DI SUSUN OLEH :
NAMA : ZADRAK TEURUPUN
NIM : 183145105003
KELAS : A (2018)
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayahnya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “MANAJEMEN KEPERAWATAN DAN MENEGAKKAN
STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK ” dengan baik.
Kami berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini, khususnya dosen pembimbing kami yang telah membimbing kami hingga
terselesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
pembaca sangat kami perlukan dalam perbaikan makalah ini.
Dan semoga makalah ini bisa berguna bagi kami dan pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata pengantar………………………………………………………………… i
Daftar isi…………………………………………………………….…………. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan………………………………………..……………….…………. 19
3.2 Saran………………………………………..……………….……….………… 19
DAFTAR PUSTAK
BAB I
PENDAHULUAN
Marquis dan Hunson (1998) mendefenisikan konflik sebagai masalah internal dan
eksternal yang sebagai akibat dari perbedan pendapat, nilai-nilai, atau keyakinan dari dua
orang atau lebih. Littlefied (1995) menggatakan bahwa konflik dapat dikategorikan sebagai
suatu kejadian atau proses. Sebagai suatu kejadian, konflik terjadi akibat ketidaksetujuan
antara dua orang atau organisasi yang merasa kepentingannya terancam. Sebagai proses,
konflik dimanifestasikan sebagai suatu rangkaian tindakan yang dilakukan oleh dua orang
atau kelompok, di mana setiap orang atau kelompok berusaha menghalangi atau mencegah
kepuasan dari pihak lawan. Sumber konflik di organisasi dapat ditemukan pada kekuasaan,
komunikasi, tujuan seseorang dan organisasi, ketersediaan sarana, perilaku kompetisi dan
kepribadian serta peran yang membingungkan.
Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan asuhan
keperawatan. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai dua asumsi dasar tentang konflik.
Asumsi dasar yang pertama adalah konflik merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam
suatu organisasi. Asumsi yang kedua adalah jika konflik dapat dikelola dengan baik, maka
dapat menghasilkan suatu penyelesaian yang kreatif dan berkualitas, sehingga berdampak
terhadap peningkatan dan pengembangan produksi. Di sini, peran manajer sangat penting
dalam mengelola konflik. Manajer berusaha menggunakan konflik yang konstruktif dalam
mmenciptakan lingkungan yang produktif. Jika konflik mengarah ke suatu yang
menghambat, maka manajer harus mengidentifikasi sejak awal dan secara akktif melakukan
intervensi supaya tidak berefek pada produktivitas dan motivasi kerja. Belajar menangani
konflik secara konstruktif dengan menekankan pada win-win solution merupakan
keterampilan kritis dalam suatu manajemen.
1.2 Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
Konflik adalah ketidak sesuaian paham antara dua anggota atau lebih yang timbul karena
fakta bahwa mereka harus membagi dalam mendapatkan sumber daya yang langkah atau
aktivitas pekerjaan atau karena fakta bahwa mereka memiliki status – status, tujuan –
tujuan,nilai – nilai, atau persepsi yang berbeda. (Menurut James,A.F stroner, dan Charles
Wanker).
Arti konflik telah dikacaukan dengan banyaknya definisi dan konsepsi yang saling
berbeda. Pada hakekatnya konflik dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi
pertentangan atau antagonistik antara dua atau lebih pihak.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, konflik adalah percekcokan, perselisihan atau
pertentangan baik dari segi pemikiran atau kebijakan.
Menurut sosiologis, konflik merupakan proses antara dua orang atau lebih yang berusaha
menyingkirkan dengan cara menghancurkan atau membuat tidak berdaya.
Menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah proses memenuhi tujuan dengan cara
menentang pihak lawan disertai ancaman atau kekerasan.
Menurut Lewis A.Coser, konflik adalah perjuangan nilai kekuasaan dan sumber daya yang
bersifat langka dengan maksud menetralkan, mencederai atau melenyapkan lawan.
Menurut Gillin dan Gillin, konflik merupakan proses interaksi yang berlawanan .
Konflik adalah proses yang dimulai ketika satu pihak menganggap pihak lain secara
negatif mempengaruhi, atau akan secara negatif mempengaruhi, sesuatu yang menjadi
kepedulian pihak pertama.
2.2 Sejarah Terjadinya Manajemen Konflik
Sejarah terjadinya suatu konflik pada suatu organisasi dimulai seratus tahun yang lalu, di
mana konflik adalah suatu kejadian yang alamiah dan peristiwa yang pasti terjadi di
organisasi. Pada awal abad ke-20, konflik diindikasi sebagai suatu kelemahan manajemen
pada suatu organisasi yang harus dihindari. Keharmonisan suatu organisasi sangat
diharapkan, tetapi konflik suatu selalu akan merusaknya. Ketika konflik mulai terjadi pada
suatu organisasi, meskipun dihindari dan ditolak, namun harus tetap diselesaikan secepatnya.
