Anda di halaman 1dari 14

1

TUGAS PAPER

Judul

“MANAJEMEN KONFLIK”

Ibu Ns. Ike Nesdia Rahmawati, S.Kep, M.Kep

Di susun oleh :

Muhamad Lisajidin 186070300111046

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


PEMINATAN GAWAT DARURAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap kelompok dalam satu organisasi, dimana di dalamnya terjadi interaksi
antara satu individu dengan lainnya, memiliki kecenderungan timbulnya konflik.
Dalam institusi layanan kesehatan terjadi kelompok interaksi, baik antara
kelompok pimpinan dengan staf, staf dengan staf, staf dengan pasien, staf dengan
keluarga dan pengunjung, staf dengan dokter, maupun dengan lainnya yang mana
situasi tersebut seringkali dapat memicu terjadinya konflik. Konflik merupakan
sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan. Bahkan sepanjang
kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut dengan konflik.
Demikian halnya dengan kehidupan organisasi. Anggota organisasi senantiasa
dihadapkan pada konflik. Perubahan atau inovasi baru sangat rentan menimbulkan
konflik (destruktif), apalagi jika tidak disertai pemahaman yang memadai
terhadap ide-ide yang berkembang.
Konflik sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan
diabaikan, disepelekan, tidak dihargai, ditinggalkan, dan juga perasaan jengkel
karena kelebihan beban kerja. Hal ini berhubungan dengan kurangnya harga diri
dan tidak di anggap berharga. Perasaan-perasaan individu menimbulkan suatu titik
kemarahan. Sehingga menimbulkan perpecahan antar kelompok. Perasaan-
perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya kemarahan. Keadaan
tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan kegiatannya secara
langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja organisasi secara tidak
langsung dengan melakukan banyak pelanggaran yang disengaja maupun tidak
disengaja. Dalam suatu organisasi, kecenderungan terjadinya konflik, dapat
disebabkan oleh suatu perubahan secara tiba-tiba, antara lain: kemajuan teknologi
baru, persaingan ketat,kebijakan yang pilih – pilih, perbedaan kebudayaan dan
sistem nilai, serta berbagai macam kepribadian individu.
3

Dengan kondisi dimana membutuhkan adanya hubungan antara satu


individu dengan individu yang lainnya pasti ada komunikasi dan interaksi, maka
dengan adanya hal tersebut tidak menutup akan adanya konflik antar inidvidu atau
kelompok. Serta akan timbul perbedaan-perbedaan pendapat antara meraka.
mengingat bahwa konflik tidak dapat dihindari, maka approach yang baik untuk
diterapkan adalah pendekatan mencoba memanfaatkan konflik sedemikian rupa,
hingga konflik tetap serta efektif untuk sasaran-sasaran yang diinginkan.
Pendekatan konflik sebagai bagian normal dari perilaku dapat di manfaatkan
sebagai alat untuk mempromosikan dan mencapai perubahan-perubahan yang
dikehendaki.
Adapun pelanggaran yang dilakukan oleh staf, karyawan, dokter maupun
pimpinan dapat terjadi, namun akan terjadi konflik yang besar apabila ada
hubungan keluarga didalam instatansi Yayasan yang terkait. Pengambilan
keputusan sangat amat penting untuk memberikan sangsi dan teguran.
Melihat fenomena di atas maka penting menurut kami untuk menyusun
makalah yang berisi tentang konflik serta manajemen konflik. Manajemen konflik
yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan individu atau kelompok yang
sedang berkonflik.

B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Apakah definisi konflik
2. Apakah penyebab terjadinya konflik
3. Kasus konflik di tempat kerja
4. Strategi manajemen konflik
5. Bagaimana langkah-langkah penyelesaian konflik
6. Dampak dari konflik

C. Tujuan
1. Mengetahui apakah definisi konflik
2. Mengetahui apakah penyebab terjadinya konflik
3. Mengetahui kasus – kasus konflik
4. Mengetahui bagaimana stategi manajemen konflik
5. Mengetahui bagaimana langkah – langkah menyelesaikan
konflik
6. Mengetahui dampak positif dan negative dari konflik
4

D. Manfaat
Dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan mahasiswa dalam
memahami arti penting dari Manajemen konflik.

