KELOMPOK 6 kelas B:
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2
2.1.....................................................................................................................2
2.2.....................................................................................................................3
3.2 Saran...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................13
iii
A. LATAR BELAKANG
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan sehari-
hari. Konflik juga bahkan menjadi salah satu penyebab utama dari penurunan angka
produktivitas kerja dari seorang karyawan. Konflik dapat terjadi pada keluarga, lingkungan
sekitar, bahkan dalam tenaga medis sekalipun. Termasuk seorang perawat, sangat
memungkinkan dalam menghadapi konflik selama menjalankan tugasnya. Beberapa
sumber konflik dari bidang keperawatan adalah perbedaan gagasan dan ideologi dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan antar perawat. Jumlah pasien yang memiliki
riwayat penyakit infeksius juga dapat menyebabkan perawat memiliki tingkat stres yang
tinggi. Konflik jika terjadi secara terus-menerus dapat berpengaruh pada pasien, salah
satunya adalah pasien meminta pulang paksa pada petugas. Sehingga hal tersebut akan
berdampak buruk yaitu menurunya kualitas pelayanan pada instalansi kesehatan seperti
rumah sakit, klinik, dan puskesmas (Damayanti, 2015).
1
disfungsi dari konflik dan memaksimalisasi fungsi konstruktif konflik untuk membentuk
pembelajaran dan keefektifan dalam suatu organisasi. Penyelesaian sebuah konflik
diharapkan bersifat sealami mungkin dengan tujuan meningkatkan proses belajar dan
pemahaman individu atau organisasi dalam menyelesaikan konflik saat ini ataupun konflik
yang akan datang tanpa terkecuali pekerjaan yang di alami oleh seorang perawat di Rumah
sakit. Manajemen konflik yang digunakan pada penelitian ini adalah manajemen konflik
kolaborasi, yaitu strategi yang menggunakan strategi win-win solution untuk mengatasi
konflik. Dalam kolaborasi, kedua pihak yang terlibat menentukan tujuan bersama dan
bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Karena keduanya yakin akan tercapainya suatu
tujuan yang telah ditetapkan. Strategi kolaborasi tidak akan bisa berjalan bila kompetisi
insentif sebagai bagian dari situasi tersebut, kelompok yang terlibat tidak mempunyai
kemampuan dalam menyelesaikan masalah, dan tidak adanya kepercayaan dari kedua belah
pihak (Mulyati 2018).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pernyataan Masalah
Konflik merupakan suatu hal yang sering dijumpai dalam berbagai organisasi tidak
terkecuali di layanan kesehatan. Perawat merupakan pegawai yang sering dihadapkan
dengan masalah dalam melakukan pekerjaanya. Konflik dalam perawat dapat disebabkan
oleh berbagai macam hal. Maka adanya seorang manajer sangat dibutuhkan untuk
mengatasi adanya sebuah masalah atau konflik. Namun, meskipun sudah terdapat adanya
manajer konflik masih tetap tidak bisa dihindarkan, harus ada penanganan khusus untuk
mengatasi masalah yang terjadi di lingkungan tenaga kerja. Sedangkan jika sebuah
konflik dibiarkan akan menyebabkan masalah yang semakin besar. Sehingga akan dapat
menghambat pekerjaan khususnya pada seorang perawat.
2. Pertanyaan Masalah
Apakah ada hubungan manajemen konflik dengan produktivitas kerja perawat pelaksana
di
Rumah Sakit?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
2
Mengidentifikasi hubungan manajemen konflik dengan produktivitas kerja perawat
pelaksana di
Rumah Sakit
2. Tujuan khusus
a. Mengidentikafikasi manajemen konflik perawat pelaksana di Rumah Sakit
b. Mengidentifikasi produktivitas kerja perawat pelaksana di Rumah Sakit
c. Menganalisa hubungan manajemen konflik dengan produktivitas kerja perawat pelaksana
di Rumah Sakit
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Komunikasi
Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup:
ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota
kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan
anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan
derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa
ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang
mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin
terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan terjadinya
konflik.
c. Variabel Pribadi
Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi:
sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang
menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda
dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian
tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai
rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial.
