Anda di halaman 1dari 20

KONFLIK DAN NEGOSIASI

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perilaku Organisasi
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Nanang Fattah, M. Pd.

Disusun oleh :

Muhammad Niaz 1604922


Ratipah Sulastri 1602481

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi nikmat dan karunia yang
berlimpah terutama nikmat dalam menuntut dan mengamalkan ilmu. Atas izin-
Nya pula akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Konflik dan Negosiasi” ini tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini penyusun membahas mengenai definisi konflik,
transisi dalam pemikiran konflik, langkah-langkah dalam proses konflik, definisi
negosiasi, dan hal lain yang berkaitan dengan judul.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dorongan dalam menyelesaikan makalah ini. Akhirnya,
penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun khususnya dan
bagi masyarakat umumnya.

Bandung, Oktober 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
1.3. Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
2.1. Definisi Konflik........................................................................................... 3
2.2. Transisi dalam Pemikiran Konflik .............................................................. 3
2.3. Proses Konflik ............................................................................................. 4
2.4. Definisi Negosiasi ..................................................................................... 10
2.5. Strategi Negosiasi ...................................................................................... 10
2.6. Proses Negosiasi ........................................................................................ 11
2.7. Perbedaan Individu dalam Negosiasi ........................................................ 13
2.8. Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga ..................................................... 14
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 16
3.1. Simpulan.................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pada hakikatnya setiap individu dianugerahkan karakteristik-karakteristik
yang berbeda antara satu sama lain, perbedaan-perbedaan karakteristik tersebut
tidak jarang membuat gesekan-gesekan dalam setiap aspek kehidupannya, inilah
yang kemudian muncul istilah manusia tidak luput dari masalah, atau biasa
disebut juga dengan konflik. Menurut Robbins &Judge (2013) konflik adalah
sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain
telah memengaruhi secara negatif, atau akan memengaruhi secara negatif, sesuatu
yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Konflik ini
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi.
Konflik yang senantiasa muncul tersebut harus mendapatkan penanganan
dengan cepat dan tepat agar konflik yang ada tidak berlarut-larut dan menyebar ke
substansi konflik yang lain. Dan tanpa kita sadari setiap hari kita sesungguhnya
selalu melakukan negosiasi. Menurut Ivancevich (2007) negosiasi merupakan
sebuah proses di mana dua pihak (atau lebih) yang berbeda pendapat berusaha
mencapai kesepakatan. Negosiasi biasanya dilakukan untuk mendapat jalan
tengah dalam sebuah kasus agar keadaan bisa menemui titik terang dan jalan
penyelesaian. Organisasi yang sedang konflik sebaiknya melakukan negosiasi
untuk mendapatkan apa yang diinginkan dari pihak lain yang memilikinya dan
yang juga mempunyai keinginan atas sesuatu yang dimiliki. Ada bermacam-
macam pendekatan, proses, dan jenis-jenis yang selanjutnya akan dibahas dalam
makalah ini.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun pembuatan makalah ini mempunyai rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Apa definisi dari konflik?
2. Bagaimana transisi dalam pemikiran konflik?

1
2

3. Bagaimana langkah-langkah dalam proses konflik?


4. Apa definisi dari negosiasi?
5. Bagaimana startegi dalam bernegosiasi?
6. Bagaimana langkah-langkah dalam negosiasi?
7. Apa saja perbedaan individu dalam negosiasi?
8. Bagaimana peran pihak ketiga dalam negosiasi?

1.3. Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan makalah ini
diantaranya:
1. Memahami definisi konflik
2. Mengetahui transisi dalam pemikiran konflik
3. Memahami langkah-langkah dalam proses konflik
4. Memahami definisi negosiasi
5. Mengetahui strategi dalam bernegosiasi
6. Memahami langkah-langkah dalam negosiasi
7. Mengetahui perbedaan individu dalam negosiasi
8. Mengetahui peran pihak ketiga dalam negosiasi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Konflik


Menurut Robbins & Judge (2013) konflik adalah sebuah proses yang
dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi
secara negatif, atau akan memengaruhi secara negative. Dari definisi di atas, dapat
disimpulkan bahwa konflik adalah suatu bentuk pertentangan yang terjadi antara
dua pihak atau lebih di mana salah satu pihak merasa dirugikan atau dipengaruhi
secara negative sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap perilaku pihak
lain.

