Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH MANAJEMEN KONFLIK KEPERAWATAN

DOSEN PENGAMPU :
SILVALIA RAHMA PRATIWI, S.Tr.Kep,M.K.M

DISUSUN OLEH :

1. DENI TRIANTI (102122137)


2. MARYANTI (102122093)
3. RANTI ELIZA (102122094)

PRODI D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RATU SAMBAN
TAHUN AJARAN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, karena berkat
rahmat, hidayat dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Makalah Manajemen Konflik Keperawatan.”
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas keperawatan jiwa.penulis
menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh
dari kesempurnaan, hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki.

Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan makalah ini, penulis sangat


mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
dan semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah
SWT.

Arga Makmur, 6 Januari 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang .............................................................................................


1.2 Rumusan masalah........................................................................................
1.3 Tujuan penulisan..........................................................................................

BAB II. TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep manajemen konflik.........................................................................


2.2 Aspek positif dan negatif konflik.................................................................
2.3 Penyebab konflik .........................................................................................
2.4 Solusi ...........................................................................................................

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................................


3.2 Saran.............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perawat adalah salah satu profesi yang menyediakan pelayanan jasa keperawatan dan
langsung berinteraksi dengan banyak orang dalam hal ini adalah klien. Profesi perawat
juga menjalin hubungan kolaboratif antar tim kesehatan, baik itu dengan dokter, laboran,
ahli gizi, apoteker, dan semua yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Dalam
menjalankan pekerjaannya, perawat akan saling berinteraksi dengan tim kesehatan
tersebut dan ketika tim ini memandang suatu masalah atau situasi dari sudut pandang
yang berbeda maka dapat terjadi sebuah konflik (CNO, 2009). Perawat seringkali
mengambil tindakan menghindar dalam menyelesaikan permasalahan atau konflik yang
terjadi dengan tujuan mempertahankan status nyaman dan mencegah perpecahan dalam
kelompok (Hudson, 2005). Ironisnya, strategi tersebut memberikan dampak destruktif
terhadap perkembangan individu dan organisasi.
Penyelesaian konflik diharapkan bersifat sealami mungkin dengan tujuan
meningkatkan proses belajar dan pemahaman individu atau organisasi dalam
menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan datang (Shetach, 2012). Menurut
Rahim (2002), gaya kepemimpinan (demokratis, autokratis, dan Laissez faire) sangat
mempengaruhi pemilihan strategi penyelesaian konflik (integrating (problem solving),
obliging, compromising, dominating (forcing), avoiding), dimana setiap strategi tersebut
memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing tergantung pada batasan dan sumber
konflik, serta tujuan yang ingin dicapai apakah berorientasi pada hubungan antar anggota
(concern for others) atau berorientasi pada diri sendiri (concern for self). Oleh karena itu
seorang pemimpin perlu memiliki pemahaman yang cukup tentang pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap penyelesaian konflik individu ataupun organisasi.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah menyusun makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang
penerapan manajemen konflik di seluruh tatanan.
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa diharapkan mampu :
a. Menjelaskan tentang konsep dasar kepemimpinan dan manajemen konflik.
b. Menjelaskan pengaruh kepemimpinan dalam manajemen konflik.
c. Membuat kasus konflik dan melakukan analisa terkait gaya kepemimpinan dan
strategi penyelesaian konflik yang tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Manajemen Konflik