Menurut Rigio (2003) jenis-jenis konflik yang ada antara lain konflik
intrapersonal, konflik interpersonal, konflik intra kelompok dan konflik
antar kelompok.
5
b. Konflik Interpersonal Konflik interpersonal terjadi antara dua orang
atau lebih, dimana nilai, tujuan, dan keyakinan berbeda. Konflik ini sering
terjadi karena seseorang secara konstan berinteraksi dengan orang lain
sehingga ditemukan perbedaan-perbedaan. Sebagai contoh seorang
manajer sering mengalami konflik dengan teman sesame manajer, atasan,
dan bawahannya.
2.2.1 Defenisi
Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan bagian dari sistem manajemen
keperawatan, dimana bagian dari sistem manajemen keperawatan meliputi
pengumpulan data, perencanaan, pengaturan, kepegawaian, kepemimpinan, dan
pengawasan.
Konsep kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penerapan pengaruh dan
bimbingan yang ditunjukkan kepada semua staf keperawatan. Untuk mencipatakan
kepercayaan dan ketaatan sehingga timbul kesediaan melaksanakan tugas dalam
rangka mencapai tujuan pelayanan keperawatan yag efektif, efesien, dan berkualitas.
Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi dan mengarahkan berbagai tugas
yang berhubungan dengan aktivitas anggota kelompok, diartikan sebagai kemampuan
mempengaruhi berbagai strategi dan tujuan; kemampuan mempengaruhi komitmen dan
ketaatan terhadap tugas untuk mencapai tujuan bersama; dan kemampuan
mempengaruhi kelompok agar mengidentifikasi, memelihara, dan mengembangkan
6
budaya organisasi (Shegdill dalam Stoner dan Freeman 1989: 459-460).
7
2. Teori Perilaku:
Teori ini menekankan apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana seorang
manajer menjalankan fungsinya. Teori ini dinamakan Gaya Kepemimpinan
seorang manajer dalam suatu organisasi (Vestal, 1994 ). Gaya kepemimpinan
dapat didefinisikan berdasarkan perilaku pemimpin itu sendiri (Gillis, 1970 ).
3. Teori Kontingensi Dan Situasional
Teori yang menekankan bahwa melaksanakan tugasnya dengan mengombinasikan
antara faktor bawaan, perilaku dan situasional. Unsur utama manajer adalah
kemampuan dalam manajer dan penghargaan terhadap kelompok. hubungan antara
kelompok manajer dan pegawai merupakan hal penting sehingga penerapan gaya
kepemimpinan situasional yang paling tepat.
4. Teori Kontemporer
Teori menggunakan 4 komponen penting dalam pengolahannya, seperti
manajer/pemimpin, staf dan atasan, pekerjaan, serta lingkungan. Dalam
menerapkan teori ini harus menerapkan 4 komponen tersebut dan perlu didukung
dengan teori motivasi, interaksi dan transformasi.
5. Teori Motivasi
Teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli seperti Maslow, Aldefer, Herzberg,
McCelland, Adams, dan V. Vroom. Berdasarkan isinya terbagi menjadi teori
Hierarki kebutuhan, ERG, Teori dua faktor, teori 2 faktor. Berdasar proses
diantaranya teori keadilan, harapan, penguatan dan teori belajar. Berdasarkan
masalah motivasi diantaranya pembagian tugas tidak jelas, hambatan dalam
pelaksanaan, kurangnya penghargaan dan kurangnya dukungan organisasi.
6. Teori Z
Teori yang dikenalkan oleh Ouchi (1981) merupakan pengembangan dari teori Y
(McGregor, 1460) yang mendukung gaya kepemimpinan demokratis. Komponen
teori mencakup pengambilan keputusan dan kesepakatan, menempatkan sesuai
keahlian, menekankan keamanan pekerjaan, promosi yang lambat dan pendekatan
secara holistic kepada staff.
8
Kegiatan kepemimpinan dalam keperawatan mencakup banyak hal.