2.2. Transisi dalam Pemikiran Konflik


Menurut Robbins & Judge (2013) terdapat tiga pandangan tentang konflik,
yaitu:
a. Pandangan Tradisional,
Menyatakan bahwa konflik harus dihindari karena akan menimbulkan
kerugian, aliran ini juga memandang konflik sebagai sesuatu yang sangat buruk,
tidak menguntungkan dalam organisasi. Oleh karena itu konflik harus dicegah dan
dihindari sebisa mungkin dengan mencari akar permasalahan. Pandangan ini
sejalan dengan sikap yang dianut banyak orang menyangkut perilaku kelompok
tahun 1930-an dan 1940-an. Konflik dipandang sebagai akibat disfungsional dari
komunikasi yang buruk, tidak adanya keterbukaan dan kepercayaan antar anggota,
serta ketidakmampuan para manager untuk tanggap terhadap kebutuhan dan
aspirasi karyawan mereka.
b. Pandangan Hubungan Manusia,
Pandangan hubungan manusia menyatakan bahwa konflik merupakan
peristiwa yang wajar dalam semua kelompok dan organisasi. Karena konflik
bersifat tidak terelakkan, aliran hubungan manusia menganjurkan penerimaan
konflik. Para pendukung merasionalkan eksistensinya. Konflik tidak dapat
disingkirkan, dan bahkan ada kalanya konflik bermanfaat bagi kinerja kelompok.

3
4

Pandangan hubungan manusia ini mendominasi teori konflik dari akhir tahun
1940-an sampai pertengahan tahun 1970-an.
c. Pandangan Interaksionis,
Pandangan ini mendorong munculnya konflik atas dasar pemikiran bahwa
kelompok yang harmonis, damai, tenang, dan kooperatif cenderung menjadi statis,
apatis, serta tidak tanggap terhadap perlunya perubahan dan inovasi. Oleh karena
itu, sumbangan utama dari pendekatan interaksionis adalah mendorong pemimpin
kelompok mempertahankan tingkat konflik minimum yang berkelanjutan – cukup
untuk membuat kelompok itu bertahan hidup, kritis terhadap dirinya sendiri, dan
kreatif.
Terdapat dua kategori konflik, yaitu:
- Konflik fungsional, yaitu konflik yang mendukung tujuan kelompok dan
meningkatkan kinerjanya.
- Konflik disfungsional, yaitu konflik yang menghambat kinerja kelompok.
Secara spesifik, ada tiga tipe konflik:
- Konflik tugas, yaitu berhubungan dengan muatan dan tujuan pekerjaan.
- Konflik hubungan, yaitu berfokus pada hubungan antarpersonal.
- Konflik proses, berhubungan dengan bagaimana suatu pekerjaan dilaksanakan.

2.3. Proses Konflik


Menurut Robbins & Judge (2013) proses konflik dapat dipahami sebagai
sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan yaitu, potensi pertentangan atau
ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, dan hasil.
5

Tahap 1 : Potensi Pertentangan atau Ketidakselarasan


Tahap pertama dalam proses konflik adalah munculnya kondisi-kondisi
yang menciptakan peluang bagi pecahnya konflik. Kondisi-kondisi tersebut tidak
mesti mengarah langsung ke konflik, tetapi salah satu darinya diperlukan jika
konflik hendak muncul. Kondisi-kondisi tersebut (sebab atau sumber konflik)
dapat dipadatkan ke dalam tiga kategori umum: komunikasi, struktur, dan
variabel-variabel pribadi.
Komunikasi, komunikasi dapat menjadi sumber konflik. Komentar dari
beberapa individu yang sedang berbicara mempresentasikan dua kekuatan
berlawanan yang muncul akibat kesulitan semantik, kesalahpahaman, dan
kegaduhan pada saluran komunikasi.
Struktur, istilah struktur digunakan dalam konteks ini untuk mencakup
variabel-variabel seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas-tugas yang
diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan yuridiksi, keserasian antara
anggota dan tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan kadar
ketergantungan antarkelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan
spesialisasi bertindak sebagai daya yang merangsang konflik. Semakin besar
kelompok dan semakin terspesialisasi kegiatan-kegiatannya, semakin besar pula
kemungkinan terjadinya konflik. Masa kerja dan konflik berkorelasi terbalik.
Potensi konflik cenderung paling tinggi jika anggota-anggota kelompok lebih
muda dan ketika tingkat perputaran karyawan tinggi.Kelompok-kelompok dalam
organisasi memiliki tujuan yang beragam. Beragamnya tujuan di antara
kelompok-kelompok ini merupakan salah satu sumber utama konflik. Ada
indikasi bahwa gaya kepemimpinan yang melekat dapat meningkatkan potensi
konflik, tetapi bukti pendukungnya tidak kuat. Selain itu, terdapat pula indikasi
bahwa partisipasi dan konflik sangat berkorelasi karena partisipasi mendorong
dipromosikannya perbedaan. Sistem imbalan juga diketahui menciptakan konflik
ketika perolehan salah seorang anggota dipandang merugikan anggota lain.
Terakhir, jika sebuah kelompok bergantung pada kelompok lain atau saling
ketergantungan memungkinkan satu kelompok mendapat hasil sembari merugikan
kelompok lain,daya konflik pun akan terangsang.
6