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi Konflik
5

Menurut Johnson (dalam Supratiknya, 1995) konflik adalah situasi dimana


tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu
tindakan pihak lain. Menurut Vasta (dalam Indati, 1996) konflik akan terjadi bila
seseorang melakukan sesuatu tetapi orang lain menolak, menyangkal, merasa
keberatan atau tidak setuju dengan apa yang dilakukan seseorang. Secara umum
pengertian konflik yaitu suatu kondisi terjadinya ketidaksesuaian antara nilai -
nilai atau tujuan yang diinginkan dicapai baik di dalam diri sendiri maupun dalam
hubungan dengan orang lain.
Subtantive conflicts merupakan perselisihan yang berkaitan dengan tujuan
kelompok, pengalokasian sumber daya dalam suatu organisasi, distribusi
kebijaksanaan dan prosedur, dan pembagian jabatan pekerjaan. Konflik ini biasa
terjadi dalam sebuah organisasi. Sedangkan Emotional conflicts terjadi akibat
adanya perasaan marah, tidak percaya, tidak simpatik, takut dan penolakan, serta
adanya pertentangan antar pribadi (personality clashes). Konflik inilah yang
sering terjadi pada remaja dengan teman sebaya.
Konflik adalah perselisihan internal atau eksternal akibat dari adanya
perbedaan gagasan, nilai atau perasaan antara dua orang atau lebih. Menurut
littlefield 1995 dalam nursalam bahwa konflik dapat dikategorikan sebagai suatu
kejadian atau proses. Sebagai suatu kejadian, konflik terjadi akibat
ketidaksetujuan antara dua orang atau organisasi yang merasa kepentingannya
terancam. Sebagai manajer keperawatan, konflik sering terjadi pada setiap tatanan
asuhan keperawatan. Oleh karena itu, manajer harus mempunyai dua asumsi dasar
tentang konflik, asumsi pertama konflik merupakan hal yang tidak dapat dihindari
dalam suatu organisasi, asumsi yang kedua jika konflik dapat dikelola dengan
baik maka dapat menghasilkan suatu penyelesaian yang kreatif dan berkualitas,
sehingga berdampak pada peningkatan produksi.
Jika dilihat dari berfungsi atau tidaknya konflik, maka konflik itu dapat
dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Konflik Fungsional, yaitu konflik yang memang bertujuan dan mempunyai
dampak atau kegunaan yang positif bagi pengembangan dan kewajaran
organisasi. Persoalan yang menyebutkan terjadinya konflik hanya semata -
mata pada persoalan bagaimana organisasi dapat mencapai suatu taraf
6

kemajuan tertentu yang diinginkan bersama oleh seluruh para anggota


organisasi, bukanlah segolongan atau kelompok tertentu. Jadi hanya
berhubungan dengan prospek kemajuan organisasi secara keseluruhan di
masa datang.
1. Konflik non fungsional, yaitu konflik yang sama sekali tidak berkaitan
dengan prospek kemajuan organisasi. Konflik yang terjadi hanya benar -
benar berkaitan dengan misalnya "human interest", sentimen pribadi para
anggota organisai. Demikian pula atas intrik – intrik pribadi, golongan
yang human interestnya sama, Permasalahan kurang adanya relevansi
dengan prospek organisasi.

B. Penyebab Terjadinya Konflik


Penyelesaian efektif dari suatu konflik seringkali menuntut agar faktor-
faktor penyebabnya diubah. Penyebab terjadinya konflik menurut Wise 2010 &
Robbin 1996, yaitu: [3,4]
1. Karateristik individual
Berikut ini merupakan perbedaan individual antar orang-orang yang
mungkin dapat melibatkan seseorang dalam konflik.
a. Nilai sikap dan Kepercayaan (Values, Attitude, and Baliefs)
Perasaan kita tentang apa yang benar dan apa yang salah, dan
predisposisi untuk bertindak positif maupun negatif terhadap suatu
kejadian, dapat dengan mudah menjadi sumber terjadinya konflik.
Nilai-nilai yang dipegang dapat menciptakan ketegangan-ketegangan di
antara individual dan group dalam suatu organisasi
b. Kebutuhan dan Kepribadian (Needs and Personality)
Konflik muncul karena adanya perbedaan yang sangat besar
antara kebutuhan dan kepribadian setiap orang, yang bahkan dapat
berlanjut kepada perseteruan antar pribadi.
c. Perbedaan Persepsi (Persptual Differences)
Persepsi dan penilaian dapat menjadi penyebab terjadinya konflik.
Konflik juga dapat timbul jika orang memiliki persepsi yang salah,
2. Faktor situasi
a. Kesempatan dan Kebutuhan Barinteraksi (Opportunity and Need to
Interact)
Kemungkinan terjadinya konflik akan sangat kecil jika orang-
orang terpisah secara fisik dan jarang berinteraksi. Sejalan dengan
7

