Anda di halaman 1dari 19

MANAJEMEN KEPEMIMPINAN KEPERWATAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Mata kuliah:Manajemen Kepemimpinan Keperawatan
Dosen Pengampu: Ida Suryani Hasibuan,S.Kep,Ns,M.Kep

KELOMPOK 6 kelas B:

JURUSAN SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2
2.1.....................................................................................................................2

2.2.....................................................................................................................3

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................12


3.1 Kesimpulan.................................................................................................12

3.2 Saran...........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................13

iii
A. LATAR BELAKANG
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan sehari-
hari. Konflik juga bahkan menjadi salah satu penyebab utama dari penurunan angka
produktivitas kerja dari seorang karyawan. Konflik dapat terjadi pada keluarga, lingkungan
sekitar, bahkan dalam tenaga medis sekalipun. Termasuk seorang perawat, sangat
memungkinkan dalam menghadapi konflik selama menjalankan tugasnya. Beberapa
sumber konflik dari bidang keperawatan adalah perbedaan gagasan dan ideologi dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan antar perawat. Jumlah pasien yang memiliki
riwayat penyakit infeksius juga dapat menyebabkan perawat memiliki tingkat stres yang
tinggi. Konflik jika terjadi secara terus-menerus dapat berpengaruh pada pasien, salah
satunya adalah pasien meminta pulang paksa pada petugas. Sehingga hal tersebut akan
berdampak buruk yaitu menurunya kualitas pelayanan pada instalansi kesehatan seperti
rumah sakit, klinik, dan puskesmas (Damayanti, 2015).

Proses keperawatan menjadi alat tersendiri bagi perawat untuk melaksanakan


asuhan keperawatan serta memiliki arti penting bagi kedua belah pihak yaitu perawat dan
klien. Sebagai seorang perawat proses keperawatan dapat digunakan sebagai pedoman
dalam pemecahan masalah pada klien, menunjukkan profesi yang memiliki profesionalitas
yang tinggi, serta dapat memberikan kebebasan pada klien untuk mendapatkan pelayanan
yang cukup sesuai dengan kebutuhannya. Dalam pendokumentasian atau melakukan
tindakan layanan kesehatan tidak jarang seorang perawat akan menemui masalah atau
konflik, baik konflik antar sesama perawat atau konflik antara perawat dengan petugas
kesehatan lainya. Adapun konflik yang terjadi adalah perbedaan gagasan dan ideologi
dalam hal pengisian data asuhan keperawatan, kelalaian perawat dalam memberikan terapi
pada pasien, dan terjadinya kesalahpahaman antara perawat dengan dokter dalam
merumuskan diagnosa. Hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor dari banyaknya
tenaga kesehatan yang bekerja di sebuah pelayanan kesehatan diantaranya yakni memiliki
riwayat pendidikan, pengetahuan, serta motivasi yang berbeda-beda. Jika konflik yang
terjadi pada perawat tersebut tidak segera diselesaiakan maka akan berdampak pada
menurunya produktivitas kerja dari seorang perawat.

Manajemen konflik adalah menentukan strategi efektif untuk meminimalisasi

1
disfungsi dari konflik dan memaksimalisasi fungsi konstruktif konflik untuk membentuk
pembelajaran dan keefektifan dalam suatu organisasi. Penyelesaian sebuah konflik
diharapkan bersifat sealami mungkin dengan tujuan meningkatkan proses belajar dan
pemahaman individu atau organisasi dalam menyelesaikan konflik saat ini ataupun konflik
yang akan datang tanpa terkecuali pekerjaan yang di alami oleh seorang perawat di Rumah
sakit. Manajemen konflik yang digunakan pada penelitian ini adalah manajemen konflik
kolaborasi, yaitu strategi yang menggunakan strategi win-win solution untuk mengatasi
konflik. Dalam kolaborasi, kedua pihak yang terlibat menentukan tujuan bersama dan
bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya yakin akan tercapainya suatu
tujuan yang telah ditetapkan. Strategi kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila kompetisi
insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai
kemampuan dalam menyelesaikan masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari kedua belah
pihak (Mulyati 2018).