2.1.1 Definisi Manajemen Konflik
Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide, nilai-
nilai, dan perasaan antara dua orang atau lebih (Marquis & Huston, 1996 dalam
Hendel dkk, 2005). Menurut Kazimoto (2013), konflik adalah adanya perselisihan
yang terjadi ketika tujuan, keinginan, dan nilai bertentangan terhadap individu atau
kelompok. Manajemen konflik menurut (Marquis & Huston, 2015) merupakan suatu
tujuan optimal dalam menyelsaikan konflik, serta menciptakan solusi menang-
menang. Hasil ini tidak mungkin dalam setiap situasi, dan seringkali tujuan menejer
adalah untuk mengelola konflik dengan cara mengurangi perbedaan preseptual yang
ada diantara pihak yang terlibat. Manajemen konflik menurut (Basuki, 2018)
merupakan suatu proses pihak yang terlibat konflik untuk mencari strategi
penyelsaian konflik sehingga konflik dapat dikendalikan dan tidak menganggu
tujuan organisasi.
Jadi dari berbagai pendapat mengenai manajemen konflik dapat di artikan
bahwa manajemen konflik merupakan suatu proses dimana orang yang terlibat
dalam konflik baik dibantu oleh pihak luar (penengah) ataupun tidak yang berupaya
untuk menyelsaikan konflik dan mengendalikan situasi-kondisi perselisihan yang
terjadi serta berorientasi pada proses penyelesaian konflik, melalui kegiatan
merencanakan, mengorganisir, dan mengarahkan dengan berbagai bentuk
komunikasi (termasuk tingkah laku) kepada para pihak yang terlibat konflik.

2.2 Aspek Positif dan Negatif dalam Konflik


Menurut (Naraina, 2012) konflik fungsional (positif) mendukung tujuan kelompok
dan meningkatkan kinerjanya. Dibawah ini ada beberapa aspek positif dari konflik
antara lain, yaitu:
1) Pelepasan ketegangan
Konflik ketika diungkapkan dapat membersihkan udara dan mengurangi
ketegangan yang mungkin tetap ditekan. Penindasan ketegangan dapat
menyebabkan imajinatif distorsi kebenaran, rasa frustasi, dan ketegangan mental
yang tinggi. Hal tersebut dapat mengakibatkan rasa takut dan ketidakpercayaan.
Ketika anggota mengekspresikan diri mereka, mereka mendapatkan kepuasan
psikologis. Hal ini juga menyebabkan pengurangan stres diantara para anggota.
2) Pemikiran analistis
Ketika suatu kelompok dihadapkan pada konflik, para anggota berpikir dalam
mengidentifikasi berbagai alternatif. Dalam ketiadaan konflik, mereka mungkin
tidak memiliki kreatifitas atau bahkan mungkin lesu. Konflik dapat menimbulkan
tantangan berpendapat, mengatur kebijakan dan aturan, hal tersebutlah yang akan
memerlukan analisis kritis dalam rangka untuk membenarkan suatu hal atau
bahkan perubahan yang mungkin diperlukan.
3) Kohesi kelompok
Konflik antar kelompok membawa kedekatan dan solidaritas diantara anggota
kelompok. Ini mengembangkan loyalitas kelompok dan rasa yang lebih besar dari
identitas kelompok dalam rangka untuk bersaing dengan pihak luar. Hal ini
meningkatkan tingkat kohesi kelomppok yang dapat digunakan oleh manajemen
untuk pencapaian tujuan organisasi secara efektif.
4) Persaingan
Konflik mempromosikan persaingan dan karenanya menghasilkan peningkatan
upaya. Beberapa orang sangat termotivasi oleh konflik dan memutuskan
kompetisi. Konflik dan persaingan, sehinga menyebabkan tingginya tingkat usaha
dan output.
5) Tantangan
Konflik menguji kemampuan dan kapasitas individu dan kelompok. Jika mereka
mampu mengatasi tantangan, itu akan menyebabkan pencarian alternatif untuk
pola yangn ada, yang mengarah pada perubahan organisasi dan pengembangan.
6) Stimulasi untu perubahan
Terkadang konflik merangsang perubahan diantara masyarakat. Kapan mereka
dihadapkan dengan konflik, mereka mungkin mengubah sikap mereka dan siap
untuk mengubah sendiri untuk memenuhi persyaratan situasi.
7) Identifikasi kelemahan
Ketika konflik muncul, mungkin membantu dalam mengidentifikasi kelemahan
dalam sistem. Setelah manajemen datang untuk mengetahui tentang kelemahan
itu kemudian dapat mengambil langkah untuk menghapusnya.

