Anda di halaman 1dari 32

KONFLIK APARTHEID DI AFRIKA SELATAN

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Manajemen Konflik Dan Stres

Dosen Pengampu : Dwi Siti Tjiptaningsih, SE, MM

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Novita Sari 1710111036


Nuraini Qalbu Waty 1710111038
Anastasia Krizia 1710111053
Nada Arafah 1710111060

PRODI S1 MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang “Konflik
Apartheid di Afrika Selatan”. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas
yang diberikan dalam mata kuliah Manajemen Konflik dan Stres.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih


yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Jakarta, 20 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman

COVER ...............................................................................................................i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................4
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................5
1.3. Tujuan Penyusunan Makalah .....................................................................5
1.4. Manfaat Penyusunan Makalah ...................................................................5
1.5. Metode Penyusunan Makalah ....................................................................6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Konflik .....................................................................................7
2.2. Sumber-sumber Konflik ............................................................................9
2.3. Tipe-tipe Konflik .......................................................................................13
2.4. Penyebab Konflik dan Proses Terjadinya Konflik ....................................14
2.5. Dampak Dari Adanya Konflik ...................................................................18
2.6. Cara Menyelesaikan Konflik .....................................................................20
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Kasus..........................................................................................................22
3.2. Penyelesaian Kasus ....................................................................................27
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ................................................................................................29
4.2. Saran ..........................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Ada berbagai macam definisi tentang konflik, tergantung dari


bagaimana memaknai istilah itu. Secara umum konflik adalah ketidak
cocokan dari sejumlah bentuk interaksi. Menurut S.P. Robbin (2006),
konflik adalah sustu proses yang dimulai ketika suatu pihak menganggap
pihak lain secara negative mempengaruhi atau akan mempengaruhi
sesuatu/seseorang yang menjadi kepedulian pihak pertama. Dengan
demikian terjadinya suatu konflik itu adalah melalui suatu proses yang
dimulai dari adanya “anggapan” dari seseorang kepada orang lain, yang
kemudian menjadi masalah. Ada atau tidaknya suatu konflik dalam suatu
organisasi adalah tergantung dari persepsi-persepsi pihak-pihak yang terkait.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa


individu dalam suatu interaksi. Perbedaan tersebut diantaranya menyangkut
ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lainnya.
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan. Demikian halnya
dengan kehidupan di organisasi, setiap anggota organisasi senantiasa
dihadapkan oleh konflik baik internal maupun eksternal, baik antar individu
maupun antar kelompok. Konflik bisa menghambat jalannya organisasi jika
tidak di kelola dengan baik tetapi dapat bermanfaat jika dapat dikelola
dengan benar dan dicari solusinya.

Secara garis besar konflik adalah suatu masalah yang bisa terjadi
oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun. Pengelolaan konflik yang baik
akan bermanfaat sedangkaan pengelolaan konflik yang buruk akan
membawa masalah. Makalah ini mencoba menyajikan apa yang sebenarnya
didefinisikan sebagai konflik, pandangan mengenai konflik, sumber dan
jenis konflik, serta bagaimana proses terjadinya konflik.

4
1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah :

1. Apa Itu Konflik ?


2. Darimana Sumber Konflik Berasal ?
3. Apa Saja Tipe-Tipe Konflik ?
4. Bagaimana Penyebab Konflik dan Proses Ternyadinya Konflik ?
5. Bagaimana Dampak Dari Adanya Konflik ?
6. Bagaimana Cara Menyelesaikan Konflik?

1.3. Tujuan Penyusunan Makalah

Tujuan dari disusunnya makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui tentang konflik


2. Untuk mengetahui darimana sumber konflik berasal
3. Untuk mengetahui apa saja tipe-tipe konflik
4. Untuk mengetahui bagaimana konflik dan proses ternyadinya konflik
5. Untuk mengetahui dampak yang dihasilkan dari terjadinya konflik
6. Untuk mengetahui bagaimana cara menyelesaikan konflik yang terjadi

1.4. Manfaat Penyusunan Makalah

Manfaat Bagi Penulis :

Penyusunan makalah ini memberi manfaat bagi penulis dalam hal


dapat memenuhi tugas yang diberikan dengan tepat waktu, dan dapat lebih
memahami tentang konflik.

Manfaat Bagi Pembaca :

Penyusunan makalah ini memberi manfaat kepada pembaca untuk


lebih memahami arti konflik dan bagaimana cara mengatasi konflik yang
terjadi agar dapat ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari.

5
1.5. Metode Penyusunan Makalah

Makalah ini disusun dengan metode :

Pencarian ilmu dan teori sesuai dengan materi yang dibahas melalui
jurnal-jurnal terdahulu sebanyak 20 jurnal yang didapat dari internet.

6
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Konflik

Konflik dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi


pertentangan atau antagonistic antara dua atau lebih pihak, konflik
organisasi adalah ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota
atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan,
karena mereka harus membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas atau
kegiatan-kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai
perbedaan status, tujuan, nilai, atau presepsi.

Menurut Stoner dan Wankel, (1998) bahwa: Konflik organisasi


adalah suatu perbedaan pendapat diantara dua atau lebih anggota atau
kelompok dalam suatu organisasi yang muncul dari kenyataan bahwa
mereka harus membagi sumber daya yang langka atau aktivitas kerja atau
dari kenyataan bahwa mereka mempunyai status, tujuan, nilai, atau
pandangan yang berbeda. Para anggota organisasi atau sub unit yang
berbeda pendapat berupaya untuk memenangkan kepentingan atau
pandangannya masing-masing.

Menurut Ranupandoyo dan Hasnan, (1990) bahwa : Konflik adalah


ketidak setujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-
kelompok dalam organisasi yang timbul karena mereka 5 harus
menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama, atau
menjalankan kegiatan bersama-sama, atau mempunyai status, tujuan, nilai,
dan persepsi yang berbeda.