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pernyataan Masalah
Konflik merupakan suatu hal yang sering dijumpai dalam berbagai organisasi tidak
terkecuali di layanan kesehatan. Perawat merupakan pegawai yang sering dihadapkan
dengan masalah dalam melakukan pekerjaanya. Konflik dalam perawat dapat disebabkan
oleh berbagai macam hal. Maka adanya seorang manajer sangat dibutuhkan untuk
mengatasi adanya sebuah masalah atau konflik. Namun, meskipun sudah terdapat adanya
manajer konflik masih tetap tidak bisa dihindarkan, harus ada penanganan khusus untuk
mengatasi masalah yang terjadi di lingkungan tenaga kerja. Sedangkan jika sebuah
konflik dibiarkan akan menyebabkan masalah yang semakin besar. Sehingga akan dapat
menghambat pekerjaan khususnya pada seorang perawat.

2. Pertanyaan Masalah
Apakah ada hubungan manajemen konflik dengan produktivitas kerja perawat pelaksana
di
Rumah Sakit?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
2
Mengidentifikasi hubungan manajemen konflik dengan produktivitas kerja perawat
pelaksana di
Rumah Sakit

2. Tujuan khusus
a. Mengidentikafikasi manajemen konflik perawat pelaksana di Rumah Sakit
b. Mengidentifikasi produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit
c. Menganalisa hubungan manajemen konflik dengan produktivitas kerja perawat pelaksana
di Rumah Sakit

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Konflik Dalam Pelayanan Keperawatan

2.1.1 Defenisi Konflik

Konflik adalah perselisihan internal yang dihasilkan dari perbedaan ide,


nilai-nilai, dan perasaan antara dua orang atau lebih (Marquis & Huston, 1996
dalam Hendel dkk, 2005). Menurut Kazimoto (2013), konflik adalah adanya
perselisihan yang terjadi ketika tujuan, keinginan, dan nilai bertentangan terhadap
individu atau kelompok.

2.1.2 Sumber Konflik

Shetach (2012) menyatakan bahwa konflik terjadi disebabkan karena:

1. Perbedaan interpersonal pada setiap dimensi-umur, jenis kelamin, ras,


pandangan, perasaan, pendidikan, pengalaman, tingkah laku, pendapat,
budaya, kebangsaan, keyakinan, dll,

2. Perbedaan kepentingan dalam hubungan antar manusia karena perbedaan


budaya, posisi, peran, status, dan tingkat hirarki.

Menurut Robbins (2008), konflik muncul karena ada kondisi yang


melatarbelakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga
sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu : komunikasi,
struktur, dan variabel pribadi.

a. Komunikasi

Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan


kesalahpahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber
konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik,
pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran
komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi
anteseden untuk terciptanya konflik.
4
b. Struktur

Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup:
ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota
kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan
anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan
derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa
ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang
mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin
terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya
konflik.

c. Variabel Pribadi

Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi:
sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang
menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda
dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian
tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai
rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial.

2.1.3 Jenis – jenis Konflik Dalam Pelayanan Keperawatan

Menurut Rigio (2003) jenis-jenis konflik yang ada antara lain konflik
intrapersonal, konflik interpersonal, konflik intra kelompok dan konflik
antar kelompok.

a. Konflik Intrapersonal Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi


pada individu sendiri. Keadaan ini merupakan masalah internal untuk
mengklasifikasinilai dan keinginan dari konflik yang terjadi. Hal ini sering
dimanifestasikan sebagai akibat dari kompetisi peran. Misalnya seorang
manajer mungkin merasa konflik intrapersonal dengan loyalitas terhadap
profesi keperawatan, loyalitas terhadap pekerjaan, dan loyalitas kepada
pasien.