Konflik sebenarnya dapat dihindari dengan mengarahkan staf kepada tujuan yang jelas dalam
melaksanakan tugas dan memfasilitasi agar staf dapat mengekspresikan ketidakpuasannya
secara langsung, sehingga masalah tidak menumpuk dan bertambah banyak.
Pada pertengahan abad ke-19, ketika ketidakpuasan staf dan umpan balik dari atasan tdak
ada, maka konflik diterima secara pasif sebagai suatu kejadian yang normal dalam organisasi.
Oleh karena itu, seorang manajer harus belajar banyak tentang bagaimana menyelesaikan
konflik tersebut daripada berusaha menghindarinya. Meskipun konflik dalam organisasi
merupakan suatu unsur penghambat staf dalam melksanakan tugasnya, tetapi diakui bahwa
konflik dan kerjasama dapat terjadi secara bersamaan.
Teori interaksi pada tahun 1970 mengemukakan bahwa konflik merupakan suatu hal yang
penting, dan secara aktif mengajakan organisasi untuk menjadikan konflik sebagai salah satu
pertumbuhan produksi. Teori ini menekankan bahwa konflik dapat tergantung bagaimana
manajer mengelolannya. Mengingat konflik adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarkan
dalam organisasi, maka manajer harus dapat mengelolannya dengan baik.
Konflik dapat berupa sesuau yang kualitatif atau kuantitatif. Meskipun konflik berakibat
terhadap stres, tetapi dapat meningkatkan produksi dan kreaktivitas. Manajemen konflik yang
konstruktif akan menghasilkan lingkungan yang kondusif untuk di diskusikan sebagai suatu
fenomena utama, komunikasi yang terbuka melalui pengaturan perasaan, dan tukar pikiran
serta tanggung jawab yang menguntungkan dalam menyelesaikan suatu perbedaan(Erwin,
1992).
2.3 Jenis-jenis Konflik
a. Konflik Sederhana
Konflik dengan jenis ini masih pada taraf emosi dan muncul dari perasaan berbeda yang
dimiliki oleh individu. Terdapat empat jenis konflik sederhana, yaitu:
1. Konflik personal versus diri sendiri adalah konflik yang terjadi karena apa yang
dipikirkan atau yang diharapkan tidak sesuai dengan kenyataan.
2. Konflik personal versus personal adalah konflik antar personal yang bersumber dari
perbedaan karakter masing-masing personal.
3. Konflik personal versus Masyarakat adalah konflik yang terjadi antara individu dan
Masyarakat yang bersumber dari perbedaan keyakinan suatu kelompok atau
keyakinan Masyarakat atau perbedaan hukum.
4. Konflik personal versus alam adalah konflik yang terjadi antara keberadaan
personal dan tekanan alam.
Jenis konflik dapat juga dilihat dari sifat gerak-dinamika konflik. Berdasarkan sifatnya,
konflik dapat dibedakan menjadi:
1. Adanya keyakinan bahwa setiap konflik mempunyai struktur tertentu, dan struktur itu
umumnya bersifat laten yang mempunyai karakteristik, sifat, atau modus operan yang
relatif hampir sama dan berulang-ulang.
2. Konflik yang bersifat manifes, konflik laten yang menjadi konflik yang nyata
(manifes).
3. Kadang–kadang sifat konflik itu tidak laten juga tidak manifes. Melainkan datang
sebagai sebuah peristiwa yang luar biasa karena tidak ada catatan modus operan di
sebelumnya.
c. Konflik Berdasarkan Jenis Peristiwa dan Proses
Konflik dapat dibedakan berdasarkan posisi pelaku konflik yang berkonflik, yaitu (Wirawan;
2010: 116):
1. Konflik vertikal, yaitu konflik yang terjadi antara elite dan massa (rakyat). Elit yang
dimaksud adalah aparat militer, pusat pemerintah ataupun kelompok bisnis. Hal yang
menonjol dalam konflik vertikal adalah terjadinya kekerasan yang biasa dilakukan
oleh pemerintah terhadap rakyat.
2. Konflik horizontal, adalah konflik terjadi di kalangan massa atau rakyat sendiri,
antara individu atau kelompok yang memiliki kedudukan yang relatif sama. Artinya,
konflik tersebut terjadi antara individu atau kelompok yang memiliki kedudukan
relatif sederajat, tidak ada yang lebih tinggi dan rendah.