Menurut Reksohadiprojo, (1986) bahwa : Konflik adalah segala


macam interaksi pertentangan antara dua atau lebih pihak. Pandangan
Konflik Menurut Robbin Robbin (1996: 431) mengatakan konflik dalam
organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu pandangan bahwa di

7
sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok, tetapi di sisi
lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk
meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian,
antara lain :

1. Pandangan tradisional (The Traditional View). Pandangan ini


menyatakan bahwa konflik itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif,
merugikan, dan harus dihindari. Konflik disinonimkan dengan istilah
violence, destruction, dan irrationality. Konflik ini merupakan suatu
hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurang
kepercayaan, keterbukaan di antara orang – orang, dan kegagalaan
manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
2. Pandangan hubungan manusia (The Human Relation View).
Pandangan ini menyatakan bahwa konflik dianggap sebagai suatu
peristiwa yang wajar terjadi di 6 dalam kelompok atau organisasi.
Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat dihindari karena di
dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan pandangan
atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan
sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan
kinerja organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai
motivasi untuk melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh
kelompok atau organisasi.
3. Pandangan interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini
cenderung mendorong suatu kelompok atau organisasi terjadinya
konflik. Hal ini disebabkan suatu organisasi yang kooperatif, tenang,
damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan
tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan ini, konflik perlu
dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan sehingga
tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis – diri,
dan kreatif.

Ada berbagai macam definisi tentang konflik, tergantung dari


bagaimana memaknai istilah itu. Secara umum konflik adalah ketidak

8
cocokan dari sejumlah bentuk interaksi. Menurut S.P. Robbin (2006),
konflik adalah sustu proses yang dimulai ketika suatu pihak menganggap
pihak lain secara negative mempengaruhi atau akan mempengaruhi sesuatu/
seseorang yang menjadi kepedulian pihak pertama.

Dengan demikian terjadinya suatu konflik adalah suatu proses yang


dimulai dari adanya “anggapan” dari seseorang kepada orang lain, yang
kemudian menjadi masalah. Ada atau tidaknya suatu konflik dalam suatu
organisasi adalah tergantung dari persepsipersepsi pihak-pihak yang terkait.

2.2. Sumber-sumber Konflik

Menurut Abu Ahmadi (1975:93) konflik biasanya ditimbulkan oleh


adanya kepentingan yang bertentangan terutama kepentingan ekonomi dan
sering juga karena perebutan kedudukan dan kekuasaan. Sedangkan
menurut Maswadi Rauf (2001:6) konflik juga terjadi karena adanya
keinginan manusia untuk menguasai sumber-sumber dan posisi yang langka.
Kecenderungan manusia untuk menguasai orang lain merupakan penyebab
lainnya dari konflik.Sumber konflik merupakan pokok pertikaian diantara
kedua belah pihak yang bertikai untuk mencapai posisi yang diinginkan.
Konflik terjadi karena percekcokan, pertentangan dan perselisihan yang
terjadi antara dua pihak atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu dengan
cara melemahkan pihak lawan tanpa memperhatikan nilai dan norma yang
berlaku.

Menurut H. Malayu S. P. Hasibuan menyatakan bahwa sebab-sebab


terjadinya konflik adalah :

1. Tujuan

Tujuan sama yang ingin dicapai akan merangsang timbulnya konflik di


antara individu atau kelompok karyawan. Karena setiap karyawan atau
kelompok selalu berjuang untuk mencapai pengakuan yang lebih baik
dari orang lain. Hal ini memotivasi timbulnya konflik dalam memperoleh
prestasi yang baik.

9
2. Ego Manusia

Ego manusia yang selalu menginginkan lebih berhasil dari manusia


lainnya dan akan menimbulkan konflik. Kebutuhan, Kebutuhan material
dan non material yang terbatas akan menyebabkan timbulnya konflik.
Pada dasarnya setiap orang menginginkan pemenuhan kebutuhan
material dan non material yang lebih baik dari orang lain sehingga
timbullah konflik.

3. Perbedaan Pendapat

Perbedaan pendapat akan menimbulkan konflik. Karena setiap orang atau


kelompok selalu mempertahankan bahwa pendapatnya itulah yang paling
tepat. Jika perbedaan pendapat tidak terselesaikan, akan menimbulkan
konflik yang kadang-kadang menyebabkan perpecahan.

4. Salah Paham

Salah paham sering terjadi di antara orang-orang yang bekerja sama.


Karena salah paham (salah persepsi) ini timbullah konflik di antara
individu karyawan atau kelompok.

5. Perasaan Dirugikan

Perasaan dirugikan karena perbuatan orang lain akan menimbulkan


konflik. Karena setiap orang tidak dapat menerima kerugian dari
perbuatan orang lain. Oleh karena itu, perbuatan yang merugikan orang
lain hendaknya dicegah supaya tidak timbul konflik di antara sesamanya.
Jika terjadi konflik pasti akan merugikan kedua belah pihak, bahkan akan
merusak kerja sama.

6. Perasaan Sensitif

Perasaan sensitif atau mudah tersinggung akan menimbulkan konflik.


Perilaku atau sikap seseorang dapat menyinggung perasaan orang
lainyang dapat menimbulkan konflik atau perselisihan, bahkan dapat
menimbulkan perkelahian di antara karyawan.

10
Berbagai sumber utama konflik organisasional dapat diuraikan
sebagai berikut:

1. Kebutuhan untuk membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas. Bila


setiap satuan dalam suatu organisasi mempunyai sumber daya terbatas,
masalah bagaimana membaginya merupakan konflik potensial. Sumber
daya-sumber daya tersebut harus dialokasikan, sehingga beberapa
kelompok tak terelakkan akan mendapatkan lebih sedikit daripada yang
mereka inginkan atau butuhkan. Konflik dapat timbul karena kelompok-
kelompok organisasi bersaing untuk memperebutkan bagian terbesar
sumber daya-sumber daya yang tersedia.

2. Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan. Seperti telah kita ketahui,


kelompokkelompok organisasi cenderung menjadi terspesialisasi atau
dibedakan karena mereka mengembangkan berbagai tujuan, tugas dan
personalia yang tidak sama. Perbedaan-perbedaan ini sering
mengakibatkan konflik kepentingan atau prioritas, meskipun tuuan
organisasi sebagai keseluruhan telah disetujui. Sebagai contoh,
departemen penjualan mungkin menginginkan penetapan harga rendah
untuk menarik lebih banyak langganan, sedangkan departemen produksi
mungkin menghendaki harga lebih tinggi dan sudut pandangan yang
berbeda-beda, mereka sering menghadapi kesulitan untuk menyetujui
program-program kegiatan.

3. Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja. Saling ketergantungan


kerja ada bila dua atau lebih kelompok saling tergantung satu dengan
yang lain untuk menyelesaikan tugas-tugas repetitif mereka. Dalam kasus
seperti ini seberapa besar potensi konflik atau kooperasi sangat
tergantung pada cara situasi tersebut dikelola. Kadang-kadang konflik
muncul bila seluruh kelompok yang terlibat diberi terlalu banyak
pekerjaan. Tekanan di antara berbegai macam kelompok akan naik, dan
mereka saling menyalahkan atau melempar tanggung jawab. Konflik
mungkin juga memanas bila pekerjaan didistribusikan secara sama tetapi

11
penghargaan-penghargaan diberikan secara berbeda-beda. Konflik
potensial adalah terbesar bila suatu unit tidak dapat memulai
pekerjaannya karena harus menunggu penyelesaian pekerjaan unit lain.

4. Perbedaan nilai-nilai atau persepsi. Perbedaan-perbedaan tujuan diantara


para anggota berbagai satuan dalam organisasi sering berkaitan dengan
berbagai perbedaan sikap, nilai-nilai dan persepsi yang dapat
menimbulkan konflik. Sebagai contoh, para manajer tingkat atas, yang
terlibat dengan pertimbangan-pertimbangan jangka panjang hubungan
manajemen serikat buruh, mungkin ingin menghindari penetapan
perjanjian-perjanjian, dan mungkin malah mencoba untuk membatasi
fleksibilitas para penyelia lini pertama. Para anggota departemen teknis
mungkin menggunakan kriteria nilai-nilai mereka atas dasar kualitas
produk, kecanggihan desain dan daya tahan, sedangkan para anggota
departemen pabrikasi mungkin mendasarkan nilai-nilai mereka pada
kesederhanaan desain dan biaya-biaya produksi yang rendah.
Ketidaksesuaian nilai-nilai tersebut dapat menimbulkan konflik.

5. Kemenduaan Organisasional. Konflik antar kelompok dapat juga berasal


dari tanggung jawab kerja yang dirumuskan secara mendua (ambiguous)
dan tujuan-tujuan yang tidak jelas. Seorang manajer mungkin mencoba
memperluas peranan kelompok kerjanya, usaha ini biasanya akan
menstimulasi para manajer lain untuk “mempertahankan ladang mereka”.
Di samping itu, komunikasi yang mendua dapat menyebabkan konflik
antar kelompok, bila kalimat (ungkapan) yang sama mempunyai
pengertian yang berbeda bagi kelompok-kelompok yang berbeda.

6. Gaya-gaya individual. Banyak orang menyukai konflik, debat dan


argumentasi; dan bila hal ini dapat dikendalikan maka dapat
menstimulasi para anggota organisasi untuk meningkatkan atau
memperbaiki prestasi. Tetapi bila hal itu mengarah ke “peperangan”,
akan menimbulkan konflik. Pada umumnya, potensi konflik antar

12
kelompok adalah paling tinggi bila para anggota kelompok sangat
berbeda dalam hal ciri-ciri seperti sikap kerja, umur dan pendidikan.

2.3. Tipe-tipe Konflik

Kelompok konflik yang pertama pada hakekatnya meminta


kesadaran orang untuk mentaati peraturan yang ada atau memerlukan
kesetiaan orang pada organisasi. Kelompok konflik yang kedua dapat
dihindari dengan mendefinjisikan kembali tugas yang terlebih dahulu telah
dispesialisasikan dan dialokasikan pada seorang tertentu sehingga akibat
negatif dwi-fungsi diminimumkan. Sedangkan kelompok konflik ketiga
dapat dihindari dengan memperlakukan sama bagi semua pihak-pihak yang
berkepentingan. Akhirnya kelompok konflik keempat dapat dihindari
dengan sistem informasi yang lebih baik serta adanya buku pedoman atau
petunjuk perusahaan. Dalam kehidupan organisasi, konflik juga dapat
dibedakan menurut pihak-pihak yang saling bertentangan. Atas dasar hal ini,
kita mengenal lima konflik (T. Hani Handorko, 1984):

1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu


menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk
melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling
bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari
pada kemampuannya.

2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini
sering diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini
juga berasal dari adanya konflik antar peranan (seperti antara manajer
dan bawahan).

3. Konflik antara individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara


individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh
kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang indiidu mungkin

13
dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar
norma-norma kelompok.

4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi


pertentangan kepentingan antar kelompok.

5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan


ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah
mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan
jasa, harga-harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih
efisien.

2.4. Penyebab Konflik dan Proses Terjadinya Konflik

Konflik bersumber dari berbagai macam persoalan yang ada dalam


organisasi. Davis dan Newstrom (1981 : 209) berpendapat bahwa konflik
muncul disebabkan oleh, "Organizational change, personality clashes,
different sets of values, threats to status, constrasting perceptions and points
of view. Organisasi yang dinamis selalu mengalami perubahan dan
perubahan yang terjadi sebagai usaha menyesuaikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, ataupun berupaya meningkatkan pelayanan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stake holders).

Sementara itu Hardjana, A. M. (1994) menyimpulkan bahwa secara


umum sumber-sumber konflik dalam organiasi sebagai berikut: (1) salah
pengertian karena kegagalan komunikasi, (2) perbedaan tujuan karena
perbedaan nilai hidup, (3) persaingan mendapatkan sumber daya otganisasi
yang terbatas, (4) masalah wewenang dan tanggung jawab (5) perbedaan
penafsiran terhadap peraturan atau kebijakan, (6) kurangnya kerjasama (7)
adanya usaha untuk mendominasi, (8) tidak menaati tata tertib dan peraturan
kerja dan (9) perubahan dalam sasaran dan prosedur kerja.

