Kelompok 7 :
YOGYAKARTA
2021
1
DAFTAR ISI
COVER..............................................................................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
Interpretasi Hasil.........................................................................................................9
2.2 Pembahasan...........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................14
2
BAB I PENDAHULUAN
3
2018, Indonesia menghasilkan 23.146.147,93 ton yang artinya mengalami
peningkatan sekitar 6% dari tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2019
mengalami peningkatan kurang lebih 2,3% menjadi 23.678.573,15 ton.
Hasil penelitian menunjukkan tingkat konsumsi ikan masyarakat Indonesia
masih tergolong relative rendah dibandingkan negara lain. Berdasarkan data statistik
Angka Konsumsi Ikan (AKI), konsumsi nasional ikan dari tahun 2010 sampai 2019
selalu mengalami peningkatan. Peningkatan yang terjadi berkisar 3,8% - 8,3%, namun
hasilnya masih terhitung kecil dibandingkan hasil perikanan Indonesia. Contohnya
pada tahun 2018 hasil perikanan Indonesia berkisar 23 juta ton, namun angka
konsumsi ikan di Indonesia hanya 50,69 ton dan hanya mengalami mengalami
kenaikan 7,5% pada tahun 2019 menjadi 54,50 ton.
Ikan memiliki kelemahan yaitu mudah rusak dan tidak bertahan lama,
sehingga perlu pengolahan lebih lanjut agar menjadi produk yang lebih tahan lama.
Namun ternyata kegiatan pengolahan ikan dan seafood di Indonesia masih tergolong
tradisional dan masih banyak dilakukan pada skala industri kecil (Herawati, 2002).
Dikarenakan pengelolaannya masih berskala kecil (home industry) jadi banyak
masalah yang ditimbulkan. Contohnya teknologi peralatan kurang mendukung,
manajemen dan pemasaran belum tepat, kualitas produk, dan masih banyak lagi yang
membuat produk olahan ikan di Indonesia memiliki daya saing yang rendah.
4
g. Tabung reaksi (sarden, bakso ikan, otak-otak,
h. Penyumbat gabus, kawat, dan pipet 5 tempura, dll)
ml g. Reagen eber, larutan Pb-asetat 10%
5
4. Pengamatan produk olahan ikan dan seafood
- Pilih salah satu produk olahan ikan dan seafood. (sarden)
- Amati perbedaan organoleptiknya dari bentuk bahan dasarnya.
- Tuliskan bahan yang ditambahkan dalam produk. (ada pada komposisinya)
- Bandingkan nilai gizi produk dengan nilai gizi bahan mentahnya.
- Amati kandungan gula, garam, dan lemaknya.
6
A. Pengamatan Sifat Fisik Ikan dan Seafood
Tabel 1 Organoleptik Ikan dan Seafood
Jenis sampel Warna Bau Tekstur Mata, Sisik Lendir
a. Gurami Putih segar Khas ikan ++++++ Segar, Kuat -
b. Cakalang Merah Sedikit amis +++++ Kemerahan, +
kecoklatan Kuat
c. Lele Putih gelap / Amis segar ++++ Segar +++
butek
d. Udang vaname Putih keabuan Amis + ++ Rapuh, lepas -
e. Udang biasa Putih Amis ++ +++ Rapuh, -
mudah lepas
f. Cumi Putih bersih Amis +++ + Mengelupas, ++
tidak segar
Berikan Berikan (+) untuk Tuliskan Berikan ke-
Keterangan
keteranan keteranan tekstur yang apakah mata terangan (-)
warna sesuai bau sesuai lembek dan segar dan jika tidak
pengamatan. pengamatan. tambahkan sisiknya berlendir dan
Misal merah Misal bau (+) jika teks- masih kuat. tambahkan
kecoklatan, sapi, bau tur daging (+) jika
merah segar, kambing, semakin lendir sema-
merah tua, tidak berbau, kompak dan kin banyak.
