Disusun oleh :
TINGKAT 2 REGULER B
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Manajemen Konflik” dengan
tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk
meyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat beserta salam semoga terlimpah curahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang telah membantu proses
terbuatnya makalah ini, khususnya kepada :
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.3 Tujuan................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.2 Penyebab Konflik...................................................................................2
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 9
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan
derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa
ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang
mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin
terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan
terjadinya konflik.
c. Variabel Pribadi
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi:
sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang
menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda
dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe
kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan
menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial.
3
tepat dalam suatu masalah. Dalam gaya ini pihak- pihak yang berkepentingan
secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, bertukar
informasi, kemudian mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi
alternatif pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu
kompleks yang disebabkan oleh salah paham (misunderstanding), tetapi tidak
sesuai untuk memecahkan masalah yang terjadi karena sistem nilai yang
berbeda. Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam
penyelesaian masalah (Rahim, 2002). Langkah-langkah untuk mencapai solusi
ini antara lain adalah mulai dengan berdiskusi, dengan waktu dan tempat yang
kondusif, menghargai perbedaan individu, bersikap empati dengan semua
pihak, menggunakan komunikasi asertif dengan mamaparkan isu dan fakta
dengan jelas, membedakan sudut pandang, meyakinkan bahwa tiap individu
dapat menyampaikan idenya masing-masing, membuat kerangka isu utama
berdasarkan prinsip yang umum, menjadi pendengar yang baik. Setuju terhadap
solusi yang menyeimbangkan kekuatan dan memuaskan semua pihak sehingga
dicapai “win-win solution”.
b. Obliging (Smoothing)
Seseorang yang bergaya obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya
untuk memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. Gaya ini sering pula disebut
smothing (melicinkan), karena berupaya mengurangi perbedaan-perbedaan dan
menekankan pada persamaan atau kebersamaan di antara pihak-pihak yang
terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya
kerjasama. Kelemahannya, penyelesaian bersifat sementara dan tidak
menyentuh masalah pokok yang ingin dipecahkan.
c. Dominating (Forcing)
Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap
kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik “saya
menang, kamu kalah”. Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena
menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok
digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak diterapkan dalam
penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan
4
harus mengambil keputusan dalam waktu yang cepat. Namun, teknik ini tidak
tepat untuk menangani masalah yang menghendaki adanya partisipasi dari
mereka yang terlibat dan juga tidak tepat untuk konflik yang bersifat kompleks
Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan konflik. Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan
atau rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.
d. Avoiding
Teknik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan
masalah yang sederhana, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk
konfrontasi jauh lebih besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya
ini tidak cocok untuk menyelesaikan masalah-malasah yang sulit atau “buruk”.
Teknik ini kurang tepat pada konflik yang menyangkut isu-isu penting, dan
adanya tuntutan tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah secara tuntas
(Rahim, 2002). Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika kita
menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguous situations).
Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya bersifat sementara dan
tidak menyelesaikan pokok masalah.
e. Compromising
Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara
seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain.
Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give and take
approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi cocok digunakan untuk
menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan
berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama. Kekuatan utama dari kompromi
adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak yang merasa
dikalahkan. Tetapi penyelesaian konflik kadang bersifat sementara dan
mencegah munculnya kreativitas dalam penyelesaian masalah. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Hendel (2005), gaya ini merupakan gaya yang
paling banyak dipilih oleh perawat dalam menyelesaikan konflik yang terjadi.
5
2.4 Metode Penatalaksanaan Konflik
Sudah jelas dari berbagai macam konflik internal ataupun eksternal
perusahaan bisa saja diatasi menggunakan berbagai metode menarik. Maka dari
itu akan kita ulas secara mendalam seperti apa cara-cara mengatasi konflik di
dalam internal seperti karyawan terhadap pimpinan ataupun lainnya.
a. Metode Rujuk
Metode ini dilakukan oleh pihak yang bersengketa kemudian bisa jadi sebuah
pendekatan dan hasrat untuk kembali bekerja sama hingga menjalankan sebuah
hubungan baik demi kepentingan bersama. Dari metode rujuk ini biasanya
diperlukan mediasi hingga manajemen konflik bisa diterapkan dan mengurangi
unsur ketegangan di beberapa pihak.
b. Metode Persuasi
Metode persuasi juga bisa dilakukan untuk memberi perubahan posisi dari
pihak lainnya. Tujuan dari persuasi ini sangat baik yakni mengurangi kerugian
yang bisa muncul dengan adanya berbagai bukti faktual hingga bisa
memperlihatkan bahwa dari pendapat beberapa orang akan memberikan
keuntungan serta konsistensi dalam penerapan norma hingga standar keadilan
yang sekarang masih berlaku.
c. Metode Pemecahan Masalah Terpadu
Ada solusi lainnya bisa dengan mudah diterapkan untuk memberi sistem
manajemen konflik lebih baik, yakni menggunakan metode pemecahan
masalah terpadu. Nantinya terdapat usaha untuk menyelesaikan masalah
dengan menggabungkan berbagai kebutuhan kedua belah pihak. Bahkan
beberapa proses masih bisa terjadi seperti bertukar informasi, fakta, perasaan,
kemudian masih memperlihatkan berbagai macam solusi untuk menimbulkan
rasa saling percaya kemudian dapat menghadirkan berbagai alternatif
pemecahan masalah dengan keuntungan berimbang di kedua belah pihak.