5
b. Konflik Interpersonal Konflik interpersonal terjadi antara dua orang
atau lebih, dimana nilai, tujuan, dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering
terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang lain
sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Sebagai contoh seorang
manajer sering mengalami konflik dengan teman sesame manajer, atasan,
dan bawahannya.

c. Konflik Intra kelompok Konflik ini terjadi ketika seseorang didalam


kelompok melakukan kerja berbeda dari tujuan, dengan contoh seorang
perawat tidak mendokumentasikan rencana tindakan perawatan pasien
sehingga akan mempengaruhi kinerja perawat lainnya dalam satu tim
untuk mencapai tujuan perawatan di ruangan tersebut.

d. Konflik Antar Kelompok Konflik ini dapat timbul ketika masing-


masing kelompok bekerja untuk mencapai tujuan kelompoknya. Sumber
konflik jenis ini adalah hambatan dalam mencapai kekuasaan dan otoritas
(kualitas jasa layanan), keterbatasan prasarana.

2.2 Kepemimpinan Profesi Perawat

2.2.1 Defenisi
Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan bagian dari sistem manajemen
keperawatan, dimana bagian dari sistem manajemen keperawatan meliputi
pengumpulan data, perencanaan, pengaturan, kepegawaian, kepemimpinan, dan
pengawasan.
Konsep kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penerapan pengaruh dan
bimbingan yang ditunjukkan kepada semua staf keperawatan. Untuk mencipatakan
kepercayaan dan ketaatan sehingga timbul kesediaan melaksanakan tugas dalam
rangka mencapai tujuan pelayanan keperawatan yag efektif, efesien, dan berkualitas.
Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dan mengarahkan berbagai tugas
yang berhubungan dengan aktivitas anggota kelompok, diartikan sebagai kemampuan
mempengaruhi berbagai strategi dan tujuan; kemampuan mempengaruhi komitmen dan
ketaatan terhadap tugas untuk mencapai tujuan bersama; dan kemampuan
mempengaruhi kelompok agar mengidentifikasi, memelihara, dan mengembangkan
6
budaya organisasi (Shegdill dalam Stoner dan Freeman 1989: 459-460).

2.2.2 Teori Kepemimpinan


1. Teori Bakat: teori ini adalah teori klasik dari kepemimpinan. Di sini disebutkan
bahwa seorang pemimpin dilahirkan, artinya bakat-bakat tertentu yang diperlukan
seseorang untuk menjadi pemimpin diperolehnya sejak lahir. Kemampuan seorang
pemimpin ditentukan oleh bakat, intelegensi, stabilitas emosi dan kebugaran fisik.
Teori Bakat (Trait Theory) atau Great Man Theory, menekankan bahwa setiap orang
adalah pemimpin (yang dibawa sejak lahir) dan mereka mempunyai karakteristik
tertentu yang membuat mereka lebih baik dari orang lain (Marquis dan Huston,
1998).
Ciri-ciri :
a) Intelegensi
1) Pengetahuan
2) Keputusan
3) Kelancaran berbicara
b) Kepribadian
1) Adaptasi
2) Kreatif
3) Kooperatif
4) Siap/siaga
5) Rasa percaya diri
6) Integritas
7) Keseimbangan emosi dan mengontrol
8) Independen
9) Tenang
c) Perilaku
1) Kemampuan bekerja sama
2) Kemampuan interpersona
3) Kemampuan diplomasi
4) Partisipasi sosial
5) Prestise