dll. dll padat
7
C. Uji Kesegaran Ikan
Tabel 3 Kesegaran Ikan dan Seafood
Jenis sampel Eber H2S pH
Ikan Cakalang + - 7
Udang biasa ++ + 8
Cumi-cumi +++ - 6
Keterangan semakin banyak gas semakin banyak Tuliskan hasil
putih, semakin warna coklat, pengukuran pH
banyak tanda (+) semakin banyak
tanda (+)
Tabel 4.2 Perbandingan Zat Gizi Produk Olahan dan Bahan Dasarnya (per 100gr)
KH Gula Lemak Protein Natrium Bahan tambahan
(gr) (gr) (gr) (gr) (mg)
Produk olahan : Pati, Penguat
6 2 6 22 980
sarden rasa (MsG)
Bahan dasar :
5,5 0,8 0,7 19,6 66
cakalang
Interpretasi Hasil
Tabel 1 :
Ikan gurami mempunyai warna putih segar, mempunyai bau khas ikan, tekstur yang
sangat padat (++++++), mata pada ikan gurame tersebut terlihat segar, sisiknya masih
kuat, dan tidak berlendir lagi. Ikan cakalang mempunyai warna merah kecoklatan pada
tubuhnya, mempunyai bau sedikit amis, tekstur pada ikan keras padat (+++++), warna
mata pada ikan bewarna kemerahan, sisik pada ikan sangat kuat dan masih memiliki
8
sedikit lendir. Ikan lele mempunyai warna putih gelap/pucat, bau pada ikan sangat amis,
teksturnya agak keras (++++), mata pada ikan lele sangat segar, sisik pada ikanpun segar,
dan mempunyai banyak lendir. Udang vaname mempunyai warna putih keabuan,
kemudian mempunyai bau amis (+), teksturnya sedikit kenyal (++), mata pada udang
sudah rapuh, sisik pada udangnya sudah terlepas, dan tidak berlendir. Udang biasa
mempunyi warna putih, serta bau amis (++), teksturnya sedikit lebih padat dibandingkan
udang biasa, kondisi pada mata udang sudah rapuh, sisik pada udang sudah lepas, dan
tidak berlendir. Cumi mempunyai warna putih bersih, kemudian mempunyai bau amis (+
++), tekstur pada cumi sangat kenyal, mata pada cumi sudah mengelupas, sisiknya sudah
tidak segar lagi, dan sangat berlendir.
Tabel 2 :
BDD pada ikan gurami adalah 46% dengan berat bersih 260,36 gram dan berat kotor
557,98 gram. Sedangkan ikan cakalang memiliki BDD 57% dengan berat bersih 105,16
gram dan berat kotor 179,19 gram. Pada seafood udang vaname dan udang biasa masing-
masing memiliki BDD 54% dan 65%. Dengan berat bersih udang vaname 8,0 gram dan
udang biasa 13,7 gram, berat kotor udang vaname 14,7 gram dan udang biasa 21,17
gram. Sedangkan cumi-cumi memiliki berat besih 81,10 gram dan berat kotor 82,31,
sehingga memiliki BDD besar yaitu 98%.
Tabel 3 :
Pada uji eber, cumi-cumi yang mengeluarkan gas putih paling banyak hingga meletup.
Lalu pada udang biasa mengeluarkan luamyan banyak gelembung putih dan ikan
cakalang juga mengeluarkan gas putih walaupun sedikit. Pada uji H2S, kertas yang
berubah menjadi warna coklat hanya pada udang biasa. Sedangkan pada ikan cakalang
dan cumi-cum kertas saring tidak berubah warna setelah ditetesi pb-asetat. Hasil uji
dengan kertas lakmus, ketiga sampel memiliki pH yang berbeda-beda. Cumi-cumi
memiliki pH paling rendah yaitu 6, ikan cakalang memiliki pH 7, dan udang biasa
memiliki pH paling tinggi yaitu 8.
Tabel 4.1 :
Pengamatan organoleptik produk olahan berupa sarden adalah warna daging (ikan)
coklat, bau khas bumbu penyedap dan saus tomat, lalu memiliki rasa asin gurih, dab
berbentuk ikan tanpa kepala. Sedangkan organoleptik pada bahan dasarnya yaitu ikan
cakalang adalah daging berwarna coklat, baunya amis khas ikan, rasa tawar, dan sampel
berbentuk potongan kecil.