Variabel-variabel pribadi, jadi kategori terakhir dari sumber-sumber


konflik yang potensial adalah faktor-faktor pribadi. Faktor ini mencakup sistem
nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian yang menyebabkan
perbedaan individual, seperti kepribadian yang otoriter, emosi, dan nilai-nilai.

Tahap 2 : Kognisi dan personalisasi


Kognisi dan personalisasi yaitu tahap dimana isu-isu konflik biasanya
didefinisikan dan pada gilirannya akan menentukan jalan panjang menuju akhir
penyelesaian konflik. Sebagai contoh, emosi yang negatif dapat menyebabkan
peremehan persoalan, menurunnya tingkat kepercayaan dan interpretasi negatif
atas perilaku pihak lain. Sebaliknya, perasaan positif dapat meningkatkan
kemampuan untuk melihat potensi hubungan diantara elemen-elemen suatu
masalah, memandang secara lebih luas suatu situasi dan mengembangkan
berbagai solusi yang lebih inovatif. Konflik disyaratkan adanya persepsi dengan
kata lain bahwa tidak berarti konflik itu personalisasi. Selanjutnya konflik pada
tingkatan perasaan yaitu ketika orang mulai terlibat secara emosional.

Tahap 3 : Maksud
Maksud mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku
luaran mereka. Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu.
Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam
memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar
antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara
akurat maksud seseorang. muncul karena salah-satu pihak salah dalam memahami
maksud pihak lain.

Dengan menggunakan dua dimensi yaitu pertama, sifat kooperatif (kadar


sampai mana salah-satu pihak berusaha memuaskan kepentingan pihak lain).
Kedua, sifat tegas (kadar sampai mana salah-satu pihak berupaya
memperjuangkan kepentingannya sendiri). Adapun lima maksud penanganan
konflik berhasil diidentifikasikan, yaitu sebagai berikut: bersaing (tegas dan tidak
kooperatif), bekerja sama (tegas dan kooporatif), menghindar (tidak tegas dan
7

tidak kooperatif), akomodatif (tidak tegas dan kooperatif), dan kompromis


(tengah-tengah antara tegas dan kooperatif).
- Bersaing, hasrat untuk memuaskan kepentingan pribadi seseorang tanpa
memedulikan dampaknya terhadap orang lain yang berkonflik dengannya.
- Bekerja Sama, merupakan suatu situasi di mana pihak-pihak yang berkonflik
ingin sepenuhnya memuaskan kepentingan kedua belah pihak.
- Menghindar, merupakan hasrat untuk menarik diri dari atau menekan sebuah
konflik.
- Akomodatif, kesediaan salah satu pihak yang berkonflik untuk menempatkan
kepentingan lawannya di atas kepentingannya sendiri.
- Kompromis, suatu situasi di mana masing-masing pihak yang berkonflik
bersedia mengalah dalam satu atau lain hal.

Tahap 4 : Perilaku
Meliputi pernyataan aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang
berkonflik. Dengan demikian dalam konflik dibutuhkan teknik-teknik manajemen
konflik sehingga mendorong konflik mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
Untuk meredakan konflik yang ada, diperlukan untuk mempelajari teknik-teknik
manajemen konflik. Manajemen konflik adalah pemanfaatan teknik-teknik
resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang
diinginkan.

