OLEH:
KELOMPOK VI
NAMA ANGGOTA:
NADYA ELFANI NIM.7193143002
SHINTA ATMA DEWI NIM.7192443012
YOLANDA AGUSTINA MALAU NIM.7193343002
Puji dan Syukur penulis panjatkan keradirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah Perilaku
Organisasi yang berjudul “Konflik dan Negosiasi” ini dengan baik.
Kelompok VI
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ......................................................................................... 12
B. Saran .................................................................................................... 13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakikatnya setiap individu dianugerahkan karakteristik yang berbeda
antara satu sama lain, perbedaan karakteristik tersebut tidak jarang membuat gesekan-
gesekan dalam setiap aspek kehidupannya, inilah yang kemudian muncul istilah
manusia tidak luput dari masalah, atau biasa disebut juga dengan konflik. Menurut
Robbins &Judge (2013) konflik adalah sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak
memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif, atau akan
memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak
pertama. Konflik ini dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu
dalam suatu interaksi.
Konflik yang senantiasa muncul tersebut harus mendapatkan penanganan
dengan cepat dan tepat agar konflik yang ada tidak berlarut-larut dan menyebar ke
substansi konflik yang lain. Dan tanpa kita sadari setiap hari kita sesungguhnya selalu
melakukan negosiasi. Menurut Ivancevich (2007) negosiasi merupakan sebuah proses
di mana dua pihak (atau lebih) yang berbeda pendapat berusaha mencapai kesepakatan.
Negosiasi biasanya dilakukan untuk mendapat jalan tengah dalam sebuah kasus agar
keadaan bisa menemui titik terang dan jalan penyelesaian. Organisasi yang sedang
konflik sebaiknya melakukan negosiasi untuk mendapatkan apa yang diinginkan dari
pihak lain yang memilikinya dan yang juga mempunyai keinginan atas sesuatu yang
dimiliki. Ada bermacam-macam pendekatan, proses, dan jenis-jenis yang selanjutnya
akan dibahas dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari konflik?
2. Bagaimana perkembangan pemikiran tentang konflik?
3. Apa saja faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi dalam organisasi?
1
4. Bagaimana langkah-langkah dalam proses konflik?
5. Apa pengertian dari negosiasi?
6. Apa saja strategi dalam bernegosiasi?
7. Bagaimana langkah-langkah dalam proses negosiasi?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengkaji secara mendalam mengenai pengertian konflik;
2. Untuk mengkaji secara mendalam mengenai perkembangan pemikiran tentang
konflik;
3. Untuk mengkaji secara mendalam mengenai faktor yang mendasari munculnya
konflik antar pribadi dalam organisasi;
4. Untuk mengkaji secara mendalam mengenai langkah-langkah dalam proses konflik;
5. Untuk mengkaji secara mendalam mengenai pengertian dari negosiasi;
6. Untuk mengkaji secara mendalam mengenai strategi dalam bernegosiasi;
7. Untuk mengkaji secara mendalam mengenai langkah-langkah dalam proses
negosiasi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Konflik
Menurut Robbins &Judge (2013) konflik adalah sebuah proses yang dimulai
ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif,
atau akan memengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi kepedulian atau
kepentingan pihak pertama. Menurut Sopiah (2008) konflik adalah proses yang dinamis
dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi dari orang atau pihak yang
mengalami dan merasakannya. Menurut Soetopo (2010) konflik adalah suatu
pertentangan dan ketidakseusaian kepentingan, tujuan, dan kebutuhan dalam situasi
formal, sosial, dan psikologis, sehingga menjadi antagonis, ambivalen, dan emosional.
Menurut Kreitner (2005) konflik adalah sebuah proses di mana satu pihak menganggap
bahwa kepentingan-kepentingannya ditentang atau secara negative dipengaruhi oleh
pihak lain.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik adalah suatu
proses pertentangan dan ketidakseusaian kepentingan, tujuan, dan kebutuhan dalam
situasi formal, sosial, dan psikologis antara satu pihak atau lebih merasa dirugikan atau
dipegaruhi secara negative sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap perilaku
pihak lain.