8) Kesadaran
Konflik menciptakan kesadaran tentang masalah apa yang ada, yang terlibat dan
bagaimana untuk memecahkan masalah.Mengambil isyarat ini, manajemen dapat
mengambil tindakan yang diperlukan.
9) Keputusan berkualitas tinggi
Ketika bertentangan, orang mengungkapkan pandangan mereka yang berlawanan
dan dengan keputusan kualitas tinggi. Berbagai informasi dan memeriksa
penalaran satu sama lain untuk mengembangkan keputusan baru yang berkualitas.
10) Kenikmatan
Konflik menambah kesenagan berkerja dengan orang lain ketika tidak dianggap
serius.

2.3 Penyebab terjadinya konflik


Menurut Mullins dalam (Ekawarna, 2018), faktor-faktor yang menjadi sumber
potensial konflik dalam organisasi adalah berikut:
1. Perbedaan Persepsi
Perbedaan persepsi menghasilkan perbedaan pendapat, dan juga penilaian orang
dalam memberi makna (meanings) terhadap suatu stimulasi yang sama.
Perbedaan persepsi merupakan suatu realitas yang sangat potensial untuk menjadi
sumber utama konflik.
2. Keterbatasan Sumber Daya
Pada organisasi yang memiliki keterbatasan sumber daya, individu, serta
kelompok maka akan banyak pula kepentingan terhadap sumber daya tersebut
(misalnya alokasi anggaran). Situasi ini biasanya menjadi pemicu konflik, yang
akan mengakibatkan penurunan kinerja organisasi. Jadi, semakin langka sumber
daya dalam organisasi maka semakin besar pula kesempatan atau peluang
terjadinya konflik. Kelangkaan sumber daya dapat menyebabkan konflik, karena
setiap orang atau kelompok yang membutuhkan sumber daya yang sama, terpaksa
bersaing dengan orang atau kelompok lain dalam rangka mencapai tujuan atau
target mereka sendiri.
3. Departementalisasi dan Spesialisasi
Potensi konflik dapat meningkat secara substansial ketika antardepartemen dalam
organisasi memiliki tujuan yang berbeda atau tidak selaras. Misalnya, tujuan
seorang penjual komputer adalah menjual komputer sebanyak-banyaknya dan
secepat mungkin. Akan tetapi, fasilitas manufaktur tidak mampu mendukungnya.
Dalam kasus ini, konflik dapat terjadi karena masing-masing departemen
memiliki tujuan yang berbeda.
4. Interdependensi
Konflik cenderung dapat meningkat karena interdependensi tugas. Apabila
seseorang harus bergantung pada orang lain untuk menyelesaikan tugasnya, dan
kemudian tugas tersebut tidak beres atau mengalami keterlambatan maka mereka
cenderung untuk menyalahkan rekan kerjanya. Ketergantungan di antara anggota
tim memang sering tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, dibutuhkan saling
pengertian mengenai proses kerja masing-masing, dan menerima hasil yang
bergantung pada kinerja orang lain pula.
5. Hubungan Kewenangan
Banyak organisasi sering muncul ketegangan antara manajer dan karyawan,
karena sebagian orang tidak suka ditegur mengenai apa yang harus mereka
lakukan. Manajer biasanya memiliki hak istimewa (misalnya jam fleksibel,
panggilan jarak jauh pribadi gratis, dan waktu istirahat yang lebih lama) sehingga
menimbulkan
kecemburuan sosial yang menjadi sumber konflik. Pola kepemimpinan seorang
manajer yang sangat kaku sering kali memicu konflik dengan karyawan mereka.
Di samping itu, terkadang orang atau kelompok mencoba terlibat dalam konflik,
untuk meningkatkan kekuatan atau posisi tawar (bargaining position) mereka
dalam sebuah organisasi.
6. Peran dan Harapan
Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seorang karyawan. Setiap karyawan
memiliki satu atau lebih peran dalam organisasi. Peran ini mencakup elemen
seperti jenis pekerjaan, deskripsi tugas, dan kesepakatan antara karyawan dan
organisasi. Konflik antara manajer-bawahan dapat terjadi bila peran bawahan
tidak ditentukan secara jelas, dan masing-masing pihak memiliki pemahaman dan
harapan yang berbeda mengenai peran tersebut.
7. Ambiguitas Yurisdiksi
Apabila garis tanggung jawab dalam sebuah organisasi tidak pasti maka
ambiguitas yurisdiksi muncul. Karyawan memiliki kecenderungan untuk
melepaskan tanggung jawab yang tidak diinginkan kepada orang lain, jika
tanggung jawab tidak dinyatakan secara jelas. Tujuan yang ambigu, yurisdiksi,
atau kriteria kinerja yang tidak jelas dapat menyebabkan konflik.
2.4 Solusi
Menurut (Huber, 2010) terdapat tangkah yang telah direkomendasikan untuk
perawat yang dapat digunakan dalam menangani situasi konflik.
1) Menentukan individu atau grup dengan siapa konflik tersebut terjadi.
2) Menganalisis penyebab konflik
3) Pertimbangkan strategi alternatif untuk manajemen konflik
4) Pilih strategi yang akan menghasilkan hasil terbaik
5) Terapkan keputusan
6) Evaluasi keputusan
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide, nilainilai,
keyakinan, dan perasaan antara dua orang atau lebih. Seorang pemimpin memiliki peran
yang besar dalam mengelola konflik yang konstruktif dalam pengembangan,
peningkatan, dan produktivitas suatu organisasi. Gaya kepemimpinan seseorang sangat
mempengaruhi pemilihan strategi penanganan konflik (integrating, obliging, dominating,
avoiding, dan compromising). Salah satu model penyelesaian konflik yang digunakan
adalah Model Rahim (2002), yang terdiri atas proses diagnosis, intervensi, dan evaluasi.
Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan langkah-langkah identifikasi, antara lain
identifikasi batasan konflik, sumber konflik, potensi sumber daya manusia, dan
identifikasi strategi yang akan dilakukan.