Tabel 4.2 :
9
Kandungan gizi pada sarden lumayan tinggi, yaitu karbohidrat 6 gram, gula 2 gram,
lemak 6 gram, protein 22 gram, dan natrium 980 mg. Dalam sarden juga terdapat bahan
tambahan berupa pati dan MsG (penguat rasa). Sedangkan kandungan gizi pada ikan
cakalang cenderung sedikit dengan 5,5 gram karbohidrat – 0,8 gram gula – 0,7 gram
lemak – 19,6 gram protein – 66 mg natrium.
2.2 Pembahasan
Tabel 1
- Menurut (Iranto,K 2009) ciri-ciri ikan dan seafood yang masih segar yaitu, pada mata
masih jernis serta masih cembung, insang bewarna merah segar, lendir pada ikan masih
bewarna bening, baunya khas ikan, mempunyai sisik yang masih melekat dengan kuat,
daging yang masih kenyal, dan warna yang tampak segar.
- Penggunaan formalin pada ikan biasanya agar ikan tersebut dapat membuat tekstur
daging terlihat lebih kenyal, tidak mudah busuk dan tidak ada lalat yang
mengerumbunginya. (Cahyadi, S, 2006). Resiko kesehatan pada formalin dapat
menyebabkan timbulnya efek akut dan kronik yang bisa menyerang sauran pernapsan,
pencernaan, sakit kepala, tekanan darah tinggi, kejang-kejang, dan bisa mengakibatkan
tidak sadar hingga koma. Selain itu bisa mengakibatkan kerusakan pada otak, susunan
syaraf, jantung, hati, limpa, pankreas, dan ginjal. Beberapa efek kronik seperti
terjadinya iritasi dalam saluran pernapasan, muntah, rasa panas pada tenggorokan, bisa
terjadinya suhu badan menurun dan rasa gatal pada dada. (Anonim 2012). Jika
dikonsumsi secara berlebihan akan menbuat dampat penyakit yang lebih parah seperti
kanker dan menimbulkan cacat pada gen tubuh (WIdowati,W., Sumyati. 2006).
Tabel 2
- BDD yang paling rendah pada berat kotor ialah udang vaname yang beratnya hanya
14,70 kg sedangkan berat kotor yang paling tinggi ialah ikan gurami yang mempunya
berat 558,95 kg. BDD berat bersih yang mempunyai berat rendah ialah udang vaname
8,00 kg sedangkan yang paling tinggi merupakan ikan gurame mempuyai berat 260,36
kg. setelah di jadikan persen BDD yang paling rendah ialah ikan gurami 46%, karena
ikan gurami mempunyai banyak bagian yang tidak bisa dimakan seoerti sisik, tulang,
kepala, bagian perut, dan insang. Sedangkan yang mempunyai hasil persen BDD yang
paling tinggi ialah cumi 98%, karena hamper bagian tubuh cumi bisa dimakan kecuali
plastic pada tubuhnya, perut, dan taring pada mulitnya.
10
- Setelah dibandingkan dari tabel ternyata udang biasa dan udang vaname mempunyai
perbedaan warna pada cangkang kulitnya yang sangat berbeda sebagai berikut, udang
biasa mempunyai warna putih pada cangkang kulitnya dan udang vaname mempunyai
warna putih keabuan pada cangkang kulitnya. Dalam nilai ekonomi banyak petani
udang yang awalnya membudidaya udang biasa kemudian beralih membudidaya udang
vaname, karena udang vaname mempunyai keunggulan dalam produktivitas tinggi,
lebih mudah dibudidayakan serta relative lebih toleran terhadap perubahan lingkungan
dan waktu pemeliharaan lebih pendek sehingga pertumbuhan relative cepat. (Ghufran,
2007). Menurut (Abidin,Z, 2017) ternyata harga produksi udang terkadang tidak
menentu dikarenakan perubahan kondisi alam yang terkadang tidak menentu.
