Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KONSEP MANAJEMEN KONFLIK

KEPERAWATAN

DOSEN PEMBIMBING: Ns. Yossi Fitriani, M.Kep

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

ELSI RENIKA

NADYA YUNEL PUTRI

PEBRINA ROZA LINDA

SISI YULIA PUTRI

STIKES YARSI SUMBAR BUKITTINGGI

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT.

Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah

ini. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Manajemen

Keperawatan dengan judul “Konsep Manajemen Konflik”.

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun mendapat masukan dan

bimbingan dari berbagai pihak sehingga makalah ini bisa selesai. Untuk itu pada

kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penyusun  menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penyusunan

makalah ini, karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penyusun. Untuk

itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi

lebih baik laginya makalah ini.

Akhir kata, penyusun berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat

bagi penyusun khususnya dan pembaca pada umumnya.

Bukittinggi, 7 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul..............................................................................................

Kata Pengantar............................................................................................. i

Daftar Isi...................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan....................................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah............................................................................ 2

C. Tujuan.............................................................................................. 2

Bab II Pembahasan....................................................................................... 3

A. Definisi Konflik............................................................................... 3

B. Sejarah Terjadinya Manajemen Konflik.......................................... 3

C. Sumber Konflik................................................................................ 4

D. Kategori Konflik.............................................................................. 6

E. Penyebab Konflik........................................................................... 7

F. Proses Konflik.................................................................................. 11

G. Penyelesaian Konflik....................................................................... 12

H. Hasil Manajemen Konflik................................................................ 16

Bab III Penutup............................................................................................ 17

A. Kesimpulan...................................................................................... 17

Daftar Pustaka

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-

orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi. Mengingat adanya

berbagai macam perkembangan dan perubahan dalam bidang manajemen,

maka adalah rasional untuk menduga akan timbulnya perbedaan perbedaan

pendapat, keyakinan-keyakinan serta ide-ide.

Setiap organisasi dimana manusia berinteraksi mempunyai

kemungkinan terjadi konflik. Institusi kesehatan mempunyai banyak

kelompok-kelompok yang berinteraksi, staf dengan staf, staf dengan pasien,

staf dengan keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter dan sebagainya.

Interaksi-interaksi ini sering menimbulkan konflik.

Konflik berhubungan dengan perasaan-perasaan termasuk perasaan

diabaikan, dipandang sebagai mana adanya, diperlakukan seperti budak, tidak

dihargai. Hal ini berhubungan dengan kurangnya harga diri dan tidak di

anggap berharga. Perasaan-perasaan individu menimbulkan suatu titik

kemarahan. Hal ini mengakibatkan perilaku bermaksud jahat seperti berfikir,

berdebat, atau berkelahi.

Individu dapat membiarkan perasaan dan perilakunya dalam bekerja.

Penurunan produktifitas, kadang-kadang dengan maksud tertentu, dan sengaja

dibuat kesalahan-kesalahan.

Di samping itu perlu diingat bahwa orang-orang bekerja sama erat satu

sama lain dan khususnya dalam rangka upaya mengejar sasaran-sasaran

1
umum, maka cukup beralasan untuk mengasumsi bahwa dengan

berlangsungnya waktu yang cukup lama, pasti akan timbul perbedaan-

perbedaan pendapat antara meraka. mengingat bahwa konflik tidak dapat

dihindari, maka approach yang baik untuk diterapkan adalah pendekatan

mencoba memanfaatkan konflik demikian rupa, hingga ia tetap serta efektif

untuk sasaran-sasaran yang di inginkan. Pendekatan konflik sebagai bagian

normal dari perilaku dapat di manfaatkan sebagai alat untuk mempromosikan

dan mencapai perubahan-perubahan yang di kehendaki.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Definisi Konflik?

2. Bagaimana Sejarah Terjadinya manajemen konflik?

3. Apa Kategori Konflik?

4. Apa Penyebab dari Konflik?

5. Bagaimana Proses Terjadinya Konflik?

6. Bagaimana Penyelesaian Konflik?

7. Bagaimana Hasil dari Manajemen Konflik?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Definisi Konflik

2. Untuk Mengetahui Bagaimana Sejarah Trjadinya Manajemen Konflik

3. Untuk Mengetahui Kategori Konfllik

4. Untuk Mengetahui Penyebab dari Konflik

5. Untuk Mengetahui Proses Terjadinya Konflik

6. Untuk Mengetahui Bagaimana Penyelesaian Konflik

7. Untuk Mengetahui Hasil dari Manajemen Konflik

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Konflik

Konflik adalah masalah internal dan eksternal yang terjadi sebagai

akibat dari perbedaan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua orang

atau lebih. (Marquis & Huston 1998).