Teknik-teknik manajemen konflik


Teknik-teknik penyelesaian konflik
Pemecahan masalah Pertemuan tatap muka pihak-pihak yang berkonflik
untuk mengidentifikasi masalah dan
menyelesaikannya melalui diskusi terbuka
Tujuan superordinat Menetapkan tujuan bersama yang tidak dapat
dicapai tanpa kerja sama dari setiap pihak yang
berkonflik
Ekspansi sumber daya Ketika sebuah konflik timbul karena kelangkaan
sumber daya (uang,promosi,kesempatan,ruang
kantor) ekspansi sumber daya dapat menciptakan
solusi yang saling menguntungkan
8

Penghindaran Penarikan diri dari, atau penyembunyian, konflik


Memperhalus Meminimalkan perbedaan sembari menekankan
kepentingan bersama di antara pihak-pihak yang
berkonflik
Berkompromi Masih masing-masing pihak yang berkonflik
menyerahkan sesuatu yang bernilai
Perintah otoratif Manajemen menggunakan wewenang formalnya
untuk menyelesaikan konflik dan kemudian
menyampaikan keinginannya kepada pihak-pihak
yang terlibat
Mengubah variabel Menggunakan teknik-teknik perbuahan perilaku
manusia seperti pelatihan hubungan insani untuk mengubah
sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik
Mengubah variabel Mengubah struktur organisasi formal dan pola-pola
struktural interaksii dari pihak-pihak yang berkonflik melalui
rancang ulang pekerjaan, pemindahanm penciptaan
posisi koordinasi, dan sebagainya.
Teknik-teknik stimulasi konflik
Komunikasi Menggunakan pesan-pesan ambigu atau yang
sifatnya mengancam untuk menaikkan tingkat
konflik
Memasukkan orang Menambahkan karyawan ke suatu kelompok dengan
luar latar belakang, nilai-nilai, sikap, atau gaya
manajerialnya berbeda dari anggota-anggota yang
ada sekarang
Restrukturisasi Menata ulang kelompok-kelompok kerja, mengubah
organisasi aturan dan ketentuan, meningkatkan
kesalingketergantungan, dan membuat perubahan
struktural yang diperlukan untuk menggoyang status
quo
Membuat kambing Menunjuk seorang pengkritik untuk secara sengaja
hitam mendebat posisi mayoritas yang digenggam oleh
kelompok
Sumber : Robbins, 2006
9

Tahap 5 : Hasil
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan
konsekuensi. Konsekuensi atau akibat ini bisa saja bersifat fungsional atau
disfungsional. Dikatakan bersifat fungsional ketika konflik tersebut justru
menghasilkan perbaikan kinerja kelompok, sedangkan disfungsional adalah ketika
konflik tersebut menjadi penghambat kinerja kelompok.
1. Hasil Fungsional
Menjelaskan bahwa konfik dapat menjadi suatu penggerak yang
meningkatkan kinerja kelompok. Konflik bersifat konstruktif ketika hal tersebut
memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong
minat dan keingintahuan di antara anggota-anggota kelompok, menyediakan
media atau sarana untuk mengungkapkan masalah dan menurunkan ketegangan,
serta menumbuhkan suasana yang mendorong evaluasi diri dan perubahan. Selain
itu, heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan
kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan dan memfasilitasi perubahan dengan
cara meningkatkan fleksibilitas anggota.
2. Hasil Disfungsional
Menjelaskan bahwa konflik dapat menghambat kinerja dari sebuah kelompok.
Di antara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat
lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi
tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antaranggota. Yang lebih ekstrem,
konflik dapat menghentikan kelompok yang sedang berjalan dan secara potensial
mengancam kelangsungan hidup kelompok.
3. Menciptakan Konflik Fungsional
Tampaknya terdapat kesepakatan umum bahwa menciptakan konflik
fungsional merupakan pekerjaan yang sulit, salah satunya karena masih adanya
paham anti konflik, budaya anti konflik semacam itu mungkin telah dapat ditolerir
pada masa lalu, tetapi tidak dalam ekonomi global dengan persaingan ganas
seperti sekarang ini. Orgnisasi-organisasi yang tidak mmendorong dan
mendukung perbedaan pandangan mungkin tidak akan hidup. Contoh nyatanya
Walt Disney Company sengaja mendorong pertemuan-pertemuan besar, kusut dan
kacau demi menciptakan friksi dan merangsang gagasan yang kreatif. Satu bahan
10

baku yang umum dalam organisasi-organisasi yang sukses menciptakan konflik


fungsional adalah bahwa mereka menghargai perbedaan pendapat dan
menghukum penghindar konflik.

