal yang sensitif dan potensial menimbulkan konflik sedapat mungkin
dihindari sehingga tidak menimbulkan konflik terbuka.
2. Accomodating; gaya ini mengumpulkan dan mengakomodasikan pendapat-pendapat
dan kepentingan pihak-pihak yang terlibat konflik, selanjutnya dicari jalan keluarnya

15
dengan tetap mengutamakan kepentingan pihak lain atas dasar masukan-masukan yang
diperoleh.
3. Compromising; merupakan gaya menyelesaikan konflik dengan cara melakukan
negosiasi terhadap pihak-pihak yang berkonflik, sehingga kemudian menghasilkan
solusi (jalan tengah) atas konflik yang sama-sama memuaskan (lose-lose solution).
4. Competing; artinya pihak-pihak yang berkonflik saling bersaing untuk memenangkan
konflik dan pada akhirnya harus ada pihak yang dikorbankan (dikalahkan)
kepentingannya demi tercapainya kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang
lebih berkuasa (win-lose solution).
5. Collaborating; dengan cara ini pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-sama
memperoleh hasil yang memuaskan, karena mereka justru bekerja sama secara sinergis
dalam menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai kepentingan pihak lain.
Singkatnya, kepentingan kedua pihak tercapai (menghasilkan win-win solution).
6. Conglomeration (mixtured type); cara ini menggunakan kelima style bersama-sama
dalam penyelesaian konflik.
Perlu kita ingat bahwa dalam memilih style yang akan dipakai oleh seseorang atau
organisasi di dalam pengelolaan konflik akan sangat bergantung dan dipengaruhi oleh persepsi,
kepribadian/karakter (personality), motivasi, kemampuan (abilities) atau pun kelompok acuan
yang dianut oleh seseorang atau organisasi.
Dapat dikatakan bahwa pilihan seseorang atas gaya mengelola konflik merupakan
fungsi dari kondisi khusus tertentu dan orientasi dasar seseorang atau perilakunya dalam
menghadapai konflik tersebut yang juga berkaitan dengan nilai (value) seseorang tersebut.
Pada level subkultur (subculture), shared values dapat dipergunakan untuk memprediksi
pilihan seseorang pada gaya dalam menyelesaikan konflik yang dihadapinya. Subkultur
seseorang diharapkan dapat mempengaruhi perilakunya sehingga akan terbentuk perilaku yang
sama dengan budayanya (M. Kamil Kozan, 2002:93-96).

E. Konflik Keputusan

Setiap keputusan yang diambil pada tingkat manapun haruslah memperhatikan


kebutuhan sekeliling yang terpengaruh oleh keputusan konflik, dan oleh karena itu resolusi

16
konflik merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan. Seberapa baik konflik
diselesaikan tergantung pada keahlian dan karakter kepemimpinan pengambil keputusan.
Keputusan apa pun yang diambil ditujukan untuk menyeimbangkan kepentingan lawan
dan pada dasarnya merupakan alokasi sumber daya bersama di antara kelompok yang berbeda.
Intinya di sini adalah bahwa di setiap organisasi ada sumber daya langka yang perlu
dialokasikan di antara kelompok-kelompok yang bersaing dan oleh karena itu pengambil
keputusan harus memastikan bahwa semua kebutuhan dan empati dari berbagai kelompok
dipertimbangkan saat membuat keputusan. Karena sebagian besar keputusan melibatkan
beberapa komponen emosional, pembuat keputusan harus sangat peka terhadap kebutuhan
orang-orang yang dipengaruhi oleh keputusan tersebut.
Kebanyakan orang berpikir, mereka berdiskusi, berdebat atau memikirkan tindakan
terbaik yang harus diambil lalu bertindak. Jika kita memperhatikan apa yang terjadi di dalam
diri kita saat mencoba membuat keputusan, menentukan jalur terbaik atau mengetahui apa yang
benar untuk kita, merupakan proses yang sangat berbeda.