14
Tosi, H.L., Rizzo, J.R. dan Carrol, S.J. (1990: 523) mengelompokkan
sumber-sumber konflik menjadi tiga, yaitu (1) Individual characteristic, (2)
Situational conditions dan (3) Organizations structure. Karakteristik
individu meliputi: perbedaan individu dalam hal nilai-nilai, sikap,
keyakinan, kebutuhan dan kepribadian, persepsi ataupun pendapat. Situasi
kerja terdiri dari; saling ketergantungan untuk menjalin kerjasama,
perbedaan pendapat antar departemen, perbedaan status, kegagalan
komunikasi, kekaburan bidang tugas. Penyebab konflik yang ketiga adalah
struktur organisasi yaitu, spesialisasi pekerjaan, saling ketergantungan
dalam tugas dalam tugas, perbedaan tujuan, kelangkaan sumbersumber,
adanya pengaruh dan kekuasaan ganda, perbedaan kriteria dalam sistem
penggajian.

Konflik dalam organisasi tidak terjadi secara alamiah dan terjadi


bukan tanpa sumber penyebab. Penyebab terjadinya konflik pada setiap
organisasi sangat bervariasi tergantung pada cara individu-individu
menafsirkan, mempersepsi dan memberikan tanggapan terhadap lingkungan
kerjanya. Setiap manusia mempunyai perbedaan dalam hal kecerdasan,
kemampuan, sikap, bakat, pengetahuan, kepribadian, cita-cita, minat,
maupun kebutuhan. Perbedaan-perbedaan yang melekat pada diri individu
dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar, akan tetapi perbedaan dapat
menimbulkan pertentangan di antara individu. Perbedaan individu harus
diarahkan dan dikelola secara baik agar dapat mendorong perkembangan
individu maupun kelompok.

Proses Terciptanya Konflik

15
Penjelasan:

Tahap I: Potensi Oposisi (Stephen P. Robbins, 1974)

Maksudnya pada tahap ini kondisi/syarat tertentu berpotensi menciptakan


kesempatan untuk kemunculan konflik, meskipun tidak selalu langsung
mengarah ke terjadinya konflik. Kondisi yang dipandang sebagai penyebab
atau sumber potensi konflik adalah :

1) Komunikasi yaitu adanya pertukaran informasi yang tidak cukup; adanya


kebisingan dalam saluran komunikasi atau kesulitan semantic
(maksudnya timbul sebagai akibat adanya perbedaan pelatihan, persepsi
selektif atau adanya informasi yang tidak memadahi mengenai orang
lain) yang merupakan penghalang terhadap komunikasi dan berpotensi
menimbulkan konflik.

2) Struktur, yang termasuk dalam konteks ini adalah mencakup:


a. Besarnya ukuran dan derajad spesialisasi dalam tugas yang
diberikan kepada masing-masing bagian atau anggota kelompok.
b. Sasaran yang berlainan antar kelompok-kelompok yang ada dalam
perusahaan/organisasi.
c. Gaya kepemimpinan yang dianut oleh pemimpin/manajer yang
sedang berkuasa.
d. System imbalan/kompensasi yang diberikan.

16
e. Besarnya derajad ketergantungan antar kelompok/bagian dalam
perusahaan.

3) Pribadi: yaitu factor-faktor yang mempengaruhai pribadi, seperti: system


nilai individu yang dianut oleh masing-masing orang; atau karakteristik
kepribadian seseorang.

Tahap II: Kognisi dan Personalisasi

Pada tahap ini semua kondisi yang ada pada tahap I itu akan didefinisikan,
potensi yang memunculkan konflik, oleh pihak-pihak yang saling terkait,
akan dirasakan dan dipersepsikan (R.L.Pinkley,1990). Pada tahap ini emosi
memainkan peranan utama dalam membentuk persepsi.

Tahap III: Maksud/Niat

Pada tahap ini seseorang harus mengetahui atau paling tidak memikirkan
maksud orang lain, agar dapat mengetahui cara menanggapi prilaku orang
lain tersebut. Seringnya konflik terjadi karena satu pihak manafsirkan
maksud yang keliru dari pihak lain. Disamping itu terdapat banyak
kontradiksi antara maksud dan prilaku yang ditampilkan, sehingga prilaku
tidak selalu mencerminkan dengan tepat maksud
seseorang.(K.W.Thomas,1992).

Tahap IV: Prilaku

Pada tahap ini konflik sudah tampak nyata, karena pada tahap ini mancakup
pernyataan; tindakan dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang sedang
berkonflik. Prilaku konflik yang dimaksud dapat digambarkan mulai dari
yang paling halus (tidak langsung dan masih terkendali) sampai pada
prilaku yang keras/kasar, (Thomas,1992) yaitu sebagai berikut:

a. Ketidak sepakatan atau kesalah pahaman (belum terjadi konflik).


b. Pernyataan atau tantangan secara terang-terangan terhadap pihak lain
yang tidak sepaham.

17
c. Melakukan serangan verbal yang tegas.
d. Melakukan ancaman dan ultimatum.
e. Melakukan serangan fisik yang agresif.
f. Melakukan upaya terang-terangan untuk menghancurkan pihak lain
(permusuhan).

Tahap V: Hasil (Thomas, 1992)

Pada tahap akhir dari proses terjadinya konflik ini akan menunjukkan hasil
dari jalinan aksi-reaksi antar pihak-pihak yang berinteraksi,yaitu
menghasilkan konsekwensi terjadinya konflik yang berupa: konflik
fungsional atau konflik disfungsional.

2.5. Dampak Konflik

Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah


sebagai berikut :

1. Dampak Positif Konflik


a. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu
seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan
yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu
jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil
kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.

b. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat


dari cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis
pekerjaan masingmasing.

c. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat


antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat
dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi,
loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.

18
d. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat
membuat stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal
ini karena karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman,
kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau
bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya secara
optimal.

e. Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai


dengan potensinya melalui pelayanan pendidikan (education),
pelatihan (training) dan konseling (counseling) dalam aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi
tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan
karyawan terjamin.

2. Dampak negatif
a. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan
mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya
ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan
mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di
tempat, pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai
alasan yang tak jelas.

b. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman


kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan
tanggung jawab. Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang
bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat
mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.

c. banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam


pekerjaannya, muncul perasaan-perasaan kurang aman, merasa
tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak dihargai hasil
pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat
sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.