2.4. Definisi Negosiasi


Menurut Robbins & Judge (2013) negosiasi yaitu sebagai suatu proses yang
terjadi di mana dua pihak atau lebih menyepakati bagaimana cara mengalokasikan
sumber daya yang langka. Negosiasi adalah sebuah proses dimana dua pihak atau
lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati
nilai tukarnya.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah suatu upaya
yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud untuk mencari
jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.

2.5. Strategi Negosiasi


Menurut Robbins & Judge (2013) ada dua pendekatan umum terhadap
negosiasi yaitu negosiasi distributif dan negosiasi integratif.
a. Negosiasi Distributif
Negosiasi distributif adalah perundingan yang berusaha untuk membagi
sejumlah tetap sumber daya. Ciri yang paling khas dari negosiasi distributif ini
yaitu berjalan pada kondisi jumlah nol. Artinya, setiap hasil yang dirundingkan
adalah atas hasil perundingan bersama. Negosiasi distributif dijelaskan dalam
gambar sebagai berikut:

Pihak A dan B mewakili kedua perunding. Tiap titik sasaran menetapkan apa
yang ingin dicapainya. Masing-masing juga mempunyai titik penolakan
(resistance point) yang menandai hasil terendah yang dapat diterima.
11

b. Negosiasi Integratif
Negosiasi yang mengusahakan satu penyelesaian atau lebih yang dapat
menciptakan suatu pemecahan saling menguntungkan. Negosiasi antara penjualan
kredit merupakan contoh negosiasi integratif. Berbeda dengan Negosiasi
distributif, pemecahan masalah integratif berjalan dengan pengandaian bahwa
terdapat satu atau lebih penyelesaian yang akan menciptakan pemecahan masing-
masing.
Dari segi perilaku intraorganisasi, negosiasi integratif lebih disukai daripada
tawar-menawar distributif. Negosiasi integratif mengikat para perundingan dan
memungkinkan masing-masing untuk meninggalkan meja perundingan dengan
perasaan mendapat kemenangan. Di satu sisi lain, negosiasi distributif
meninggalkan satu pihak sebagai pihak yang kalah.

2.6. Proses Negosiasi


Menurut Robbins & Judge (2013) proses negosiasi memiliki suatu model
yang memiliki lima langkah, yaitu seperti pada gambar berikut:

1. Persiapan dan Perencanaan


Ada beberapa yang harus di persiapkan dan direncanakan sebelum memulai
sebuah perundingan. Sebelum melakukan sebuah perundingan, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut:
12

- Dasar dari konflik yang terjadi.


- Awal mula atau sejarah faktor yang mendorong konflik tersebut ke arah
perundingan.
- Siapa saja yang terlibat dari konflik tersebut.
- Bagaimana persepsi mereka mengenai konflik tersebut.
- Apa tujuan dari perundingan yang akan dilakukan tersebut.
Dan juga beberapa hal mengenai pendirian pihak lain terhadap tujuan
perundingan yaitu seperti sebagai berikut:
- Apa yang mungkin mereka minta?
- Seberapa besar mereka bertahan pada posisi mereka?
- Apa yang penting bagi mereka?
- Apa yang ingin mereka selesaikan?
Dengan menyiapkan beberapa poin diatas, maka pada saar perundingan
berlangsung akan semakin siap dalam mengatasi pendirian lawan dan siap untuk
melawan argumen-argumen lawan dengan fakta dan angka yang mendukung.
Dan mengembangkan strategi dengan menetapkan BATNA (Best alternative
to a negotiated agreement). BATNA adalah alternatif terbaik pada suatu
persetujuan yang dirundingkan; nilai terendah yang dapat diterima pada seorang
individu untuk suatu persetujuan yang dirundingkan.