F. Langkah Penyelesaian Konflik

Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan adalah topik yang umumnya dianggap
berbeda, namun sebenarnya saling terkait sedemikian rupa sehingga digunakan bersamaan
untuk menghasilkan solusi yang paling baik. Untuk mencapai hasil terbaik dari sebuah masalah
yang berisi informasi memadai, terdapat beberapa langkah pemecahan masalah biasanya
digunakan. Langkah-langkah tersebut anatara lain;
1. Meneliti masalah;
2. Menguraikan masalah;
3. Mendeteksi alasan utama yang memungkinkan terjadinya masalah;
4. Mengidentifikasi serangkaian teknik untuk menerapkan, dan hasilnya;
5. Menghasilkan pilihan alternatif melalui proses seperti brainstorming, diskusi antar
kelompok dan proses lainnya;
6. Memilih metode paling sederhana yang bisa menyelesaikan akar permasalahan;
7. Menerapkan metode yang dipilih;
8. Monitoring dan review hasil eksekusi.

17
Adanya ketidaksempurnaan dalam proses diatas mengasumsikan bahwa terdapat hasil
yang ideal, informasi tersedia untuk mencapai hasil ideal tersebut, namun orang-orang yang
mengambil bagian dalam proses bertindak rasional tidak biasa melakukannya. Kelemahan lain
adalah emosi orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Fokus utama pengelolaan
konflik adalah mengurangi efek emosi semua pihak dan membuat mereka berpikir rasional.
Pilihan solusi yang khas adalah:
1. Memaksa/ Mengarahkan – Metode dimana atasan dengan kekuatan otonom memiliki
hak untuk memaksakan keputusan
2. Melembutkan/ Mengakomodasi – Menegosiasikan masalah dan mencoba menyelesaikan
perselisihan
3. Kompromi/ Rekonsiliasi – Memberi dan mengambil pendekatan di mana masing-masing
pihak menyerahkan sesuatu untuk mendapatkan solusi. Tingkat perselisihan membatasi
jumlah pilihan yang muncul
4. Pemecahan Masalah/ Berkolaborasi – Mengacu pada pengambilan keputusan kolektif
untuk menghasilkan solusi yang konvensional
5. Menghindari/ Menarik/ Menerima – Metode yang mungkin tidak menyelesaikan
perselisihan namun memungkinkan waktu untuk menenangkan emosi
Salah satu pendekatan ini dapat digunakan untuk pengelolaan konflik tergantung pada
sifat konflik, walaupun ada fokus utama untuk mengendalikan tingkat perselisihan. Tapi, pada
waktunya, masalah mendasar dari konflik harus dipecahkan secara keseluruhan. Untuk
membuat keputusan yang tepat, tersedianya data yang cukup dan tepat jelas diperlukan.
Banyak keputusan yang sifatnya tidak sesederhana tetapi data yang tersedia tidak cukup
memadai atau sulit didapatkan.
Masalah yang bisa kita hadapi pun bisa merupakan masalah sederhana hingga yang
sangat masalah yang mengerikan.
 Masalah yang mengerikan adalah jenis masalah yang terus berubah dan menuntut
kompleksitas dan emosi. Pendekatan iteratif adalah paling baik untuk masalah seperti
ini, karena setiap langkah keputusan bisa menyederhanakan masalahnya.
 Dalam dilema, kita harus memilih solusi yang paling buruk karena tidak ada jawaban
yang tepat untuk masalah ini, namun memilih solusi selalu lebih baik daripada tidak
membuat keputusan.

18
 Teka-teki adalah pertanyaan rumit yang memiliki jawaban spekulatif atau hipotetis.
 Teka-teki dan misteri membutuhkan penilaian superlatif dalam keadaan tertentu.
Kurangnya waktu untuk mengambil keputusan merupakan kendala yang sering muncul
 Masalah yang membutuhkan kerja keras untuk dipecahkan. Implementasi proses
pemecahan masalah haruslah secara hati-hati dan benar dapat menunjukkan hasil terbaik.