19
d. Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila
memperoleh teguran dari atasan, misalnya mengadakan sabotase
terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak mesin-mesin atau
peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat
intrik-intrik yang merugikan orang lain.

e. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini


disebut labor turn-over. Kondisi semacam ini bisa menghambat
kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh karena
produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita
hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat
muncul pemborosan dalam cost benefit.

2.6. Cara Menyelesaikan Konflik

Konflik merupakan gejala ilmiah dan tidak dapat dielakkan dalam


kehidupan sosial, namun konflik tidak harus berkepanjangan. Motivasi
untuk mengakhiri konflik bisa karena lelah atau bosan dan karena adanya
keinginan untuk mencurahkan tenaganya ke hal-hal lain. Simmel dalam
Doyle Paul Johnson (1986) menganalisa beberapa bentuk atau cara untuk
mengakhiri konflik termasuk menghilangkan dasar konflik dari tindakan-
tindakan mereka yang sedang berkonflik, kemenangan pihak yang satu dan
kekalahan pihak yang lain, kompromi, perdamaian dan ketidakmungkinan
untuk berdamai.

Dalam menyelesaikan sebuah konflik terdapat 2 cara yang biasa


digunakan yaitu penyelesaian konflik secara persuasif dan penyelesaian
konflik secara kekerasan atau koersif. Cara persuasif menggunakan
perundingan dan musyawarah untuk mencari titik temu antara pihak-pihak
yang berkonflik. Cara ini menghasilkan penyelesaian konflik secara tuntas,
artinya tidak ada perbedaan antara pihak-pihak yang tadinya berkonflik
karena titik temu telah dihasilkan atas keinginan sendiri. Sedangkan
penyelesaian konflik secara koersif menggunakan kekerasan fisik atau

20
ancaman kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara
pihak-pihak yang terlibat konflik. Kekerasan ini meliputi penggunaan
benda-benda fisik untuk merugikan secara fisik, menyakiti, melukai atau
membunuh orang lain. Cara koersif menghasilkan penyelesaian konflik
dengan kualitas rendah karena konflik sebenarnya belum selesai secara
tuntas.

Ada 5 urutan cara penyelesaian konflik yang lazim digunakan yaitu :

1) Konsiliasi atau Perdamaian, yaitu suatu cara untuk mempertemukan


pihak- pihak yang beselisih guna mencapai persetujuan bersama untuk
berdamai.

2) Mediasi (Mediatio), yaitu suatu cara untuk menyelesaikan pertikaian


dengan menggunakan seorang pengantar (mediator) yang fungsinya
hampir sama dengan konsiliator.

3) Arbitrasi (Arbitrium), artinya melalui pengadilan dengan seorang hakim


(arbiter) sebagai pengambil keputusan. Keputusan arbiter ini mengikat
kedua pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang hakim harus
ditaati.

4) Paksaan (Coersion), ialah suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan


menggunakan paksaan fisik atau psikologis. Bila paksaan psikologis
tidak berhasil, dipakailah paksaan fisik.

5) Detente (Mengendorkan), ialah mengurangi hubungan tegang antara


dua pihak yang bertikai. Cara ini hanya merupakan persiapan untuk
mengadakan pendekatan dalam rangka pembicaraan tentang langkah-
langkah mencapai perdamaian (Hendro Puspito O.C., 1989:250).

21
BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Kasus
Apharteid berasal dari bahasa Belanda yang artinya pemisahan.
Pemisahan disini berarti pemisahan orang-orang Belanda (kulit putih)
dengan penduduk asli Afrika (kulit hitam). Apharteid kemudian
berkembang menjadi suatu kebijakan politik dan menjadi politik resmi
Pemerintahan Afrika Selatan yang terdiri dari program-program dan
pertaruran-peraturan yang bertujuan untnk melestarikan pemisahan rasial.

Secara struktual, Apartheid berarti adalah kebijaksanaan


mempertahankan dominasi minoritas kulit putih atas mayoritas bukan kulit
putih melalui pengaturan masyarakat di bidang sosial budaya, politik militer
dan ekonomi Kebijakan ini berlaku tahun 1948. Berikut merupakan proses
berlangsungnya politik apharteid di afrika.

1. Kebijakan Rasial

Inti dari Apartheid menurut Tony Beaumont dalam bukunya


South africa After Siege, hal ini dijabarkan dalam empat hal, yakni dalam
stratifikasi penduduk dengan urutan kulit putih, kulit berwarna
(campuran), keturunan Asia (di sini biasanya orang India), dan orang
Bantu (kulit hitam penduduk asli); kulit putih adalah ras beradab;
kepentingan putih di atas hitam; dan kulit putih berbahasa Inggris.

Tempat tinggal dipisahkan berdasarkan stratifikasi ras yang ada.


Orang-orang kulit hitam banyak yang tinggal di daerah perbatasan utara
hingga perbatasan timur Afrika Selatan. Bagi orang-orang kulit hitam
yang berada di luar daerahnya lebih dari 72 jam tanpa izin khusus dari
Native Labour Officer, maka mereka akan dipenjara.

Di daerah kulit hitam, pembagian daerah kemudian dilakukan


berdasarkan kelompok etnis yang ada. Daerah-daerah tersebut kemudian

22
disebut dengan Homelands (tanah air) atau Bantustans (daerah orang
Bantu).

Karena bersifat otonomi daerah, perkembangan ekonomi di


Homelands tidaklah baik. Sumber daya di daerah tersebut juga tidak
banyak sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Belum lagi
pertambahan penduduk yang kian banyak setiap tahunnya, membuat
Homelands menjadi padat dan kumuh.

Berbeda dengan kondisi di daerah milik orang kulit putih. Daerah


mereka luas dengan penduduk sedikit. Belum lagi sumber daya alam
yang melimpah, seperti berlian, mangan dan emas. Kulit putih saat itu
sangatlah makmur. Tidak hanya masalah tempat tinggal yang dibedakan,
masalah pekerjaan, pendidikan, dan penikahan juga di diskriminasi.