meningkatnya assosiasi di antara pihak-pihak yang terlibat, semakin


meningkat pula terjadinya konflik.
b. Kebutuhan untuk Berkonsensus (Need for Consensus)
Proses menuju tercapainya konsensus seringkali didahului dengan
munculnya konflik.
c. Ketergantungan satu pihak kepada Pihak lain (Dependency of One
Party to Another)
Dalam kasus seperti ini, jika satu pihak gagal melaksanakan
tugasnya, maka yang lain juga terkena akibatnya, sehingga konflik lebih
sering muncul.
d. Perbedaan Status (Status Differences)
Apabila seseorang bertindak dalam cara-cara yang kongruen
dengan statusnya, konflik dapat muncul.
e. Rintangan Komunikasi (Communication Barriers)
Komunikasi sebagai media interaksi diantara orang-orang dapat
dengan mudah menjadi basis terjadinya konflik. Bisa dikatakan
komunikasi oleh pedang bermata dua: tidak adanya komunikasi dapat
menyebabkan terjadinya konflik, tetapi disisi lain, komunikasi yang
terjadi itu sendiri dapat menjadi potensi terjadinya konflik.
f. Batas-batas tanggung jawab dan Jurisdiksi yang tidak jelas (Ambiguous
tesponsibilites and Jurisdictions)
Orang-orang dengan jabatan dan tanggung jawab yang jelas dapat
mengetahui apa yang dituntut dari dirinya masing-masing. Ketika
terjadi ketidakjelasan tanggung jawab dan jurisdiksi, kemungkinan
terjadinya konflik jadi semakin besar
2. Kondisi Keorganisasian
Tatkala sejumlah besar orang hadir bersama di suatu
organisasi, banyak hal bisa memicu konflik. Konflik berakar
pada peran dan tanggung jawab, kebergantungan, sasaran,
kebijakan, maupun sistem reward [4].

C. Kasus konflik
Di dalam sebuah RS Swasta yang berada dibawah naungan Yayasan dimana
pimpinan, staf dan karyawanya adalah bagian keluarga dari pemilik yayasan
8

tersebut. Ketika ada salah satu karyawan umum yang melakukan pelanggaran
kecil mendapatkan punishment yang berat, namun ketika staf lain yang masih
ada hubungan keluarga dengan pemilik yayasan melakukan pelanggaran
besar tidak mendatkan sanksi maupun teguran apapaun. Hal tersebut muncul
sebuah konflik pilih – kasih dalam pemberian sanksi. Sehingga ada protes –
protes dari karyawan umum kepada pimpinan. Namun pimpinan juga bingung
untuk mengambil keputusan, jika memberikan punishment kepada staf yang
memiliki hubungan keluarga dengan pemilik Yayasan akan berujung masalah,
jika tidak diberikan punhisment juga akan timbul rasa iri kepada karyawan
yang lain.
D. Strategi Pemecahan Konflik
Strategi penyelesaian konflik dapat dibedakan menjadi :
1. Menghindar (Avoiding)
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang
memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak
seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan
strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk
menenangkan diri. Dalam masalah ini pimpinan yang terlibat didalam konflik
dapat menepiskan isu dengan mengatakan “disini semua kesalahan akan
mendapatkan sanksi dan tidak ada tebang pilih dalam pemberian sanksi”.
Pendekatan konflik ini dilakukan oleh staf umum dan staf dari keluarga
pemilik Yayasan terkadang apabila mereka menganggap bahwa permasalahan
tersebut tidak layak untuk dibicarakan. Berarti permasalahan tersbut sudah
sampai pada tahap klimaks. Jadi pemilihan strategi ini kurang tepat dipilih.
2. Mengakomodasi (Acomodating)
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi
pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain.
Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan
pada mereka untuk membuat keputusan. Staff maupun karyawan yang
melakukan pelanggaran akan mendapatkan sanksi seusia kesalahan yang
dilakukan, dalam hal ini akan ditangani dan diakomodasi oleh pihak lain
9