Usaha manusia untuk meredakan pertikaian atau konflik dalam mencapai kestabilan
dinamakan dengan akomodasi. Pihak-pihak yang berkonflik kemudian saling menyesuaikan
diri pada keadaan tersebut dengan cara bekerja sama. Bentuk-bentuk akomodasi :

 Gencatan senjata, yaitu penangguhan permusuhan untuk jangka waktu tertentu, guna
melakukan suatu pekerjaan tertentu yang tidak boleh diganggu. Misalnya : untuk
melakukan perawatan bagi yang luka-luka, mengubur yang tewas, atau mengadakan
perundingan perdamaian, merayakan hari suci keagamaan, dan lain-lain.
 Abitrasi, yaitu suatu perselisihan yang langsung dihentikan oleh pihak ketiga yang
memberikan keputusan dan diterima serta ditaati oleh kedua belah pihak. Kejadian
seperti ini terlihat setiap hari dan berulangkali di mana saja dalam masyarakat, bersifat
spontan dan informal. Jika pihak ketiga tidak bisa dipilih maka pemerintah biasanya
menunjuk pengadilan.
 Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi tidak diberikan
keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan
antara Indonesia dengan Belanda.
 Konsiliasi, yaitu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak-pihak yang berselisih
sehingga tercapai persetujuan bersama. Misalnya : Panitia tetap penyelesaikan
perburuhan yang dibentuk Departemen Kestabilan dan Tenaga Kerja. Bertugas
menyelesaikan persoalan upah, jam kerja, kesejahteraan buruh, hari-hari libur, dan lain-
lain.
 Jalan buntu, yaitu; keadaan ketika kedua belah pihak yang bertentangan memiliki
kekuatan yang seimbang, lalu berhenti pada suatu titik tidak saling menyerang.
Keadaan ini terjadi karena kedua belah pihak tidak mungkin lagi untuk maju atau

19
mundur. Sebagai contoh : adu senjata antara Amerika Serikat dan Uni Soviet pada
masa Perang dingin.
 Ajudikasi, yaitu penyelesaian perkara atau sengketa di pengadilan.

Adapun cara-cara yang lain untuk memecahkan konflik adalah :

 Eliminasi, yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat di dalam konflik, yang
diungkapkan dengan ucapan antara lain : kami mengalah, kami keluar, dan sebagainya.
 Subjugasi atau dominasi, yaitu orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar
untuk dapat memaksa orang atau pihak lain menaatinya. Sudah barang tentu cara ini
bukan suatu cara pemecahan yang memuaskan bagi pihak-pihak yang
terlibat.Contohnya adalah
 Aturan mayoritas, yaitu suara terbanyak yang ditentukan melalui voting untuk
mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan argumentasi.
 Persetujuan minoritas, yaitu kemenangan kelompok mayoritas yang diterima dengan
senang hati oleh kelompok minoritas. Kelompok minoritas sama sekali tidak merasa
dikalahkan dan sepakat untuk melakukan kerja sama dengan kelompok mayoritas.
 Kompromi, yaitu jalan tengah yang dicapai oleh pihak-pihak yang terlibat di
dalam konflik.
 Integrasi, yaitu mendiskusikan, menelaah, dan mempertimbangkan kembali pendapat-
pendapat sampai diperoleh suatu keputusan yang memaksa semua pihak.

Langkah-langkah penyelesaian masalah;


1. Menciptakan Suasana Positif
Pernahkah Anda melihat beberapa karakter orang-orang yang periang dan
menciptakan suasana yang hangat dalam sebuah komunitas? Walaupun Anda memiliki
pembawaan yang introvert, namun kabar baiknya, kemampuan untuk dapat membuat suasana
lingkungan menjadi lebih positif dapat dilatih.
Anda dapat melatih kemampuan untuk membuka percakapan yang hangat dan
memberi salam atau sapa kepada orang-orang di kantor. Apabila Anda mengalami perbedaan
pendapat dengan rekan atau atasan di kantor, berikan sanggahan dengan bahasa yang sopan
dan tidak menjatuhkan. Hal tersebut akan membuat orang lain tetap nyaman berkomunikasi
dengan Anda dan menghindarkan diri Anda dari konflik.