Orang kulit hitam umumnya hanya menjadi buruh, namun karena


mereka bertambah banyak setiap tahunnya, mereka lambat laun banyak
yang menganggur. Tidak semua orang kulit hitam mengenyam
pendidikan. Untuk pernikahan, pernikahan beda ras juga dilarang bagi
mereka.

2. Perlawanan terhadap Apartheid

Gerakan massa yang terkenal adalah ketika adanya demonstrasi


nasional pada 21 Maret 1960 yang dimotori oleh African National
Congress (ANC) dan Pan–Africanist Congress (PAC). Mereka
memprotes Apartheid yang semakin hari semakin berdampak buruk
kepada mereka, terutama masalah pekerjaan.

Demonstran yang ada beraksi di depan kantor polisi Sharpeville.


Mereka membakar barang-barang. Polisi khawatir mereka akan
semakin menjadi. Setelah keadaan bertambah kisruh, akhirnya polisi
melepaskan tembakan. Bahkan, ketika massa mencoba melarikan diri,
polisi masih saja menembak. 69 orang kulit hitam mati, termasuk
wanita dan anak-anak, dan lebih dari 180 orang terluka.

23
Satu minggu kemudian, aksi kian merebak. Terjadi pawai,
pemogokan, dan kerusuhan di seluruh negeri. Pemerintah menyatakan
keadaan darurat ketika itu. 18.000 orang ditahan. ANC dan PAC
akhirnya dilarang setelah kejadian ini. Dua partai itu hanya bergerak di
bawah tanah, lebih dari itu mereka akan diasingkan.

Tragedi Pembantai Sharpeville ini dikutuk oleh dunia


internasional. Dewan Keamanan PBB menyalahkan pemerintah Afrika
Selatan atas Pembantaian Sharpeville. Majelis Umum PBB
menganggap Apartheid sebagai kejahatan kemanusiaan. langkah politis
dalam negeri. Sebelumnya pemerintah Afrika Selatan mengeluarkan
Bantu Self-Governmnet, yang memberikan kursi perwakilan terbatas
bagi warga kulit hitam untuk dapat mengembangkan daerahnya agar
menjadi siap merdeka. Hal tersebut ditindak lanjuti dengan adanya
Bantu Homelands Constitution Act, di mana daerah kulit hitam tersebut
dapat mempunyai bendera dan lagu kebangsaan sendiri. Larangannya,
mereka tidak bisa memiliki tentara, mengadakan hubungan dengan
negara lain, memiliki pabrik senjata, dan membuat undang-undang
yang mengatur tentang pos, telekomunikasi, keuangan, dan imigrasi.

Daerah Bantu yang paling berkembang adalah Transkei. Atas


permintaan PM Matanzima, pada 1976 Transkei dimerdekakan. Namun
hal itu mendapat kecaman dari daerah hitam lainnya. Amerika Serikat
dan Inggris menanggapinya negatif, mereka beranggapan jika mereka
mendukung kemerdekaan Transkei, berarti mereka membenarkan
jalannya Apartheid. Majelis Umum PBB sendiri menyatakan
kemerdekaan itu tidak sah.

Di belahan dunia lain, di India, terjadi gerakan mahasiswa kulit


hitam oleh South African Student Organization (SASO) pada 1972.
Terjadi bentrokan berdarah dengan polisi di sana.

Pada tahun 1973, buruh kulit hitam mengadakan pemogokan.


Mereka menuntut perbaikan nasib dan upah yang lebih tinggi. Kali ini
tidak ada penyerangan balik dari pemerintah. Malahan, pemerintah

24
menaikan upah mereka karena dinilai terlalu rendah. Pemerintah juga
mengakui perlunya kesempatan latihan bagi buruh demi peningkatan
mutu kerja yang lebih efisien.

Antara September 1984 sampai dengan Maret 1986, disinyalir


lebih dari 1000 orang tewas. Banyak bentrokan yang terjadi, tidak
hanya antara kulit hitam dengan kulit putih, namun juga antarkulit
hitam itu sendiri. Kulit hitam golongan tua yang lebih mapan merasa
lebih baik bekerja sama saja dengan kulit putih, namun golongan muda
menolaknya. Meski terjadi banyak gejolak sosial, supremasi kekuasaan
kulit putih tetap tak tergoyahkan. Pada perkembangannya, kecaman
tidak hanya datang dari dalam, tapi dari luar negeri juga. Mereka semua
menyerukan pemberhentian praktik Apartheid di Afrika Selatan.

Peran Nelson Mandela dalam Politik Apartheid

Nelson Mandela adalah seorang negarawan besar Afrika Selatan


bahkan dunia yang konsisten terhadap perjuangannya menentang rezim
Apartheid yang rasialis. Dilahirkan pada tanggal 18 Juli 1918, nama asli
yang diberikan orang tuanya adalah Rolihlala Mandela, namun karena guru
nya kesulitan dalam melafalkan, kemudian diberi nama Nelson, nama
Kapten Inggris waktu itu, belakangan dalam perjuangannya ia juga dikenal
dengan nama Madiba. Nelson merupakan orang pertama dari keluarganya
yang masuk sekolah. Beranjak dewasa Nelson pernah menjadi seorang
pengacara, sebelum akhirnya ia terjun ke kancah politik dan menjadi ketua
ANC, sebuah wadah perjuangan kulit hitam Afrika untuk menuntut
persamaan hak, di mana Nelson menentang rezim Apartheid dengan gigih.

Nelson Mandela dengan cepat berkenalan dengan gerakan persamaan


hak pada waktu itu, hal itu mengindikasikan pula bahwa ia dengan cepat
berkenalan dengan para tokoh persamaan hak, terutama Oliver Tambo. Pada
awalnya perjuangan yang ia lancarkan beserta partai yang ia pimpin, ANC
adalah perjuangan-perjuangan damai, oleh sebab itulah pada Agustus 1958,
ANC pecah, dengan pisahnya Robert Mangaliso Sobukwe, yang
menganggap ANC tidak radikal, dan kurang tegas dalam melakukan

25
penentangan, para pengkritik terhadap ANC ini kemudian mendirikan Pan
African Congress (PAC), sebagai wadah perjuangannya.