Kegiatan tersebut mencakup cara mengarahkan, menunjukkan jalan, mensupervisi,
mengawasi tindakan staf, mengkoordinasikan kegiatan yang sedang atau akan
dilakukan, dan mempersatukan usaha dari berbagai individu yang memiliki
karakteristik yang berbeda (Gillies dalam Whitebead. K et all, 2010). Menurut
Brosten, Hayman dan Naylor (1979) menyebutkan bahwa kegiatan kepemimpinan
paling sedikit mencakup 4 hal yang terkait dengan kegiatan manajerial, yaitu
perencanaan, pengorganisasian, motivasi, dan pengendalian. Dengan demikian
kegiatan kepemimpinan selalu bersinggungan dengan kegiatan dalam manajemen.
9
pengambilan keputusan masih melakukan pengawasan yang ketat.
3) Sistem Konsultatif
Pemimpin mempunyai kekuasaan terhadap bawahan yang cukup besar. Pemimpin
menggunakan balasan (insentif) untuk memotivasi bawahan dan kadang-kadang
menggunakan ancaman atau hukuman. Komunikasi dua arah dan menerima keputusan
spesifik yang dibuat oleh bawahan.
4) Sistem Partisipatif
Pemimpin mempunyai kepercayaan sepenuhnya terhadap bawahan, menggunakan insentif
ekonomi untuk memotivasi bawahan. Komunikasi dua arah dan menjadikan bawahan
sebagai kelompok kerja.
10
Peranan dari pemimpin hampir tidak terlihat karena segala keputusan diserahkan pada
bawahannya (Azwar dalam Nursalam, 2008: 64)
12
akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Wewenang pimpinan tidak mutlak
Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
Komunikasi berlangsung timbal balik
Pengawasan dilakukan secara wajar
Prakarsa datang dari bawahan
Banyak kesempatan dari bawahan untuk menyampaikan saran dan pertimbangan
Tugas-tugas dari bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan daripada instruktif
Pujian dan kritik seimbang
Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas masing-masing
Pimpinan kesetiaan bawahan secara wajar
Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
Tercipta suasana saling percaya saling hormat menghormati, dan saling menghargai
Tanggung jawab keberhasilan organisasi ditanggung secara bersama-sama
3) Liberal atau Laissez Faire
Kepemimpinan gaya liberal atau Laisssez Faire adalah kemampuan mempengaruhi orang
lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan dengan cara berbagai kegiatan dan
pelaksanaanya dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
Gaya kepemimpinan ini bercirikan sebagai berikut:
Pemimpin melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
Keputusan lebih banyak dibuat oleh bawahan
Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh bawahan
Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahan
Hampir tiada pengawasan terhadap tingkah laku
Prakarsa selalu berasal dari bawahan
Hampir tiada pengarahan dari pimpinan
Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
Kepentingan pribadi lebih penting dari kepentingan kelompok
Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh perseorangan
13
g) Gaya Kepemimpinan Berdasarkan Kekuasaan dan Wewenang
Menurut Gillies (1996), gaya kepemimpinan berdasarkan wewenang dan kekuasaan
dibedakan menjadi empat yaitu:
1) Otoriter
Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau pekarjaan. Menggunakan
kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin. Pemimpin menentukan semua tujuan
yang akan dicapai dalam pengambilan keputusan. Informasi yang diberikan hanya pada
kepentiungan tugas. Motivasi dengan reward dan punishment.
2) Demokratis
Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap staf.
Menggunakan kekuatan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide dari staf, memotivasi
kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat rencana dan pengontrolan dalam
penerapannya. Informasi diberikan seluas-luasnya dan terbuka.
3) Partisipatif
Merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin yang menyampaikan
hasil analisis masalah dan kemudian mengusulkan tindakan tersebut pada bawahannya. Staf
dimintai saran dan kritiknya serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulannya, dan
keputusan akhir ada pada kelompok.
4) Bebas Tindak
Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa pengarahan,
supervisi dan koordinasi. Staf/bawahan mengevaluasi pekarjaan sesuai dengan caranya
sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan pengendalian secara minimal.
14
15
DAFTAR PUSTAKA
16