Konflik dapat di kategorikan sebagai suatu kejadian atau proses.

Sebagai suatu kejadian, konflik terjadi dari suatu ketidak setujuan antara dua

orang atau organisasi dimana seseorang tersebut menerima sesuatu yang akan

mengancam kepentingannya. Sebagai proses, konflik di manifestasikan

sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang atau

kelompok berusaha menghalangi atau mencegah kepuasan diri seseorang.

Konflik adalah suatu hal yang penting dan secara aktif mengajak

organisasi untuk terjadinya suatu konflik yang berarti juga sebagai

pertumbuhan produksi. Teori ini menekankan bahwa konflik dapat berakibat

pertumbuhan produksi dan kehancuran organisasi, tergantung bagaimana

manajer mengolahnya. Karena konflik adalah suatu yang tidak dapat

dihindarkan dalam suatu organisasi, maka manajer harus mengolahnya

dengan baik.

B. Sejarah Terjadinya Manajemen Konflik

Sejarah terjadinya suatu konflik di suatu organisasi dimulai seratus

tahun yang lalu, dimana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan

peristiwa yang pasti terjadi di organisasi. Pada awal abad ke-20, konflik

3
diindikasikan sebagai suatu kelemahan manajemen disuatu organisasi dan

harus dihindarkan.

Keharmonisan suatu organisasi sangat diharapkan, tetapi konflik selalu

akan merusaknya. Sewaktu konflik mulai terjadi pada suatu organisasi,

meskipun dihindari dan ditolak, maka harus diselesaikan secepatnya. Konflik

sebenarnya dapat dihindari, kalo staf diarahkan terhadap suatu tujuan yang

jelas dalam melaksanakan tugasnya dan ketidakpuasan staf harus

diekspresikan secara langung supaya masalah tidak menumpuk dan

bertambah banyak.

Pada pertengahan abad ke-19, sewaktu ketidak puasan staf dan umpan

balik dari atasan tidak ada, maka konflik diterima secara pasif dan sebagai

suatu kejadian yang normal dalam organisasi. Oleh karena itu sebagai

manajer harus belajar tentang bagaimana menyelesaikan konflik tersebut dari

pada berusaha menghindarinya. Meskipun konflik dalam organisasi sebagai

suatu unsur penghambat staf dalam melaksanakan tugasnya, tetapi diakui

bahwa konflik dan kerjasama dapat terjadi secara bersamaan.

C. Sumber Konflik

Shetach (2012) menyatakan bahwa konflik terjadi disebabkan karena:

(1) perbedaan interpersonal pada setiap dimensi-umur, jenis kelamin, ras,

pandangan, perasaan, pendidikan, pengalaman, tingkah laku, pendapat,

budaya, kebangsaan, keyakinan, dan lain-lain, (2) perbedaan kepentingan

dalam hubungan antar manusia karena perbedaan budaya, posisi, peran,

status, dan tingkat hirarki.

4
Menurut Robbins (2008), konflik muncul karena ada kondisi yang

melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut

juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu :

komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.

1. Komunikasi

Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan

kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber

konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik,

pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran

komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi

kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.

2. Struktur

Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup:

ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota

kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan

anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan

dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan

bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang

mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin

terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan

terjadinya konflik.

3. Variabel Pribadi

Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang

meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik

5
kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan

(idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan

menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang

sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan

sumber konflik yang potensial.

D. Kategori Konflik

Konflik dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :

1. Intrapersonal

Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan

masalah internal untuk mengklarifikasikan nilai dan keinginan dari

konflik yang terjadi. Hal ini sering di manifestasikan sebagai akibat dari

kompetisi peran. Misalnya, manajer mungkin merasa konflik

intrapersonal dengan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas

terhadap pekerjaan dan loyalitas kepada pasien.

2. Interpersonal

Konflik yang terjadi antar dua orang atau lebih dimana nilai, tujuan dan

keyakinan berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara

konstan berinteraksi dengan orang lain sehingga ditemukan perbedaan-

perbedaan. Manajer sering mengalami konfik dengan teman sesama

manajer, atasan dan bawahannya.