20
2. Menerima Perbedaan Karakter
Menurut penelitian, setidaknya 49% penyebab konflik dikarenakan perbedaan
karakter dan prinsip tiap individu. Hindarilah setiap konflik dengan cara memahami
tingkah laku dan cara pandang setiap orang. Terimalah perbedaan karakter tersebut
dengan rasa syukur bahwa karakter setiap manusia adalah unik.
3. Hindari Perilaku Emosional
Pernahkah Anda mengalami situasi yang penat sehingga membuat emosi Anda
tidak terbendung? Anda tentu mengetahui bahwa kemarahan dapat membuat suatu
hubungan menjadi renggang dan bisa saja menyakiti hati orang lain. Anda tidak mau
rekan kerja Anda menjauh dari Anda bukan? Ketika Anda dalam keadaan emosi,
usahakan untuk mengambil sikap tenang atau mohon izin untuk keluar dari ruangan
dan menghirup udara yang segar. Selalu pikirkan hal-hal yang positif dan berpikir
panjang sebelum berkata-kata dan bertindak. Ingatlah bahwa ketika hubungan Anda
renggang dengan rekan sekerja, maka kerja sama tidak akan berlangsung dengan baik
dan suasana kantor akan tidak kondusif.
4. Berkomunikasi dengan Santun
Setiap orang pasti ingin dihargai dan dihormati. Sebelum Anda ingin dihormati
orang lain, tunjukkan terlebih dahulu rasa hormat Anda kepada mereka dengan cara
tata bahasa yang sopan santun. Anda tentu sudah mengetahui 3 magic words yang
selalu menjadi kekuatan dalam sebuah komunikasi 3 kata tersebut diantaranya, “terima
kasih, maaf dan tolong.” Selain itu, dalam berkomunikasi melalui media sosial pun
perlu menjadi perhatian khusus berikutnya mengingat komunikasi secara verbal saja
bisa jadi menyulut konflik apabila cara penyampaiannya kurang benar, apalagi di
media sosial dimana pembaca pesan hanya menerima kalimat dengan tanda baca tanpa
mendengar suara secara langsung serta melihat ekspresi dari pemberi pesan.
5. Ketahui Apa yang Penting Bagi Orang Lain
Hal ini perlu menjadi perhatian juga bagi kita ketika berhubungan dengan
orang lain, termasuk rekan kerja di kantor. Ketahui secara jelas dan pahami hal-hal
yang dianggap penting bagi rekan kerja Anda. Misalnya Anda memiliki rekan kerja
yang sangat rapi dan ingin segala sesuatunya teratur. Apabila Anda tidak ingin

21
memiliki konflik dengannya, jangan sekali-kali mengotori meja kerjanya atau
mengerjakan hal-hal yang tidak teratur dan berkaitan dengannya.
6. Berikan Kritik dengan Cara yang Benar dan Santun
Setiap orang pasti memiliki kelemahan. Sebagai seorang teman yang baik,
tentu saja kita perlu saling memberikan saran dan kritik kepada rekan kerja kita agar
hasil kinerja semakin meningkat. Namun terkadang kita merasa canggung untuk
mengatakannya secara langsung karena takut menyakiti hatinya dan alhasil malahan
membuat hubungan menjadi renggang. Berikan saran dengan cara mencari waktu
khusus untuk berbicara dengannya secara 4 mata. Hindari memberikan kritik di depan
umum karena akan mempermalukan dia. Beri tahu hal-hal positif yang ia lakukan
berikut dengan hal-hal yang Anda rasa perlu ia
tingkatkan.
7. Dahulukan Dukungan daripada Kritikan
Cara ini juga dapat Anda lakukan untuk menghindari konflik. Pernahkah Anda
mendapatkan rekan kerja yang terlambat mengumpulkan deadline kerja yang
berhubungan langsung dengan pekerjaan Anda juga? Tentu saja hal ini akan
menghambat tugas Anda juga bukan? Berikan support dan tawarkan bantuan Anda
kepadanya agar tugas tersebut cepat terselesaikan. Hal ini tentu saja memerlukan usaha
lebih dari Anda namun cara ini malahan dapat membuat Anda menjadi rekan kerja
yang dapat diandalkan oleh orang lain. Siapa tahu Anda malahan mendapatkan
promosi naik jabatan oleh atasan karena kinerja Anda yang baik.
8. Harga Setiap Pendapat Orang Lain
Setiap orang memiliki pandangan, ide dan cara tersendiri dalam menghadapi
suatu tantangan. Apabila Anda sedang dalam perbedaan pendapat, hargai setiap
pendapat dari rekan-rekan kerja Anda. Belajarlah untuk banyak mendengarkan
daripada berbicara. Anda tidak akan tahu kebaikan dan maksud dari pendapat orang
lain apabila Anda tidak mencoba untuk mendengarkan. Harga pendapat mereka
walaupun terkadang ada juga pendapat yang pada akhirnya tidak harus diterima
sepenuhnya.