2. Penentuan Aturan Dasar


Setelah menyiapkan persiapan dan mengembangkan strategi di tahap awal,
maka di tahap kedua ini yaitu menentukan aturan-aturan dasar dan prosedur
dengan pihak lain mengenai perundingan tersebut yaitu seperti:
- Siapa saja yang akan melakukan perundingan?
- Dimana lokasi perundingan akan dilaksanakan?
- Tentukan waktu yang tepat untuk melakukan perundingan tersebut.
- Batasi masalah dalam perundingan tersebut.
Pada tahap ini, pihak-pihak terkait juga akan mempertukarkan usulan atau
tuntutan mereka.

3. Klarifikasi dan Justifikasi


13

Di tahap ini, setelah tiap pihak terkait mempertukarkan pendirian dan


keinginan masing-masing, maka pada tahap ini kedua belah pihak saling
menegaskan, memperjelas, memperkuat, dan membenarlkan antar permintaan
masing-masing pihak.
Pada tahap ini, kedua belah pihak memberi informasi mengenai persoalan,
mengapa persoalam ini penting, dan bagaimana keinginan masing-masing pihak.

4. Tawar-menawar dan Penyelesaian Masalah


Di tahap ini lah hakikat dari proses perundingan yaitu memberi dan menerima
yang aktual dalam upaya memperbincangkan suatu persetujuan. Di tahap ini juga
kedua belah pihak perlu membuat sebuah konsesi (kontrak).

5. Penutupan dan Implementasi


Tahap akhir dalam proses negosiasi adalah memformalkan kesepakatan yang
telah di buat serta menyusun prosedur yang di perlukan untuk implementasi dan
pengawasan pelaksanaan. Dalam setiap kesepakatan negosiasi mensyaratkan
tentang hal – hal spesifik dalam hal kontrak formal, tapi dalam kebanyakan kasus
proses kesepakatan hanya di tandai dengan sekedar berjabat tangan.

2.7. Perbedaan Individu dalam Negosiasi


Menurut Luthan Fred (2005) terdapat perbedaan individu dalam negosiasi,
antara lain peran suasana hati dan sifat-sifat kepribadian, perbedaan gender dalam
negosiasi, dan efek perbedaan kultur terhadap gaya bernegosiasi. Berikut ini
penjelasan dari setiap isu-isu tersebut:
1. Peran Suasan Hati dan Sifat Kepribadian dalam Negosiasi
Suasana hati sangat penting dalam negosiasi. Berunding atau bernegosiasi
dengan suasana hati yang positif akan memperoleh hasil yang lebih baik dari pada
bernegosiasi dengan suasana hati yang buruk. Sifat kepribadian seseorang juga
berpengaruh terhadap suatu negosiasi. Misalnya, orang yang ekstrovert sering kali
gagal dibandingkan orang yang introvert.
2. Perbedaan Gender dalam Negosiasi
14

Antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan dalam bernegosiasi,


tetapi dapat mempengaruhi hasil negosiasi secara terbatas. Sikap perempuan
terhadap negosiasi dan terhadap diri mereka sendiri sebagai perunding tampaknya
sangat berbeda dengan sikap laki-laki. Manajer perempuan memperlihatkan rasa
kurang percaya diri dalam mengantisipasi negosiasi dan lebih tidak puas dengan
kinerja mereka setelah proses perundingan selesai, bahkan ketika kinerja mereka
dan hasil yang mereka capai sama dengan yang dicapai perunding laki-laki.
3. Perbedaan Kultur dalam Negosiasi
Gaya dalam bernegosiasi berbeda-beda antara satu kultur dengan kultur
lainnya. Kultur dalam bernegosiasi berpengaruh dalam jumlah dan jenis persiapan
untuk negosiasi, menekankan pada tugas dibanding hubungan interpersonal,
mempengaruhi taktik yang digunakan, dan tempat dimana negosiasi akan
dilaksanakan.

2.8. Negosiasi Menggunakan Pihak Ketiga


Pihak ketiga dilibatkan saat pihak-pihak yang bernegosiasi mengalami
jalan buntu,adakalanya pihak ketiga sengaja dilibatkan sejak awal proses
negosiasi. Dalam keadaan apapun, negosiasi yang melibatkan pihak ketiga
semakin banyak digunakan. Menurut Robbins & Judge (2013) terdapat tiga peran
mendasar pihak ketiga yaitu mediator (penengah), arbitrator (wasit), dan
konsiliator (perujuk).