d. Metode Tawar Menawar
Metode tawar menawar juga masih saja jadi solusi terbaik untuk meredakan
konflik internal ataupun eksternal di sebuah perusahaan. Metode tawar
menawar ini akan menghadirkan penyelesaian yang nanti bisa diterima oleh
6
kedua pihak. Bahkan dari kedua pihak tersebut akan mempertukarkan konsesi
yang mana tanpa mengemukakan sebuah janji secara eksplisit.
e. Metode Penarikan Diri
Salah satu manajemen konflik yang sekarang kerap dilakukan adalah salah satu
atau kedua pihak saling menarik diri dari hubungan. Untuk cara satu ini
memang terlihat efektif jika keduanya tidak terlalu aktif berinteraksi kemudian
sanggup mengerti seperti apa tugas satu sama lainnya yang masih bergantung.
f. Metode Pemaksaan dan Penekanan
Masih ada solusi untuk mengatasi berbagai macam konflik salah satunya
penekanan dan pemaksaan. Sampai sekarang cara satu ini bisa digunakan
dengan menekan pihak lain agar cepat menyerah. Akan tetapi cara satu ini bisa
menggunakan bentuk ancaman ataupun bentuk intimidasi sehingga kurang
efektif karena dari salah satu pihak harus bisa menyerah atau mengalah secara
terpaksa.
g. Metode Konsultasi
Solusi lain agar sebuah konflik di dalam perusahaan bisa teratasi adalah
konsultasi dimana tujuannya sendiri digunakan untuk memperbaiki hubungan
antar kedua belah pihak. Tidak hanya itu karena bisa juga ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan hingga dapat menyelesaikan konflik. Dari
konsultasi ini dibutuhkan seorang konsultan hingga dapat memberi solusi
berupa teknik untuk meningkatkan aspek persepsi dan kesadaran seputar
tingkat laku.
h. Metode Mediasi
Metode mediasi atau pertengahan juga masuk dalam manajemen konflik yang
sangat baik untuk menjadi solusi mengurangi tingkat ketegangan di sebuah
sengketa. Mediasi ini membutuhkan peran mediator yang secara langsung
diundang untuk membantu memberi solusi hingga mengumpulkan fakta
ditambah lagi bisa memperjelas masalah yang sedang terjadi hingga akhirnya
diberikan solusi terbaik. Namun mediasi ini sepenuhnya bisa berjalan lancar
tergantung dari kepiawaian seorang madiator itu sendiri.
7
i. Metode Arbitrase
Biasanya pihak ketiga juga memiliki andil untuk campur tangan dalam sebuah
sengketa. Kini pihak bersengketa tidak bersedia berunding terutama dari usaha
kedua pihak dalam menyelesaikan masalah. Maka dari itu dibutuhkan pihak
ketiga yakni dalam metode arbitrase. Nantinya pihak ketiga akan
mendengarkan keluhan dari kedua pihak hingga nantinya berfungsi sebagi
hakim. Pencarian masalah menjadi titik fokus hingga cara ini tidak
memberikan keuntungan kepada dua pihak bersengketa, akan tetapi mampu
memberikan solusi terbaik bagi banyak pihak.
8
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide, nilai-
nilai, keyakinan, dan perasaan antara dua orang atau lebih. Seorang pemimpin memiliki
peran yang besar dalam mengelola konflik yang konstruktif dalam pengembangan,
peningkatan, dan produktivitas suatu organisasi. Gaya kepemimpinan seseorang sangat
mempengaruhi pemilihan strategi penanganan konflik (integrating, obliging,
dominating, avoiding, dan compromising). Salah satu model penyelesaian konflik yang
digunakan adalah Model Rahim (2002), yang terdiri atas proses diagnosis, intervensi,
dan evaluasi. Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan langkah-langkah identifikasi,
antara lain identifikasi batasan konflik, sumber konflik, potensi sumber daya manusia,
dan identifikasi strategi yang akan dilakukan. Proses selanjutnya adalah intervensi.
Terdapat bermacam-macam strategi intervensi konflik, antara lain negosiasi, fasilitasi,
konsiliasi, mediasi, arbitrasi, litigasi, dan force yang dapat dipilih berdasarkan gaya
kepemimpinan seseorang. Intervensi yang dipilih bersifat sealami mungkin dan mampu
memperbaiki keadaan dalam suatu organisasi dan meningkatkan proses belajar dan
pemahaman individu atau organisasi dalam menyelesaikan konflik saat ini ataupun yang
akan datang. intervensi juga diharapkan dapat memperbaiki struktur organisasi, seperti
dalam hal mekanisme integrasi dan diferensiasi, hirarki, prosedur, reward system, dan
lain sebagainya. Proses terakhir adalah evaluasi sebagai mekanisme umpan balik
terhadap proses diagnosis dan intervensi yang telah dilakukan.
3.2 Saran
Perlu adanya kegiatan pelatihan dasar kepemimpinan yang berkelanjutan bagi profesi
keperawatan, khususnya sebagai perawat pengelola (manajer) untuk dapat menerapkan
gaya kepemimpinanyang baik dalam menentukan strategi penyelesaian konflik.
9
DAFTAR PUSTAKA
Mugianti, Sri. 2016. Modul bahan ajar cetak keperawatan : Manajemen dan
Kepemimpinan dalam Praktek Keperawatan. Jakarta : PPSDMK Kemenkes RI
Santosa Edi, Lilin Budiati. 2015. Ruang Lingkup Manajemen Konflik. Modul
pembelajaran jurusan Ilmu politik di Universitas Terbuka.
10