2.4 Tahapan Tahapan Konflik
1. Prakonflik
Ini merupakan periode dimana terdapat suatu ketidak sesuaian sasaran diantara dua belah
pihak atau lebih, sehingga timbullah sebuah konflik. Konflik tersembunyi dari
pandangan umum, meskipun satu pihak atau lebih mengetahui potensi terjadinya
konfrontasi. Mungkin terdapat ketegangan hubungan diantara beberapa pihak atau
keinginan untuk menghindari kontak satu sama lain pada tahap ini.
2. Konfrotasi
Pada tahap ini konflik terjadi semakin terbuka. Jika hanya satu pihak yang merasa ada
masalah. Mungkin para pendukungnya mulai melakukan aksi demonstrasi atau perilaku
konfrontatif. Pertikaian atau kekerasan pada tingkat rendah lainnya terjadi diantara
kedua belah pihak. Masing–masing pihak mungkin mengumpulkan sumber daya dan
kekuatan dan mencari sekutu dengan harapan dapat meningkatkan konfrontasi dan
kekerasan. Hubungan diantara kedua belah pihak menjadi sangat tegang, mengarah pada
polarisasi antara para pendukung di masing-masing pihak.
3. Krisis
Ini merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan kekerasan terjadi paling hebat.
Dalam konflik skala besar, ini merupakan periode perang, ketika kedua belah pihak jatuh
korban dan saling membunuh. Komunikasi normal diantara kedua belah pihak
kemungkinan terputus. Pernyataan–pernyataan umum cenderung menuduh dan
menentang pihak-pihak lainnya.
4. Akibat
Suatu konflik pasti akan meninggalkan akibat. Satu pihak mungkinmenaklukkan pihak
lain, atau mungkin melakukan gencatan senjata. Satu pihak mungkin menyerah dengan
sendirinya, atau menyerah atas desakan pihak lain. Kedua belah pihak mungkin setuju
untuk bernegosiasi dengan atau tanpa perantara. Suatu pihak yang mempunyai otoritas
atau pihak ketiga yang mungkin lebih berkuasa memaksa dua belah pihak untuk
menghentikan pertikaian. Apapun keadaannya, tingkat ketegangan, konfrontasi dan
kekerasan pada tahap ini agak menurun, dengan kemungkinan adanya penyelesaian.
5. Pasca konflik
Di dalam organisasi, konflik dipandang secara vertikal dan horisontal (Marquris dan Huston,
1998). Konflik vertikal terjadi antara atasan dan bawahan. Konflik horisontal terjadi antara
staf dengan posisi dan kedudukan yang sama, misalnya konflik yang meliputi wewenang,
keahlian, dan praktik. Konflik dapat dibedakan menjadi tiga jenis yakni, konflik
intrapersonal, interpersonal, dan antarkelompok.
1. Konflik Intrapersonal
Konflik yang terjadi pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal untuk
mengklarifikasi nilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering dimanifestasikan
sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya, manajer mungkin merasa mempunyai konflik
intrapersonal degan loyalitas terhadap profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan, dan
loyalitas kepada pasien.
2. Konflik Interpersonal
Konflik interpersonal terjadi antara dua orang atau lebih di mana nilai, tujuan, dan kekayaan
berbeda. Konflik ini sering terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang
lain, sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Manajer sering mengalami konflik dengan
teman sesama manajer, atasan, dan bawahannya.
Konflik terjadi antara dua atau lebih, kelompok, departemen, atau organisasi. Sumber konflik
jenis ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas(kualitas jasa layanan),
serta keterbatasan prasarana.
Pendeskripsian batasan pekerjaan yang tidak jelas dapat memicu munculnya konflik
dikarenakan adanya orang/individu yang tidak tahu pekerjaanya dan dapat mengganggu tugas
dan wewenang dari orang lain.
Konflik juga dapat terjadi jika komunikasi dalam suatu komunitas tidak berjalan lancar,
kondisi yang seperti ini akan menimbulkan misunderstanding/kesalahpahaman.
Tekanan waktu juga dapat memicu adanya konflik, jika dalam suatu komuntas tidak dapat
memanage waktu dengan baik dan menggunakannya secara efektif dalam mencapai target
yang ditentukan.
Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal, juga dapat memicu konflik
dikarenakan adanya standar, peraturan dan kebijakan yang tidak dapat diwujudkan.
5. Pertikaian antarpribadi
Pertikaian antarpribadi juga dapat memicu adanya konflik karena akan muncul tidak adanya
sinergi/kerjasama antara pribadi yang bertikai dan mencari pembenaran pribadi masing-
masing.
Perbedaan status juga termasuk pemicu munculnya konflik, karena adanya yang merasa
superioritas/diatas daripada yang lain.
Harapan yang tidak terwujud akan memicu konflik karena akan menjadi halangan tersendiri
bagi komunitas atau individu ketika adanya harapan yang tidak terwujud dapat menurunkan
self confidance/kepercayaan dirinya menurun sehingga terjadi kesusahan dalam mempercayai
diri maupun orang lain.