Tabel 3
- Amonia pada ikan terjadi karena adanya proses oksidasi protein dan juga terjadinya
autolisis dari otot dan isi perut ikan, misalnya : adenine, guenine, asparagine,
glutamamine, arginine, histidine, dan urea (Rab dalam Majid et,al., 2014).
- Ketika uji H2S timbulnya warna coklat atau hitam pada kertas saring menandakan
bahwa bakteri penghasil H2S telah tumbuh pada ikan dan ikan
mengalami awal pembusukan. Bakteri yang menghasilkan H2S yaitu bakteri
Pseudomonas (Lukviani et,al., 2019).
- Nilai pH bahan pangan selama penyimpanan dapat berubah karena adanya
protein yang terurai oleh enzim proteolitik dan bantuan bakteri dan menjadi
senyawa basa berupa amoniak, trimetilamin, asam karboksilat, asam sulfida dan
senyawa-senyawa volatile lainnya yang juga dapat menurunkan nilai organoleptik
dari produk ( Bawinto et,al., 2015).
- Keracunan histamin adalah keracunan (sering pula dikategorikan sebagai keracunan
oleh zat kimia) yang terjadi setelah mengonsumsi makanan yang mengandung histamin.
Tingginya kadar histamin dalam makanan ini merupakan dampak aktivitas bakteri pada
asam amino histidin. Sebagian (bahan) makanan memang peka terhadap pembentukan
histamin sehingga menimbulkan akibat buruk keracunan histamin. Contoh ikan yang
mengandung histamin adalah tongkol, cakalang, kuwik, dan kembung (Arisman, 2009).
Tabel 4
- Perbedaan organoleptik produk olahan dengan bahan dasarnya disebabkan karena
adanya proses pengolahan. Pada proses tersebut ada pemotongan sehingga mengubah
bentuk produk olahan. Lalu ada proses pemasakan dengan pemanasan yang dapat
merubah tekstur. Setelah itu ada proses penambahan bahan tambahan berupa bumbu
11
(penyedap rasa, minyak sayur, dan saus) yang membuat produk olahan menjadi
memiliki rasa.
- Kandungan gizi antara sarden dan bahan dasarnya (ikan cakalang) beberapa terlihat
lebih tinggi kandungannya pada produk olahan. Namun sebenarnya ikan yang sudah
dikalengkan kehilangan asam lemak, dimana terdapat omega 3 (Calder, 2016). Juga
penggunaan gula, garam, dan tambahan bahan pengawet membaut produk sarden
berdampak buruk jika keseringan dikonsumsi. Produk olahan sarden tetap bergizi,
namun lebih dianjurkan untuk mengonsumsi ikan sergar yang lebih kaya kandungan
gizi tanpa bahan tambahan.
- Penggunaan bahan pengawet sudah diatu oleh BPOM, mulai dari jenisnya hingga
takaran batas aman. Bahan pengawet yang tidak terdaftar berarti tidak aman dan
berbahaya bagi tubuh, sehingga tidak boleh untuk dikonsumsi. Namun bukan berarti
penggunaan bahan pengawet yang terdaftar aman jika dikonsumsi sehari-hari dan
jangka waktu yang lama.
- Makanan kaleng yang sudah tidak layak konsumsi atau sudah kadaluarsa biasanya
mengalami kerusakan dan perubahan bentuk, warna, bau, dan tekstur (Arini, 2019).
Cirinya dapat berupa kaleng tidah utuh, menimbulkan suara saat dibuka, warna dan
bentuk tidak sesuai, dan bau menyengat. Biasanya hal ini disebabkan karena aktivitas
mikrobiologi, kesalahan produksi, rekasi kimia beracun, atau kekeliruan penyimpanan
yang menyebabkan produk didalamnya terkontaminasi dari luar.