3. Intergroup ( Antar Kelompok )

6
Konflik terjadi antara dua atau lebih dari kelompok orang, departemen

atau organisasi. Sumber jenis konflik ini adalah hambatan dalam

mencapai kekuasaan dan otoritas ( kualitas jasa layanan ), keterbatasan

prasarana.

Konflik yang terjadi pada suatu organisasi merefleksikan konflik

intrapersonal, interpersonal dan antar kelompok. Tapi dalam organisasi

konflik dipandang sebagai konflik secara vertikal dan horizontal (Marquis

& Huston, 1998). Konflik vertikal terjadi atasan dan bawahan. Konflik

horizontal terjadi antara staf dengan kedudukan atau posisi yang sama.

Misalnya konflik horizontal ini meliputi wewenang, keahlian dan praktik.

E. Penyebab Konflik

1. perilaku menetang

Perilaku menetang dapat menimbulkan konflik. Yang menghasilkan

perasaan bersalah pada seseorang dimana perilaku ini di tunjukan.

Manajer perawat harus menentukan perilaku bahwa seseorang yang

memperlihatkan perilaku menentang dapat menimbulkan konflik.

Menentang adalah ancaman pada suatu dialog yang rasional.

Seorang penentang menentang kewenangan manajer perawat melalui

perilaku kenakalan dan perilaku yang keras, perilaku ini mungkin berlaku

verbal dan non verbal.

Murfhy menggambarkan tiga versi penentang. Pertama adalah

Competitive Bomber yang mudah menolak untuk bekerja. Orang ini

sering menggerutu dengan bergumam yang dapat diterjemahkan sebagai

“urus aja sendiri”. Mereka dengan wajah cemberut pergi meninggalkan

7
manajer perawat atau tidak masuk kerja. Penentang kompetitif ini dapat

merusak secara agresif berupa serangan yang sengaja. Mereka

berkomentar tentang kondisi kerja yang tidak adil dan kacau, manipulasi

dan jadwal kerja yang jelek. Perilaku-perilaku ini dilakukan untuk

memancing respons manajerial. Apabila mereka mendapatkan suatu

respon , mereka merajuk dan memaksa untuk mendapatkan dukungan

teman-teman sejawat bahkan manajemen lebih tinggi.

Penentang kedua adalah Martyred Accomodator yang menggunakan

kepatuhan palsu. Mereka bekerja dan mampu bekerja sama tetapi juga

sambil melakukan ejekan dan hinaan, mereka mengeluh dan mengkritik

untuk mendapat dukungan yang lain.

Yang ketiga adalah Avolder. penentang ini menghindarkan kesepakatan

dan partisipasi. Mereka tidak merespon terhadap manajer perawat.

Apabila kondisi berubah maka mereka menghindar untuk berpartisipasi.

2. Stres

Konflik menimbulkann stres, ketakutan, kecemasan dan perubahan dalam

hubungan profesional. Kondisi-kondisi ini dapat berpotensial

menimbulkan konflik. Stresor termasuk “mendapatkan tanggung jawab

sedikit, kurangnya partisipasi dalam membuat keputusan, kurangnya

dukungan manajerial, keharusan untuk meningkatkan standar penampilan

dan penyesuaian dengan perubahan tekhnologi yang cepat”. Biaya stres

pada tahun 1973 diperkirakan 1 sampai 3 % dari GNP (gross national

product). Dan bisa saja angka tersebut meningkat setelah tahun 1973.

8
Kepenatan adalah hasil dari stres. Manajer perawat merasa penat karena

mencoba mempertahankan sistem pendukung untuk memberi perawatan.

Perawat klinis merasa penat karena mencoba untuk memberikan asuhan

keperawatan kualitas tinggi.

Konfrontasi, ketidak setujuan. Dan kemarahan adalah bukti dari stres dan

konflik. Stres dan konflik disebabkan karena kurangnya hubungan yang

dilakukan manusia, termasuk harapan-harapan yang tidak terpenuhi.