2.8 Strategi Penyelesaian Manajemen Konflik
- Langkah-langkah
Vestal (1994) menjabarkan langkah-langkah menyelesikan suatu konflik meliputi
pengkajian, identifikasi, dan intevensi.
1. Pengkajian
a. Analisis situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang diperlukan, setelah
dilakukan pengumpulan fakta dan memvalidasi semua perkiraan melalui
pengkajian lebih mendalam. Kemudian siapa yang terlibat dan peran masing-
masing. Tentukan jika situasinya dapat berubah.
c. Menyusun tujuan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.
2. Identifikasi
a. Mengelola perasaan
Hindari respons emosional:marah, sebab setiap orang mempunyai rsepons yang
berbeda terhadap kata-kata, ekspresi, dan tindakan.
3. Intervensi
a. Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik. Selanjutnya
identifikasi hasil yang positif yang akan terjadi.
b. Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian konflik
memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode yang paling sesuai untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi.
2. Kompetisi
Strategi ini dapat diartikan sebagai win-lose situation. Penyelesaian ini menekankan
hanya ada satu orang atau kelompok yang menang tanpa mempertimbangkan yang
kalah. Akibat negatif dari strategi ini adala kemarahan, putus asa, dan keinginan untuk
perbaikan di masa mendatang.
3. Akomodasi
Istilah lain yang sering digunakan cooperative situation. Konflik ini berlawanan
dengan kompetisi. Pada strategi ini, seseorang berusaha mengakomodasi
permasalahan, dan memberi kesempatan pada orang lain untuk menang. Masalah
utama yang terjadi sebenarnya tidak terselesaikan, strategi ini biasanya digunakan
dalam politik untuk merebut kekuasaan dengan berbagai konsekuensinya.
4. Smoothing
Teknik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi komponen
emosional dalam konflik. Pada strategi ini, individu yang terlibat dalam konflik
berupaya mencapai kebersamaan daripada perbedaan dengan penuh kesadaran dan
introspeksi diri. Strategi ini bisa diterapkan pada konflik yang ringan, tetapi tidak
dapat dipergunakan pada konflik yang besar, misalnya persaingan, pelayanan/hasil
produksi.
5. Menghindar
Semua yang terlibat dalam konflik, pada strategi ini, individu menyadari tentang
masalah yang dihadapi, tetapi memilih untuk menghindar atau tidak menyelesaikan
masalah. Strategi ini biasanya dipilih bila ketidaksepakatan membahayakan kedua
pihak, biaya penyelesaian lebih besar daripada menghindar, atau perlu orang ketiga
dalam menyelesaikannya, atau jika masalah dapat terselesaikan dengan sendirinya.
6. Kolaborasi
Strategi ini merupakan strategi win-win solution. Dalam kolaborasi, kedua pihak yang
terlibat menentukan tujuan bersama dan bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan.
Karena keduanya yakin akan tercapainya suatu tujuan yang telah ditetapkan. Strategi
kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila kompetisi insentif sebagai bagian dari situasi
tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai kemampuan dalam menyelesaikan
masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari kedua kelompok/seseorang (Bowditch
dan Buono 1994).
- Ada beberapa strategi dan cara yang perlu dilaksanakan dalam menciptakan
kondisi yang persuasif, asertif, dan komunikasi terbuka selama negosiasi
berjalan :
1. Pilh fakta-fakta yang rasional dan berdasarkan hasil penelitian.
2. Dengarkan dengan seksama, dan perhatikan respons nonverbal yang nampak.
3. Berpikirlah pisitif dan selalu terbuka untuk menerima semua alternatif informasi
yang disampaikan.
4. Upayakan untuk memahami pandangan apa yang disampaikan lawan bicara Anda.
Konsentrasi dan perhatikan, tidak hanya memberikan persetujuan.
5. Selalu disesuaikan tentang konflik yang terjadi. Hindarkan masalah-masalah
pribadi pada saat organisasi.
6. Hindari menyalahkan orang lain atas konflik yang terjadi.
7. Jujur.
BAB II
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konflik dapat dicegah atau diatur dengan menerapkan disiplin, komunikasi efektif,
dan saling pengertian antara sesama rekan kerja. Untuk mengembangkan alternatif
solusi agar dapat mencapi satu kesepakatan dalam pemecahan konflik, diperlukkan
komitmen yang sungguh-sunggu.
Ada beberapa stragtegi yang dapat digunakan, antara lain ; akomodasi, kompetisi,
kolaborasi, negosiasi, dan kompromi.
3.2 Saran
Marquis, B.L., dan C.J.Huston.. 1998. Management Decision Making 124 Case Studies.
Edisi 3. New York: Lippincott-Raven.