Sementara itu, Mandela sendiri masih tetap berjuang tanpa jalan


kekerasan dengan memimpin kampanye menuntut Konvensi Nasional untuk
membuat Undang-Undang baru Afrika Selatan yang adil dan anti
diskriminasi pada Mei 1961. Namun ketika pemerintah menolak, Mandela
mengkampanyekan aksi pemogokan, yang kemudian ditanggapi dengan
kekerasan dan brutal oleh rezim. Barulah pada Juni 1961, proses awal titik
balik kesadaran Mandela dan bangsa hitam Afrika, sebab kekerasan
Apartheid sudah benar-benar menjadi kekerasan structural, oleh karena itu
sudah tidak ada artinya lagi perjuangan dilakukan dengan jalan damai,
ketika perjuangan tersebut selalu dihadapkan dengan peluru, sehingga
Nelson berpikir ketika violence dan non violence menjadi dua pilihan yang
harus diambil, dan lebih memilih pergerakan yang bersifat nyata dengan
nyawa sebagai taruhannya.

Aksi Sabotasepun diambil, sebagai jawaban atas tindakan kekerasan


ekstrem dari rezim Apartheid. Aksi kekerasan sendiri sebelumnya telah
terjadi pada 21 Maret 1960, ketika terjadi pembantaian di Sherpeville, dan
berakhir dengan pembantaian ribuan jiwa dan berbuntut pada pelarangan
ANC dan pecahan sayap kanan radikal PAC. Meskipun gerakan-gerakan
penentang Apartheid terus meningkat, dan bahkan telah terjadi bentrokan,
namun untuk sementara tidak menggoyahkan pemerintah kulit putih untuk
segera menghapuskan rezim. Nelson Mandela sendiri terus melancarkan
gerakan protes yang diorganisir melalui ANC yang ia pimpin, yang
kemudian pula menjadi gerakan missal demonstrasi, boykot, mogok kerja,
dan pembakaran-pembakaran paspor kulit hitam.

Tak cukup itu, ia pun kemudian mendirikan dan memimpin sayap


militer ANC, yakni Umkhonto we sizwe, terkhir, ketika di pengadilan,
Nelson mengaku melakukan sabotase terhadap tentara, dan merencanakan
serta menyusun perang gerilya, yang kemudian mengindikasikan pula
bahwa dalam perjuangannya melawan Apartheid, ANC juga melakukan

26
pelanggaran HAM, laporannya kepada komisi kebenaran dan rekonsiliasi.
Nelson Mandela sendiri melakukan perlawanan bersenjata dalam gerakan
bawah tanah, dengan menyerang pusat-pusat industri. Ia berada dalam
persembunyian selama beberapa tahun, oleh karena rezim menganggapnya
sebagai yang berbahaya.

Nelson berhasil ditangkap pada 1964 dan dikenakan hukuman seumur


hidup bersama Walter Sisulu. Ketika pengadilan memutuskan hukuman
tersebut, Nelson menyatakan rela mati demi persamaan hak. 18 tahun
setelah berada dalam penjara di Pulau Robben, Mandela ditawari bebas
bersyarat dan akan diberi suaka ke Transkei, namun ia menolak, ia hanya
ingin bebas tanpa syarat dan bebas dari tahanan sebagai orang merdeka bagi
persamaan hak orang kulit hitam.

Akhirnya selama 27 tahun lamanya ia ditahan, Nelson Mandela


dibebaskan tanpa syarat, setelah Presiden Frederik Willem de Klerk
mengupayakan reformasi total dan melakukan perundingan dengan ANC
dan akan mengadakan pemilu bebas pada 1994 yang kemudian partai yang
dipimpin Mandela memenangkan pemilu, dan ia menjadi Presiden kulit
hitam pertama Afrika Selatan, Tugastugas awalnya ialah mengupayakan
rekonsiliasi nasional agar tidak muncul lagi konflik antar ras, khususnya
saling dendam, pada gilirannya dibentuklah sebuah komisi, yakni komisi
kebenaran dan rekonsiliasi.

3.2. Penyelesaian kasus

Pemisahan suku di Afrika selatan mendapat tanggapan dari dunia


lnternasional. Di Afrka selatan sering terjadi pemberontakan-pemberontakan
untuk menghapus pemerintahan Apartheid. Gerakan yg terkenal dilakukan
oleh rakyat kulit hitam di Afrika selatan dipelopori oleh African National
Congrees (ANC) dibawah pimpinan Nelson Mandela. Pada pemerintahan
Frederick Willem de Klerk,Nelson memimpin aksi rakyat Afrika selatan
untuk tinggal di rumah,aksi tersebut mendapat tanggapan oleh pemerintah
dengan menjebloskan Nelson ke penjara,tetapi kemudian ia dibebaskan.

27
Pembebasan ini membawa dampak positif terhadap perjuangan rakyat
Afrika selatan.

Maka untuk pertama kalinya pada tanggal 2 Mei 1990 pemerintahan


Afrika selatan mengadakan perundingan dengan ANC untuk membuat UU
non Rasial. Pada tanggal 3 Juni 1990 de Klerk menghapus UU Darurat
Negara yang berlaku hampir di setiap bagian Afrika selatan.

Perjuangan Nelson Mandela memakan waktu yang cukup lama.


Nelson Mandela terus berjuang untuk mencapai kebebasan negrinya baik di
dalam negeri maupun di luar negeri. Upaya-upaya yang ditempuh Nelson
Mandela mulai menampakan hasil yang menggembirakan ketika F.W.de
Klerk memberikan angin segar kebebasan bagi warga kulit hitam.

Pada tanggal 21 Februari 1991, Presiden de Klerk mengumumkan


penghapusan semua ketentuan dan ekstitensi sistem politik Apartheid di
hadapan parlemen Afrika selatan. Pengumuman itu diikuti penghapusan 3
UU yg memperkuat kekuasaan Apartheid,yaitu:

1. Land Act: UU yang melarang orang kulit hitam mempunyai tanah di


luar wilayah tempat tinggal yang ditentukan.
2. Group Areas Act : UU yg mengatur pemisahan tempat tinggal Orang-
orang kulit putih dengan kulit hitam.
3. Population Registration Act : UU yang mewajibkan orang kulit hitam
untuk mendaftarkan diri menurut kelompok suku masing- masing.

