Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Perilaku Organisasi
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Nanang Fattah, M. Pd.
Disusun oleh :
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi nikmat dan karunia yang
berlimpah terutama nikmat dalam menuntut dan mengamalkan ilmu. Atas izin-
Nya pula akhirnya penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Konflik dan Negosiasi” ini tepat pada waktunya.
Dalam makalah ini penyusun membahas mengenai definisi konflik,
transisi dalam pemikiran konflik, langkah-langkah dalam proses konflik, definisi
negosiasi, dan hal lain yang berkaitan dengan judul.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dorongan dalam menyelesaikan makalah ini. Akhirnya,
penyusun berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penyusun khususnya dan
bagi masyarakat umumnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
3
4
Pandangan hubungan manusia ini mendominasi teori konflik dari akhir tahun
1940-an sampai pertengahan tahun 1970-an.
c. Pandangan Interaksionis,
Pandangan ini mendorong munculnya konflik atas dasar pemikiran bahwa
kelompok yang harmonis, damai, tenang, dan kooperatif cenderung menjadi statis,
apatis, serta tidak tanggap terhadap perlunya perubahan dan inovasi. Oleh karena
itu, sumbangan utama dari pendekatan interaksionis adalah mendorong pemimpin
kelompok mempertahankan tingkat konflik minimum yang berkelanjutan – cukup
untuk membuat kelompok itu bertahan hidup, kritis terhadap dirinya sendiri, dan
kreatif.
Terdapat dua kategori konflik, yaitu:
- Konflik fungsional, yaitu konflik yang mendukung tujuan kelompok dan
meningkatkan kinerjanya.
- Konflik disfungsional, yaitu konflik yang menghambat kinerja kelompok.
Secara spesifik, ada tiga tipe konflik:
- Konflik tugas, yaitu berhubungan dengan muatan dan tujuan pekerjaan.
- Konflik hubungan, yaitu berfokus pada hubungan antarpersonal.
- Konflik proses, berhubungan dengan bagaimana suatu pekerjaan dilaksanakan.
Tahap 3 : Maksud
Maksud mengintervensi antara persepsi serta emosi orang dan perilaku
luaran mereka. Maksud adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu.
Banyak konflik bertambah parah semata-mata karena salah satu pihak salah dalam
memahami maksud pihak lain. Selain itu, biasanya ada perbedaan yang besar
antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara
akurat maksud seseorang. muncul karena salah-satu pihak salah dalam memahami
maksud pihak lain.
Tahap 4 : Perilaku
Meliputi pernyataan aksi dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang
berkonflik. Dengan demikian dalam konflik dibutuhkan teknik-teknik manajemen
konflik sehingga mendorong konflik mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
Untuk meredakan konflik yang ada, diperlukan untuk mempelajari teknik-teknik
manajemen konflik. Manajemen konflik adalah pemanfaatan teknik-teknik
resolusi dan dorongan (stimulasi) untuk mencapai tingkat konflik yang
diinginkan.
Tahap 5 : Hasil
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan
konsekuensi. Konsekuensi atau akibat ini bisa saja bersifat fungsional atau
disfungsional. Dikatakan bersifat fungsional ketika konflik tersebut justru
menghasilkan perbaikan kinerja kelompok, sedangkan disfungsional adalah ketika
konflik tersebut menjadi penghambat kinerja kelompok.
1. Hasil Fungsional
Menjelaskan bahwa konfik dapat menjadi suatu penggerak yang
meningkatkan kinerja kelompok. Konflik bersifat konstruktif ketika hal tersebut
memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong
minat dan keingintahuan di antara anggota-anggota kelompok, menyediakan
media atau sarana untuk mengungkapkan masalah dan menurunkan ketegangan,
serta menumbuhkan suasana yang mendorong evaluasi diri dan perubahan. Selain
itu, heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan
kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan dan memfasilitasi perubahan dengan
cara meningkatkan fleksibilitas anggota.
2. Hasil Disfungsional
Menjelaskan bahwa konflik dapat menghambat kinerja dari sebuah kelompok.
Di antara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat
lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi
tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antaranggota. Yang lebih ekstrem,
konflik dapat menghentikan kelompok yang sedang berjalan dan secara potensial
mengancam kelangsungan hidup kelompok.