22
9. Jangan Menghakimi di Depan Umum
Apabila Anda ingin membuat rekan kerja Anda tidak menyukai Anda dan
membuat musuh yang banyak di dalam sebuah kantor, Anda hanya tinggal
menghakimi setia kesalahan mereka di depan umum. Inilah cara yang paling ampuh.
Namun apabila Anda berniat sebaliknya dengan mencari kawan sebanyak mungkin di
kantor, berbuatlah sebaliknya. Percayalah bahwa cara ini sangat ampuh. Anda tidak
percaya? Silakan membuktikannya!
10. Libatkan Tim dan Berikan Informasi yang Sesuai
Hindari bekerja sendiri dan tidak melibatkan tim Anda dan berikan informasi
mengenai kemajuan pekerjaan dalam sebuah tim. Buat suasana kekeluargaan dan
saling menghargai dalam tim kerja Anda.
11. Tinggalkan Masalah Pribadi
Hal ini sangat sering terjadi ketika ada permasalahan pribadi di keluarga atau
dengan teman dapat terbawa ke dalam suasana kerja kantor atau sebaliknya. Belajarlah
untuk bersikap profesional. Segera selesaikan setiap masalah dan konflik dengan cara
yang benar dan tidak membawa masalah tersebut kepada bagian lain dalam kehidupan
Anda. Usahakan bahwa masalah sehari cukuplah untuk sehari. Jangan biarkan masalah
berkelanjutan dan berlarut-larut.
12. Selesaikan Masalah Kecil
Masalah yang besar tentu saja berawal dari hal-hal kecil yang terlihat sepele.
Jangan anggap enteng sebuah masalah kecil. Segera bereskan dan move on dari
masalah tersebut.

G. Latihan Penyelesaian Konflik


Latihan penyelesaian konflik dengan membentuk sebuah kelompok, di dalam
kelompok tersebut di buat ada perbedaan pendapat antar individu yang menimbulkan konflik,
sehingga kelompok tersebut diberikan tantangan bagaimana caranya latihan menyelesaikan
konflik yang ada.

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Konflik merupakan hal yang tidak bisa dihindari dalam sebuah organisasi,
disebabkan oleh banyak faktor yang pada intinya karena organisasi terbentuk dari banyak
individu & kelompok yang memiliki sifat & tujuan yang berbeda satu sama lain.
Kehadiran konflik dalam suatu organisasi tidak dapat dihindarkan tetapi hanya dapat
dieliminir. Konflik dalam organisasi dapat terjadi antara individu dengan individu, baik
individu pimpinan maupun individu karyawan, konflik individu dengan kelompok maupun
konflik antara kelompok tertentu dengan kelompok yang lain. Tidak semua konflik merugikan
organisasi. Konflik yang ditata dan dikendalikan dengan baik dapat berujung pada keuntungan
organisasi sebagai suatu kesatuan, sebaliknya apabila konflik tidak ditangani dengan baik serta
mengalami eskalasi secara terbuka dapat merugikan kepentingan organisasi.
Dari referensi tersebut maka upaya dalam penanganan konflik baik yang bersifat
interpersonal, intergroup maupun interorganization dapat ditanggulangi dan diselesaikan
secara efektif. Hal ini merupakan tantangan sekaligus sebagai peluang untuk belajar dan
menambah pengalaman para pemimpin atau pengelola organisasi lembaga pendidikan saat ini
maupun masa mendatang.

24
DAFTAR PUSTAKA

https://media.neliti.com/media/publications/78255-ID-manajemen-konflik-dalam-
organisasi.pdf

https://sharingaddicted.com/konflik-dan-dilema-dalam-pengambilan-keputusan/

https://id.wikipedia.org/wiki/Penyelesaian_konflik

https://www.finansialku.com/penyelesaian-konflik-resolusi-konflik/

Lumintang, Juliana. 2015. Dinamika Konflik Dalam Organisasi. e-journal “Acta Diurna”
Volume IV. No.2. Tahun 2015.

25

Anda mungkin juga menyukai