7
2. Teori Perilaku:
Teori ini menekankan apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana seorang
manajer menjalankan fungsinya. Teori ini dinamakan Gaya Kepemimpinan
seorang manajer dalam suatu organisasi (Vestal, 1994 ). Gaya kepemimpinan
dapat didefinisikan berdasarkan perilaku pemimpin itu sendiri (Gillis, 1970 ).
3. Teori Kontingensi Dan Situasional
Teori yang menekankan bahwa melaksanakan tugasnya dengan mengombinasikan
antara faktor bawaan, perilaku dan situasional. Unsur utama manajer adalah
kemampuan dalam manajer dan penghargaan terhadap kelompok. hubungan antara
kelompok manajer dan pegawai merupakan hal penting sehingga penerapan gaya
kepemimpinan situasional yang paling tepat.
4. Teori Kontemporer
Teori menggunakan 4 komponen penting dalam pengolahannya, seperti
manajer/pemimpin, staf dan atasan, pekerjaan, serta lingkungan. Dalam
menerapkan teori ini harus menerapkan 4 komponen tersebut dan perlu didukung
dengan teori motivasi, interaksi dan transformasi.
5. Teori Motivasi
Teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti Maslow, Aldefer, Herzberg,
McCelland, Adams, dan V. Vroom. Berdasarkan isinya terbagi menjadi teori
Hierarki kebutuhan, ERG, Teori dua faktor, teori 2 faktor. Berdasar proses
diantaranya teori keadilan, harapan, penguatan dan teori belajar. Berdasarkan
masalah motivasi diantaranya pembagian tugas tidak jelas, hambatan dalam
pelaksanaan, kurangnya penghargaan dan kurangnya dukungan organisasi.
6. Teori Z
Teori yang dikenalkan oleh Ouchi (1981) merupakan pengembangan dari teori Y
(McGregor, 1460) yang mendukung gaya kepemimpinan demokratis. Komponen
teori mencakup pengambilan keputusan dan kesepakatan, menempatkan sesuai
keahlian, menekankan keamanan pekerjaan, promosi yang lambat dan pendekatan
secara holistic kepada staff.

2.2.3 Peran kepemimpinan dalam keperawatan

8
Kegiatan kepemimpinan dalam keperawatan mencakup banyak hal.
Kegiatan tersebut mencakup cara mengarahkan, menunjukkan jalan, mensupervisi,
mengawasi tindakan staf, mengkoordinasikan kegiatan yang sedang atau akan
dilakukan, dan mempersatukan usaha dari berbagai individu yang memiliki
karakteristik yang berbeda (Gillies dalam Whitebead. K et all, 2010). Menurut
Brosten, Hayman dan Naylor (1979) menyebutkan bahwa kegiatan kepemimpinan
paling sedikit mencakup 4 hal yang terkait dengan kegiatan manajerial, yaitu
perencanaan, pengorganisasian, motivasi, dan pengendalian. Dengan demikian
kegiatan kepemimpinan selalu bersinggungan dengan kegiatan dalam manajemen.

2.2.4 Jenis-jenis gaya kepemimpinan keperawatan


Menurut para ahli, terdapat gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan dalam suatu
organisasi antara lain:
a)        Gaya Kepemimpinan Menurut Tannenbau dan Warrant H. Schmitdt
        Menurut kedua ahli tersebut, gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui dua titik
ekstrim yaitu kepemimpinan berfokus pada atasan dan kepemimpinan berfokus pada
bawahan. Gaya tersebut dipengaruhi oleh faktor manajer, faktor karyawan dan faktor
situasi. Jika pemimpin memandang bahwa kepentingan organisasi harus didahulukan jika
dibanding kepentingan pribadi maka pemimpin akan lebih otoriter, akan tetapi jika
bawahan mempunyai pengalaman yang lebih baik dan menginginkan partisipasi, maka
pemimpin dapat menerapkan gaya partisipasinya.

b)        Gaya Kepemimpinan Menurut Likert


              Likert mengelompokkan gaya kepemimpinan dalam empat sistem yaitu:
1)   Sistem Otoriter-Eksploitatif
Pemimpin tipe ini sangat otoriter, mempunyai kepercayaan yang rendah terhadap
bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman atau hukuman. Komunikasi yang
dilakukan satu arah ke bawah (top-down).
2)   Sistem Benevolent-Authoritative
Pemimpin mempercayai bawahan sampai tingkat tertentu, memotivasi bawahan dengan
ancaman atau hukuman tetapi tidak selalu dan membolehkan komunikasi ke atas.
Pemimpin memperhatikan ide bawahan dan mendelegasikan wewenang, meskipun dalam