3
bahwa sebuah kelompok yang harmonis, damai, tenang dan kooperatif biasanya
menjadi statis apatis, serta tidak tanggap terha dap perlunya perubahan dan inovasi.
4
untuk menyelamatkan diri. Apabila amarah meledak, emosi pun menguasai akal
sehat. Orang-orang saling berselisih.
f. Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”. Satu-
satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konfik ini adalah karena
biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipin demikian,
tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
g. Penyangkalan. İni adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diantara diatas.
Karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya
dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa
diselesaikan
4. Proses Konflik
Tahap 1 : Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan
Tahap pertama dalam proses konflik adalah munculnya kondisi-kondisi yang
menciptakan peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak mesti
mengarah langsung ke konflik, tetapi salah satu darinya diperlukan jika konflik hendak
muncul. Kondisi-kondisi tersebut (sebab atau sumber konflik) dapat dipadatkan ke
dalam tiga kategori umum: komunikasi, struktur, dan variabel-variabel pribadi.
a. Komunikasi, komunikasi dapat menjadi sumber konflik. Komentar dari beberapa
individu yang sedang berbicara mempresentasikan dua kekuatan berlawanan yang
muncul akibat kesulitan semantik, kesalahpahaman, dan kegaduhan pada saluran
komunikasi.
b. Struktur, istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup variabel-
variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang diberikan kepada
anggota kelompok, kejelasan yuridiksi, keserasian antara anggota dan tujuan, gaya
kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar ketergantungan antarkelompok.
Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan spesialisasi bertindak sebagai daya yang
merangsang konflik. Semakin besar kelompok dan semakin terspesialisasi
kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik.
c. Variabel-variabel pribadi, jadi kategori terakhir dari sumber-sumber konflik yang
potensial adalah faktor-faktor pribadi. Faktor ini mencakup sistem nilai individual
tiap orang dan karakteristik kepribadian yang menyebabkan perbedaan individual,
seperti kepribadian yang otoriter, emosi, dan nilai-nilai.
5
Tahap 2 : Kognisi dan personalisasi
Tahap 3 : Maksud
Maksud mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku luaran
mereka. Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Banyak
konflik bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam memahami
maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan
perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud
seseorang. muncul karena salah-satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain.
c) Menghindar, merupakan hasrat untuk menarik diri dari atau menekan sebuah
konflik.
6
e) Kompromis, suatu situasi di mana masing-masing pihak yang berkonflik
bersedia mengalah dalam satu atau lain hal.
Tahap 4 : Perilaku
Meliputi pernyataan aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang
berkonflik. Dengan demikian dalam konflik dibutuhkan teknik-teknik manajemen
konflik sehingga mendorong konflik mencapai tingkat konflik yang diinginkan. Untuk
meredakan konflik yang ada, diperlukan untuk mempelajari teknik-teknik manajemen
konflik. Manajemen konflik adalah pemanfaatan teknik-teknik resolusi dan dorongan
(stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
Tahap 5: Hasil
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan
konsekuensi. Konsekuensi atau akibat ini bisa saja bersifat fungsional atau
disfungsional. Dikatakan bersifat fungsional ketika konflik tersebut justru
menghasilkan perbaikan kinerja kelompok, sedangkan disfungsional adalah ketika
konflik tersebut menjadi penghambat kinerja kelompok.
1) Akibat Fungsional
Menjelaskan bahwa konfik dapat menjadi suatu penggerak yang meningkatkan
kinerja kelompok. Konflik bersifat konstruktif ketika hal tersebut memperbaiki
kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong minat dan
keingintahuan di antara anggota-anggota kelompok, menyediakan media atau
sarana untuk mengungkapkan masalah dan menurunkan ketegangan, serta
menumbuhkan suasana yang mendorong evaluasi diri dan perubahan. Selain itu,
heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan
kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan dan memfasilitasi perubahan dengan
cara meningkatkan fleksibilitas anggota.
