Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan dan atau bahan tambahan lainnya baik alami ataupun sintetikyang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi. Minuman ringan terdiri dari dua jenis yaitu minuman ringan dengan karbonasi dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman sari buah termasuk kedalam jenis minuman tidak berkarbonasi. Minuman sari buah banyak mengandung berbagai macam zat gizi mikro, salah satunya adalah vitamin C. Vitamin C biasanya terkandung dalam buah-buahan seperti jeruk, jambu dsb. Oleh karena itu pada praktikum kali ini akan dilakukan analisis kandungan vitamin C dalam minuman sari buah dan minuman multivitamin C.

B. Tujuan Praktikum Mahasiswa mampu menganalisis kadar vitamin C dalam minuman UC 1000

C. Manfaat Mahasiswa mampu melakukan analisis kadar vitamin C dalam minuman UC 1000 menggunakan metode titrasi.

BAB II DASAR TEORI Minuman ringan Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan makanan dan atau bahan tambahan lainnya baik alami ataupun sintetikyang dikemas dalam kemasan siap untuk dikonsumsi. Minuman ringan terdiri dari dua jenis yaitu minuman ringan dengan karbonasi dan minuman ringan tanpa karbonasi. Minuman sari buah termasuk kedalam jenis minuman tidak berkarbonasi. (Tinaprilla, 2010) Pada prinsipnya minuman sari buah dikenal dalam dua macam bentuk: 1. Sari buah encer (dapat langsung diminum), yaitu cairan buah yang diperoleh dari pengepresan daging buah, dilanjutkan dengan penambahan air dan gula. (Tinaprilla, 2010) 2. Sari buah pekat/ sirup, yaitu cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan dilanjtkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dan hampa udara, dll. Sirup ini tidak dapat langsung diminum, tetapi harus diencerkan dulu dengan air. (Tinaprilla, 2010) Vitamin C Sifat Kimia Vitamin C atau asam askorbat memiliki berat molekul 176,13 dengan rumus molekul C6H8O6. Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-192oC. Senyawa ini bersifat reduktor yang kuat karena mudah dioksidasi dan memiliki rasa asam. Vitamin C sangat larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan tidak larut dalam benzene, eter, kloroform, minyak dan sejenisnya. Vitamin C tidak stabil dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu, Fe, dan cahaya. Vitamin C stabil dalam bentuk kering. (Andarwulan, 1992; Thurnham dkk, 2000)

Vitamin C sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, oksigen, enzim, kadar air dan katalisator logam. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktifan sebagai vitamin C. Asam dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam diketogulonat yang tidak memiliki keaktivan vitamin C lagi. (Andarwulan, 1992) Sumber Vitamin C dapat ditemukan pada bahan makanan nabati maupun hewani. Sumber utama vitamin C adalah pada sayuran dan buah-buahan segar, oleh karena itu sering disebut sebagai fresh food vitamin. Contoh buah-buahan dan sayur-sayuran yang mengandung vitamin C adalah jeruk, tomat, strawberi, asparagus, brokoli, kubis, dan kembang kol. Sedangkan pada bahan makanan hewani seperti pada daging dan susu, namun kandungan vitamin C nya lebih sedikit. (Ausman 1999; Budiyanto 2004) Fungsi 1. Sintesis Kolagen Fungsi vitamin C banyak berkaitan dengan sintesis kolagen. Kolagen adalah sejenis protein yang merupakan salah satu komponen utama dari jaringan ikat, tulang, gigi, pembuluh darah, dan mempercepat proses penyembuhan. (Almatsier 2002; Wardlaw, 2003) 2. Mencegah infeksi Vitamin C meningkatkan daya tahan terhadap infeksi karena pemeliharaan terhadap membrane mukosa atau pengaruh terhadap fungsi kekebalan. (Almatsier 2002) 3. Mencegah kanker dan penyakit jantung Vitamin C dapat mencegah penyakit jantung karena vitamin C dapat mencegah pembentukan nitrosamine yang bersifat karsinogenik. Vitamin

C juga diduga dapat menurunkan taraf trigliserida serum tinggi yang berperan dalam terjadinya penyakit jantung. (Almatsier 2002) Defisiensi Kekurangan asupan vitamin C dapat menyebabkan penyakit sariawan atau skorbut. Bila terjadi pada anak (6-12 bulan), gejala-gejala penyakit skorbut ialah terjadinya pelembekan tenunan kolagen, infeksi, dan demam. Pada anak yang giginya telah keluar, gusi membengkak, empuk dan terjadi pendarahan. Pada orang dewasa skorbut terjadi setelah beberapa bulan menderita kekurangan vitamin C dalam makanannya. Gejalanya ialah pembengkakan dan perdarahan pada gusi, gingivalis, kaki menjadi empuk, anemia dan deformasi tulang. Akibat yang parah dari keadaan ini ialah gigimenjadi goyah dan dapat lepas. (Winarno, 2002) Kekurangan vitamn C juga menyebabkan terhentinya pertumbuhan tulang. Sel dari epifise yang sedang tumbuh berpoliferasi tetapi tidak ada kolagen baru yang tedapat diantara sel dan tulang mudah fraktur pada titik pertumbuhan karena kegagalan tulang untuk berosifikasi. Pada orang yang mengalami fraktur pada tulang yang sudah terosifikasi pada pasien dengan defisiensi vitamin C maka osteoblast tidak dapat membentuk matriks tulang yang baru, akibatnya tulang yang mengalami fraktur tidak dapat sembuh. (Almatsier 2002) Kelebihan Kelebihan vitamin C yang berasal dari makanan tidak menimbulkan gejala. Tetapi konsumsi vitamin C berupa suplemen secara berlebihan setiap hari akan menimbulkan hiperoksaluria dan resiko lebih tinggi untuk menderita batu ginjal. (Almatsier 2002) Metode penetapan kadar vitamin C 1. Metode titrasi iodimetri Titrasi merupkan analisis kuantitatif. Dasar reaksi dalam titrasi ini adalah reaksi redoks. Oksidator yang digunakan adalah iodium, KIO3. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini dilakukan dengan menggunakan