Pengahpusan UU tersebut diikuti dengan janji pemerintahan de Klerk


untuk menyelenggarakan pemilu tanpa pembatsan rasial. Pada pemilu
Multirasial tahun 1994, partai yang dipimpin oleh Nelson Mandela yaitu
ANC, berhasil menjadi pemenang. Sejak terhapusnya Apartheid, Afrika
selatan mulai membangun negerinya agar sederajat dengan negara lain di
dunia.

28
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Konflik dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi


pertentangan atau antagonistic antara dua atau lebih pihak, konflik
organisasi adalah ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota
atau kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan,
karena mereka harus membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas atau
kegiatan-kegiatan kerja atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai
perbedaan status, tujuan, nilai, atau presepsi.

Apharteid berasal dari bahasa Belanda yang artinya pemisahan.


Pemisahan disini berarti pemisahan orang-orang Belanda (kulit putih)
dengan penduduk asli Afrika (kulit hitam). Apharteid merupakan periode
panjang penindasan oleh pemerintah, dan kadang-kadang dengan kekerasan,
pemogokan, demonstrasi, protes, dan sabotase dengan menggunakan bom
atau cara lain. Di Afrika selatan sering terjadi pemberontakan-
pemberontakan untuk menghapus pemerintahan Apartheid. Gerakan yang
terkenal dilakukan oleh rakyat kulit hitam di Afrika selatan dipelopori oleh
African National Congrees (ANC) dibawah pimpinan Nelson Mandela.
Pada tanggal 2 Mei 1990 pemerintahan Afrika selatan mengadakan
perundingan dengan ANC untuk membuat UU non Rasial. Pada tanggal 3
Juni 1990 de Klerk menghapus UU Darurat Negara yang berlaku hampir di
setiap bagian Afrika selatan. Upaya-upaya yang ditempuh Nelson Mandela
sangat lama hingga mulai menampakan hasil yang menggembirakan ketika
F.W.de Klerk memberikan angin segar kebebasan bagi warga kulit hitam.
Pada tanggal 21 Februari 1991, Presiden de Klerk mengumumkan
penghapusan semua ketentuan dan ekstitensi sistem politik Apartheid di
hadapan parlemen Afrika selatan.

29
4.2. Saran

Penyebab dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan konflik sangat


beragam oleh karena itu diperlukan benteng toleransi yang sangat besar
untuk meminimalisir perbedaan yang ada sehingga dapat mengurangi
terjadinya konflik tersebut.

30
DAFTAR PUSTAKA

Yuliawan, E. (2012). Pengaruh Stres dan Konflik Terhadap Kinerja Pada


PT.PINDAD BANDUNG. Jurnal Wira Ekonomi Mikroskil, 2(01), 11-21.

Afrizal, P.R., Mochammad, A.M., & Ika, R. (2014). Pengaruh Konflik Kerja dan
Stres Kerja Terhadap Kepuasan Kerja. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), 8,
1-10.

Indriyatni, L. (2010). Pengaruh Konflik Terhadap Kinerja Organisasi/Perusahaan.


Jurnal Fokus Ekonomi, 5(1), 36-42.

Muslim, A. (2014). Manajemen Konflik Interpersonal Di Sekolah. Jurnal


Paedagogy, 1(2), 124-133.

Ismail, M. (2011). Pemetaan dan Resolusi Konflik. Jurnal Sosiologi Islam, 1(1),
72-94.

Muspawi, M. (2014). Manajemen Konflik (Upaya Penyelesaian Konflik Dalam


Organisasi). Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora, 16(2),
41-46.

Suparto, A. (2010). Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Dalam


Manajemen Konflik Dengan Pendekatan Kecerdasan Emosional Pada
Satuan Pendidikan Dasar. Jurnal Didaktika, 2, 244-258.

Heridiansyah, J. (2014). Manajemen Konflik Dalam Sebuah Organisasi. Jurnal


STIE Semarang, 6(1), 28-41.

Iresa, A.R., Hamidah, N.U., & Arik, P. (2015). Pengaruh Konflik Kerja dan Stres
Kerja Terhadap Komitmen Organisasional dan Kerja Karyawan. Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB), 23, 1-10.

Junef, M. (2016). Sengketa Wilayah Maritim Dilaut Tiongkok Selatan ( Maritime


Territorial Dispute In South China Sea). Jurnal Penelitian Hukum, 18(2),
219-240.

31
Sumartini, S. (2014). Perang Bosnia: Konflik Etnis Menuju Kemerdekaan (1991-
1995). Jurnal Pendidikan Sejarah, 1-14.

Junef, M. (2018). Sengketan Wilayah Maritim Di Laut Tiongkok Selatan. Jurnal


Penelitian Hukum, 18(2), 219-240.

Budiman, A. (2013). Politik Apartheid Di Afrika Selatan. Jurnal Artefak, 1, 17-


23.

Subanar, G.B. (2016). Trauma Atas Konflik Dan Kekerasan : Tinjauan Akademik.
Jurnal Ilmu Humaniora Baru, 4, 104-116.

Pradhitama, V. (2012). Menggali Keadilan untuk Masa Lalu: Belajar Afrika


Selatan. Jurnal Studi Hubungan Internasional, 1(1), 22-33.

Ruslin, I.T. (2013). Memetakan Konflik Di Timur Tengah (Tinjauan Geografi


Politik). Jurnal Politik Profetik, 1, 1-23.

Cahyanti, P. (2017). Analisis Konflik Sudan dan Sudah Selatan. Journal of


International Relations, 3(4), 84-95.

Alfi. (2013). Faktor-faktor Penyebab Konflik Etnis Rakhine dan Rohingya Di


Myanmar Tahun 2012. Jurnal Ilmiah, 1-10.

Kelman, H.C. (2017). The Political Psychology of the Israeli-Palestinian Conflict.


Journal Political Psychology, 8(3), 347-363.

Noor, I. (2014). Analisis Intervensi Rusia Dalam Konflik Suriah. Jurnal Ilmu
Hubungan Internasional, 2(4), 1063-1078.

32

Anda mungkin juga menyukai