ditempat kerjanya. Sebagai contoh bagian kepegawaian mengadakan


pertemuan antara dua belah pihak dan berdiskusi secara baik – baik serta
menjelaskan batasan – batasan punishment yang akan diberikan ketika
melakukan pelanggaran. Cara ini baik untuk digunakan dalam solusi konflik
namun belum bisa maksimal, karena bagian kepegawaian juga terkadang
masih takut dengan keluarga Yayasan.
3. Kompetisi (competiting)
Dengan memberikan suatu kompetisi untuk kenaikan pangakat maupun
jabatan. Dan tidak membedakan karyawan umum maupun karyawan yang ada
hubungan dengan keluarga Yayasan. Sehingga kompetisi ini adil, siapa yang
bekerja baik akan medapatkan hasil dan pangkat yang baik. Metode ini
mungkin malah akan memicu konflik karena mungkin pengangkatan jabatan
yang pintas dari keluarga Yayasan tanpa melihat kinerja, pendidikan dan
prestasi kerja. tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-
alasan keamanan.
4. Kompromi (compromizing)
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang
bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan
semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak. Menurut Nursalam,
tekhnik ini merupakan penyelesaian konflik dengan cara mengurangi
komponen emosional dalam konflik. Cara ini bagus, namun terkadang untuk
menyatukan sebuah kompromi yang kuat itu tidak semudah yang diharapkan.
5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi (colaborating)
a. Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat
mempunyai tujuan kerja yang sama.
b. Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling
mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya serta tidak
mebeda – bedakan karyawan umum dan karyawan yang dari keluarga
yayasan. Salah satu bentuk kolaborasi yang dilakukan denagn cara
mengikut sertakan staf umum dan staf keluarga yayasan dalam
pandangan dan visi misi rumah sakit serta memberikan situasi yang adil
10

dari semua pihak. Cara ini yang paling efisien untuk para staf keluarga
yayasan dengan staf umum agar saling merasa memiliki bersama
sehingga muncul rasa komitmen untuk bekerja sungguh – sungguh
demi kemajuan rumah sakit.
Walaupun konflik adalah kekuatan yang dapat meluas dalam organisasi,
pelayanan kesehatan, hanya sedikit presentasi waktu yang dihabiskan
dalam melakukan kolaborasi yang sebenarnya. Berdasarkan hasil
pembahasan dapat menyimpulkan adanya konflik dimana staf dari
keluarga yayasan dengan staf umum tidak mau dibeda – bedakan dalam
mendapatkan hukuman saat melakukan kesalahan. Hal tersebut
menimbulkan konflik internal di prumah sakit terkait masalah tersebut.
Dalam pendekatan penyelesaian konflik di rumah sakit terkait meliputi :
menghindar, mengakomodasi, kompetisi, kompromi atau negosiasi, dan
memecahkan masalah atau kolaborasi. Untuk menyelesaikan konflik
dalam rumah sakit tersebut lebih banyak melakukan kolaborasi dimana
staf keluarga yayasan dan staf umum yang berkonflik akan berkumpul
bersama guna membicarakan konflik serta mencari jalan keluarnya, dan
untuk memecahkan konflik antara staf umum dan staf dari keluarga
yayasan. Pemimpin mengambil keputusan mereka diberikan tugas dan
tanggung jawab kepada masing-masing pihak dimaksud agar setiap
orang memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing dalam
rumah sakit.
Oleh sebab itu dengan cara diatas sudah bisa menyelesaiakn dan
memanajemen konflik yang ada di rumah sakit swasta dibawah
naungan Yayasan.