Stres pada pasien dapat menimbulkan penyakit ringan introgenik,

komplikasi dan pelambatan pemuliahan. Hal ini dapat ditimbulkan oleh

depresi atau kecemasan. Dan staf yang stres tidak dapat menghadapi

pasien yang stres, dan ini dapat menimbulkan tidak efisien, ketidak

puasan kerja dan tidak mengacuhkan perawatan. Pada akhirnya staf

terpancing dalam konflik. Mereka juga dapat mengelami penyakit ringan

iatrogenik seperti pasien-pasien mereka. Keluarga pasien dapat

menambah stres bila tidak ditangani dengan baik, meningkatnya stres

pada pasien dan staf menurunkan keefektifan penggunaan waktu masalah-

masalah ini meningkatnya biaya perawatan pasien, meningkatnya rasa

sakit dan menurunnya efisiensi dan efektivitas perawatan. Dimasa yang

akan datang pasien dapat pergi kemana saja untuk mendapatkan

perawatan, apakah inisiatif sendiri maupun atas rekomendasi dokter,

keluarga, teman atau kenalan.

3. Ruang

Apabila perawat harus bekerja dalam ruangan yang sempit, mereka harus

berinteraksi secara konstan dengan anggota staf yang lain, pengunjung

9
dan dokter-dokter. Terutama pada ruang/unit perawatan intensif yang

penuh sesak. Menimbulkan kepenatan dan pergantian.

4. Kewenangan Dokter

Dokter-dokter dilatih untuk berwenang terhadap perawat. perawat

masakini ingin menjadi lebih mandiri, mempunyai tanggung jawab

profesional, dan tanggung gugat untuk perawatan pasien. Mereka banyak

menggunakan waktu berada didekat pasien dari pada dokter, dan sering

kali mempunyai usulan yang valid dalam mengubah tindakan terapi. Para

dokter terkadang melalaikan usulan-usulan mereka, yang menunjukan

mereka tidak menginginkan umpan balik. Perawat menjadi marah bila

harga diri mereka menurun. Komunikasi gagal, terutama komunikasi dua

arah.

5. Keyakinan, Nilai dan Sasaran

Aktifitas atau presepsi-presepsi yang tidak cocok menimbulkan konflik.

Hal ini terbukti apabila perawat mempunyai keyakinan, nilai dan sasaran

yang berbeda dengan manajer perawat, doter, pasien pengunjung,

keluarga, bagian administrasi, dan yang lainnya. Nilai-nilai perawat dapat

masuk kedalam konflik-konflik yang berhubungan dengan persoalan

secara etika yang termasuk perintah-perintah untuk tidak melakukan

resusitasi, pernyataan-pernyataan yang tidak manusiawi, aborsi, adiksi,

AIDS, dan masalah-masalah lainnya. Sasaran pribadi sering kali konflik

dengan sasaran organisasi, terutama yang berhubungan dengan

pengaturan staf, pengaturan jadwal, dan suasana kerja.

10
Perawat yang harus melanggar standar pribadinya akan melawan sistem.

Hal ini dapat merendahkan mereka dan menyebabkan hilangnya harga diri

dan stres emosional. Mereka harus mengetahui bahwa keyakinan mereka,

nilai-nilai dan sasaran pribadinya di hargai. Seperti orang lain, perawat

bertindak untuk melindungi citra diri atau umum dirinya bila ditekan atau

di serang. Respon mereka sesuai dengan harapan orang lain terhadap

mereka, sebagai mana mereka ingin disetujui. Mereka akan

mempertahankan hak-hak dan pertimbangan profesionalnya. Egonya

mudah terluka dan menjadi masalah besar dalam konflik. Pertahanan

menjadi lebih panas bila salah satu atau kedua bagian konflik tidak di

informasikan atau dimanipulasi. Bila perawat tidak dikenal atau dihargai

mereka merasa tidak berdaya bila mereka tidak mampu mengontrol

situasi.

F. Proses Konfllik

Proses konflik dibagi menjadi beberapa tahapan antara lain :

1. Konflik Laten

Tahapan konflik yang terjadi terus menerus (laten) dalam suatu

organisasi. Misalnya, kondisi tentang keterbataan staf dan perubahan yang

cepat. Kondisi tersebut memicu pada ketidak stabilan suatu organisasi dan

kualitas produksi, meskipun konflik yang ada kadang tidak tampak secara

nyata atau tidak pernah terjadi.