2) Akibat Disfungsional
Menjelaskan bahwa konflik dapat menghambat kinerja dari sebuah kelompok.
Di antara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat
lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi
tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antaranggota. Yang lebih ekstrem,
konflik dapat menghentikan kelompok yang sedang berjalan dan secara potensial
mengancam kelangsungan hidup kelompok.
7
3) Menciptakan Konflik Fungsional
Tampaknya terdapat kesepakatan umum bahwa menciptakan konflik fungsional
merupakan pekerjaan yang sulit, salah satunya karena masih adanya paham anti
konflik, budaya anti konflik semacam itu mungkin telah dapat ditolerir pada masa
lalu, tetapi tidak dalam ekonomi global dengan persaingan ganas seperti sekarang
ini. Organisasi-organisasi yang tidak mmendorong dan mendukung perbedaan
pandangan mungkin tidak akan hidup.
5. Pengertian Negosiasi
Menurut Robbins & Judge (2013), negosiasi yaitu sebagai suatu proses yang
terjadi di mana dua pihak atau lebih menyepakati bagaimana cara mengalokasikan
sumber daya yang langka. Menurut Ivancevich (2007) negosiasi merupakan sebuah
proses di mana dua pihak (atau lebih) yang berbeda pendapat berusaha mencapai
kesepakatan.Menurut Sopiah (2008) negosiasi merupakan suatu proses tawar-menawar
antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah
suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud untuk
mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan
bersama.
6. Strategi Negosiasi
Menurut Robbins & Judge (2013) ada dua pendekatan umum terhadap negosiasi
yaitu negosiasi distributif dan negosiasi integratif.
a. Negosiasi Distributif
Negosiasi distributif adalah perundingan yang berusaha untuk membagi
sejumlah tetap sumber daya. Ciri yang paling khas dari negosiasidistributif ini yaitu
berjalan pada kondisi jumlah nol. Artinya, setiap hasil yang dirundingkan adalah
atas hasil perundingan bersama.
b. Negosiasi Integratif
Negosiasi yang mengusahakan satu penyelesaian atau lebih yang dapat
menciptakan suatu pemecahan saling menguntungkan. Negosiasi antara penjualan
kredit merupakan contoh negosiasi integratif. Berbeda dengan Negosiasi distributif,
8
pemecahan masalah integratif berjalan dengan pengandaian bahwa terdapat satu
atau lebih penyelesaian yang akan menciptakan pemecahan masing-masing.
Dari segi perilaku intraorganisasi, negosiasi integratif lebih disukai daripada
tawar-menawar distributif. Negosiasi integratif mengikat para perundingan dan
memungkinkan masing-masing untuk meninggalkan meja perundingan dengan
perasaan mendapat kemenangan. Di satu sisi lain, negosiasi distributif
meninggalkan satu pihak sebagai pihak yang kalah.
Menurut Luthan (2005) perbedaan antara tawar menawardistributif dengan
tawar menawarintegratif dapat dilihat pada gambar gambar berikut:
7. Proses Negosiasi
Robbins (2008) menjelaskan tahap-tahap negosiasi sebagai berikut:
a. Persiapan dan perencanaan: sebelum bernegosiasi perlu mengetahui apa tujuan dari
Anda bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil yang mungkin diperoleh dari
"paling baik" hingga "paling minimum bisa diterima".
b. Penentuan aturan dasar: begitu selesai melakukan perencanaan dan menyusun
strategi, selanjutnya mulai menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar dengan
pihak lain untuk negosiasi itu sendiri. Siapa yang akan melakukan perundingan? Di
9
mana perundingan akan dilangsungkan? Kendala apa, jika ada, yang mungkin akan
muncul? Pada persoalan- persoalan apa saja negosiasi dibatasi? Adakah prosedur
khusus harus diikuti jika menemui jalan buntu? Dalam fase ini, para pihak juga akan
bertukar proposal atau tuntutan awal mereka.
c. Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisi awal sudah saling dipertukarkan, baik pihak
pertama maupun kedua akan memaparkan, menguatkan, mengklarifikasi,
mempertahankan, dan menjustifikasi tuntutan awal.
d. Tawar-menawar dan penyelesaian masalah: hakikat proses negosiasi terletak pada
tindakan memberi dan menerima yang sesungguhnya dalam rangka mencari suatu
kesepakatan. Di sinilah, konsesi, tidak diragukan lagi, perlu dibuat oleh kedua
pihak.
e. Penutupan dan implementasi: tahap akhir dalam negosiasi adalah memformalkan
kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk
implementasi dan pengawasan pelaksanaan.