E. Langkah-langkah penyelesaian konflik


Menurut nursalam (2002) menjabarkan langkah-langkah menyelesaikan
suatu konflik meliputi :
1) Pengkajian
11

a) Analisis situasi
Identifikasi jenis konflik untuk menentukan waktu yang
diperlukan, setelah dilakukan pengumpulan fakta dan memvalidasi
semua perkiraan melalui pengkajian lebih mendalam. Kemudian
siapa yang terlibat dan peran masing-masing, tentukan jika
situasinya bisa berubah.
b) Analisis dan mematikan isu yang berkembang
Jelaskan masalah dan prioritas fenomena yang terjadi. Tentukan
masalah utama yang memerlukan suatu penyelesaian yang dimulai
dari masalah tersebut. Hindari penyelesaian semua masalah dalam
satu waktu.
c) Menyusun tujan
Jelaskan tujuan spesifik yang akan dicapai.

2) Identifikasi
Mengelola perasaan dengan cara menghindari respon emosional yang
meliputi : marah, sebab setiap orang mempunyai respon yang berbeda
terhadap kata-kata, ekspresi dan tindakan.
3) Intervensi
a) Masuk pada konflik yang diyakini dapat diselesaikan dengan baik.
Selanjutnya identifikasi hasil yang posiitif yang akan terjadi.
b) Menyeleksi metode dalam menyelesaikan konflik. Penyelesaian
konflik memerlukan strategi yang berbeda-beda. Seleksi metode
yang paling sesuai untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.

F. Dampak Positif dan Negataif dari konflik


1. Dampak posisitif
a. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu
bekerja, seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan
yang jelas, masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam
kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja
meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
12

b. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari


cara pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis
pekerjaan masing-masing.
c. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat
antar pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat
dalam upaya peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi,
loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
d. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat
stress bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena
karyawan memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri,
penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa
mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optima.
2. Dampak Negatif
a. Mengganggu komunikasi antar karyawan, staf dan pimpinan.
b. Individu atau personal mengalami tekanan (stress), mengganggu
konsentrasi, menimbulkan kecemasan, menarik diri dan frustasi.
c.Apabila konflik membawa kekeluargaan didalam bekerja makaakan timbul
acuh tak acuh, resistensi terhadap perubahan, apatis dan muncul luapan
emosi destruktif.
13

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Konnflik dapat dicegah atau diatasi dengan disiplin, mempertimbangkan
tahap kehidupan, komunikasi termasuk mendengarkan secara aktif,
penggunaan lingkaran kualitas, dan ketetapan tentang latihan asertif.
2. Manajemen konflik mempunyai tujuan meningkatkan alternatif
pemecahan, dan mencapai kesepakatan dalam keputusan yang dapat
dilaksanakan serta keikhlasan terhadap keputusan yang dibuat. Strategi
khusus termasuk menghindar, akomodasi, kompetisi, kompromi, dan kerja
sama. Selain itu manajer perawat dapat mempelajari dan menggunakan
keterampilan khusus untuk mencegah dan mengelola konflik.
3. Menjaga manajeman konflik maka dapat di gunakan untuk menjaga dari
meluasnya konflik dan membuat membuat kerja lebih produktif, dan dapat
membuat konflik sebagai suatu kekuatan yang positif dan membangun.
4. Tidak membeda – bedakan antar karyawan satu dengan yang lainya untuk
suatu mencapai visi bersama.

B. Saran
Pimpinan harus bisa menjadi penengah ketika terjadi konflik, pemimpin
harus bijak ketika mengambil keputusan. Serta pemimpin bisa menjadi
menyelesaikan konflik tanpa ada yangtersakitui.
14

DAFTAR PUSTAKA

1. Thontowi, Ahmad. Manajemen Konflik [internet], [cited 2014 Sept 24].

2. Sujito. Manajemen Konflik dalam organisasi [internet]. 2012. [cited 219


Sept 15.

3. Basri, Seta. Manajemen Konflik dalam Organisasi [internet]. 2011. [cited


2019 Sept 15]. Available from
http://setabasri01.blogspot.com/2011/01/konflik-dalam-organisasi.html

4. Marquis & Hutson, Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan,


(Jakarta, EGC), 2010, Hlm 455

5. Nursalam, Manajemen Keperawatan, (Jakarta, Salemba Medika), 2011,


Hlm 117

6. Ann Marriner –Tomey ( 1996 ) . Guide To Nursing Management and


Leadership. Mosby – Year Book, Inc St Louis USA.

7. Swansburg, R.C. ( 1996 ) Management and Leadership for Nurse


Managers ( 2 th ed ) Jones and Bartlett Publishers Inc, London England.

Anda mungkin juga menyukai