2. Konflik yang dirasakan ( felt konflik)

Konflik yang terjadi karena adanya suatu yang dirasakan sebagai

ancaman, ketakutan, tidak percaya, dan marah. Konflik ini disebut juga

11
sebagai konflik “affectives”. Hal ini penting bagi seseorang untuk

menerima konflik dan tidak merasakan konflik tersebut sebagai suatu

maslah/ancaman terhadap keberadaannya.

3. Konflik yang nampak / sengaja ditimbulkan

Konflik yang sengaja dimunculkan untuk mencari solusi. Tindakan yang

dilaksanakan mungkin menghindar, kompetisi, debat atau mencari

penyelesaian konflik. Setiap orang tidak sadar belajar menggunakan

kompetisi, kekuatan dan agresivitas dalam menyelesaikan konflik dalam

perkembangannya. Sedangkan penyelesaian konflik dalam suatu

organisasi, memerlukan suatu upaya dan strategi untuk mencapai tujuan

organisasi.

4. Resolusi konflik

Resolusi konflik adalah suatu penyelesaian masalah dengan cara

memuaskan semua orang yang terlibat di dalamnya dengan prinsip “win-

win solution” .

5. Konflik “Aftermatch”

Konflik yang terjadi akibat dari tidak terselesaikannya konflik yang

pertama. Konflik ini akan menjadi masalah besar kalau tidak segera

diatasi atau dikurangi penyebab dari konflik yang sama.

G. Penyelesaian Konflik

1. Langkah-langkah

Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan suatu konflik

meliputi :

a. Pengkajian

12
1) Analisa situasi

Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang

diperlukan. Setelah fakta dan memvalidasi semua perkiraan

melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang terlihat

dan peran masing-masing. Tentukan jika situasinya bisa berubah.

2) Analissa dan mematikan isu yang berkembang

Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan

masalah utama yang memerlukan suatu penyelesaian dimulai dari

masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah dalam satu

waktu.

3) Menyusun tujuan

Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.

b. Identifikasi

1) Mengelola perasaan

Hindari suatu respon emosional : marah, dimana setiap orang

mempunyai respon yang berbeda terhadap kata-kata, ekspresi dan

tindakan.

c. Intervensi

1) Masuk pada konflik

2) Diyakini dapat diselesaikan dengan baik.

3) Identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.

4) Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik

Penyelesaian konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi

metode yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

13
2. Strategi Penyelesaian Konflik

Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi 6 :

a. Kompromi atau Negosiasi

Suatu srtategi penyelesaian konflik dimana semua yang terlibat saling

menyadari dan sepakat tentang keinginan bersama. Penyelesaian

seperti ini sering diartikan sebagai “lose-lose situation” kedua unsur

yang terlibat menyerah dan menyepakati hal yang telah dibuat.

Didalam manajemen keperawatan strategi ini sering digunakan oleh

midle – dan top manajer keperawatan.

b. Kompetisi

Strategi ini dapat diartikan sebagai “win-lose” penyelesaian konflik.

Penyelesaian ini menekankan bahwa hanya ada satu orang atau

kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang kalah. Akibat

negatif dari strategi ini adalah kemarahan, putus asa dan keinginan

untuk perbaikan da masa mendatang.

c. Akomodasi

Istilah yang lain sering digunakan adalah ”cooprative”. Konflik ini

berlawanan dengan kompetisi. Pada strategi ini seseorang berusaha

mengakomodasi permasalahan-permasalahan dan memberi

kesempatan orang lain untuk menang. Masalah utama pada strategi

sebenarnya tidak terselesaikan. Strategi ini biasanya sering digunakan

dalam suatu politik untuk suatu kekuasaan dengan berbagai

konsekwensinya.

14
d. Smoothing

Penyelesaian konflik dengan mengurangi komponen emosional dalam

konflik. Pada strategi ini individu yang terlibat dalam konflik

berupaya mencapai kebersamaan dari pada perbedaan dengan penuh

kesadaran dan introspeksi diri. Strategi ini bisa ditetapkan pada

konflik yang ringan, tetapi untuk konflik yang besar misalnya

persaingan pelayanan/hasil produksi dan tidak dapat dipergunakan.

e. Menghindar

Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini menyadari

tentang masalah yang dihadapi tetapi memilih untuk menghindar atau

tidak menyelesaikan masalahnya. Strategi ini dipilih bila

ketidaksepakatan adalah membahayakan kedua pihak,biaya

penyelesaian lebih besar dari pada menghindar, atau maslah perlu

orang ketiga dalam menyelesaikannya atau jika masalah dapat

terselesaikan dengan sendirinya.

f. Kolaborasi

Strategi ini merupakan strategi “win-win solution” pada koloaborasi

kedua unsur terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama

dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya meyakini akan

mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan, masing-masing

meyakininya. Strategi kolaborasi tidak akan berjalan jika kompetisi

insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat

tidak memiliki kemampuandalam menyelesaikan masalah dan tidak

15
adanya kepercayaan dari kedua kelompok / seorangan (Bowditch &

Buono, 1994).

H. Hasil Manajemen Konflik

Apabila perhatian diberikan terhadap peranan manajer perawat dalam

meningkatkan suasana kerja perawat yang produktif, banyak kasus-kasus

konflik yang dapat di selesaikan. Pengetahuan dan keterampilan manajer

konflik yang terjadi adalah peran yang aktif dari manajer perawat.

Zamke menunjukan bahwa stres dan tekanan didalam merupakan

perangsang. Yang membuat nanajer lebih positif, lebih hati-hati dan pedulli

terhadap karyawannya. Dalam surveinya, ia menemukan bahwa dalam

penurunan memotivasi kinerja yang baik, memperbaiki keluaran, dan

menghilangkan pekerjaann yang tidak produktif yang dapat menimbulkan

masalah moral dan konflik. Dengan perubahan sistem pembayaran kembali

dirumah sakit, manajer perawat akan dihadapkan pada stres, tekanan kerja,

penurunan hasil kerja.

Konflik dapat menjadi sumber energi dan kreatifitas yang positif dan

membangun bila dikelola dengan baik. Jika tidak, konflik akan mengganggu

fungsi, dan menghancurkan, menghabiskan energi serta mengurangi

keefektifan organisasi dan pribadi.

Konflik dapat menghancurkan inisiatif atau kreatifitas, menyebabkan

perilaku bermusuhan dan kekacauan, hilangnya semangat tim dan hilangnya

keinginan untuk bekerja kearah pencapaian tujuan bersama, mengakibatkan

jalan buntu dan kemacetan. Kelola konflik jangan sampai meluas.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Jadi dapat disimpukan bahwa hubungan kerja perawat dan personel

yang lain, pasien dan keluarga dapat menimbulkan potensial konflik. Dalam

hal ini manajer perawat harus menguasai bagaimana mengelola konflik.

Penyebab-penyebab konflik termasuk perilaku menentang, stres, ruang yang

penuh sesak, kewenangan dokter, serta ketidak cocokan nilai dan sasaran.

Konflik dapat dicegah atau diatasi dengan disiplin, mempertimbangkan

tahap kehidupan, komunikasi termasuk mendengarkan secara aktif,

penggunaan lingkaran kualitas, dan ketetapan tentang latihan asertif bagi

manajer perawat.

Tujuan dari manajemen konflik termasuk memperluas tentang masalah,

meningkatkan alternatif pemecahan, dan mencapai kesepakatan dalam

keputusan yang dapat dilaksanakan serta keikhlasan terhadap keputusan yang

dibuat. Strategi khusus termasuk menghindar, akomodasi, kompetisi,

kompromi, dan kerja sama. Selain itu manajer perawat dapat mempelajari dan

menggunakan keterampilan khusus untuk mencegah dan mengelola konflik.

Manajemen konflik menjaga meluasnya konflik, membuat kerja lebih

produktif, dan dapat membuat konflik sebagai suatu kekuatan yang positif

dan membangun.

17
DAFTAR PUSTAKA

Harsono. (2010). Paradigma ”Kepemimpinan Ketua” dan Kelemahannnya.

Makara, Sosial Humaniora. 14(1), 56-64.

Hassan, B., Maqsood, A., & Muhammad, N. R. (2011). Relationship

between organizational communication climate and interpersonal conflict

management style. Pakistan Journal of Physicology, 42(2), 23-41.

Marquis, B. L. & Huston, C. J. (2010). Kepemimpinan dan

Manajemen Keperawatan: Teori dan Aplikasi. Edisi 4. Jakarta: EGC.

Mulyadi, dkk. (2013). Analisis Peran Kepemimpinan terhadap Motivasi

Kerja Pegawai pada Departemen Fasilitas Umum dan Penataan Lingkungan

Perum Peruri. Jurnal Managemen. 10 (3), 1305-1318

Anda mungkin juga menyukai