3. Menciptakan Konflik Fungsional
Tampaknya terdapat kesepakatan umum bahwa menciptakan konflik
fungsional merupakan pekerjaan yang sulit, salah satunya karena masih adanya
paham anti konflik, budaya anti konflik semacam itu mungkin telah dapat ditolerir
pada masa lalu, tetapi tidak dalam ekonomi global dengan persaingan ganas
seperti sekarang ini. Orgnisasi-organisasi yang tidak mmendorong dan
mendukung perbedaan pandangan mungkin tidak akan hidup. Contoh nyatanya
Walt Disney Company sengaja mendorong pertemuan-pertemuan besar, kusut dan
kacau demi menciptakan friksi dan merangsang gagasan yang kreatif. Satu bahan
10
Pihak A dan B mewakili kedua perunding. Tiap titik sasaran menetapkan apa
yang ingin dicapainya. Masing-masing juga mempunyai titik penolakan
(resistance point) yang menandai hasil terendah yang dapat diterima.
11
b. Negosiasi Integratif
Negosiasi yang mengusahakan satu penyelesaian atau lebih yang dapat
menciptakan suatu pemecahan saling menguntungkan. Negosiasi antara penjualan
kredit merupakan contoh negosiasi integratif. Berbeda dengan Negosiasi
distributif, pemecahan masalah integratif berjalan dengan pengandaian bahwa
terdapat satu atau lebih penyelesaian yang akan menciptakan pemecahan masing-
masing.
Dari segi perilaku intraorganisasi, negosiasi integratif lebih disukai daripada
tawar-menawar distributif. Negosiasi integratif mengikat para perundingan dan
memungkinkan masing-masing untuk meninggalkan meja perundingan dengan
perasaan mendapat kemenangan. Di satu sisi lain, negosiasi distributif
meninggalkan satu pihak sebagai pihak yang kalah.
1. Mediator
Pihak ketiga netral yang memfasilitasi penyelesaian perundingan dengan
menggunakan penalaran, pemberian usulan, dan persuasi dalam kapasitasnya
sebagai fasilitator. Para mediator ini memfasilitasi penyelesaian masalah
dengan mempengaruhi bagaimana pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi
berinteraksi. Para mediator tidak memiliki otoritas yang mengikat, pihak-
pihak yang terlibat bebas mengacuhkan usaha mediasi ataupun
rekomendasi yang dibuat oleh pihak ketiga
2. Arbitrator
Pihak ketiga yang memiliki wewenang untuk menentukan
kesepakatan. Arbitrase bisa bersifat sukarela (diminta) atau wajib
15
3.1. Simpulan
Konflik adalah suatu bentuk pertentangan yang terjadi antara dua pihak
atau lebih di mana salah satu pihak merasa dirugikan atau dipengaruhi secara
negatif sehingga menimbulkan ketidakpuasan terhadap perilaku pihak lain.
Konflik dalam organisasi bisa terjadi dalam diri individu pegawai, antar individu,
dalam kelompok, antar kelompok dan antar organisasi, baik secara vertikal
maupun horizontal sebagai akibat adanya perbedaan karakteristik individu,
masalah komunikasi dan struktur organisasi. Kemampuan manajemen konflik dari
seorang manajer dituntut untuk mengoptimalkan semua konflik menjadi
fungsional. Kegagalan dalam manajemen konflik mengakibatkan efektivitas
organisasi dipertaruhkan. Terdapat tiga pandangan dalam konflik, yaitu
pandangan tradisional, pandangan hubungan manusia, dan pandangan
interaksionis. Proses konflik terdiri atas lima tahapan yaitu, potensi pertentangan
atau ketidakselarasan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, dan akibat.
Negosiasi adalah bagian penting dalam kehidupan sehari-hari agar dapat
bertahan dalam bisnis atau bidang lainnya. Dalam pelaksaaan negosiasi tidak
jarang terjadi konflik yang membawa masalah tersendiri dari tingkat yang
sederhana sampai masalah yang kompleks sehingga mengganggu jalannya
negosiasi. Agar negosiasi berjalan dengan baik maka proses negosiasi harus
mengikuti lima langkah, yaitu persiapan dan perencanaan, definisi dan aturan-
aturan dasar, penjelasan dan pembenaran, tawar-menawar dan pemecahan
masalah, penutupan dan pelaksanaan. Ada dua strategi dalam bernegosiasi, yaitu
Negosiasidistributif dan negosiasi integratif. Terdapat perbedaan individu dalam
negosiasi, antara lain peran suasana hati dan sifat-sifat kepribadian, perbedaan
gender dalam negosiasi, dan efek perbedaan kultur terhadap gaya bernegosiasi.
Saat bernegosiasi mengalami jalan buntu, adakalanya pihak ketiga sengaja
dilibatkan sejak awal proses negosiasi. Terdapat tiga peran mendasar pihak ketiga
yaitu mediator (penengah), arbitrator (wasit), dan konsiliator (perujuk).
16
17
DAFTAR PUSTAKA