Proses selanjutnya adalah intervensi. Terdapat bermacam-macam strategi


intervensi konflik, antara lain negosiasi, fasilitasi, konsiliasi, mediasi, arbitrasi, litigasi,
dan force yang dapat dipilih berdasarkan gaya kepemimpinan seseorang. Intervensi yang
dipilih bersifat sealami mungkin dan mampu memperbaiki keadaan dalam suatu
organisasi dan meningkatkan proses belajar dan pemahaman individu atau organisasi
dalam menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang akan datang. intervensi juga
diharapkan dapat memperbaiki struktur organisasi, seperti dalam hal mekanisme
integrasi dan diferensiasi, hirarki, prosedur, reward system, dan lain sebagainya. Proses
terakhir adalah evaluasi sebagai mekanisme umpan balik terhadap proses diagnosis dan
intervensi yang telah dilakukan.
3.2 Saran
Perlu adanya kegiatan pelatihan dasar kepemimpinan yang berkelanjutan bagi profesi
keperawatan, khususnya sebagai perawat pengelola (manajer) untuk dapat menerapkan
gaya kepemimpinan yang baik dalam menentukan strategi penyelesaian konflik.

DAFTAR PUSTAKA

Ayoko, O.B. & Hartel C.E. (2006). Cultural diversity and leadership “a conceptual model of
leader intervention in conflict events in culturally heterogenous workgroups. Cross
Cultural Management: An International Journal, 13(4), 345-360.
Ayoko, O.B. (2007). Communication openness, conflict events and reactions to conflict in
culturally diverse workgroups. Cross Cultural Management: An International
Journal, 14 (2), 105-124.
Brewer, N., Mitchell, P., Weber, N. (2002). Gender role, organizational status, and conflict
management styles. The International Journal of Conflict Management. 13(1), 78-
94.
Buckley M.R & Brown J.A. (2005). Barnard on conflicts of responsibility “implications for
today’s perspectives on transformational and authentic leadership”. Management
Decision Journal, 43(10), 1396.
CNO. (2009). Practice Guidelines Conflict prevention and management. Retrieved from:
http://www.cno.org/global/docs/prac/47004_conflict_prev.pdf.
Harsono. (2010). Paradigma ”Kepemimpinan Ketua” dan Kelemahannnya. Makara, Sosial
Humaniora. 14(1), 56-64.
Hassan, B., Maqsood, A., & Muhammad, N. R. (2011). Relationship between organizational
communication climate and interpersonal conflict management style. Pakistan
Journal of Physicology, 42(2), 23-41.

Anda mungkin juga menyukai