9
pengambilan keputusan masih melakukan pengawasan yang ketat.
3)   Sistem Konsultatif
Pemimpin mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar. Pemimpin
menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang
menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan
spesifik yang dibuat oleh bawahan.
4)   Sistem Partisipatif
Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, menggunakan insentif
ekonomi untuk  memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan
sebagai kelompok kerja.

c)        Gaya Kepemimpinan Menurut Teori X dan Teori Y


       Dikemukakan oleh Douglas Mc Gregor dalam bukunya The Human Side Enterprise
(1960), dia menyebutkan bahwa perilaku seseorang dalam suatu organisasi dapat
dikelompokkan dalam dua kutub utama, yaitu sebagai Teori X dan Teori Y. Teori X
mengasumsikan bahwa bawahan itu tidak menyukai pekarjaan, kurang ambisi, tidak
mempunyai tanggung jawab, cenderung menolak perubahan, dan lebih suka dipimpin
daripada memimpin. Sebaliknya Teori Y mengasumsikan bahwa, bawahan itu senang
bekerja, bisa menerima tanggung jawab, mampu mandiri, mampu mengawasi diri, mampu
berimajinasi, dan kreatif. Dari teori ini, gaya kepemimpinan dibedakan menjadi empat
macam yaitu:
1)   Gaya Kepemimpinan Diktator
Gaya kepemimpinan yang dilakukan dengan menimbulkan ketakutan serta menggunakan
ancaman dan hukuman merupakan bentuk dari pelaksanaan Teori X.
2)   Gaya Kepemimpinan Autokratis
Pada dasarnya kepemimpinan ini hampir sama dengan gaya kepemimpinan diktator namun
bobotnya agak kurang. Segala keputusan berada di tangan pemimpin, pendapat dari
bawahan tidak pernah dibenarkan. Gaya ini juga merupakan pelaksanaan dari Teori X.
3)   Gaya Kepemimpinan Demokratis
Ditemukan adanya peran serta dari bawahan dalam pengambilan keputusan yang dilakukan
dengan musyawarah. Gaya ini pada  dasarnya sesuai dengan Teori Y.
4)   Gaya Kepemimpinan Santai

10
Peranan dari pemimpin hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan pada
bawahannya (Azwar dalam Nursalam, 2008: 64)

d)       Gaya Kepemimpinan Menurut Robbet House


       Berdasarkan Teori Motivasi pengharapan, Robert House dalam Nursalam (2002)
mengemukakan empat gaya kepemimpinan yaitu:
1)   Direktif
Pemimpin menyatakan kepada bawahan tentang bagaimana melaksanakan suatu tugas.
Gaya ini mengandung arti bahwa pemimpin selalu berorientasi pada hasil yang dicapai oleh
bawahannya.
2)   Suportif
Pemimpin berusaha mendekatkan diri kepada bawahan dan bersikap ramah terhadap
bawahan.
3)   Parsitipatif
Pemimpin berkonsultasi dengan bawahan untuk mendapatkan masukan dan saran dalam
rangka pengambilan sebuah keputusan.
4)   Berorientasi Tujuan
Pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan berusaha untuk
mencapai tujuan tersebut dengan seoptimal mungkin (Sujak dalam Nursalam, 1990)

e)        Gaya Kepemimpinan Menurut Hersey dan Blanchard


              Ciri-ciri kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (1997) meliputi:
1)    Instruksi
     Tinggi tugas dan rendah hubungan
     Komunikasi sejarah
     Pengambilan berada pada pemimpin dan peran bawahan sangat minimal
     Pemimpin banyak memberikan pengarahan atau instruksi yang spesifikserta mengawasi
dengan ketat
2)   Konsultasi
     Tinggi tugas dan tinggi hubungan
     Komunikasi dua arah
     Peran pemimpin dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan cukup besar
11
3)   Parsitipatif
     Tinggi hubungan rendah tugas
     Pemimpin dan bawahan bersama-sama member gagasan dalam pengambilan keputusan
4)   Delegasi
     Rendah hubungan dan rendah tugas
     Komunikasi dua arah, terjadi diskusi antara pemimpin dan bawahan dalam pemecahan
masalah serta bawahan diberi delegasi untuk mengambil keputusan