1. Mediator
Pihak ketiga netral yang memfasilitasi penyelesaian perundingan dengan
menggunakan penalaran, pemberian usulan, dan persuasi dalam kapasitasnya
sebagai fasilitator. Para mediator ini memfasilitasi penyelesaian masalah
dengan mempengaruhi bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi
berinteraksi. Para mediator tidak memiliki otoritas yang mengikat, pihak-
pihak yang terlibat bebas mengacuhkan usaha mediasi ataupun
rekomendasi yang dibuat oleh pihak ketiga
2. Arbitrator
Pihak ketiga yang memiliki wewenang untuk menentukan
kesepakatan. Arbitrase bisa bersifat sukarela (diminta) atau wajib
15

(dipaksakan kepada para pihak berdasarkan undang-undang atau kontrak


yang berlaku). Pihak ketiga memiliki wewenang memaksa terjadinya
kesepakatan. Kelebihan arbitrase dibanding mediasi adalah bahwa arbitrase
selalu menghasilkan penyelesaian.
3. Konsiliator
Pihak ketiga yang dipercaya untuk membangun relasi komunikasi informal
antara perunding dan lawannya. Seseorang yang dipercaya oleh kedua pihak
dan bertugas menjembatani proses komunikasi pihak-pihak yang bersitegang.
Seorang konsiliator tidak memiliki kekuasaan formal untuk mempengaruhi
hasil akhir negosiasi seperti seorang mediator.
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan
Konflik adalah suatu bentuk pertentangan yang terjadi antara dua pihak
atau lebih di mana salah satu pihak merasa dirugikan atau dipengaruhi secara
negatif sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap perilaku pihak lain.
Konflik dalam organisasi bisa terjadi dalam diri individu pegawai, antar individu,
dalam kelompok, antar kelompok dan antar organisasi, baik secara vertikal
maupun horizontal sebagai akibat adanya perbedaan karakteristik individu,
masalah komunikasi dan struktur organisasi. Kemampuan manajemen konflik dari
seorang manajer dituntut untuk mengoptimalkan semua konflik menjadi
fungsional. Kegagalan dalam manajemen konflik mengakibatkan efektivitas
organisasi dipertaruhkan. Terdapat tiga pandangan dalam konflik, yaitu
pandangan tradisional, pandangan hubungan manusia, dan pandangan
interaksionis. Proses konflik terdiri atas lima tahapan yaitu, potensi pertentangan
atau ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.
Negosiasi adalah bagian penting dalam kehidupan sehari-hari agar dapat
bertahan dalam bisnis atau bidang lainnya. Dalam pelaksaaan negosiasi tidak
jarang terjadi konflik yang membawa masalah tersendiri dari tingkat yang
sederhana sampai masalah yang kompleks sehingga mengganggu jalannya
negosiasi. Agar negosiasi berjalan dengan baik maka proses negosiasi harus
mengikuti lima langkah, yaitu persiapan dan perencanaan, definisi dan aturan-
aturan dasar, penjelasan dan pembenaran, tawar-menawar dan pemecahan
masalah, penutupan dan pelaksanaan. Ada dua strategi dalam bernegosiasi, yaitu
Negosiasidistributif dan negosiasi integratif. Terdapat perbedaan individu dalam
negosiasi, antara lain peran suasana hati dan sifat-sifat kepribadian, perbedaan
gender dalam negosiasi, dan efek perbedaan kultur terhadap gaya bernegosiasi.
Saat bernegosiasi mengalami jalan buntu, adakalanya pihak ketiga sengaja
dilibatkan sejak awal proses negosiasi. Terdapat tiga peran mendasar pihak ketiga
yaitu mediator (penengah), arbitrator (wasit), dan konsiliator (perujuk).

16
17

DAFTAR PUSTAKA

Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2013). Organizational Behavior. Pearson Prentice


Hall.
Wahyuni, D. (t.thn.). Dipetik Oktober 29, 2018, dari www.academia.edu:
https://www.academia.edu/19754023/KONFLIK_DAN_NEGOSIASI

Anda mungkin juga menyukai