10
kepentingannya demi tercapainya kepentingan pihak lain yang lebih kuat atau yang
lebih berkuasa (win-lose solution).
e. Colaborating, dengan cara ini pihak-pihak yang saling bertentangan akan sama-
sama memperoleh hasil yang memuaskan, karena mereka justru bekerja sama
secara sinergis dalam menyelesaikan persoalan, dengan tetap menghargai
kepentingan pihak lain. Singkatnya, kepentingan kedua pihak tercapai (win win
solution).
f. Conglomeration (mixtured type), cara ini menggunakan kelima cara bersama- sama
dalam penyelesaian konflik.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konflik adalah suatu proses pertentangan dan ketidakseusaian kepentingan,
tujuan, dan kebutuhan dalam situasi formal, sosial, dan psikologis antara satu pihak
atau lebih merasa dirugikan atau dipegaruhi secara negative sehingga menimbulkan
ketidakpuasan terhadap perilaku pihak lain.
Perkembangan Pemikiran tentang Konflik, terdiri dari: Pandangan tradisional,
Pandangan huhungan manusia, Pandangan interaksionis. Terdapat dua kategori konflik,
yaitu: konflik fungsional dan konflik disfungsional. Secara spesifik, ada tiga tipe
kelompok, yaitu: kelompok tugas, konflik hubungan, dan konflik proses.
Di dalam organisasi, konflik sering kali terjadi karena adanya perbedaan peran
dan ambigius dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai, dan
harapan-harapan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi. Beberapa faktor yang
mendasari munculnya konflik antar peribadi, antara lain; Pemecahan masalah secara
sederhana, Penyesuaian/kompromi, Tidak sepakat, Kalah/menang,
Pertarungan/penerbangan, Keras kepala, Penyangkalan.
Proses konflik memiliki lima tahapan: (a) pertentangan yang berpotensi atau
ketidaksesuaian, tahap ini penampilan kondisi-penyebab atau sumber-yang
menciptakan peluang bagi konflik uttuk timbul; (b) kesadaran dan personalisasi; (c)
niatan, keputusan untuk betindak dalam suatu cara tertentu; (d) perilaku, taha perilaku
meliputi pernyataan, tindakan dan reaksi yang dibuat oleh para pihak yang sedang
berkonflik; dan (e) hasil, aksi-reaksi yang saling mempengaruhi di antara para pihak
yang sedang berkonflik menciptakan konsekuensi.
Negosiasi adalah suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang
berkonflik dengan maksud untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan
pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.
Menurut Robbins & Judge (2013) ada dua pendekatan umum terhadap negosiasi
yaitu negosiasi distributif dan negosiasi integratif.
Proses negosiasi yang terdiri atas lima tahapan; (a) persiapan dan perencanaan; (b)
mendefinisikan aturan-aturan yang mendasar; (c) klarifikasi dan pembenaran; (d)
melakukan perundingan dan pemecahan masalah; (e) penutupan dan implementasi.
12
B. Saran
Konflik akan selalu timbul jika pandangan satu pihak berbeda dengan
pandangan pihak lawan. Agar konflik dapat memberikan manfaat yang optimal dalam
negosiasi dan mengurangi efek negatifnya, konflik dapat dikelola dengan melakukan
pencegahan dan penanganan konflik sehingga tujuan dan sasaran dalam negosiasi dapat
tercapai. Setiap konflik harus dilakukan manajemen konfliknya dengan benar agar
konflik yang dihadapi dapat menimbulkan dampak positif untuk organisasi tersebut.
13
DAFTAR PUSTAKA
14