indikator amilum yang akan memberikan warna biru kehitaman pada saat tercapainya titik akhir titrasi. (Rufiati 2011; Rohman 2007) 2. Metode titrasi larutan 2,6-diklorofenol indofenol Larutan 2,6-diklorofenol indofenol dalam suasana netral atau basa akan berwarna biru sedangkan dalam suasana asam akan berwarna merah muda. Apabila 2,6-diklorofenol indofenol direduksi oleh asam askorbat maka akan menjadi tidak berwarna, dan bila semua asam askorbat sudah mereduksi 2,6-diklorofenol indofenol maka kelebihan larutan 2,6 - diklorofenolindofenol sedikit saja sudah akan terlihat terjadinyawarna merah muda. (Sudarmadji, 1989) Titrasi dan ekstraksi vitamin C harus dilakukan dengan cepat karena banyak faktor yang menyebabkan oksidasi vitamin C misalnya pada saat penyiapan sampel atau penggilingan. Oksidasi ini dapat dicegah dengan menggunakan asam metafosfat, asam asetat, asam trikloroasetat, dan asam oksalat. Penggunaan asam-asam di atas juga berguna untuk mengurangi oksidasi vitamin C oleh enzim-enzim oksidasi yang terdapat dalam jaringan tanaman. Selain itu, larutan asam metafosfat-asetat juga berguna untuk pangan yang mengandung protein karena asam metafosfat dapat memisahkan vitamin C yang terikat dengan protein . Suasana larutan yang asam akan memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dalam suasana netral atau basa. (Andarwulan, 1992 ; Counsell, 1981) 3. Metode titrasi asam basa Titrasi asam basa merupakan contoh analisis volumetri, yaitu suatu metode yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Bila larutan yang diuji bersifat basa maka titran harus bersifat asam dan sebaliknya. Untuk menghitung kadar vitamin C melalui metode ini adalah dengan menggunakan mol NaOH = mol asam askorbat. (Sastrohamidjojo, 2005)

4. Metode spektrofotometri ultraviolet Metode ini berdasarkan kemampuan vitamin C yang terlarut dalam air untuk menyerap sinar ultraviolet, dengan panjang gelombang maksimum pada 265 nm dan A11 = 556a. Oleh karena vitamin C dalam larutan mudah sekali mengalami kerusakan, maka pengukuran dengan cara ini harus dilakukan secepat mungkin. Untuk memperbaiki hasil pengukuran, sebaiknya ditambahkan senyawa pereduksi yang lebih kuat daripada vitamin C. Hasil terbaik diperoleh dengan menambahkan larutan KCN (sebagai stabilisator) ke dalam larutan vitamin C. (Andarwulan, 1992 ; Moffat, 2005)

BAB III METODE PRAKTIKUM A. Alat dan bahan 1. Erlenmeyer 2. Labu ukur 100 ml 3. Gelas ukur 4. Pipet tetes 5. Biuret + statif 6. Sentrifuge

1. Iodium 0,01 N 2. Aquades 3. Amilum 1% 4. Nutrisari 5. Buavita jeruk 6. UC 1000 jeruk 7. Jus jambu 8. UC 1000 lemon

B. Skema Kerja Praktikum dimulai

Sampel dimasukan dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan aquades sampai garis batas

Disentrifuge sehingga diperoleh filtrat

Filtrat diambil sebanyak 5 ml kemudian dimasukan kedalam Erlenmeyer dan ditambahkan amilum 1% sebanyak 2 ml

Ditambah 20 ml aquades dan dititrasi dengan larutan iodium sebanyak 10 ml sampai berubah warna lalu dicatat hasilnya

Praktikum selesai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil pengamatan Kel Sampel Volume Titrasi 1 2 3 4 5 6 7 8 Nutrisari Buavita jeruk UC 1000 jeruk Jus jambu Nutrisari Buavita jeruk UC 1000 lemon Jus jambu 1,4 1,6 3,3 2,5 3,6 5,3 3,5 1,2 Kadar Vitamin C (mg) Rumus I 1798,8432 1678,92 Rumus II 47,969 68,53 128,49 123,34 226,997 61,67 90 135 1000 Klaim (mg) 90 135 1000