Berdasarkan hasil praktikum dan pembahasan yang sudah diuraikan pada bab sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa:
Karakteristik fisik ikan dan seafood yang memiliki mutu baik dan buruk dapat dilihat dari
kesegaran mata dan sisik, warna daging, tekstur daging, bau dan dilihat berlendir atau
tidak. Seperti: a). Warna daging yang segar, tidak memiliki banyak lendir. b). Mata dan
12
sisik yang kuat, tidak rapuh dan mudah mengelupas. c). Memiliki bau yang khas, tidak
memiliki bau amis yang berlebih. d). Tekstur daging yang padat, tidak lembek.
Bagian yang dapat dimakan dari ikan dan seafood ditentukan dari perhitungan berat bersih
dan berat kotor, dan hasil dari perhitungan tersebut yang akan menjadi BDD (Bagian
Dapat Dimakan) dari ikan dan seafood. Berikut adalah hasil perhitungannya, diketahui
bahwa BDD paling rendah adalah gurami, dengan BBD 46%, sedangkan BDD paling
tinggi adalah cumi-cumi, dengan BBD 98%. Hal ini dikarenakan gurami memiliki banyak
bagian yang tidak dapat dimakan, sedangkan cumi-cumi hanya sedikit bagian yang tidak
dapat dimakan.
Setelah uji kebusukan ikan dan seafood, dapat diketahui jika ikan cakalang memiliki gas
putih yang paling sedikit dan cumi-cumi paling banyak mengandung gas putih. Cumi-
cumi juga memiliki pH paling rendah yakni 6 dan udang memiliki pH paling tinggi yakni
8. Selain memiliki pH paling tinggi, udang juga mengandung H2S (hidrogen sulfat).
Kandungan yang ada pada produk olahan ikan dan seafood seperti sarden mempunyai
kandungan gizi yang meliputi karbohidrat, gula, lemak, protein hingga natrium
didalamnya. Namun jika dibandingkan dengan bahan dasarnya yang merupakan ikan
cakalang, kandungan gizi pada cakalang lebih sedikit. Seperti jumlah natrium pada sarden
yang mencapai 980 mg, sedangkan pada cakalang hanya terdapat 66 mg.
DAFTAR PUSTAKA
Arisman. 2009. Keracunan Makanan Buku Ajar Ilmu Gizi. EGC : Jakarta. 9794489727,
9789794489727
Bawinto, Adelia., Mongi, Eunike., Kaseger, Bertie. 2015. Analisa Kadar Air, pH,
Organoleptik, dan Kapang pada Produk Ikan Tuna (Thunnus Sp) Asap, di
13
Kelurahan Girian Bawah, Kota Bitung, Sulawesi Utara. Jurnal Media Teknologi
Hasil Perikanan Vol. 3, No. 2 Unsrat Manado.
Irianto, K. 2009. Sukses Budidaya Hewan Air. Bandung : Sarana Ilmu Pustaka
Isamu, dkk. 2012. Karakteristik Fisik, Kimia, dan Organoleptik Ikan Cakalang Asap di
Kendari. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 14 No. 2 105-110
Lukviana, Dewi., Usman. 2019. Pemanfaatan Ekstrak Daun Bakau (Avicennia marina)
Sebagai Bioformalin untuk Mencegah Pembusukan Ikan Layang (Decapterus spp.).
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Vol 2, Universitas Mulawarman,
Samarinda,
Majid, Abdul., Agustini, Tri., Rianingsih, Laras. 2014. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi
Garam Terhadap Mutu Sensori dan Kandungan Senyawa Volatil pada Terasi Ikan
Teri (Stolephorus sp). Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3,
Nomer 2, Halaman 17-24, Universitas Diponegoro, Semarang.
Prameswari, Galuh Nita. 2018. Promosi Kesehtan Terhadap Sikap Gemar Makan Ikan Pada
Anak Usia Sekolah. Semarang : Gizi, FIK UNNESA
S, Cahyadi. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Cetakan
Pertama. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Wariyah, Chatarina. dkk. 2013. Penggunaan Pengawet Dan Pemanis Buatan Pada Pangan
Jajanan Anak Sekolah (PJAS) di Wilayah Kabupaten Kulon Progo - DIY. Agritech
Vol. 33 No. 2 Yogyakarta
14
15