f)         Gaya Kepemimpinan Menurut Lippits dan K. White


       Menurut Lippits dan White, terdapat tiga gaya kepemimpinan yaitu otoriter, demokrasi,
liberal yang mulai dikembangkan di Unversitas Lowa.
1)   Otoriter
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
     Wewenang mutlak berada pada pimpinan
     Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan
     Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
     Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
     Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan
secara ketat
     Prakarsa harus selalu berasal dari pimpinan
     Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran, pertimbangan atau pendapat
     Tugas-tugas dari bawahan diberikan secara instruktif
     Lebih banyak kritik daripada pujian
     Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat
     Pimpinan menuntut kesetiaan tanpa syarat
     Cenderung adanya paksaan, ancaman dan hukuman
     Kasar dalam bersikap
     Tanggung jawab dalam keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan
2)   Demokratis
Kepemimpinan gaya demokratis adalah kemampuan dalam mempengaruhi orang lain agar
besedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, berbagai kegiatan yang

12
akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
     Wewenang pimpinan tidak mutlak
     Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
     Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
     Komunikasi berlangsung timbal balik
     Pengawasan dilakukan secara wajar
     Prakarsa datang dari bawahan
     Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan pertimbangan
     Tugas-tugas dari bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada instruktif
     Pujian dan kritik seimbang
     Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas masing-masing
     Pimpinan kesetiaan bawahan secara wajar
     Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
     Tercipta suasana saling percaya saling hormat menghormati, dan saling menghargai
     Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung secara bersama-sama
3)   Liberal atau Laissez Faire
Kepemimpinan gaya liberal atau Laisssez Faire adalah kemampuan mempengaruhi orang
lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan cara berbagai kegiatan dan
pelaksanaanya dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
Gaya kepemimpinan ini bercirikan sebagai berikut:
     Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
     Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan
     Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan
     Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan
     Hampir tiada pengawasan terhadap tingkah laku
     Prakarsa selalu berasal dari bawahan
     Hampir tiada pengarahan dari pimpinan
     Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
     Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok
     Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perseorangan
13
g)        Gaya Kepemimpinan Berdasarkan Kekuasaan dan Wewenang
            Menurut Gillies (1996), gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan
dibedakan menjadi empat yaitu:
1)   Otoriter
Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau pekarjaan. Menggunakan
kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin. Pemimpin menentukan semua tujuan
yang akan dicapai dalam pengambilan keputusan. Informasi yang diberikan hanya pada
kepentiungan tugas. Motivasi dengan reward dan punishment.
2)   Demokratis
Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap staf.
Menggunakan kekuatan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide dari staf, memotivasi
kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat rencana dan pengontrolan dalam
penerapannya. Informasi diberikan seluas-luasnya dan terbuka.
3)   Partisipatif
Merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin yang menyampaikan
hasil analisis masalah dan kemudian mengusulkan tindakan tersebut pada bawahannya. Staf
dimintai saran dan kritiknya serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulannya, dan
keputusan akhir ada pada kelompok.
4)   Bebas Tindak
Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa pengarahan,
supervisi dan koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi pekarjaan sesuai dengan caranya
sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan pengendalian secara minimal.

14
15
DAFTAR PUSTAKA

Nurul Haflah S.Kep., Ns., M.Kep, dkk, 2021. KEPEMIMPINAN DAN


MANAJEMEN KONFLIK DALAM KEPERAWATAN.Sumatera
Barat:Yayasan Pendidikan Cendekia Muslim.

Nursalam. 2008. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam prektik


Keperawatan Profesional Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Suarli S dan Bahtiar nYanyan.__. Manajemen Keperawatan dengan
Pendekatan Praktis. Jakarta: Erlangga

16

Anda mungkin juga menyukai