B. Pembahasan Pada praktikum ini kelompok tiga menggunakan sampel UC 1000 jeruk. Hasil yang diperoleh melalui hasil pengamatan adalah didapatkan kadar vitamin C sebesar 1798,8432 mg dengan volume titrasi 3,3 ml. Hasil yang diperoleh berbeda dengan kalim dari perusahaan UC 1000 tersebut yang mengklaim bahwa kadar vitamin C yang terkandung dalam UC 1000 adalah 1000 mg. Hasil yang diperoleh kelompok tiga berbeda dengan kelompok lainnya karena sampel yang digunakan juga berbeda. Hasil yang diperoleh kelompok satu adalah 47,969 dengan sampel nutrisari, kelompok dua 68,53 dengan sampel buavita jeruk, kelompok empat 128,49 dengan sampel jus jambu, kelompok lima 123,34 dengan sampel nutrisari, kelompok enam 226,997 dengan sampel buavita jeruk, kelompok tujuh 1678,92 dengan sampel UC 1000 lemon, kelompok delapan dengan sampel jus jambu. Volume titrasi yang diperoleh kelompok tiga juga berbeda dengan kelompok lainnya. Kelompok satu memperoleh volume titrasi 1,4 ml, kelompok dua 1,6 ml, kelompok 4, 5, 6, 7, 8 berturut-turut adalah 2,5 ml,

10

3,6 ml, 5,3 ml, 3,5 ml, 1,2 ml. Hasil tersebut berbeda mungkin disebabkan oleh kurang telitinya mahasiswa dalam menentukan batas akhir volume titrasi sampai terjadinya perubahan warna. Perbedaan juga disebabkan oleh kadar vitamin C yang sudah menguap ke udara. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan dari Andarwulan, 1992 dan Thurnham dkk, 2000 bahwa vitamin C dalam bentuk cair itu sangat tidak stabil dan dapat menguap oleh udara, logam-logam seperti Cu, Fe, dan cahaya. Vitamin C hanya stabil dalam bentuk kering, sedangkan sampel yang digunakan oleh setiap kelompok adalah sampel dalam bentuk cair atau berupa larutan yang sudah dicampur dengan aquades. Hasil akhir titrasi dapat diketahui dengan melihat perubahan warna pada larutan sampel dan adanya amilum yang berwarna biru kehitaman. Hasil yang diperoleh oleh kelompok tiga adalah berubahnya warna larutan menjadi coklat dan amilum berwarna kehitaman.

11

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190-192oC. Vitamin C sangat larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dan tidak larut dalam benzene, eter, kloroform, minyak dan sejenisnya. Vitamin C tidak stabil dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat udara, logam-logam seperti Cu, Fe, dan cahaya. Vitamin C stabil dalam bentuk kering. Metode yang digunakan untuk mengetahui kadar vitamin C dalam praktikum ini adalah metode titrasi iodimetri yaitu titrasi menggunakan iodium. Hasil akhir titrasi dapat diketahui dengan melihat perubahan warna pada larutan sampel dan adanya amilum yang berwarna biru kehitaman. Hasil yang diperoleh oleh kelompok tiga adalah berubahnya warna larutan menjadi coklat dan amilum berwarna kehitaman.

B. Saran Mahasiswa harus lebih teliti dalam membaca volume titrasi terkait dengan perubahan warna yang akan terjadi. Mahaiswa harus melakukan pembacaan warna titrasi lebih cepat sebelum vitamin C dalam larutan sampel menguap di udara.

12

DAFTAR PUSTAKA Almatsier 2002, Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Media Utama. Andarwulan, N dan Koswara, S. 1992. Kimia Vitamin. Jakarta: Rajawali Press. Ausman, L.M. 1999. Criteria and Recommendation for Vitamin C Intakes. Brief Critical Review. Budiyanto, A.K. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Edisi III. Malang: UMM-Press. Counsell, J.N dan Hornig, D.H. 1981. Vitamin C. London: Applied Science Publishers. Moffat, A.C dkk. 2005. Clarkes Analysis Of Drug And Poisons. Third edition London: Pharmaceutical Press. Electronic version. Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rufiati, Etna 2011, Titrasi Vitamin C, diakses tanggal 26 Mei 2013 < http://skp.unair.ac.id/repository/GuruIndonesia/TitrasiVitaminC_EtnaRufiati_16477.pdf> Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Dasar. Yogyakarta: UGM Press Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Press Tinaprilla, Netti 2010, Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap Produk Minuman Sari Buah Minute Maid Pulpy Orange di Kota Bogor (Studi Kasus Di Departemen Store Yogya Baru, Bogor), diakses tanggal 26 Mei 2013 < http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/61518/BAB%20II%20Tinja uan%20Pustaka.pdf?sequence=4> Thurnham, D.I dkk. 2000. Water Soluble Vitamins in Human Nutrition Dietatics. Harcout Publishers Limited, United Kingdom. Wardlaw, G.M. 2003. Contemporary Nutrition Issues and Insight. Boston: Mc Graw Hill.

13

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai